Anda di halaman 1dari 5

PARTISIPASI WARGA NEGARA DALAM

SISTEM POLITIK

Disusun Oleh : 1). Alifa Suprihatin (02)


2). Ayu Lidiasari (04)
3). Enik Sulistianingsih (11)
4). Tria Pamungkas (27)
5). Via Yuliyana Putri (29)
Kelas : XAP3

SMK NEGERI 1 WONOSARI

Jln. Veteran Wonosari Gunungkidul Telp. (0274) 391054 Kode Pos 55812

20120/2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan pada Tuhan YME karena berkat rahmat dan hidahyanya
artikel ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada Ibu guru Titik yang telah memberikan
tugas ini sehingga kami dapat mengerti partisipasi yang harus kami laksanakan
sekarang/kelak dikemudian hari. Terima kasih juga kepada teman-teman yang telah
memberikan motivasi sehingga artikel ini dapat diselesaikan.

Artikel ini berisisi beberapa contoh partisipasi yang dilakukan masyarakat yang merupakan
cerminan dari tindakan yang seharusnya ndilakukan masyarakat yang belum melakukan
partisipasi yang seharusnya dilakukana.

Artikel ini belum sepenuhnya mendekati kesempurnaan oleh karena itu kami
mengarapkankan kritik dan saran supaya artikel ini dapat mendekati kesempurnaan karena
dengan kita melihat sekilas tentang beberapa contoh partisipasi hati kita akan tergerak
untuk melakukan partisipasi/tindakan yang dapat turut membangun sebuah cita-cita.

Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terima kasih.


PARTISIPASI POLITIK PEMUDA DALAM PILKADA
Oleh:
Drs. AA G Oka Wisnumurti, MSi

 
“Kita sudah cukup lama menangis, janganlah menangis lagi, berdirilah di
atas kedua kakimu, dan jadilah manusia………..
Punyailah keyakinan bahwa saudara-saudara dilahirkan  untuk berbuat
mulia, wahai anak-anak muda. Jangan sampai karena mendengar suara anak
anjing menyalak saudara menjadi takut, jangan. Jangan menjadi penakut
sekalipun saudara mendengan dentuman guntur di langit. Tetaplah berdiri tegak
dan teruslah berjuang. Nagaramu membutuhkan pahlawan-pahlawan sejati.
Maka, jadilah pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa. Berdirilah teguh laksana
batu karang yang kokoh. Kebenaran selalu menang……
Apa yang menyebabkan engkau menangis, sahabatku ? Didalam dirimu
semua bersemayam kekuatan. Kumpulkahlah  segenap daya kekuatan itu, maka
dunia ini akan rebah dibawah telapak kakimu…..

Bangunlah. Beranilah. Kuatlah. Pikul semua tanggungjawab di atas


pundakmu. Ketahuilah, wahai saudaraku, engkau adalah pencipta nasibmu
sendiri. Segala kekuatan dan dorongan yang engkau butuhkan ada di dalam
dirimu sendiri. Maka dari itu, ciptakanlah hari depanmu” (Swami Vivekananda) .
 
Oleh: Riri Rafiani, PPUA Penca
Dua puluh empat peserta dari berbagai bidang pemilu dan organisasi
penyandang disabilitas berkumpul di Hotel Millenium, Jakarta, pada hari Senin,
15 Agustus 2011 untuk duduk bersama dalam lokakarya bertema "Kajian
Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Pemilu Asia Tenggara." Oraganisasi
yang hadir adalah Gerakan Tuna Rungu Indonesia (GARKATIN), INDEPTH
Indonesia, Himpunan Wanita Penyandang Cacat Indonesia (HWPCI), Persatuan
Paralegi Indonesia (PERPARI), Centre for Electoral Reform (Cetro), Forum Asia,
Persatuan Tuna Netra Indonesia (PERTUNI), dan ASEAN Commission on the
Promotion and Protection of Women and Childern's Rights (ACWC). Mereka
diundang untuk mengungkapkan pendapat mereka seputar pemilu bagi
penyandang disabilitas.
Diskusi yang dipimpin oleh Daniel Zuchron dari Jaringan Pendidikan
Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) dimulai dengan menjabarkan sejumlah masalah
yang dihadapi para penyandang disabilitas dalam pelaksanaan pemilu. Perumusan
masalah ini merupakan titik awal yang penting bagi kajian tentang pemilu bagi
penyandang disabilitas yang akan dilaksanakan oleh AGENDA.

Dalam diskusi terungkap bahwa, meskipun dalam Undang-Undang Pemilu


partisipasi mereka telah dijamin, praktek di lapangan masih menunjukkan
banyaknya kelemahan dalam implementasinya.
Salah satu hal yang penting dalam proses pemilu adalah pendataan. Begitu banyak
kasus penyandang disabilitas tidak terdata dalam daftar pemilih. “Ada satu panti
paraplegi yang tidak didata oleh petugas pemilu. Mereka dilewatkan begitu saja,”
Maulani A. Rotinsulu, Disability Advisor untuk AGENDA, mengungkapkan
sebagai contoh.

Ketidaksiapan petugas pemilu juga menjadi sorotan. Welin, dari Himpunan


Wanita Penyandang Cacat Indonesia, menambahkan, “Panitia tidak bisa melayani
pemilih penyadang disabilitas, karena kurang pelatihan. Banyak warga yang
memilih untuk tidak ikut serta karena berpikir ujung-ujungnya nanti [surat suara
mereka] akan dicontrengkan [oleh petugas TPS].”

Masalah yang paling mengemuka dalam pemilu adalah kurangnya kepekaan


petugas. “Intinya adalah sensitifitas di lapangan,” ungkap Maulani. “Petugas tidak
mengerti kebijakan-kebijakan untuk penyandang disabilitas. Juga masih ada
stigma negatif tentang penyandang disabilitas di kalangan masyarakat.” Ada
berbagai stigma yang beredar di kalangan masyarakat, yaitu bahwa penyandang
disabilitas tidak mampu hidup mandiri, bahwa mereka tidak mampu membuat
keputusan sendiri. Hal-hal semacam itulah yang membuat petugas pemilu
mengabaikan hak politik mereka.

Diana dari Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) lebih menyoroti


masalah pelaksanaan kebijakan yang mendukung partisipasi politik penyandang
disabilitas, dan bukan semata-mata ketidakmampuan petugas. Dia menegaskan
bahwa, “Ada missing link di tingkat implementasi, jadi harus dicari sebenarnya
hilang di mana.” Diana mempertanyakan keberadaan pengawas pemilu dan
menegaskan perlunya sanksi nyata pada petugas yang tidak melaksanakan
kebijakan pemilu terkait penyandang disabilitas.

Aspek disabilitas ternyata juga belum masuk ke dalam daftar pemantauan. Baik
Badan Pengawas Pemilu maupun organisasi pemilu seperti JPPR, CETRO, atau
Indepth hanya memantau penyediaan TPS khusus dan pelayanannya. TPS khusus
biasanya ditujukan untuk manula dan orang yang sakit, seperti penyediaan TPS di
rumah sakit. Sedangkan dalam aspek pelayanan yang biasanya dilihat adalah
bagaimana petugas KPPS secara umum mengerjakan tugasnya.

Dalam cakupan yang lebih luas, yaitu di wilayah Asia Tenggara, ternyata pemilih
dengan disabilitas juga belum mendapat perhatian khusus. Hal itu diungkapkan
oleh JPPR berdasarkan hasil studi banding ke negara-negara tetangga.

Masalah pemilu di ASEAN diperumit lagi dengan problem ratifikasi dokumen


yang berkaitan dengan HAM.
Rita Serena Kolibonso dari ACWC mengungkapkan bahwa belum semua negara
ASEAN meratifikasi konvensi hak asasi international seperti International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCOR) dan Convention on the Rights of
Persons with Disabilities (CRPD). Dia juga menggarisbawahi pentingnya
pendataan dalam isu partisipasi politik penyandang disabilitas. “Database harus
ada... sehingga kita tahu berapa banyak kelompok perempuan dan laki-laki
[pemilih penyandang disabilitas], berapa banyak yang menggunakan haknya, dan
jika tidak mengapa mereka tidak menggunakan haknya.”
Ketidakseragaman perkembangan demokrasi di negara-negara anggota ASEAN
juga melatarbelakangi permasalahan partisipasi politik penyandang disabilitas.
Atnieke Nova Sigiro, dari Forum Asia, menyatakan, “Pandangan masyarakat
tentang pemilu di negara ASEAN tidak seragam. Indonesia lebih terbuka meski
masih ada ruang untuk memperbaiki. Tetapi untuk wilayah ASEAN, perjalanan
ini masih lama.”

Anda mungkin juga menyukai