Tingkat kecerdasan emosi tidak terkait dengan faktor genetis, tidak juga hanya bisa
berkembang pada masa kanak-kanak. Tidak seperti IQ yang berubah hanya sedikit setelah
melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh melalui belajar dari pengalaman
sendiri, sehingga kecakapan-kecakapn kita dalam hal ini terus tumbuh (goleman, 2000; 9)
Idealnya seseorang dapat menguasai keterampilan kognitif sekaligus keterampilan social
emosional. Barangkali perbedaan paling mendasar antara IQ dan EQ adalah, bahwa EQ tidak
dipengaruhi oleh faktor keturunan, sehingga membuka kesempatan bagi orang tua dan para
pendidik untuk melanjutkan apa yang telah disediakan oleh alam agar anak mempunyai peluang
lebih besar untuk meraih kesuksesan1[3].
Namun, menurut sejumlah hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi
memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibanding kecerdasan intellectual (IQ). Kecerdasan
otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal dalam menggapai keberhasilan, namun kecerdasan
emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) mengantarkan seseorang menuju
puncak prestasi.
1
Goleman menggambarkan beberapa ciri kecerdasan emosional yang terdapat pada diri
seseorang berupa
1. Kemampuan memotivasi diri;
2. Ketahanan menghadapi frustasi;
3. Kemampuan mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan;
4. Kemampuan menjaga suasana hati dan menjaga agar bebas stres tidak melumpuhkan
kemampuan berpikir, berempati dan berdo’a
Walaupun kemampuan memotivasi diri menjadi sesuatu yang sangat penting sebagai wujud
dari kemandirian anak, namun dalam proses perkembangan anak masih memerlukan peran orang
tua untuk memfasilitasi peningkatan motifasi mereka. Untuk itu sebagai orang tua maupun guru
dapat membantu mengembangkan kemampuan menumbuhkan motifasi diri anak melalui ;
a. Mengajarkan anak mengharapkan keberhasilan
b. Menyediakan kesempatan bagi anak untuk menguasai lingkungannya
c. Memberikan pendidikan yang relevan dengan gaya belajar anak
d. Mengajarkan anak untuk menghargai sikap tidak yang mudah menyerah
e. Mengajarkan anak pentingnya menghadapi dan mengatasi kegagalan
2
5. Memotivasi orang lain yang merupakan kelanjutan mengelola emosi orang lain, kemampuan ini
sangat erat kaitannya dengan kemampuan memimpin, menginspirasi, mempengaruhi dan
memotivasi orang lain. Kemampuan membangun kerjasama tim yang kuat untuk mencapai
tujuan bersama.
Banyak di dunia ini hanya mengukur seseorang dari kecerdasan IQ-nya saja.Padahal
menurut penelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya menyumbang 5% (maksimal 10%) dalam
kesuksesan seseorang. Mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar dari sistem NEM sampai kuliah
dengan sistem IPK. Bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang merekrut seseorang
berdasarkan dari test IQ saja.
Seseorang yang hanya memiliki kecerdasan intelektual akan selalu memandang remeh orang
lain yang dianggap kurang mampu dibidang intelektualnya jika tidak dibarengi dengan
kecerdasan emosional. Dia tidak bisa memahami perasaan orang lain bahkan tidak dapat
memberikan apresiasi pada jerih payah orang lain. Sedangkan orang yang memiliki kecerdasan
emosional akan menghargai hasil kerja orang lain dan akan memberikan motivasi agar orang lain
semangat dalam melaksanakan pekerjaannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah di paparkan di atas, sudahlah jelas bahwasanya seorang peserta
didik disamping memiliki kecerdasan intelektual harus juga memiliki kecerdasan emosional.
Karena kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang lebih besar ketimbang kecerdasan
intelektual.
Kecerdasan emosional
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional
seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan
terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara
emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.[3]
https://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_emosional
Kecerdasan emosi semula diperkenalkan oleh Peter Salovy dari Universitas Harvad dan John
Mayer dari Universitas Hampshire. Istilah itu kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman
dalam karya monumentalnya Emotional Intelligence.
Secara etimologi kecerdasan berasal dari bahasa Inggris intelligence yaitu kemampuan untuk
memahami keterkaitan antara berbagai hal, kemampuan untuk mencipta, memperbaharui,
mengajar, berfikir, memahami, mengingat, merasakan dan berimajinasi, memecahkan
permasalahan dan kemampuan untuk mengerjakan berbagai tingkat kesulitan.
Menurut English and English, sebagaimana dikutip oleh Syamsu Yusuf menerangkan bahwa
emosi adalah “a complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular
activies” (suatu keadaan perasaan yang komplek yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan
motoris).
Daniel Goleman sendiri mendefinisikan emosi dengan perasaan dan pikiran-pikiran khasnya,
yakni suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Para pakar psikologi telah mendefinisikan kecerdasan emosional dalam bermacam-macam, di
antaranya yaitu menurut:
a. Reuven Bar-On yang dikutip Steven J. Stein dan Howard E. Book Kecerdasan emosional
adalah “serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan Kecerdasan emosional
atau lebih dikenal dengan istilah emotional intelligence atau emotional quotient dalam
penggunaannya sering disamakan. Namun secara garis besar ada perbedaan titik tekan dari
penggunaan kata tersebut. Intelligence adalah potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungannya. Quotient merupakan satuan ukuran yang digunakan untuk
intelligence. Jadi kalau panjang diukur dengan meter, berat diukur dengan gram, maka
kecerdasan diukur dengan quotient, karenanya ukuran tingkat kecerdasan selama ini dikenal
dengan IQ.
b. John D Mayer, Peter Salovey “Emotional intelligence is the innate potential to feel, use,
communicate, recognize, remember, learn, manage, and understand emotions.” Kecerdasan
emosional menunjuk pada potensi alamiah untuk merasa, menggunakan, mengkomunikasikan,
mengenal, mengingat, mempelajari, mengatur dan memahami emosi-emosi.
c. Steven J. Stein, Ph. D. Kecerdasan emosional adalah “serangkaian kecakapan yang
memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit-aspek pribadi, sosial, dan pertahanan
dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri, dan kepekaan yang penting untuk
berfungsi secara efektif setiap hari.”
d. Daniel Goleman “Emotional Intelligence: abilities such as being able to motivate oneself and
persists in the face of frustration: to control impulse and delay gratification; to regulate one’s
mood and keep distress from swamping the ability to think; to empathize and to hope”.
Untuk itu, kali ini saya akan sharingkan apa saja ciri-ciri mereka yang mempunyai kecerdasan
emosional yang tinggi. Harapannya, hal ini akan menjadi referensi kita bersama untuk kehidupan
kita yang lebih bermanfaat dan bahagia kedepannya.
2. Mereka yang Berpikiran Positif akan Berkumpul dengan Mereka yang Berpikir Positif
Pula
Orang-orang dengan kecerdasan emosional tinggi tidak akan menghabiskan banyak waktu
dengan berkumpul bersama mereka yang suka mengeluh dan mengumpat. Mendengarkan keluh
kesah dari mereka yang suka berpikir negatif hanya akan membawa menghabiskan energi kita
pada hal yang percuma. Sebaliknya, berkumpul dengan orang yang memiliki pikiran positif dan
penuh semangat akan membuat kita tertular juga. Dan inilah yang pada akhirnya akan
meningkatkan kecerdasan emosional anda juga.
Assertive adalah sebuah sikap tegas dalam mengemukakan suatu pendapat, tanpa harus melukai
perasaan lawan bicaranya. Orang yang assertive sangat tahu betul kapan mereka harus bicara,
kapan mereka harus mengemukakan suatu pendapat dan bagaimana cara yang tepat untuk
memberikan sebuah solusi tanpa harus menggurui. Dan yang pasti mereka yang memiliki sikap
assertive selalu berpikir terlebih dahulu sebelum bicara.
Orang-orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan sibuk memikirkan apa yang akan
dilakukannya di masa depan dan segera melupakan kegagalan di masa lalu. Baginya kegagalan
di masa lalu adalah sebuah pelajaran yang penting diambil untuk mengambil langkah yang lebih
mantab di masa yang akan datang.
Dimanapun mereka berada, apakah itu di tempat kerja, di rumah ataupun berkumpul dengan
teman-teman, orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan membawa kebahagiaan bagi
sesamanya. Terkadang arti bahagia bagi mereka tidak harus sebuah kekayaan. Bersyukur akan
nikmat yang didapat hari ini dan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya akan
membuat mereka merasa bahagia dan bermakna.
Mereka yang dikaruniai kecerdasan emosional tinggi, tahu bagaimana memanfaatkan energi
mereka dengan bijak. Mereka tidak akan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang percuma saja.
Mereka akan fokus pada tindakan-tindakan yang akan membawa manfaat bagi sesamanya.
http://bagusberlian.com/7-ciri-ciri-mereka-yang-mempunyai-kecerdasan-emosional-yang-tinggi/
Kecerdasan emosional (EQ) sendiri adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu
memahami dan mengelola emosi mereka. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ)
yang tinggi mampu mengubah emosi menjadi motivasi untuk mencapai kesuksesan. Orang
yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat diamati.
Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang pertama adalah selalu ingin tahu tentang orang lain.
Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi cenderung suka untuk
berteman dengan orang lain sebanyak mungkin. Mereka merasa ingin tahu tentang orang
lain, bahkan orang yang belum dikenal sekalipun. Merasa ingin tahu dan menjadi tertarik
dengan orang lain juga bisa menumbuhkan empati. Memperluas empati dengan berbicara
dengan orang lain sebanyak mungkin merupakan salah satu cara untuk menambah
pengetahuan dan pandangan hidup Anda tentang dunia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman yakni penulis buku terlaris
internasional Emotional Intellegence, para pemimpin yang luar biasa memiliki satu
kesamaan didalam kepemimpinannya selain bakat, etos kerja yang kuat serta ambisi.
Mereka rata-rata memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi dari pada kecerdasan
intelektual (IQ).
Ciri kecerdasan emosional (EQ) selanjutnya adalah tahu kekuatan dan kelemahan diri.
Orang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi akan mengetahui dimana letak
kekuatan dan kelemahan dari dirinya sendiri. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan
Anda, bisa Anda dijadikan bekal tentang bagaimana seharusnya Anda bertindak dengan
menutupi kelemahan dan mengunggulkan kekuatan yang Anda miliki. Kesadaran akan
keadaan diri ini akan melahirkan kepercayaan diri yang kuat pada diri Anda.
Ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi adalah memiliki
kemampuan untuk selalu fokus dan berkonsentrasi dengan apa yang dikerjakan dan apa
yang ingin dicapainya.
5. Manajemen kesedihan
Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang selanjutnya adalah dapat memanajemen atau
mengatur kesedihan. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi tahu
bagaimana caranya mengelola emosi, marah bahkan rasa sedih. Walaupun setiap orang
pasti merasakan kesedihan, namun orang yang memiliki keerdasan emosional (EQ) yang
tinggi mampu mangatur dan memanajemen kesedihan yang dirasakannya.
Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang selanjutnya adalah selalu ingin menajdi orang yang
lebih baik dan bermoral. Hal ini berkaitan dengan cara membangun hubungan interpersonal
dengan orang lain.
Ciri kecerdasan emosional (EQ) selanjutnya adalah membantu orang lain. Orang yang
memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi cenderung memiliki jiwa sosial yang tinggi
pula, serta memiliki rasa untuk selalu ingin membantu orang lain.
Mampu merasakan perasaan orang lain adalah ciri kecerdasan emosional (EQ) yang
selanjutnya. Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi mampu membaca
dan memahami ekspresi seseorang walaupun hanya dengan melihat ekspresi wajahnya
saja.
Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi akan selalu bangkit dari setiap
kegagalan yang dialaminya. Hal ini dikarenakan ia mampu mengontrol emosi negatifnya
dan mengubahnya menjadi motivasi untuk meraih kesuksesannya.
11. Berkarakter
Ciri kecerdasan emosional (EQ) berikutnya adalah berkarakter. Orang yang memiliki
kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi adalah orang yang memiliki karakter, kepribadian
serta pendirian yang teguh. Mereka selalu mantap dalam melakukan segala hal karena ia
mampu berfikir dan membuat keputusan yang tepat.
Orang yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi selalu memotivasi diri sendiri
untuk selalu fokus dalam meraih dan mewujudkan kesuksesannya.
Ciri kecerdasan emosional (EQ) yang terakhir adalah tahu kapan harus bertindak. Orang
yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi, memiliki kemampuan untuk
mengontrol dan mengendalikan emosinya. Mereka tidak akan terbawa emosi dan tahu
kapan waktu yang tepat untuk bertindak dan melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan
yang matang.
http://www.gelombangotak.com/Ciri-Kecerdasan-Emosional%20%28EQ%29.htm
Menurut Le Dove (Goleman, 1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara
lain: (a) Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan
emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu
konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang
mengurusi emosi yaitu system limbic, tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan
kecerdasan emosi seseorang. (1) Konteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira-kira 3 milimeter
yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu
secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat
sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam
yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu. (2) System limbic. Bagian ini sering
disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung
jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya
proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang
sebagai pusat pengendalian emosi pada otak. (b) Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh
kepribadian individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Berdasarkan uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang
yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak di bagian otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara
psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.
Menurut Dinkmeyer (1965) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi anak adalah faktor
kondisi fisik dan kesehatan, tingkat intelegensi, lingkungan sosial, dan keluarga. Anak yang memiliki
kesehatan yang kurang baik dan sering lelah cenderung menunjukkan reaksi emosional yang berlebihan.
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menerapkan disiplin yang berlebihan cenderung lebih
emosional. Pola asuh orang tua berpengaruh terhadap kecerdasan emosi anak dimana anak yang
dimanja, diabaikan atau dikontrol dengan ketat (overprotective) dalam keluarga cenderung
menunjukkan reaksi emosional yang negatif (Dinkmeyer, 1965).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi. Dalam penelitian ini faktor yang akan diteliti adalah pola asuh orang tua yang
berkaitan dengan emotion coaching yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya sebab emotion
coaching yang diberikan oleh orang tua sejak dini berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak
pada tahapan selanjutnya. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian yang dikemukakan oleh Collins &
Kuczaj (1991) bahwa parenting style (pola asuh orang tua) memiliki pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan anak.
http://arnimabruria.blogspot.co.id/2012/08/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
Menurut Goleman (dalam Ifham, 2002) terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional, yaitu:
Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh
keadaan otak emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks,
sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal, merupakan faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau
mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara
kelompok, antara individu Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi dibagi
menjadi dua, yaitu
1. Faktor internal, adalah faktor yang terdapat dalam diri seseorang yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya, yang terdiri dari:
a. Aspek jasmani, seperti kesehatan dan kekuatan fisik
b. Aspek psikologis, seperti pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
2. Faktor eksternal, adalah lingkungan sekitar seseorang yang melingkupinya, yang terdiri dari:
a. Rangsangan dari pihak luar
b. Budaya dan tradisi setempat
c. Agama dan doktrin-doktrin
d. Politik dan ekonomi
Menurut Goleman (dalam Ifham, 2002) terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional, yaitu:
Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh
dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui
perantara misalnya media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih
lewat jasa satelit.
Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan
membantu individu dalam mengelola, mengontrol, mengendalikan dan mengkoordinasikan
keadaan emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara efektif. Menurut Goleman (2007)
kecerdasan emosi erat kaitannya dengan keadaan otak emosional. Bagian otak yang
mengurusi emosi adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh dalam hemisfer otak besar
dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Peningkatan kecerdasan
emosi secara fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa tidak hanya mengendalikan
dorongan fisiologis manusia, namun juga mampu mengendalikan kekuasaan impuls emosi.
Puasa yang dimaksud salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.
Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan
rutin tersebut akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai (value).
Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu kebiasaan.
Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis,
dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan
begitu saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa itu sendiri. Kejernihan hati yang
terbentuk melalui puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan suara hati yang jernih sebagai
landasan penting bagi pembangunan kecerdasan emosi.
Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk mengembangkan
kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana
mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di
lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya
menekankan pada kecerdasan akademik saja, memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta
menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja. Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang
berulang-ulang dapat membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan
emosi. Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran,
komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan,
peguasaan diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi.
http://www.psychologymania.com/2012/06/faktor-faktor-yang-mempengaruhi_30.html