banyak menjadi karyawan perusahaan di seluruh dunia dan ini tentunya akan menimbulkan
beberapa persoalan baru. Terutama dalam hal kompensasi benefit yang akan diberikan
kepada mereka, karena adanya karakteristik unik yang membuatnya berbeda dengan generasi
pekerja sebelumnya.
“Sepertinya contohnya, budaya bekerja untuk seumur hidup. Mungkin yang ada
dalam pikiran mereka adalah bagaimana bisa masuk dan mendapatkan semua kesejahteraan
kompensasi sampai saya pensiun. Namun yang sekarang terjadi, mereka tidak melihat bahwa
work for life. Mereka melihat adalah bagaimana mereka bisa langsung bisa menikmati dari
awal,” jelas Henry Hanafiah, Director Willis Tower Watson ketika ditemui Redaksi Intipesan
seusai menyampaikan sesinya dalam Seminar The 9th Indonesia Reward Summit pada Rabu
(24/7) di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Dirinya menambahkan kalau kita berbicara tentang milenial ini, memang harus
berbicara satu generasi secara khusus. Sehingga kita kemudian bisa melihat ada sedikit
perubahan, yang berbeda dari generasi sebelumnya. Ini terlihat dalam hal tuntutan mereka
terhadap kompensasi benefit.
“Kalau kita berbicara itu cukup jauh, karena tuntutan kestabilan yang ada di generasi
sebelumnya. Maka akan terlihat adanya perbedaan tuntutan tersebut dengan Generasi
Millennial. Sehingga jika budaya itu kita tuangkan menjadi paket kompensasi yang benefit,
maka tentunya akan menjadi berbeda,” tambahnya.
Sehingga kalau kita mau merumuskan dalam bentuk kompensasi, maka hal itu tetap
menjadi basic dan bagaimana cara kita mengelola, mendefinisikan kompensasi tadi kemudian
menjadi sesuatu yang berbeda dengan generasi terdahulu. Terutama dalam hal dinamikanya.
“Kalau dulu kita biasa bekerja dan tidak ada perubahan dalam lima tahun itu biasa,
maka tidak demikian halnya dengan Generasi Millennial. Karena mereka ingin mendapatkan
pilihan. Contohnya dalam hal benefit, kalau dulu saya dapat seperti benefit kesehatan,
pensiun , cuti dan sebagainya. Namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan keinginan Generasi
Millennial yang membutuhkan fleksibilitas tinggi, memiliki kebebasan sesuai dengan
kebutuhan dengan yang diinginkannya. Jadi bisa dikatakan bahwa yang dibutuhkan Generasi
Millennial adalah fleksibilitas dari sisi kompensasi itu, baik benefit maupun reward
lainnya,”katanya menerangkan.
Jumlah kaum milenial yang semakin menguasai demografi ini merupakan tantangan sekaligus
peluang bagi bangsa Indonesia baik di masa sekarang maupun di masa depan. Kunci dalam penanganan
kaum milenial terletak pada kata-kata kunci, bahwa mereka akan menentukan masa depan Indonesia.
Untuk itu, semua pihak, baik pemerintah, maupun juga para pemimpin bisnis harus mulai mempersiapkan
diri menghadapi kalangan milenial sebagai tenaga kerja mereka.
Kelemahan potensialnya adalah kurang loyal: selalu mencari sesuatu yang baru dan lebih
baik. Tidak jarang seorang milenial bertahan dengan perusahaan hanya selama dua atau tiga tahun
sebelum pindah ke posisi yang menurut mereka lebih baik.
Revolusi industri 4.0 akan membawa banyak perubahan dengan segala konsekuensinya, industri
akan semakin kompak dan efisien. Namun ada pula risiko yang mungkin muncul, misalnya berkurangnya
Sumber Daya Manusia karena digantikan oleh mesin atau robot.
Dunia saat ini memang tengah mencermati revolusi industri 4.0 ini secara saksama. Berjuta
peluang ada di situ, tapi di sisi lain terdapat berjuta tantangan yang harus dihadapi.
Sementara itu, demografi konsumen dan tenaga kerja untuk generasi milenial juga memiliki ciri
khusus.