Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

BEBAN BERLEBIHAN YANG MENGGANGU KESEHATAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

INTAN FAUZI

MELINDA ROSE

MAWARDAH ABDULLAH

ASLINDA DESTRIANA

TRI YANOVA

AKADEMI ANALIS KESEHATAN

PUTRA JAYA BATAM

2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang


Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu
prasyarat yangditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan
jasa antar negara yangharus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk
bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerjaIndonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia
Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakatIndonesia di masa depan, yang
penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,memperoleh pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memilikiderajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan,sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibatkerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagipekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secaramenyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakatluas. Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatandan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan
baik. Jika kita pelajariangka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju (dari beberapapengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas sertaketerampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risikokerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telahmengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatankerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat danlingkungan disekitarnya.Diantara sarana
kesehatan, Laboratorium Kesehatan merupakan suatu institusi denganjumlah
petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan
laboratoriumkesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia,
ergonomi dan psikososial.Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium
menentukan kesehatan dankeselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK,
khususnya kemajuan teknologilaboratorium, maka risiko yang dihadapi petugas
laboratorium semakin meningkat.Petugas laboratorium merupakan orang
pertama yang terpajan terhadap bahan kimia yangmerupakan bahan toksisk
korosif, mudah meledak dan terbakar serta bahan biologi.Selain itu dalam
pekerjaannya menggunakan alat-alat yang mudah pecah, berionisasi danradiasi
serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan
melakukanpercobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan
percobaan.Oleh karena itu penerapan budaya aman dan sehat dalam
bekerja hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor Kesehatan
termasuk Laboratorium Kesehatan.

1.2 . Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.        Untuk mengetahui faktor-faktor penyakit akibat kerja
2.        Untuk mengetahui faktor-faktor kecelakaan akibat kerja
3.        Untuk memenuhi tugas Program K3

BAB II
DASAR TEORI

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem
program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya
pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.Tujuan
dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan
apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja.Namun patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti
pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya dalam lingkungan
perusahaan.Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba mengambarkan
arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan. K3
Adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja dalam
lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi
khususnya, dapat pentingnya memahami arti kesehatan dan keselamatan
kerja dalam bekerja kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau
memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk meningkatkan
kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan. Namun yang
menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban
menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui
pula bahwa ide tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu,
namun sampai kini masih ada pekerja dan perusahaan yang belum
memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan
tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka melihat
peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu
proses berkerjanya seorang pekerja.

2.2. Potensi Beban Yang Dapat Mengganggu Kesehatan


Kesehatan fisik umumnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja.
antara 24-270C, sirkulasi udara yang baik, pencahayaan yang baik, ketenangan
lingkungan, getaran mekanis, warna, dan bebauan. Adapun permasalahan
lingkungan yang timbul antara lain ketidakserasian kerja antara manusia dan
lingkungan, adaptasi, dan tidak tersedianya alaat bantu untuk keserasian tersebut.
         Untuk menghindari hal tersebut diatas, maka suatu lembaga yang
mengandalkan pekerja manusia perlu memperhatikan segala bentuk aspek
lingkungan. Aspek tersebut meliputi interior dan eksterior. Interior maksudnya
kondisi dalam ruangan yang tertata atau tersusun tepat pada posisinya, contohnya
letak berkas yang tidak terlalu jauh dengan posisi pekerja dan letak mesin dengan
frekuensi kebisingan yang tinggi jauh dari pekerja. Eksterior maksudnya adalah
kemampuan lembaga memposisikan wilayah strategis untuk memanjakan pekerja.
Contonya, dengan menempatkan kolam pancur dan taman di depan maupun di
belakang gedung. Selain kondisi lingkungan hal terpenting yang harus
diperhatikan adalah pekerja itu sendiri. Artinya, pekerja harus mampu mengatur
jeda kerja dan staminanya dengan jalan menghindari dehidrasi, emisi, dan hal lain
yang dapat mengganggu kondisi fisik pekerja.
Sosialisasi kerja pada dasarnya merupakan bagian terpenting yang
menentukan kualitas kerja dan fisik pekerja. Hal ini perlu dilakukan untuk
menghindari kebosanan kelelahan fisik, kecelakaan, dan penyakit yang akan
menimbulkan performance kerja yang rendah. Bekerja merupakan upaya nyata
manusia dalam memenuhi kehidupan ekonomi pribadi maupun keluarga.
Pengembangan IPTEK juga berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup,
namun dengan syarat menetapkan teknologi tepat guna. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam menempatkan teknologi tepat guna diantaranya secara
teknis, ekonomis, ergonomis, lestari lingkungan, hemat energy, dan social budaya.
Kesehatan kerja akan tercapai apabila pekerja menganggap dirinya berkompetensi
dibandingkan pekerja lain. Kompetisi globalisasi harus dihadapi dengan
kepercayaan diri yang tinggi dengan berfikir memenangkan persaingan. Seorang
pekerja akan dianggap dapat memenangkan suatu kompetisi dengan cara dengan
menekan biaya dan meningkatkan produktivitas.
            Dari hal tersebut diatas, ergonomic akan tercapai apabila kondisi fisik
pekerja juga dalam kondisi optimal. Setiap pekerja akan mencapai kesehatan fisik
optimal apabila memperhatikan tingkat konsumsi gizi, pemberdayaan tenaga yang
baik, sikap tubuh yang baik, dan efisisensi waktu. Pekerja harus memahami
berapa takaran energy yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tersebut.
Energy atau gizi tersebut meliputi jumlah, kualitas, frekuensi, selera, kebiasaan,
kemampuan, dan variasi.

2.3. Pengendalian dan Faktor-Faktor

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan


merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila
terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitaskerja.

1. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum


memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang
ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan
yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan
tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah
PAHK dan kecelakaan kerja.

2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan
pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam.
Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat,
akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkanstres.

3. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi


kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),
Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational
Disease & Work Related Diseases).
 

BAB III
HASIL
3.1. Pengertian Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, sosial yang diterima
oleh seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, sesuai dengan
kemampuan fisik, maupun keterbatasan pekerja yang menerima beban tersebut.
Herrianto (2010) menyatakan bahwa beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang
harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama periode
waktu tertentu dalam keadaan normal. Menurut Nurmianto (2003) beban kerja
adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh tenaga
kerja dalam jangka waktu tertentu. Semua pekerjaan harus selalu diusahakan
dengan sikap kerja yang ergonomis. Beban kerja dapat dibedakan atas beban
kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit atau kurang (Munandar, 2008).

a. Beban kerja berlebih


Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang terlalu
banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.
Munandar (2008) menyatakan bahwa beban kerja berlebih secara fisik dan
mental adalah melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan
ini dapat merupakan sumber stres pekerjaan.
Beban kerja berlebih, akan membutuhkan waktu untuk bekerja dengan
jumlah jam yang sangat banyak untuk menyelesaikan semua tugas yang telah
ditetapkan, dan ini yang merupakan sumber tambahan beban kerja. Setiap
pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan secara cepat, dalam waktu sesingkat
mungkin. Waktu merupakan salah satu ukuran, namun bila desakan waktu dapat
menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi
kesehatan pekerja menurun, maka itulah yang merupakan cerminan adanya
beban kerja berlebih.
Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada
kesehatan pekerja. Menurut Munandar (2008) yang mengutip pendapat
Friedmen dan Rosenman (1974) menunjukkan bahwa desakan waktu tampaknya
memberikan pengaruh tidak baik, pada sistem cardiovasculer, terutama
serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi.
b. Beban kerja terlalu sedikit atau kurang
Beban kerja terlalu sedikit atau kurang, merupakan sebagai akibat dari
terlalu sedikit pekerjaan yang akan diselesaikan, dibandingkan waktu yang
tersedia menurut standar waktu kerja, dan ini juga akan menjadi pembangkit
stres. Pekerjaan yang terlalu sedikit dibebankan setiap hari, dapat
mempengaruhi beban mental atau psikologis dari tenaga kerja. Berdasarkan
pendapat Munandar (2008) dapat disimpulkan bahwa beban kerja terlalu sedikit,
karena tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang
diperolehnya atau untuk mengembangkan kecakapan potensinya secara penuh.
Keadaan ini menimbulkan kebosanan dan akan menurunkan semangat kerja
serta motivasi kerja, timbul rasa ketidakpuasan bekerja, kecenderungan
meninggalkan pekerjaan, depresi, peningkatan kecemasan, mudah tersinggung
dan keluhan psikosomatik.

c. Beban kerja berdasarkan jenis pekerjaan


Berdasarkan jenis pekerjaan, beban kerja dapat dibedakan atas beban
kerja ringan, sedang dan berat. Menurut WHO dalam Santoso (2004)
penggolongan pekerjaan/beban kerja meliputi kerja ringan yaitu jenis pekerjaan
di kantor, dokter, perawat, guru dan pekerjaan rumah tangga (dengan
menggunakan mesin). Kerja sedang adalah jenis pekerjaan pada industri ringan,
mahasiswa, buruh bangunan, petani, kerja di toko dan pekerjaan rumah tangga
(tanpa menggunakan mesin). Kerja berat adalah jenis pekerjaan petani tanpa
mesin, kuli angkat dan angkut, pekerja tambang, tukang kayu tanpa mesin,
tukang besi, penari dan atlit.

3.2. Faktor yang memengaruhi beban kerja


Menurut Tarwaka (2004) secara umum beban kerja dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor external maupun internal.
Pengaruh faktor external adalah faktor yang mempengaruhi beban kerja yang
berasal dari luar tubuh pekerja antara lain tugas-tugas yang dilakukan bersifat
fisik seperti tempat kerja, sarana kerja dan sikap kerja. Selain itu organisasi kerja
juga dapat memengaruhi beban kerja seperti, lamanya waktu kerja, waktu
istirahat, kerja bergilir, kerja malam dan sistem pengupahan. Lingkungan kerja
dapat memberikan beban tambahan pada pekerja seperti suhu udara, intensitas
penerangan, kebisingan, pencemaran udara, bakteri, virus, parasit, jamur dan
serangga.

a. Kapasitas kerja
Kapasitas Kerja merupakan berat ringannya beban kerja yang dapat
diterima oleh tenaga kerja, dan dapat digunakan untuk menentukan berapa lama
seseorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas sesuai dengan
kemampuannya. Semakin berat beban kerja, akan semakin pendek waktu kerja
seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti
atau sebaliknya.
Herrianto ( 2010 ) menyatakan bahwa untuk pekerjaan manual di sektor
industri yang menggunakan waktu selama 8 jam per hari, seseorang dapat
bekerja paling banyak 33 %, dari kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan.
Sedangkan untuk pekerjaan manual selama 10 jam per hari, seseorang dapat
bekerja hanya 28 %, dari kapasitas maksimal tanpa merasa kelelahan. Kapasitas
kerja individu tergantung pada derajat kebugaran tubuh, kapasitas kerja otot dan
kapasitas kerja jantung.

b. Waktu kerja
Waktu kerja merupakan waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan
pekerjaan, yang dapat dilakukan pada siang, sore dan malam hari. Waktu kerja
adalah penggunaan tenaga dan penggunaan organ tubuh secara terorganisasi
dalam waktu tertentu. Semakin lama waktu kerja yang dimiliki oleh seorang
tenaga kerja maka akan menambah berat beban kerja yang diterimanya dan
sebaliknya jika waktu yang digunakan oleh tenaga kerja itu dibawah waktu kerja
sebenarnya maka akan mengurangi beban kerja. Suma’mur (2009) menyatakan
bahwa aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi, lamanya seseorang
mampu bekerja dengan baik, hubungan antara waktu kerja dan istirahat, dan
waktu bekerja menurut periode waktu (pagi, sore, dan malam hari)
Lamanya seseorang bekerja secara normal dalam sehari pada umumnya
8 jam, sisanya 16 jam lagi dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan
masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari
kemampuan, biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja
yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas. Bekerja dalam waktu
yang berkepanjangan, timbul kecenderungan terjadi kelelahan, gangguan
kesehatan, penyakit dan kecelakaan kerja serta ketidakpuasan. Dalam
seminggu, seseorang umumnya dapat bekerja dengan baik selama 40 jam.
Menurut UU No 13 Tahun 2003 pasal 77 ayat 1, setiap pengusaha wajib
melaksanakan ketentuan waktu kerja meliputi, 7 jam dalam sehari dan 40 jam
seminggu untuk 6 hari kerja, atau 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari
kerja. Ketentuan ini tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tersebut, wajib
membayar upah kerja lembur. Selanjutnya pasal 79 ayat 1, pengusaha wajib
memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja. Waktu istirahat dan cuti
meliputi, istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam, setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak
termasuk jam kerja, istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja
dalam seminggu, dan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja, setelah
pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

3.3. Penyakit Akibat Kerja


Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan pekerja
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Prihatini (2007) yang
mengutip penelitian Suciani (2006), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara beban kerja dengan keluhan Low Back Pain yang dialami
pramu kamar. Menurut Sihombing (2010 ) bekerja dapat berdampak buruk
terhadap kesehatannya, terutama bagi pekerja berat, karena status kesehatan
pekerja sangat berhubungan dengan pekerjaannya.

Sebab Kecelakaan Kerja


Ditinjau dari sudut keselamatan kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan
kerja mencakup 5 M yaitu :
1.      Manusia.
2. Manajemen ( unsur pengatur ).

3. Material ( bahan-bahan ).
4. Mesin ( peralatan ).

5. Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ).


Semua unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu sistem
tersendiri. Ketimpangan pada salah satu atau lebih unsur tersebut akan
menimbulkan kecelakaan / kerugian. Berikut contoh bentuk-bentuk ketimpangan
unsur 5M tersebut.
Unsur Manusia, antara lain :
» Tidak adanya unsur keharmonisan antar tenaga kerja maupun dengan
pimpinan.
» Kurangya pengetahuan / keterampilan.
» ketidakmampuan fisik / mental.
» Kurangnya motivasi.

Unsur Manajemen, antara lain :


» Kurang pengawasan.
» Struktur organisasi yang tidak jelas dan kurang tepat.
» Kesalahan prosedur operasi.
» Kesalahan pembinaan pekerja.

Unsur Material, antara lain :


» Adanya bahan beracun / mudah terbakar.
» Adanya bahan yang mengandung korosif.

Unsur Mesin, antara lain :


» Cacat pada waktu proses pembuatan.
» Kerusakan karena pengolahan.
» Kesalahan perencanaan.

Unsur Medan, antara lain :


» Penerangan tidak tepat ( silau atau gelap ).
» Ventilasi buruk dan housekeeping yang jelek.

3.4.  PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN PENYAKIT AKIBAT HUBUNGAN


KERJA DI LABORATORIUM KESEHATAN
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atauasosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari
satu agen penyebab,harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit
dan hazard di tempat kerja.Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan
berperan sebagai penyebab timbulnyaPenyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh
antara lain debu silika dan Silikosis, uap timahdan keracunan timah. Akan tetapi
penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(PAHK) sangatluas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973),
Penyakit Akibat HubunganKerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial,
dengan kemungkinan besar  berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat
kerja. Pajanan di tempat kerja tersebutmemperberat, mempercepat terjadinya
serta menyebabkan kekambuhan penyakit.Penyakit akibat kerja di laboratorium
kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang
berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparandalam dosis kecil namun
terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solventyang menyebabkan
kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkatpasien
salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada
kulit,tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar
penerimaan pasien,gawat darurat, karantina dll.)

1.      Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan Favorable bagi berkembang
biaknya strainkuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli,
bacilli dan staphylococci,yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi dan udara. Virus yangmenyebar melalui kontak dengan darah
dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapatmenginfeksi pekerja hanya akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergoresatau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus.Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan
Kesehatan cukup tinggi. Secarateoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK
sangat besar, sebagai contoh dokter diRS mempunyai risiko terkena infeksi 2
sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yangpraktek pribadi atau swasta, dan
bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak
dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracunmempunyai peluang
terkena infeksi.
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogidan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalamkeadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan
bahaninfeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good
LaboratoryPractice)
4. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.5.
Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius
danspesimen secara benar 6. Pengelolaan limbah infeksius dengan
benar 7. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.8.
Kebersihan diri dari petugas.

2.   Faktor Kimia


Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan
kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang
banyak digunakan dalamkomponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat
yang paling karsinogen. Semuabahan cepat atau lambat ini dapat memberi
dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling
sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang padaumumnya disebabkan
oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karenaalergi (keton).
Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirupatau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik,
bahkankematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yangirreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia
y a n g a d a u n t u k    diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegahtertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek,
jaslaboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3.   Faktor Ergonomi


Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat,
cara, proses danlingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan
manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman dan tercapaiefisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif,secara populer kedua pendekatan tersebut
dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job.
 Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan
pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga
operator peralatan, hal inidisebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya
barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia.
Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah
sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangkapanjang dapat
menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yangpaling
sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

4.   Faktor Fisik 


Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja meliputi :
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
2. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium,
ruangperawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan
penglihatan dankecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya
teknologipemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak
dikontroldapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser  
6. Filter untuk mikroskop

5        Faktor Psikososial Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium


kesehatanyang dapat menyebabkan stress :
•Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
matiseseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut
untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan
dankeramahan-tamahan
• Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
• Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesamateman kerja.
• Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupuninformal.

BAB IV
KESIMPULAN
A.              KESIMPULAN
1.      Beban kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, sosial yang
diterima oleh seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, sesuai
dengan kemampuan fisik, maupun keterbatasan pekerja yang menerima beban
tersebut.
2.      Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang terlalu
banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.
3.      Beban kerja terlalu sedikit atau kurang, merupakan sebagai akibat
dari terlalu sedikit pekerjaan yang akan diselesaikan, dibandingkan waktu yang
tersedia menurut standar waktu kerja, dan ini juga akan menjadi pembangkit
stres.
4.      Berdasarkan jenis pekerjaan, beban kerja dapat dibedakan atas
beban kerja ringan, sedang dan berat.
5.      Lamanya seseorang bekerja secara normal dalam sehari pada
umumnya 8 jam, sisanya 16 jam lagi dipergunakan untuk kehidupan dalam
keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain.
6.      Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan pekerja
menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja.
7.      unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
- Manusia.
- Manajemen ( unsur pengatur ).
- Material ( bahan-bahan ).
- Mesin ( peralatan ).
- Medan ( tempat kerja / lingkungan kerja ).
8.      Penyakit akibat kerja disebabkan oleh faktor biologis, faktor kimia,
faktor ergonomi, faktor fisik dan faktor psikologis.

Anda mungkin juga menyukai