Anda di halaman 1dari 3

1.

Langkah membangun sistem surveilans Covid19 :


a. Penetapan tujuan
Tujuan dilaksanakan surveilans covid-19 adalah untuk membatasi penyebaran penyakit,
sebagai bahan bagi pemerintah daerah, otoritas kesehatan masyarakat dan Rumah Sakit
untuk mengelola pengendalian risiko Covid-19.
Tujuan tersebut dapat dilaksanakan dengan melakukan beberapa program :
- Memantau tren penularan Covid 19 pada tingkat nasional dan global
- Melakukan deteksi cepat pada wilayah tanpa transmisi virus dan monitoring kasus
pada wilayah dengan transmisi virus termasuk pada populasi rentan
- Memberikan informasi Epidemiologi untuk dapat melakukan penilaian resiko tingkat
nasional, regional, dan global
- Memberikan informasi Epidemiologi sebagai acuan kesiapsiagaan dan respon
pengendalian
- Melakukan evaluasi terhadap dampak Pandemi pada sistem pelayanan kesehatan
dan sosial
b. Membuat definisi kasus
Definisi operasional kasus Covid-19 secara epidemiologi sebagai berikut:
1. Kasus Konfirmasi adalah seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19
yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2 :
- Kasus konfirmasi dengan gejala (Symptomatic)
- Kasus konfirmasi tanpa gejala (Asymptomatic) covid-19.
2. Kasus suspek adalah seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal**.
b) Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir sebelum
timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable
COVID19.
c) Pasien dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
3. Kasus Probable adalah kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan
gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan
laboratorium RT-PCR.
4. Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak langsung dengan kasus
probable atau konfirmasi 2 hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14 hari setelah kasus
timbul gejala. Riwayat kontak erat antara lain:
a) Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi
dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
b) Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti
bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
c) Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau
konfirmasi tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai standar. d.
Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko
lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat.
5. Pelaku Perjalanan adalah: Seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri
(domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.
6. Kematian Covid-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus konfirmasi atau
probuble Covid-19 yang meninggal.

c. Membuat sistem pengumpulan data


Menetukan sumber data yang akan dipakai. Jika dilaporkan kasus notifikasi dari IHR
National Focal Point negara lain informasi awal yang diterima Dirjen P2P (selaku IHR NFP
Indonesia) akan diteruskan ke PHEOC untuk dilakukan pelacakan.

d. Membuat instrumen dan pengumpulan data


Surveilans Epidemiologi dibagi atas : 1. Surveilans Aktif melalui Community base
surveillance (surveilans berbasis masyarakat) dan event base surveillance (surveilans
berbasis kejadian Covid19) 2. Surveilans Pasif melalui Surveilans di Fasyankes (berbasis
data kunjungan kasus) dan Laboratory base surveillance untuk parameter khas pada
penderita covid-19, misalnya: Pemeriksaan Leucocyt (sel darah putih) menunjukkan
tanda leukopenia atau leukositosis
Kegiatan Surveilans Epidemiologi dibagi atas :
1. Kegiatan Surveilans berdasarkan skenario transmisi
2. Kegiatan surveilans berdasarkan Kasus

e. Menguji metode di lapangan


Kegiatan Surveilans Epidemiologi
a. Penemuan Kasus
b. Penyelidikan Epidemiologi dan Contact Tracing
c. Isolasi dan Karantina d. Analisis Data Kasus
e. Assessment perkembangan transmisi

f. Menentukan metode evaluasi


Berikut rangkuman kegiatan yang dilakukan dalam surveilans epidemiologi
1. Data Base Surveillance
a. Melakukan analisis data ILI, ISPA, pneumonia, melalui SKDR
b. Melakukan analisis data SARI di RS
c. Melakukan analisis data kematian Pneumonia dan ARDS
d. Melakukan analisis data klaster kasus dan kematian covid-19
e. Melakukan pemantauan indikator epidemiologi dan surveilans Kesehatan masyarakat

2. Lab Base Surveillance


a. Surveilans data parameter spesifik untuk Covid-19
b. Pemeriksaan RT-PCR untuk Suspek dan sampling pada kasus yang terdeteksi melalui
surveilans sentinel ILI, SARI, dan Pneumonia.
c. Sero Survei pada populasi khusus
d. Seluruh data dilakukan analisis secara berkala untuk melihat perubahan situasi terkait
dengan perubahan parameter laboratorium yang mungkin terjadi

3. Community dan Event Base Surveillance


a. Identifikasi event yang diduga memiliki risiko terhadap transmisi Covid-19
b. Pengawasan/surveilans protokol Kesehatan
c. Rapid assessment risiko transmisi
d. Identifikasi kelompok berisiko e. Rumor verification

2. Kendala dalam pelaksanaan surveilans kesehatan masyarakat di Indonesia adalah :


a. Terbatasnya jumlah, kualitas dan distribusi tenaga surveilans (puskesmas,
Kabupaten/Kota dan provinsi)
Dengan terbatasnya jumlah tenaga survei Lance di tiap kabupaten dan provinsi
mengakibatkan terjadinya hambatan dan keterlambatan dalam pelaksanaan kesehatan
masyarakat
b. Belum semua puskesmas terjangkau oleh jaringan sinyal komunikasi.
Terdapat beberapa daerah yang terkendala dengan jaringan sinyal komunikasi sehingga
hal ini mengakibatkan kendala terhadap pelaporan data di Puskesmas ke pusat.
c. Terbatasnya anggaran didaerah baik diprovinsi maupun kabupaten/kota untuk kegiatan
surveilans penyakit.
Anggaran pelaksanaan surveilans yang sangat sedikit sehingga pelaksanaan surveilans
kurang efektif karena tidak adanya dana untuk mendukung kegiatan surveilans.
d. Masalah Geografis terutama untuk daerah-daerah yang sulit terjangkau sehingga
petugas mengalami kesulitan saat melakukan PE
Setiap daerah memiliki kondisi geografis yang berbeda beda dan biasanya sangat sulit
untuk dijangkau oleh petugas ketika melakukan penyelidikan epidemiologi sehingga hal
ini menjadi kendala dalam pelaksanaan surveilans kesehatan masyarakat.

3. Solusi dari kendala pelaksanaan surveilans kesehatan masyarakat Indonesia adalah


pemerintah harus menambah kuota tenaga surveilans di setiap provinsi dan kota sehingga
dengan ketersediaan tenaga surveilans yang banyak maka dapat membantu pelaksanaan
surveilans dengan cepat dan tepat. Dan juga untuk mendukung pelaporan data di setiap
Puskesmas ke pusat maka setiap Puskesmas harus dijangkau oleh jaringan sinyal komunikasi.
Kemudian pemerintah harus mengeluarkan atau menyediakan anggaran pelaksanaan
surveilans di setiap provinsi maupun kota dengan dana yang mencukupi. Dan yang terakhir
dengan adanya masalah geografis maka seharusnya daerah daerah yang sulit terjangkau
harus dipermudah dan diberikan akses yang lebih baik lagi sehingga para petugas ketika
melakukan surveilans kesehatan masyarakat tidaklah sulit.

Anda mungkin juga menyukai