Anda di halaman 1dari 18

PQ - IQ - EQ - SQ

22.00  Umum  No comments

PQ - IQ - EQ - SQ Empat Type Kecerdasan Manusia Sejak terlahir, setiap manusia telah


dianugerahi empat macam type kecerdasan, yaitu :

* Kecerdasan Fisik atau Tubuh (Physical Intelligence atau Physical Quotient PQ),
* Kecerdasan Mental atau Intelektual (Inteliligence Quotient IQ),
* Kecerdasan Emosional (Emosional Quotient EQ) , dan
* Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient SQ)

1. Kecerdasan Fisik (Physical Quotient – PQ)

Kecerdasan Fisik (PQ) adalah kecerdasan yang dimiliki oleh tubuh kita. Kita sering tidak
memperhitungkannya. Coba renungkan : Tanpa adanya perintah dari kita tubuh kita
menjalankan sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem syaraf dan sistem-sistem
vital lainnya.

Tubuh kita terus menerus memantau lingkungannya, menghancurkan sel pembawa


penyakit, mengganti sel yang rusak dan melawan unsur-unsur yang mengganggu
kelangsungan hidup. Seluruh proses itu berjalan di luar kesadaran kita dan berlangsung
setiap saat dalam hidup kita. Ada kecerdasan yang menjalankan semuanya itu dan sebagian
besar berlangsung di luar kesadaran kita.

2. Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient – IQ)

IQ adalah kemampuan nalar, atau pikiran orang sering menyebutnya dengan kemampuan
Otak Kiri. Yaitu kemampuan kita untuk mengetahui, memahami, menganalisis, menentukan
sebab akibat, berpikir abstrak, berbahasa, memvisualkan sesuatu.

Di zaman dulu IQ dijadikan ukuran utama kecerdasan seseorang. Baru kemudian disadari
bahwa konsep dan batasan-batasan di atas seperti itu terlalu mempersempit kecerdasan
tersebut.
Otak kiri bertanggung jawab untuk “”pekerjaan” verbal, kata-kata, bahasa, angka-angka,
matematika, urut-urutan, logika, analisa dan penilaian dengan cara berpikir linier. Melatih
dan membelajarkan otak kiri akan membangun kecerdasan intelektual (IQ). Otak kanan
bertanggungjawab dan berkaitan dengan gambar, warna, musik, emosi, seni/artistik,
imajinasi, kreativitas, dan intuitif.
Menurut para ahli IQ - Intelligence Quotient, dapat ditingkatkan dengan latihan
sederhanadan mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, caranya sebagai berikut :
Latihan pernapasan dalam

Pernapasan dalam meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak, juga merilekskan kita
sehingga meningkatkan fungsi efektif otak. Cara melakukanya mudah, pejamkan mata dan
tarik nafas lewat hidung, sehingga paru-paru dipenuhkan sampai kapasitasnya, lalu
hembuskan secara perlahan.

Saat melakukan pernapasan dalam hilangkan semua pikiran yang masuk kedalam kepala
anda. Coba jangan pikirkan apapun kecuali efek penenangan dan perileksan dari saraf dan
tubuh. Cara ini sangat berguna dan efektif untuk menyelesaikan masalah secara kreatif.

Ketika anda selesai melakukan latihan yang hanya perlu waktu 2 sampai 4 menit ini,
kemampuan anda untuk menyelesaikan masalah akan meningkat paling sedikit 80%.
Pikiran akan merasa jernih dalam sekejap jika dilakukan hanya 5 kali berturut-berturut,
anda juga akan lebih bisa mengkoordinasikan pemikiran sehingga menjadi lebih jelas.

Jaga postur tubuh

Postur tubu dapat menentukan seberapa baik anda berfungsi. Berdiri bungkuk dan mulut
terbuka mengurangi kemampuan berpikir jernih.Untuk membuktikan hal ini, coba duduk
membungkuk dengan mulut terbuka sambil menyelesaikan soal matematika didalam
pikiran.Kemungkinan anda akan menemukan, anda tidak bisa menyelesaikan masalah
secara cepat dan tidak bisa berfikir secara jernih. 
Lakukan olahraga untuk membantu meningkatkan aliran darah ke otak. Aerobik apa saja
bisa memberikan hasiat ini.

Perhatikan makanan

Jangan makan segala sesuatu yang mengandung gula sederhana secara berlebihan. Semua
karbohidrat sederhana, jika dimakan sejumlah banyak, secara umum membuat lelah yang
bukan hanya akan membuat anda lebih lamban dalam berpikir, tapi juga membuat lamban
secara fisik.

3. Kecerdasan Emosional (Emosional Quotient – EQ)


EQ adalah pengetahuan mengenai diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati dan
kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dengan orang lain. Kecerdasan Emosi
adalah kepekaan mengenai waktu yang tepat, kepatutan secara sosial, dan keberanian
untuk mengakui kelemahan, menyatakan dan menghormati perbedaan. EQ digambarkan
sebagai kemampuan otak kanan dan dianggap lebih kreatif, tempat intuisi, pengindraan,
dan bersifat holistik atau menyeluruh
Penggabungan pemikiran (otak kiri) dan perasaan (otak kanan) akan menciptakan
keseimbangan, penilaian dan kebijaksanaan yang lebih baik. Dalam jangka panjang,
kecerdasan emosional akan merupakan penentu keberhasilan dalam berkomunkasi, relasi
dan dalam kepemimpinan dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (nalar).
Seseorang yang memiliki IQ tinggi tetapi memiliki kecerdasan emosionalnya (EQ) rendah,
dia tidak tahu bagaimana membangun hubungan dengan orang lain. Orang itu mungkin
akan menutupi kekurangannya itu dengan bersandar pada kemampuan intelektualnya dan
akan mengandalkan posisi formalnya.
Pengertian EQ : Istilah kecerdasan emosi (EQ) baru dikenal secara luas pada pertengahan
tahun 1990 dengan diterbitkannya buku Darnel Goleman : Emotional Intelligence. Goleman
menjelaskan bahwa kecerdasan emosi (Emotional Intellegence) adalah kemampuan untuk
mengenali perasaan kita sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Menggunakan ungkapan Howard Gardner, kecerdasan emosi terdiri dari kecakapan,


diantaranya : intrapersonal intelligence dan interpersonal intellegence. Intrapersonal
intelligence merupakan kecakapan mengenali perasaan kita sendiri yang terdiri dari :

Kesadaran diri meliputi : keadaan emosi diri, penilaian pribadi,  percaya diri.

Pengaturan diri meliputi : pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada adaptif dan
inovatif.

Motivasi meliputi : dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif  dan optimis.

Sedangkan interpersonal intelligence merupakan kecakapan berhubungan dengan


orang lain yang terdiri dari :

Empati meliputi : memahami orang lain, pelayanan, mengembangkan orang lain,


mengatasi keragaman dan kesadaran politis.

Ketrampilan sosial meliputi : pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator


perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi dan koperasi serta kerja
team.

 > Tiga langkah kembangkan EQ (Emotional Quotient) :

1. Membuka hati : ini adalah langkah pertama karena hati adalah simbol pusat emosi. Hati
kitalah yang merasa damai saat kita berbahagia, hati kita merasa tidak nyaman ketika sakit,
sedih, marah atau patah hati. Kita mulai dengan membebaskan pusat perasaan kita dari
impuls dan pengaruh yang membatasi kita untuk menunjukkan cinta satu sama lain.

2. Menjelajahi dataran emosi : sekali kita telah membuka hati, kita dapat melihat
kenyataan dan menemukan peran emosi dalam kehidupan. Kita dapat berlatih cara
mengetahui apa yang kita rasakan. Kita mengetahui emosi yang dialami orang lain.
Singkatnya, kita menjadi lebih baik dan bijak menanggapi perasaan kita dan perasaan
orang di sekitar kita.
3. Mengambil tanggung jawab : untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan,
kita harus mengambil tanggung jawab. Kita dapat membuka hati kita dan memahami peta
dataran emosional orang di sekitar kita.

Jika seseorang mempunyai hubungan dengan Tuhannya baik maka bisa dipastikan
hubungan dengan sesama manusiapun akan baik pula.***

4. Kecerdasan Spriritual (Spiritual Quotient – SQ)

Sebagaimana EQ, maka SQ juga merupakan arus utama dalam kajian dan diskusi folosofis
dan psikologis. Kecerdasan spiritual merupakan pusat dan paling mendasar di antara
kecerdasan lainnya, karena dia menjadi sumber bimbingan atau pengarahan bagi tiga
kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan kita akan makna dan
hubungan dengan yang tak terbatas.

Kecerdasan Spiritual juga membantu kita untuk mencerna dan memahami prinsip-prinsip
sejati yang merupakan bagian dari nurani kita, yang dapat dilambangkan sebagai kompas.
Kompas merupakan gambaran fisik yang bagus sekali bagi prinsip, karena dia selalu
menunjuk ke arah utara.

Kecerdasan spiritual (spiritual intellegence)

Selama ini, yang namanya “kecerdasan” senantiasa dikonotasikan dengan Kecerdasan


Intelektual” atau yang lazim dikenal sebagai IQ saja (Intelligence Quotient). Namun pada
saat ini, anggapan bahwa kecerdasan manusia hanya tertumpu pada dimensi intelektual
saja sudah tidak berlaku lagi. Selain IQ, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan
lainnya, diantaranya yaitu : Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotient) dan
Kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient). Memasuki abad 21, legenda IQ
(Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan yang juga sering
dijadikan parameter keberhasilan manusia, digugurkan oleh munculnya konsep
Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotient) dan Kecerdasan Spiritual atau SQ
(Spiritual Quotient). Kecerdasan perawat ternyata lebih luas dari anggapan yang dianut
selama ini. Kecerdasan perawat bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat dimensi
tunggal semata, yang hanya bisa diukur dari satu sisi dimensi saja (dimensi IQ).
Kesuksesan perawat dan juga kebahagiaannya, ternyata lebih terkait dengan beberapa
jenis kecerdasan selain IQ. Menurut hasil penelitian, setidaknya 75% kesuksesan manusia
lebih ditentukan oleh  kecerdasan emosionalnya (EQ) juga kecerdasan spiritualnya (SQ)
dan hanya 4% – 20% yang ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya (IQ).
Gay Hendrick, PhD dan Kate Ludeman, PhD, keduanya konsultan manajemen senior,
mengadakan sebuah penelitian pada 800-an manajer perusahaan yang mereka tangani
selama 25 tahun. Dari hasil penelitian disimpulkan, bahwa para pemimpin yang sukses
ternyata lebih mengamalkan nilai-nilai rohaniah atau nilai-nilai sufistik ketimbang
pengedepankan sisi intelektual semata.
Lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual menurut Roberts A. Emmons, The
Psychology of Ultimate Concerns: (1) kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik
dan material; (2) kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak; (3)
kemampuan untuk mensakralkan pengalaman seharihari; (4) kemampuan untuk
menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah; dan kemampuan
untuk berbuat baik
Dua karakteristik yang pertama sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual.
perawat yang merasakan kehadiran Tuhan atau makhluk ruhaniyah di sekitarnya
mengalami transendensi fisikal dan material. Ia memasuki dunia spiritual. Ia mencapai
kesadaran kosmis yang menggabungkan dia dengan seluruh alam semesta. Ia merasa
bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indrianya.
Sebagai contoh perawat menyampaikan doa-doa personalnya dalam salat malamnya,
mendoakan kesembuhan luka kliennya, memuali tindakan dengan bismillah, mengisi
waktu luang dengan Sholat dluha, silaturahmi dengan keluarga klien.
Ciri yang ketiga, terjadi ketika kita meletakkan pekerjaan biasa dalam tujuan yang agung.
Konon, pada abad pertengahan seorang musafir bertemu dengan dua orang pekerja yang
sedang mengangkut batu-bata. Salah seorang di antara mereka bekerja dengan muka
cemberut, masam, dan tampak kelelahan. Kawannya justru bekerja dengan ceria, gembira,
penuh semangat. Ia tampak tidak kecapaian. Kepada keduanya ditanyakan pertanyaan
yang sama, “Apa yang sedang Anda kerjakan?” Yang cemberut menjawab, “Saya sedang
menumpuk batu.” Yang ceria berkata, “Saya sedang membangun menara mesjid!” Yang
kedua telah mengangkat pekerjaan “menumpuk bata” pada dataran makna yang lebih
luhur. Perawat yang sedang melakukan kompres selayaknya mengatakan “Saya sedang
mensyukuri nikmat Allah
yang telah menganugerahkan air yang sangat banyak manfaatnya”
Perawat yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup hanya secara
rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara
spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual seperti teks-teks Kitab Suci atau wejangan
orang-orang suci untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya, untuk
melakukan definisi situasi. Pada saat ganti balutan ia mengingat bahwa jutaan mikroba
sudah diciptakan Allah sebelum manusia mengetahui obatnya penicillin. Sebelum manusia
lahir penicillinpun sudah diciptakan Allah. Jadi tugas perawat adalah berupaya memaknai
bahwa mencari karunia Allah dalam membantu meringankan beban klien.
Ketika seorang perawat diberitahu bahwa orang kantornya tidak akan sanggup
menyekolahkannya, ia tidak putus asa. Ia yakin bahwa kalau orang itu bersungguhsungguh
dan minta pertolongan kepada Tuhan, ia akan diberi jalan. Bukankah Tuhan berfirman,
“Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, Kami akan berikan kepadanya
jalan-jalan Kami”?
Karakteristik yang kelima: Perawat memiliki rasa kasih yang tinggi pada sesame makhluk
Tuhan. “The fifth and final component of spiritual intelligence refers to the capacity to
engage in virtuous behavior: to show forgiveness, to express gratitude, to be humble, to
display compassion and wisdom,” tulis Emmons. Memberi maaf, bersyukur atau
mengungkapkan terimakasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan
kearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini mungkin disimpulkan
dalam sabda nabi Muhammad saw, “Amal paling utama ialah engkau masukkan rasa
bahagia pada sesama manusia.”
Langkah menuju SQ yang Optimal

“Kecerdasan Spiritual” disimbolkan sebagai Teratai Diri yang menggabungkan tiga


kecerdasan dasar manusia (rasional, emosional, dan spiritual), tiga pemikiran (seri,
asosiatif, dan penyatu ), tiga jalan dasar pengetahuan (primer, sekunder, dan tersier) dan
tiga tingkatan diri (pusat transpersonal, tengah-asosiatif & interpersonal, dan  pinggiran-
ego personal).
Hambatan spiritual yang akan Kita hadapi:

 tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama sekali


 telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional,
 bertentangannya / buruknya hubungan antara bagian-bagian.

Langkah Menuju Kecerdasan Spiritual Lebih Tinggi:

 menyadari di mana saya sekarang,


 merasakan dengan kuat bahwa saya ingin berubah,
 merenungkan apakah pusat saya sendiri dan apakah motivasi saya yang paling
dalam, (
 menemukan dan mengatasi rintangan,
 menggali banyak kemungkinan untuk melangkah maju,
 (menetapkan hati saya pada sebuah jalan,
 tetap menyadari bahwa ada banyak jalan.
 Spiritual Intellegence yang optimal memiliki karakteristik, yaitu:
 kemampuan bersikap fleksibel,
 tingkat kesadaran diri tinggi,
 kemampuan untuk menghadapi dan
 memanfaatkan penderitaan,
 kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit,
 kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai,
 keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu,
 kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan
holistik)
 kecenderungan nyata untuk bertanya “Mengapa?” atau “Bagaimana jika?” untuk
mencari jawaban yang mendasar,
 memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Peranan iq eq-sq dlm perilaku kerja — Document Transcript

 Oleh: Drs. Nur KholiqAbstrak:Masyarakat pada umumnya selalu berorientasi


kepada material yang mengedepankankecerdasan intelektual dalam meraih
kesuksesan hidup, kesuksesan dalam kerja, dan karir.Kesuksesan, kekayaan
dianggap milik dari orang-orang yang berintelektual tinggi. Kajian-kajian ilmiah di
bidang kecerdasan berbasis “neuroscience”menggolongkan kecerdasanmanusia
dalam tiga wilayah yakni Intelegency Quotient, Emotional Quotient, dan
SpiritualQuotient. Kemampuan menyeimbangkan ketiga kecerdasan ini akan
membentuk manusia-manusia yang tangguh dan berprestasi dalam dunia kerja.Kata
Kunci: Kecerdasan, Intelegency Quotient, Emotional Quotient, Spiritual
Quotient,Perilaku Kerja.PendahuluanPada dasarnya manusia diciptakan dengan
membawa unsur-unsur kecerdasan. Awalnyakecerdasan yang dipahami banyak
orang hanya merupakan kecerdasan intelejensi (IntelegencyQuotient), sesuai
dengan perkembangan pengetahuan manusia, maka ditemukan tipe
kecerdasanlainnya melalui penelitian-penelitian empiris dan longitudinal oleh para
akademisi dan praktisipsikologi, yakni kecerdasan emosional (emotional quotient)
dan kecerdasan spiritual (spiritualquotient). Ketiga bentuk kecerdasan ini tidak
dapat berdiri sendiri untuk meraih kesuksesandalam bekerja dan kehidupan.
Kesuksesan paripurna adalah jika seseorang mampu menggunakandengan baik
ketiga kecerdasan ini, menyeimbangkannya, serta mengaplikasikannya
dalamkehidupan. Bagi para pekerja dalam lingkungan organisasi manapun ketiga
bentuk kecerdasanini adalah sesuatu yang mutlak harus dimiliki, kesuksesan dalam
karir tidak hanya dimiliki olehkaryawan-karyawan yang berintelejensi tinggi saja,
namun semua orang dapat meraihkesuksesan karir, dan memperoleh tempat
terbaik dalam bekerja.Tiga Bentuk Kecerdasan Manusia Model-model kecerdasan
yang kini dikembangkan dalamdunia psikologi mendasarkan argumen-argumennya
pada temuan-temuan ilmiah dari studi danpenelitian neuroscience. Mulai dari
model kecerdasan konvensional (Intelegency Quotient),kecerdasan emosional
(Emotional Quotient), hingga model kecerdasan ultimat yakni kecerdasanspiritual
(Spiritual Quotient). Seluruhnya masih menjelaskan kesadaran manusia dengan
segenapaspek-aspeknya sebagai proses-proses yang secara esensial berlangsung
pada jaringan syaraf(Adhipurna, 2001; Pasiak, 2002). Meski respon kritis secara
teoritik atas penaksiran kecerdasanberbasis IQ ini telah muncul sejak sebermula
awal masa kelahirannya, namun baru satu dekadeakhir abad ini kita mengenal
suatu rumusan-rumusan psikologi populer yang mengemaskontribusi-kontribusi
studi dan riset dari para penyelidik kecerdasan sebelumnya dengan cukupbaik.
Dalam awal tahun 1990-an kita mengenal istilah Emotional Intelligence diusulkan
olehDaniel Goleman. Belakangan ini menjadi populer pula istilah Spiritual
Intelligence, yangdiusulkan oleh pasangan Danah Zohar dan Ian Marshall. Meski
secara esensial tidak terdapatsebuah terobosan ilmiah yang betulbetul baru dalam
gagasan-gagasan mereka ini, namun parapakar ini telah berhasil mensintesiskan,
mengemas, dan mempopulerkan sekian banyak studi danriset terbaru di berbagai
bidang keilmuan ke dalam sebuah formulasi yang cukup populer
untukmenunjukkan bahwa aspek kecerdasan manusia ternyata lebih luas dari
sekedar apa yang semulabiasa kita maknai dengan kecerdasan.Kecerdasan pertama,
adalah IQ merupakan kecerdasan seseorang yang dibawa sejak lahir danpengaruh
didikan dan pengalaman (Thoha, 2000). IQ adalah kemampuan yang diperlukan
untukmenjalankan kegiatan mental (Robin, 1996).Unsur-unsur yang terdapat di
dalam IQ adalah:kecerdasan numeris, pemahaman verbal, kecepatan perseptual,
penalaran induktif, penalarandeduktif, visualisasi ruang, ingatan (Robin, 1996).
Menurut David Wechsler (Staff IQ-EQ),inteligensi adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan
 menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan
bahwainteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional.Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkandari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Intikecerdasan intelektual ialah
aktifitas sebagian kecil otak. Otak adalah organ luar biasa dalam dirimanusia.
Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita.
Namundemikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh
cadangan kalori yangtersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun
sel saraf dan masing-masing selsaraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-
satunya organ yang terus berkembang sepanjangitu terus diaktifkan. Kapasitas
memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 %dan untuk orang
jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum
memahamipenggunaan sisa memori sekitar 94 % (Umar, 2002).Kecerdasan kedua,
Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan merasakan, memahami,dan
secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi,koneksi, dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf, 1998). Peter
Salovey dan JackMayer mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
untuk mengenali perasaan,meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu
pikiran, memahami perasaan danmaknanya, dan mengendalikan perasaan secara
mendalam sehingga membantu perkembanganemosi dan intelektual (Stein dan
Book, 2002). Goleman mempopulerkan pendapat para pakarteori kecerdasan
bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif
denganaspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan
yang konvensionaltersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional
dan mengkaitkannya dengankemampuan untuk mengelola perasaan, yakni
kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindaksesuai dengan persepsi tersebut,
kemampuan untuk berempati, dan lain-lain. Jika kita tidakmampu mengelola aspek
rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untukmenggunakan aspek
kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, demikian menurutGoleman
(Adhipurna, 2001). Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen BarOn
EQ-i membagi EQ ke dalam lima skala: Skala intrapersonal: penghargaan diri,
emosional kesadarandiri, ketegasan, kebebasan, aktualisasi diri; Skala
interpersonal: empati, pertanggungjawabansosial, hubungan interpersonal; Skala
kemampuan penyesuaian diri: tes kenyataan, flexibilitas,pemecahan masalah; Skala
manajemen stress: daya tahan stress, kontrol impuls (gerak hati);Skala suasana hati
umum: optimisme, kebahagiaan (Stein dan Book, 2002).Kecerdasan ketiga, adalah
Spiritual Quotient (SQ), Zohar dan Marshall mengikutsertakan aspekkonteks nilai
sebagai suatu bagian dari proses berpikir/ berkecerdasan dalam hidup
yangbermakna, untuk ini mereka mempergunakan istilah kecerdasan spiritual
(Spiritual Quotient/SQ)(Zohar dan Marshal, 2000). Indikasiindikasi kecerdasan
spiritual ini dalam pandangan merekameliputi kemampuan untuk menghayati nilai
dan makna-makna, memiliki kesadaran diri,fleksibel dan adaptif, cenderung untuk
memandang sesuatu secara holistik, sertaberkecenderungan untuk mencari
jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya,dan lain-lain. Bagi
Zohar spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang denganaspek
ketuhanan, sebab menurutnya seorang humanis ataupun atheis pun dapat
memilikispiritualitas tinggi. Agustian (2001a) memberikan makna bertentangan
dengan nilai DanahZohar, yang menyatakan SQ terkait dengan masalah ketuhanan
atau agama. Kecerdasan manusiaterwujud karena adanya dorongan suara hati
(fitrah) yang bersumber dari Allah dengan unsur-unsur sifat Tuhan atau God-Spot,
menjadikan manusia memiliki ketangguhan pribadi danketangguhan sosial dalam
mewujudkan kesuksesan manusia.Spiritual Quotient menurut pemikiran sekuler
belum mampu memberikan makna menyeluruhkepada manusia. Kemampuan untuk
menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadarandiri, fleksibel dan adaptif
masih terbatas kepada kemampuan diri sendiri yang suatu saat dapathilang tanpa
kepercayaan dan keyakinan kekuatan transedental yang memberikan energi
bagimanusia. Kesadaran bahwa hidup manusia ada yang mengatur, dapat
memberikan power cukupbesar yang berpengaruh kepada manusia dalam kondisi
apapun, baik kondisi normal maupun
 kondisi pada saat manusia dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan. Agustian
(2001a)menggambarkan kecerdasan emosional dan kecerdasan berfungsi secara
horizontal, yakniberperan hanya kepada hubungan manusia dan manusia,
sedangkan kecerdasan spiritual adalahkecerdasan vertikal berupa hubungan
kepada Maha Pencipta. Penggabungan ketiga hal ini akanmenghasilkan manusia-
manusia paripurna yang siap menghadapi hidup dan menghasilkan efekkesuksesan
atas apa yang dilakukannya. Ketiga bentuk kecerdasan yang dibahas di atas (IQ,
EQ,dan SQ), mempunyai akarakar neurobiologis di otak manusia. Fakta menyatakan
bahwa otakmenyediakan komponen anatomisnya untuk aspek rasional (IQ),
emosional (EQ), dan spiritual(SQ). Ini artinya secara kodrati, manusia telah
disiapkan dengan tiga aspek tersebut (Pasiak,2002). Kecerdasan emosional ada di
sistem limbik, alias otak dalam, yang terdiri dari thalamus,hypothalamus dan
hippocampus. Kecerdasan intelektual ada di korteks serebrum atau otak
besar.Sedangkan kecerdasan spiritual mempunyai dasar neurofisiologis pada osilasi
frekuensi gamma40 Hertz yang bersumber pada integrasi sensasi-sensasi menjadi
persepsi obyek-obyek dalampikiran manusia (Zohar dan Marshall, 2000).Peran IQ,
EQ dan SQ dalam Dunia KerjaKecerdasan Intelejensi.Keberhasilan manusia menurut
pendapat umum dipengaruhi oleh peran besar kecerdasanintelegensi atau IQ.
Artinya hanya mereka yang memiliki kecerdasan intelektual, akademis,matematis
saja yang mampu mewujudkan keberhasilan seseorang termasuk keberhasilan
dalampekerjaan. Kepintaran banyak dimanfaatkan dalam dunia kerja misalnya
dalam level manajemenatas sebagai pihak perencana strategis yang akan
menentukan nasib organisasi di masa depan.Kemampuan untuk menyusun
program-program jangka panjang, prediksi ke masa depan,menyusun perkiraan-
perkiraan strategis, memerlukan kemampuan intelektual tinggi untukkeperluan
analisis-analisis mendalam. Hal ini memerlukan intelejensi baik agar segala
yangingin diraih dapat terwujud dengan efektif. Demikian juga untuk manajemen
teknis danoperasional diperlukan kemampuan yang tinggi untuk mensukseskan
program-program strategisyang telah disusun oleh top manajemen. Kebanyakan
perusahaan memanfaatkan orang-orangyang ber-IQ tinggi dengan memanfaatkan
seleksi awal berupa tes kecerdasan intelejensi.Harapan dari perlakuan seleksi
seperti ini adalah memperoleh tenagatenaga yang berkualitasyang dapat
membangun perusahaan ke arah pencapaian kinerja tinggi. Banyak dari mereka
yangberhasil lulus dalam seleksi berbasis IQ ini memiliki kinerja yang tinggi dan
mendapat karir baikdalam pekerjaannya. Dengan demikian menurut teori
kecerdasan kognitif, bahwa IQ seseorangberpengaruh positif terhadap kesuksesan
di dalam bekerja dan berkarir. Walaupun IQ adalahtolak ukur dari kepintaran
seseorang, IQ bukan merupakan satu-satunya indikator kesuksesan.IQ atau
tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat
teskecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai
taraf kecerdasanseseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara
keseluruhan (IQ-EQ, 2002).Untuk itu seseorang yang ber-IQ tinggi, belum tentu
mutlak akan berhasil memecahkanpermasalahan-permasalahan di dalam dunia
kerja yang kompleks, tetapi perlu adanya sisi cerdaslain dari diri karyawan
tersebut.Kecerdasan Emosional.Goleman seorang peneliti ilmu-ilmu perilaku dan
otak, Doktor dari Harvard University,menyatakan bahwa IQ hanya berpengaruh 5-
10 % terhadap keberhasilan, sisanya adalah faktorkecerdasan lain. Lebih lanjut
Goleman menyatakan faktor kecerdasan penting yang lain tersebutadalah
Emotional Quotient (EQ) (Goleman, 2002). EQ berorientasi kepada kecerdasan
mengelola emosi manusia. Di dalamnya terdapat unsur kemampuan akan
kepercayaan diri sendiri, ketabahan, ketekunan, menjalin hubungan sosial. Jika
pekerja memiliki kecerdasan rata-rata, sebenarnya ia dapat meraih prestasi kerja
yang tinggi jika adanya kepercayaan terhadap diri sendiri, tidak terlalu tergantung
kepada orang lain, ketabahan menghadapi beban kerja, ketekunan dalam bekerja,
 melakukan kontak-kontak sosial dalam kerja, akan merubah posisi seorang yang
semula berprestasi rata-rata menuju tingkat prestasi yang lebih baik. Sebuah
penelitian pada hampir 42.000 orang di 36 negara dan mengungkapkan hubungan
positif antara kecerdasan emosional dan kesuksesan dalam kehidupan pribadi dan
pekerjaan (Stein dan Book, 2002). Ini menunjukkan bahwa seorang karyawan juga
akan berhasil jika di dalam diri mereka terbentuk nilai-nilai EQ yang tinggi.
Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa IQ dapat digunakan untuk
memperkirakan sekitar 1-20 % keberhasilan dalam pekerjaan, EQ di sisi lain
berperan 27-45 % berperan langsung dalam keberhasilan pekerjaan. Jan Derksen
dan Theodore Bogels di Belanda dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa ada
hubungan yang signifikan yakni orang-orang yang ber-EQ tinggi dengan
kemampuan menghasilkan banyak uang (Stein dan Book,2002). Penciptaan
kesadaran akan EQ ini seperti merupakan penciptaan akan aspek afeksi karyawan
untuk siap terjun dalam dunia kerja yang penuh dengan tantangan dan kompetisi
tinggi, stress, sehingga memerlukan pengelolaan emosional yang baik. Seorang
pakar sekaligus pengamat sumber daya manusia, Parlindungan Marpaung
memberikan solusi untuk mengelola emosional dalam bekerja (Marpaung, 2002).
Ketika tuntutan EQ menjadi fokus utama dalam pemberdayaan karyawan dalam
rangka jenjang karier seseorang maupun pengembangan pribadinya, tentu menjadi
satu hal yang menakutkan bagi seseorang setelah dia menyadari bahwa EQ-nya
tidak terlalu menonjol. Satu hal yang paling berbahaya adalah ketika seseorang
tidak menyadari bahwa EQ-nya sangat dangkal dan bangga dengan
gelar/pengetahuan yang dimilikinya (IQ). Oleh karena itu, perlu beberapa langkah
praktis untuk membangkitkan kesadaran ini dan meningkatkan kecerdasan emosi
menuju kecakapan emosi yang maksimal ditempat kerja. EQ tidak ada yang
permanen, dalam arti kata dapat diubah (ditingkatkan) daninilah tekad pertama
untuk memulai langkah pertama. Pertama, mengenal kekuatan dan kelemahan diri
terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Beberapa cara dapat dilakukan, di
antaranya dengan meminta feedback (umpan balik) dari orang lain (terutama rekan
terdekat) tentang tingkah lakunya selama ini. Tingkah laku yang sudah proporsional
dipertahankan dan ditingkatkan, sementara yang dirasa kurang dan tidak
profesional sebagai seorang karyawan/pimpinan harus diubah (transformasi diri).
Kedua, bergaul dan berelasi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang dan
karakter. Seringkali kita terjebak dalam relasi yang menyenangkan, hanya bergaul
dengan orang-orang sepaham, bebas konflik, dan alergi dengan perbedaan
pendapat. Ketiga, belajar setia dan komit terhadap tugas-tugas yang sudah
disepakati bersama serta dilakukan dengan konsisten. Bahkan, tidak hanya itu,
dengan mencoba "menantang" diri sebenarnya kita sedang berusaha mengatur diri
dengan optimal. Misalnya, jika kesepakatan untuk sales target bulan ini 250 juta,
buat "kesepakatan" diri sales target-nya sebesar 300 juta. Jangan cepat puas dengan
pencapaian yang sesuai dengan apa yang sudah disepakati. Berilah dirilebih (go the
extramiles), kita pun akan memperoleh nilai diri lebih dalam performance appraisal.
Keempat, kurangi waktu untuk sibuk mengurusi orang lain, apalagi memiliki
kegemaran menyebar gosip dan rumor di kantor. Kegemaran ini justru akan
menyerap energi kita yang semestinya dapat dipergunakan untuk mengembangkan
kecerdasan emosi tersebut. Hanna (1997) mengatakan bahwa aktivitas demikian
justru akan menurunkan rekening bank harga diri kita. Kelima, bertingkah laku
asertif, nyatakan benar kalau benar dan salah jika salah. Hal itu dilakukan tentu
berdasarkan koridor-koridor dan track etika perusahaan yang profesional.
Karyawan/pimpinan yang safety player demi menyelamatkan kedudukan/ fasilitas
yang dimilikinya dan membiarkan kondisi yang merusak tatanan perusahaan tetap
berlangsung menunjukkan kekerdilan kecerdasan emosinya. Keenam, keep
learning, terus belajar baik melalui pengalaman pekerjaan sehari-hari, membaca
buku pengembangan diri, mengikuti pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan
yang sifatnya soft skill. Tidak ada kata tamat untuk belajar karena melalui media
inilah kita dapat memosisikan diri dalam self continous improvement. Ketujuh,
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dalam doa permohonan dan ucapan
syukur. Kita adalah ciptaan-Nya, sudah sepatutnya kembali kepada Sang Pencipta
untuk memohon

 dalam kerendahan hati agar Dia mengubahkan kita. Tak lupa tetap mensyukuri
nikmat danberkat yang sudah kita terima hingga saat ini.Ibarat pesawat yang
sedang take off danmemerlukan power (kekuatan) besar, demikian pula kita akan
memerlukan energi yang besar dandisertai tekad yang bulat untuk mentransformasi
diri untuk peningkatan kecerdasan emosi.Ketika benih kemauan sudah mulai
bertunas, bentangkan jalan-jalan indah yang akan kita laluiuntuk menjadi lebih
baik.BC. Forbes (Founder Forbes) pernah mengemukakan bahwa bekerja
merupakan hidangan utamakehidupan, sedangkan kesenangan merupakan
hidangan penutup. Lebih memuaskan menjadisopir truk no. I, daripada jadi
eksekutif peringkat kesepuluh.Kecerdasan Spiritual.Nilai-nilai SQ juga berperan
penting akan pembentukan prestasi kerja secara umum. Kesalahanselama ini adalah
pendewaan akan IQ walau sebenarnya terdapat kecerdasan lain yang perlu
diseimbangkan untuk sebuah kesuksesan. Sekularisasi pemikiran masyarakat
mengarahkan orang-orang untuk mengejar kesuksesan secara fisikal dan material,
seperti karier, jabatan, kekuasaan, dan uang. Orientasi materi dan pemisahan
seperti ini dapat menjadi sebab tumbuhnyapemikiran pesimisme bagi mereka yang
memiliki kecerdasan rata-rata, lalu melakukan tindakantidak etis untuk meraih
sebuah kesukesan material.Kesombongan dapat terjadi bagi mereka yang
berintelektual tinggi atau mereka yang pintar,tidak menghargai bawahan jika
menjadi pemimpin. Kondisi lain, mereka yang terlibat dalamkehidupan material
baik bagi yang pintar ataupun tidak, adalah kemudahan untuk tidak bisabertahan
akan benturan permasalahan kerja, mudah frustasi, stress akibat tidak
adanyakeseimbangan spiritual di dalam diri manusia-manusia modern. Untuk itu
kecerdasan spiritualperlu ada di dalam diri seseorang dalam meraih kesuksesan.
Danah Zohar dan Ian Marshalmengartikan SQ sebagai pemahaman akan nilai dan
kesadaran, Agustian (2001a)mengkaitkannya dengan masalah ketuhanan. Seorang
karyawan perlu menyadari nilai-nilaikehidupan yang integralistik tidak hanya pada
masalah material tapi juga spiritual. Intinyabekerja adalah penting bagi kehidupan
dan merupakan ibadah bagi yang melakukannya. Seorangkaryawan yang pintar
tetap memerlukan SQ, atau jika kemampuan seseorang kurang dapatditutupi
dengan keyakinan adanya Allah yang menolong yakni pada saat keikhlasan bekerja
adadi dalam diri. Aspek fisiknya, prestasi hanya dapat dicapai hanya dengan bekerja
keras,ketekunan, ketabahan ditambah dengan IQ yang ada pada diri seseorang.
Dalam seminarnasional bertajuk "Spiritual Quotient, Cerdas Akal-Cerdas Hati-
Cerdas Nurani" di UniversitasMuhammadiyah Surakarta (UMS) di Solo, Agustian
(2001b) menjelaskan, ketika memasukirutinitas kerja sehari-hari, manusia sering
lupa menyatukan pikiran dan hati, sehingga mengalamisplit personality
(kepribadian terpecah) dan sulit memaknai hasil kerjanya sendiri. Kitacenderung
mengejar kemewahan, uang, pesta pora, dan kesuksesan dalam berbagai usaha,
tetapilupa memaknai setiap hasil usaha dan perilaku kita. Oleh karena itu, kita
membutuhkanemotional spiritual quotient (ESQ) sebagai bekal untuk menyatukan
intelligent quotient (IQ) danemotional quotient (EQ).PenutupKesimpulannya bahwa
mengabaikan salah satu dari ketiga bentuk kecerdasan berbasisneuroscince di atas
adalah sesuatu kekeliruan, demikian juga jika mengagungkan salah satudiantaranya
merupakan kesalahan. Pentingnya keseimbangan ketiga kecerdasan ini
untukmenjadi seorang yang paripurna, memiliki dorongan yang kuat untuk meraih
prestasi kerjatinggi. Sekolah-sekolah maupun perusahaan-perusahaan perlu
menciptakan kesadaran akankeseimbangan ini kepada pegawai dan karyawan-
karyawannya melalui pelatihan-pelatihan ESQ,untuk menciptakan produktivitas
kerja tinggi, loyalitas tinggi, sehingga produktivitas sekolahatau perusahaan dapat
lebih ditingkatkan dari saat ini

http://keluarga-alhikma.blogspot.co.id/2012/11/pq-iq-eq-sq.html
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010

Pengertian Kecerdasan (Intelegensi


                   Intelektual merupakan kecerdasan intelegensia yang diuji dari hasil tes kemampuan dalam
menyelesaikan suatu problem yang biasanya diaplikasikan dalam angka-angka dan sejenisnya
yang dilakukan dalam dunia pendidikan dan hasil dari tes itu akan diberi nilai, maka nilai itulah
yang dijadikan ukuran kemampuan intelektual seseorang. Inteligensi bukanlah suatu yang
bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang
berkaitan dengan kemampuan intelektualnya (Syamsu Yusuf, 2007, hal. 106). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa dalam mengartikan inteligensi (kecerdasan) ini para ahli mempunyai
pengertian yang beragam. Diantara pengertian itu adalah :
1.      C. P. Chaplin (1975) mengartikan inteligensi itu sebagai kemampuan mengahadapi dan
menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara tepat dan efektif.
2.      Anita E. Woolfolk (1995) mengemukakan bahwa inteligensi itu meliputii tiga pengertian yaitu :
kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh dan kemampuan untuk
beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Selanjutnya
diungkapkan bahwa inteligensi itu merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh
dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan
lingkungan.
3.      Binet (Sumadi S,. 1984) menyatakan bahwa sifat hakikat inteligensi itu ada tiga macam, yaitu :
a.       kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu.
Semakin cerdas seseorang, akan semakin cakap dia mengkondisikan tujuan, mempunyai inisiatif
sendiri tidak menunggu perintah saja.
b.      kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
c.       kemampuan untuk melakukan otokritik, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah
pernah dibuatnya.
4.      Raymon Cattel dkk. (Kimble dll., 1980) mengklarifikasikan inteligensi ke dalam dua kategori,
yaitu :
a.       “Fluid Inteligence”, yaitu kemampuan analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh
pengalaman belajar sebelumnya.
b.      “Crystallized Inteligence”, yaitu ketrampilan-ketrampilan atau kemampuan nalar (berpikir) yang
dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.
5.      Menurut Wechsler (dalam : Monks, Knoers, 2002 , hal. 237 ) “ Intelegensi adalah suatu
kecakapan global atau rangkuman kecakapan seseorang untuk dapat bertindak terarah, berpikir
secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien

                         Intelegensi orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya, antara lain adalah (Djali, 2008) :
a.       Faktor bawaan dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir.
b.     Faktor minat dan bawaan yang khas, dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan
dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif
yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar sehingga apa yang diminati
manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih baik giat dan lebih baik.
c.      Faktor pembentukan dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat dibedakan antara pembentukan dengan sengaja
atau bukan, seperti pembentukan yang tidak disengaja seperti pengaruh lingkungan sekitar.
d.  Faktor kematangan, dimana tiap organ tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis dapat dikatakan telah matang jika
ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-
masing.
e.     Faktor kebebasan yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan
masalah yang dihadapi.

Kecerdasan Intelektual dan Pembimbinganny


                               Menurut Syamsu Yusuf ( 2007 ; 111-113 ) dijelaskan bahwa uraian tentang
inteligensi (kecerdasan) dalam ukuran kemampuan intelektual atau tataran kognitif terhadap
sampel yang mewakili populasinya, dikembangan suatu sistem norma atau ukuran kecerdasan
dengan sebaran sebagai-berikut :
IQ (Intelligence Quotion)
Klasifikasi :
140 - ke atas         : Jenius
130 – 139             : Sangat cerdas
120 – 129             : Cerdas
110 – 119             : Di atas normal
90 – 109               : Normal
80 – 89                 : Di bawah normal
70 – 79                 : Bodoh
50 – 69                 : Terbelakang ( Imbecile / dan Idiot )
49 – ke bawah      : Terbelakang ( Imbecile / dan Idiot )

a.       Idiot IQ : 0 – 29
Merupakan kelompok individu terbelakang yang paling rendah. Tidak dapat berbicara ( hanya
dapat mengucapkan kata beberapa saja ). Biasanya tidak dapat mengurus dirinya sendiri seperti :
mandi, berpakaian, makan dan lain sebagainya. Jadi dalam proses pembimbingannya harus di
urus oleh orang lain. Anak seperti ini tinggal di tempat tidur seumur hidupnya. Rata-rata
perkembangan inteligensinya sama dengan anak norma umur 2 tahun. Badannya kurang tahan
terhadap penyakit sehingga biasanya umurnya tidak lama. Baik di sekolah biasa maupun sekolah
luar biasa (SLB) anak ini tidak ditemui.
b.      Imbecile, IQ : 30 – 40
Kelompok ini setingkat lebih tinggi dari idiot. Ia dapat belajar berbahasa, dapat mengurus dirinya
sendiri dengan pengawasan yang teliti. Pada kelompok ini dapat diberikan latihan-latihan ringan,
tetapi dalam kehidupannya tetap dalam pengawasan orang lain, tidak dapat mandiri.
Kecerdasannya sama dengan anak normal umur 3 – 7 tahun. Kelompok ini tidak dapat di didik di
sekolah biasa.
c.       Debil atau Moron (mentally handicapped/mentally retarted), IQ : 50 – 69
Kelompok ini sampai tingkat tertentu dapat belajar membaca, menulis dan membuat
perhitungan-perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan rutin tertentu yang tidak
memerlukan perencanaan dan pemecahan. Banyak anak-anak kelompok ini dibimbing di
sekolah-sekolah luas biasa (SLB)
d.      Kelompok bodoh (dull/bordeline), IQ : 70 – 79
Kelompok ini berada di atas kelompok terbelakang dan di bawah kelompok normal. Dalam
pembimbingan anak-anak ini secara bersusah payah dengan beberapa hambatan, dapat
melaksanakan sekolah lanjutan tingkat pertama ( SLTP ) tetapi sukar sekali untuk dapat
menyelesaikan di akhir-akhir kelasnya.
e.       Normal rendah (below average), IQ : 80 – 89
Kelompok ini termasuk kelompok normal, rata-rata atau sedang pada tingkat terbawah, mereka
agak lambat dalam belajarnya. Dalam pembimbingannya merteka dapat menyelesaikan
sekolahnya di tingkat SLTP tetapi agak kesulitan untuk menyelesaikan pendidikan ke jenjang
SLTA.
f.       Normal sedang, IQ : 90 – 109
Kelompok ini termasuk kelompok normal atau rata-rata. Mereka termasuk kelompok terbesar
populasi penduduknya. 
g.      Normal tinggi (above average), IQ : 110 – 119
Kelompok ini termasuk kelompok individu yang normal 
h.      Cerdas (superior), IQ : 120 – 129
Kelompok ini sangat berhasil dalam pekerjaan sekolah / akademik.
i.        Sangat cerdas (very superior / gifted), IQ : 130 – 139
Anak-anak pada kelompok ini lebih cakap dalam membaca, mempunyai pengetahuan tentang
bilangan yang sangat baik, perbendaharaan kata yang sangat luas dan cepat memahami
pengertian yang asbtrak. Pada umumnya faktor kesehatan, kekuatan dan ketangkasan lebih
menonjol daripada anak normal.
j.        Genius IQ : 140 – ke atas
Kelompok ini kemampuannya sangat luar biasa. Mereka biasanya memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang baru, walaupun tidak sekolah. Kelompok
ini berada dalam semua ras dan bangsa, dalam semua tingkat ekonomi, baik laki maupun
perempuan.
Terkait dengan kecerdasan intelektual peserta didik tersebut maka dalam pembimbingan
di sekolah tentunya harus diperhatikan / disesuaikan dengan tingkat IQ masing-masing invividu.
Karena dalam hal ini akan berpengaruh terhadap kemampuan dan keberhasilan peserta didik
tersebut dalam melaksanakan tugas perkembangan pribadinya. Pembimbingan tidak hanya
diberikan kepada mereka yang memang mempunyai IQ lemah, tetapi yang cerdas pun perlu
bimbingan. Mereka yang mempunyai IQ tinggi hanya akan berhasil dan sukses dalam hidupnya
(menjalankan tugas perkembangannya) apabila didorong oleh aspek-aspek yang lain. Hal ini
senada dengan apa yang diungkapkan oleh Terman (dalam : Monks, Knoers, 2002 , hal. 247),
bahwa kemampuan intelektual yang tinggi hanya bisa menghasilkan prestasi yang istimewa bila
bekerja sama dengan keteguhan, kepercayaan diri serta lingkungan yang positif. Jadi dalam hal
ini perlu mensinergikan antara kecerdasan intelektual dengan kecerdasan-kecerdasan yang lain.
Sudah selayaknya mulai ditinggalkan paradigma lama yang menyatakan bahwa orang yang
mempunyai IQ tinggi ( cerdas ) pasti akan suskses hidupnya, sukses dalam menjalankan tugas-
tugas perkembangan hidupnya.. Apalagi adanya pengaruh budaya yang semakin komplek,
pengaruh kehidupan sosial masyarakat yang semakin beragam. Meskipun tidak bisa dipungkiri
bahwa cerdas merupakan faktor / modal yang sangat penting.

ANALISIS
Kecerdasan adalah sesuatu yang menjadi modal kuat dalam kehidupan seperti dalam
upaya mencapai kesuksesan hidup. Namun, dari uraian di atas disebutkan bahwa kecerdasan
intelektual akan memberikan kontribusi yang maksimal apabila didukung oleh aspek-aspek yang
lain. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman. Pada tahun 1995,
Daniel Goleman mempopulerkan suatu konsep baru dalam bidang psikologi yang disebut dengan
Emotional Intelligence. Menurut Goleman (1996) kecerdasan intelektual (IQ) bila tidak disertai
dengan pengolahan emosi yang baik tidak akan menghasilkan seseorang sukses dalam hidupnya.
Peranan IQ hanyalah sekitar 20% untuk menopang kesuksesan hidup seseorang, sedangkan 80%
lainnya ditentukan oleh faktor yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pentingnya
pengelolaan emosi bagi manusia dalam pengambilan keputusan bertindak adalah sama
pentingnya, bahkan seringkali lebih penting daripada nalar, karena menurutnya, kecerdasan
intelektual tidak berarti apa-apa bila emosi yang berkuasa.
Sementara itu, pada pertengahan tahun 2000, dunia psikologi dikejutkan kembali oleh
adanya penemuan baru yang dikemukakan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall tentang
kecerdasan manusia yang berhubungan dengan spiritual, yang dikenal dengan sebutan
kecerdasan spiritual. Selanjutnya Zohar & Marshal (2000) mengatakan bahwa kecerdasan
spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai
dalam kehidupan. Penelitian tentang kecerdasan spiritual dilakukan oleh Abror (2004) yang
menemukan adanya hubungan positif antara kecerdasan spiritual dengan kinerja.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual akan memberikan dampak
yang positif  bagi pribadi seseorang. Hubungan yang erat dan saling mengisi diantara ketiga
aspek tersebut akan mengarahkan bagaimana tindakan yang harus diambil dalam menangani
suatu persoalan hidup dengan cermat. Sehingga, integrasi diantara ketiganya sangat penting bagi
manusia untuk menjalani kehidupan ini sebaik mungkin.
http://lulluakmalia.blogspot.co.id/2012/10/tugas-praktikum-metodologi.html

PENGERTIAN IQ, SQ, DAN EQ

Kecerdasan intelektual (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual ,analisis,logika,dan rasio


seseorang.
IQ merupakan kecerdasan otak untuk menerima,menyimpan,dan mengolah informasi menjadi
fakta.

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti & menerima makna
pada apa yang dihadapi dalam kehidupan,sehingga seseorang akan memiliki fleksibilitas dalam
menghadapi persoalan di masyarakat.

Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan sendiri dan perasaan
orang lain,kemampuan memotivasi diri sendiri,serta kemampuan mengolah emosi dengan baik
pada diri sendiri & orang lain.

KETERKAITAN IQ,SQ,DAN EQ
Seseorang yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi mampu menyandarkan jiwa
sepenuhnya berdasarkan makna yang diperoleh sehingga ketenangan hati akan muncul.
Jika hati telah tenang (EQ) akan memberikan sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi
parasimpatis.
Jika seseorang sudah tenang karena aliran darah sudah teratur,maka seseorang akan dapat
berfikir secara optimal (IQ] sehingga lebih tepat mengambil keputusan.
Manajemen diri untuk mengolah hati tidak cukup dengan IQ dan EQ saja , tetapi SQ juga
sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain.

Orang sukses tidak hanya cukup dengan kecerdasan intelektual tetapi juga perlu kecerdasan
emosional agar merasa gembira,dapat bekerja dengan orang lain,punya motivasi kerja,dan
bertanggung jawab.
Selain itu kecerdasan spiritual juga diperlukan agar merasa bertakwa,berbakti,dan mengabdi
secara tulus,luhur,dan tanpa pamrih.

TIPS MENINGKATKAN IQ,SQ,DAN EQ


A.Tips Meningkatkan IQ

1.Makan secara teratur,dan makan makanan yang banyak mengandung nutrisi untuk kesehatan
Otak.

2. Istirahatlah yang cukup (tidur 8 jam setiap malam)

3.Motivasi diri untuk selalu optimis dan hilangkan rasa malas .

4.Selalu berfikir positif.

5.Kembangkan keterampilan Otak dengan kegiatan puzzle,tebak kata , tts , dan lain-lain.

6. Batasi waktu yang tidak berguna,misalnya bermain secara berlebih.

B.Tips Meningkatkan SQ

1.Seringlah melakukan mawas diri dan renungkan mengenai diri sendiri,kaitan hubungan dengan
orang lain,serta peristiwa yang dihadapi.

2.Kenali tujuan,tanggung jawab , hak , dan kewajiban hidup .

3.Tumbuhkan kepedulian,kasih sayang,dan kedamaian.

4. Ambil hikmah dari segala perubahan di dalam kehidupan sebagai jalan untuk meningkatkan
mutu kehidupan.

5. Kembangkan tim kerja dan kemitraan yang saling asah-asih-asuh / jangan egois.
6. Belajar mempunyai rasa rendah hati di hadapan Allah dan sesama manusia.

C.Tips Meningkatkan EQ

1.Pahami dan rasakan perasaan diri sendiri.

2.Selalu mendidik diri agar dapat bertahan dalam situasi sulit.

3.Hadapi dunia luar tanpa rasa takut.

4.Berusaha untuk memecahkan masalah sendiri.

5.Tumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bangkit dari kegagalan.

6.Tanamjan rasa hormat pada orang lain,kerja sama, dan semangat kerja tim.

7.Jangan menilai atau mengubah perasaan terlalu cepat / plin-plan / tidak punya pendirian.

8.Hubungkan perasaan dengan pikiran.

9.Jangan mudah menyerah .

http://setiyo11.heck.in/kecerdasan-intelektual-spiritualdan-emos.xhtml

Anda mungkin juga menyukai