1. Bahan yang mengandung pati (amilum) akan di hidrolisis.
2. Pada hidrolisis pati akan ditambahkan enzim dan air. Dimana hidrolisis merupakan reaksi kimia antara air dengan suatu zat yang akan menghasilkan zat baru dan menyebabkan larutan terdekomposisi menggunakan air. 3. Berikutnya yaitu proses likuifikasi. Dimana hidrolisis pati menjadi molekul-molekul yang lebih kecil seperti maltosa, glukosa, dan dekstrin dengan menggunakan enzim α-amilase. Likuifikasi pati umumnya dilakukan hingga dekstrosa equivalen mencapai 15 - 20% atau sampai larutan berwarna merah bata jika direaksikan dengan larutan iodin. Aktivitas enzim α-amilase menentukan cepat lambatnya proses likuifikasi. Enzim ini akan bekerja lebih cepat jika menggunakan substrat yang berbentuk gel atau yang sebelumnya telah digelatinisasi. Likuifikasi dapat dilakukan pada suhu 105°C, pH 6 selama 5 menit atau pada suhu 95 - 97°C, pH 6 selama 1 - 3 jam dengan menggunakan α–amilase termostabil. Enzim α–amilase ini memecah ikatan α-1,4 glikosidik secara acak pada bagian dalam substrat dan menghasilkan gula reduksi dan dekstrin dengan rantai glukosa jumlah kecil. 4. Sakarifikasi merupakan tahap hidrolisis lanjutan dari tahap likuifikasi dengan menggunakan enzim glukoamilase. Enzim glukoamilase merupakan salah satu eksoenzim yang mampu menghdrolisis ikatan α-1,4 dan sedikit pada ikatan α-1,6 pada titik percabangan. Enzim ini akan menghidrolisis pati menjadi oligosakarida, matotriosa menjadi maltosa dan menghidrolisa maltosa menjadi glukosa. Sakarifikasi dapat dilakukan pada suhu antara 55-60°C dengan pH 4 - 5 yang mana proses tersebut membutuhkan waktu antara 24 - 72 jam. 5. Pengaturan pH dengan larutan asam (H₂SO4) dan temperatur sesuai dengan yeast yang digunakan. Pada pengaturan pH, perlu diberikan nutrisi (seperti: vitamin, air, energi, maupun unsur logam ataupun non logam), kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121°C selama 60 menit dan di dinginkan, lalu dilanjutkan dengan fermentasi. 6. Fermentasi dengan menambahkan Saccharomyces cerevisiae selama 7 – 10 hari. Fermentasi menggunakan kamir Saccharomyces cerevisiae yang dapat merubah glukosa menjadi etanol. Fermentasi dilakukan pada fermentor selama 60 jam pada suhu 27˚C dengan pH mendium sebesar 4,8. 7. Filtrasi. Filtrat mengandung alkohol dan endapan berupa Saccharomyces cerevisiae. 8. Distilasi untuk mendapatkan kadar etanol yang lebih murni. Distilasi ini adalah tahapan yang sangat penting pada produksi bioetanol dimana proses pemurnian etanol dilakukan dengan pemanasan untuk memisahkan etanol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali, dimana titik didih etanol dan air masing-masing adalah 78˚C dan 100˚C. Mekanismenya yaitu memanaskan campuran etanol-air hingga suhu 78˚C, dimana pada suhu tersebut etanol akan mendidih dan menguap meninggalkan air. Uap etanol ditahan dalam wadah, selanjutnya diembunkan kembali menjadi etanol yang lebih murni, yaitu dengan kemurnian ≥95 %, sehingga siap untuk digunakan sebagai bahan bakar. 9. Analisa kadar etanol dapat menggunakan Gas Chromatography. Prinsip pemisahan kromatografi yaitu adanya distribusi komponen - komponen dalam fase diam dan fase gerak berdasarkan perbedaan sifat fisik komponen yang akan dipisahkan.