Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan
sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh
semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu
mengatasitantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes,2005)

Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), &. Syafii


Ahmad,kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara
termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan
dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan,
sertamengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan
Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007)

Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan
jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14
negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 75-86% kasus gangguan
jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama (Hardian, 2008). Masalah
kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggidibandingkan
dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.

Dari 140 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan
(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4% dari
jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk
penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita
gangguan jiwa didunia, dan Indonesia khususnya kianmeningkat, diperkirakan sekitar 50 juta
atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).

Berdasarkan data dari medi4al record BPRS dari propinsi Jawa Barat menunjukan pasien
halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut : pada tahun 2006 jumlah
pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245
dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294
dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi padaklien
halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.

Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup yang muncul di tengah masyarakat,


menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat tiap tahunnya terus bertambah.
Selama tahun 2007 ini saja di Jabar telah menerima sebanyak 8870 pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas
halusinasi dalam tugas kelompok.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
2. Tujuan Khusus
 Mengetahui pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
 Mengetahui diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori :
halusinasi.
 Mngetahui intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana
sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (
Kliat, 2006 )

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian
alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun ( Maramis, 2005 ) .

Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan pan4a indra
pendengaran ( Isaac, 2002).

2. Etiologi

Menurut stuart ( 2007 ) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :

a. Faktor predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif
baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut :
 penelitian pen4itraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofren
 beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neuro transmiter yang berlebihan
 pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang,
kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi.
b. Faktor presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (Kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar :
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengar suara
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata
e. Tidak dapat memusatkan konsentrasi / perhatian
f. Pembicaraan kalau kadang tidak masuk akal
g. Sikap curiga dan bermusuhan
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat
q. Nadi cepat
r. Banyak keringat

4. Jenis Halusinasi

5. Tahapan halusinasi
1) Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dantakut
serta men4oba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk meredakanansietas.
Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2) Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali danmungkin
mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
tanda-tanda vital ( denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah ), asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita
3) Fase III
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain
4) Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini
terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
Kondisi klien sangat membahayakan.

6. Pohon Masalah

Risiko men4iderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori halusinasi defisit perawatan diri 'solasi sosial 6 menarik dirikurang
moti5asiangguan konsep diri 6 &DR

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan telambat
 usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
 usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
 usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
 komunikasi peran ganda
 tidak ada komunikasi
 tidak ada kehangatan
 komunikasi dengan emosi berlebihane
 komunikasi tertutup
 orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik
orangtua
3) Faktor sosialisasi budaya

Anda mungkin juga menyukai