Anda di halaman 1dari 25

PERAN SISTEM URINARY DALAM MENJAGA HOMEOSTASIS

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu


exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan
cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60%
dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan
dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang, dan menjalankan
fungsinya.Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan
keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan
tubuh mempertahankan keseimbangan antara substansi-substansi yang ada di milieu
interior.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter
penting, yaitu:volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam
dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam
dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan
abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa
dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai
kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah
paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer)
kimia dalam cairan tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN

Sistem urinaria terdiri dari organ-organ yang memproduksi urin dan


mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama untuk
mempertahankan homeostasis (kekonstanan lingkungan internal).
2.1 Anatomi dan Fisiologis Ginjal
2.1.1 Susunan Umum Ginjal dan Traktus Urinarius
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di luar rongga peritoneum.
Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-kira seukuran
kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut
hilum tempat lewatnya aeteri dan vena renalis, pembuluh limfatik, saraf, dan ureter
yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urin disimpan
sehingga dikeluarkan. Ginjal dibungkus oleh kapsul fibrosa yang keras untuk
melindungi strukrur dalamnya yang rapuh (Guyton and Hall., 2014).
Jika ginjal dibelah dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat
digambarkan yaitu daerah korteks di bagian luar dan medulla dibagian dalam. Medula
ginjal terbagi menjadi 8 sampai 10 massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut
piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dmulai pada perbatasan antara korteks dan
medulla serta berkahir di papilla , yang menonjol kedalam ruang pelvis injal, yaitu
sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentung corong. Batas luar pelvis
terbagi menjadi kantong-kantong dengan dengan ujung terbuka yang disebut kalises
mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kalises minor, yang
mengumpulkan urine dari tubulus setiap papilla. Dinding kalises, pelvis, dan ureter
terdiri atas bagian kontraktil yang mendorong urine menuju kandung kemih, tempat
urine disimpan sampai dikeluarkan melalui miksi (Guyton and Hall., 2014).
A. Aliran Darah Ginjal
Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya sekitar 22% dari curah
jantung. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang-
cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri
interlobularis, dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus tempat
sejumlah besar cairan dan zat terlaur (kecuali protein plasma) difiltrasi untuk
memulai pembentukan urine. Ujung distal kapiler pada setiap glomerulus
bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju jejaring kapiler kedua ,
yaitu kapiler peritubular, yang mmengelilingi tubulus ginjal (Guyton and Hall.,
2014).
Sirkulasi ginjal ini unik karena memiliki dua jejaring kapiler, yaitu kapiler
glomerulus dan kapiler peritubulus, yang tersusun seri dan dipisahkan oleh arteriol
eferen yang membantu mengatur tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat
kapiler. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler glomerulus menyebabkan
filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang jauh lebih rendah
pada kapiler peritubulus memungkinkan reabsorbis cairan yang cepat. Dengan
mengatur tahanan arteriol aferen dan eferen ginjal dapat mengatur tekanan
hidrostatik pada kapiler glomerulus dan kapiler peritubulusm dnegan demikian
mengubah laju filtrasi glomerulus, reabosrbsi tubulus , atau keduanya sebagai
respon terhadap kebutuhan homeostatic tubuh (Guyton and Hall., 2014).
Kapiler peritubulus mengalir ke dalam pembuluh sitem vena, yang berjalan
secara parallel dengan pembuluh arteriol. Pembuluh darah system vena secara
progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, bena interlobaris, dan vena
renalis, yang meninggalkana ginjal disamping arteri renalis dan ureter (Guyton
and Hall., 2014).
B. Nefron sebagai unit Fungsional Ginjal
Tiap ginjal manusia terdiri atas kurang lebih 800.000 sampai 1.000.000
nefron, masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk
nefron baru. Oleh karena itu pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses
penuaan yang normal, akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap.
Setelah usia 40 tahun jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10
persen setiap 10 tahun; jadi pada usia 80 tahun, jumlah nefron yang berfungsi 40%
lebih sedikit dari pada ketika usia 40 tahun. Berkurangnya fungsi ini tidak
mengancam jiwa karena perubahan adaptif sisa nefro menyebabkan nefron
tersebut dapat mengeksresikan air, elektrolit dan produk sisa dalam jumlah yang
tepat (Guyton and Hall., 2014).
Setiap nefron terdiri atas: (1) kumpulan kapiler yang disebut glomerulu, yang
akan memfiltrasi sejumlah besar cairan dari darah, dan (2) tubulus panjang tempat
cairan hasil filtrasi diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis
ginjal.
Glomerulus tersusun dari jejaring kapiler glomerulus yang bercabang dan
beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHh)
bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh-sel-sel
epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus oleh kapsula Bowman.
Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir kedalam kapsula
Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal yang terletak dalam korteks
ginjal. Dri tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk kedalam
medula ginjal. Setiap lengkung terdiri atas pars desendems dan asendens. Dinding
pars desendes dan ujung pars asendes yang paling rendah sangat tipis, dan oleh
karena itu disebut baian tipis ansa Henle. Di tengah perjalanan kembalinya pars
asendens dari lengkung tersebut ke korteks, dindingnya menjadi jauh lebih teal
dan, oleh karena itu disebut bagian tebal pars desendens (Guyton and Hall., 2014).
Pada ujung pars asendens tebal terdapat bagian yang pendek, yang pada
dindingnya terdapat plak terdiri atas sel epitel khusus, dan dikenal sebagai makula
densa. Seperti yang dibahas kemudian, makula densa, memainkan peran penting
dalam mengatur fungsi nefron. Setelah makula densa, cairan memasuki tubulus
distal, yang terletak korteks ginjal (seperti tubulus proksimal). Tubulus ini
kemudia berlanjut sebagai tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligens kortikal,
yang menjadi duktus koligens kortikal. Bagian awal dari 8 sampai 10 dutus
koligens kortikal bergabung dan membentuk duktus koligens tunggal yang lebih
besar , yang turun ke medula da menjadi duktus koligens medula. Duktus koligens
bergabung membentuk duktus yang lebih besar secara progresif, yang akhirnya
mengalir menuju pelvis ginjal melalui ujung papila ginjal. Setiap ginjal
mempunyai kira-kira 250 duktus koligens yang sangat besar, yang masing-masing
mengumpulkan urine dari sekitar 4000 nefron (Guyton and Hall., 2014).
C. Perbedaan Regional Struktur Nefron: nefron Kortikal dan Nefron Jukstamedular.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang
digambarkan di atas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada
seberapa dalam letak nefron di massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus di
korteks sisi luar disebut nefron kortikal; nefron tersebut mempunyai ansa Henle
pendek yang hanya sediit masuk ke dalam medulla (Guyton and Hall., 2014).
Kira-kira 20-30 persen nefron mempunyai glomerulus yang terletak dikorteks
ginjal sebelah dalam dekat medula dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini
mempunyai ansa henle yang panang dan masuk sangat dalam pada medula. Pada
beberapa kasus, ansa Henle mencapai ujung papila ginjal. Struktur vaskular nefron
jukstamedular jga berbeda dengan nefron kortika. Pada nefron kortikal, seluruh
sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler peritubular yang luas. Pada nefron
jukstamedular, arteriol aferen yang panjang akan berlanjut dari glomerulus turun
ke bawah menuju medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-
kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang memanjang ke bawah
menuju medula, dan terletak berdampingan dengan ansa henle . Seperti ansa
Henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam vena
kortikal. Jaringan kapiler khusus dalam medula in berperan penting dalam
pembentukan urine yang pekat (Guyton and Hall., 2014).
2.2 Ureter, Kandung Kemih, dan Uretra
2.2.1 Ureter
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal
yang merentang sampai kandung kemih. Setiap ureter panjangnya antara 25 cm-30
cm dan berdiameter 4 mm sampai 6 mm. Saluran ini menyempit tiga tempat: di titik
asal ureter pada pelvis ginhal, dititik saat melewati pinggiran pelvis, dan titik
pertemuannya dengan kandung kemih. Batu ginjal dapat tersangkut dalam ureter di
ketiga tempat ini, sehingga mengakibatkan nyeri dan disebut kolik ginjal (Sloane,
2004).
Dinding ureter terdiri dari 3 lapisan jaringan antara lain yaitu lapisan terluar
adalah lapisan fibrosa, ditengah adalah lapisan muskularis longitudinal kea rah dalam
dan otot polos sirkular kea rah luar, dan lapisan terdalam adalah epithelium mukosa
yang mensekresi selaput mucus pelindung. Lapisan otot memiliki aktivitas peristaltic
intrinsic. Gelombang peristalsis mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh
(Sloane, 2004).
2.2.2 Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu ruang otot polos yang terdiri atas dua bagian
utama: (1) bagian korpus, yang merupakan bagian utama kandung kemih, dan tempat
pengumpulan urin , serta (2) bagian leher berbentuk corong, yang merupakan
perpanjangan bagian korpus kandung kemih, berjalan ke bawah dan ke depan menuju
segitiga urogenital dan berhubungan dnegan uretra. Bagian bawah leher kandung
kemih disebut juga uretra posterior karena bagian ini berhubungan dengan uretra
(Guyton and Hall., 2014)..
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke
segala arah, dan ketika berkontaksi, dapat meningkatkan tekanan di dalam kandung
kemih hingga 40-60 mmHg. Jadi kontraksi otot detrusor merupakan tahap utama pada
proses pengosongan kandung kemih. Sel-sel otot polos pada otot detrusor menyatu
membentuk jaras listrik bertahanan rendah dari sel otot yang satu ke yang lain. Oleh
karena itu potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke
sel berikutnya, menyebabkan kontraksi seluruh kandung kemih pada saat yang
bersamaan (Guyton and Hall., 2014).
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas leher kandung kemih,
terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Pada bagian terendah apeks
trigonum, leher kandung kemih membuka ke arah uretra posterior, dan kedua ureter
memasuki kandung kemih di bagian atas apeks trigonum. Trigonum dapat dikenali
karena mukosanya, lapisa dalam kandung kemih licin, berbeda dengan mukosa
dibagian lain kandung kemih yang berlipat-lipat membentuk rugae (Guyton and
Hall., 2014).
Setiap ureter saat memasuki kandung kemih, berjalan miring melintasi otot
detrusor dan kemudian berjalan lagi 1 sampai 2 cm dibawah mukosa kandung kemih
sebelum mengosongkan urine ke kandung kemih. Panjang leher kandung kemih
(uretra posterior) adalah 2 sampai 3 cm, dan dindingnya tersusun atas otot detrusor
dijalin dnegan sejumlah besar jaringan elastis. Otot didaerah ini disebut sfingter
interna. Tonus normalnya menyebabkan leher kandung kemih dan uretra posterior
tidak mengandung urine dan dengan demikian mencegah pengosongan kandung
kemih hingga tekanan pada bagian utama kandung kemih meningkat melampaui nilai
ambang (Guyton and Hall., 2014).
Setelah melewati uretra posterior, uretra berjalan melalui diafragma urogenital,
yang mengandung suatu lapisan otot yang disebut sfingter eksternal kandung kemih.
Otot ini merupakan otot rangka volunter, berbeda dengan otot pada bagian korpus dan
leher kandung kemih, yang seluruhnya merupakan otot polos. Otot sfingter eksterna
berada dibawah kendali volunter sistem saraf dan dapat digunakan untuk mencegah
miksi secara sadar bahkan ketika kendali involunter berusaha untuk mengosongkan
kandung kemih (Guyton and Hall., 2014).
Persyarafan Kandung kemih
Kandungan kemih mendapat persyarafan utama dari nervus pelvikus, yang
berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan
segmen S-2 dan S-3 medula spinalis. Dalam nervus pelvikus terdapat dua jenis saraf
yaitu serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat
regangan dalam dindig kandung kemih. Sinyal-sinyal regangan khususnya dari uretra
posterior merupakan sinyal yang kuat dan terutama berperan untuk memicu refleks
pengosongan kandung kemih (Guyton and Hall., 2014).
Persyarafat motorik yang dibawa dalam nervus pelvikus merupakan serat
parasimpatis. Saraf ini berakhir di sel ganglion yang terletak di dalam dinding
kandung kemih. Kemudian saraf-saraf postganglionik yang pendek akan
mempersarafi otot detruson (Guyton and Hall., 2014).
Selain saraf pelvis,terapat dua jenis persyarafan lain yang penting untuk
mengatur fungsi kandung kemih. Saraf yang paling penting adalah serat motorik
skeletal yang dibawa melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna kandung kemih.
Saraf ini merupakan serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengatur otot rangka
volunter sfingter tersebut. Kandung kemih juga mendapatkan persyarafan simpatis
dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrik, yang terutama berhubungan
dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini terutama merangsang
pembuluh darah dan memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi kandung kemih.
Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui persyarafat simpatis dan mungkin
penting untuk sensasi rasa penuh dan nyeri pada beberapa kasus (Guyton and Hall.,
2014).
2.2.3 Uretra
Uretra mengalirkan urine dari kandung kemih ke bagian eksterior tubuh. Pada
laki-laki uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak pada waktu bersamaan.
Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kelenjar prostat dan penis.
a. Uretra prostatic dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima dua
duktus ejaculator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus
deferen dan duktus kelenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat
bermuaranya sejumlah duktus dari kelenjar prostat
b. Uretra membranosa adalah bagian yang terpendek (1-2 cm). Bagian ini
berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sfingter uretra eksternal.
c. Uretra karvernous (penile, bersepons) merupakan bagian yang terpanjang.
Bagian ini menerima duktus kelenjar bulbouretra dan merentang sampai
orifisium uretra eksternal pada ujung penis. Tepat sebelum mulut penis, uretra
membesar untuk membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra
kavernus dikelilingi korpus spongiosum, yaitu suatu kerangka ruang vena
yang besar (Guyton and Hall., 2014).
Uretra pada perempuan, berukuran pendek (3,75 cm). Saluran ini membuka
keluar tubuh melalui orifisium uretra eksternal yang terletak dalam vestibulum antara
klitoris dan mulut vagina. Kelenjar uretra yang homolog dengan kelenjar prostat pada
laki-laki, bermuara ke dalam uretra.Panjang uretra laki-laki cenderung menghambat
invasi bakteri ke kandung kemih (sistitis) yang lebih sering terjadi pada perempuan
(Guyton and Hall., 2014).

2.3 Urinasi (Perkemihan)


Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine. Miksi
melibatkan dua tahap utama : Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan
pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan
mencetuskan tahap kedua, yaitu adanya refleks saraf disebut refleks miksi yang akan
mengosongkan kandung kemih atau jika gagal, setidaknya akan menyebabkan
keinginan berkemih yang disadari. Meskipun refleks miksi adalah refleks medula
spinalis yang bersifat otonom, refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat-
pusat dikorteks serebri atau batang otak (Guyton and Hall., 2014).
Perkemihan bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis juga impuls
saraf volunter. Pengeluaran urine membutuhkan kontraksi aktif otot detrusor. Bagian
dari otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi sebagai sfingter
uretra internal yang menjaga saluran tetap tertutup. Otot ini diinervasi oleh neuron
parasimpatis. Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dari otot
perineal transfersa yang berada di bawah kendali volunteer. Bagian pubokoksigeus
pada otot levator juga berkontribusi dalam pembentukan sfingter (Sloane, 2004).
A. Transport urine dari Ginjal melalui Ureter Menuju Kandung Kemih
Urine yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki komposisi
yang sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus koligens; tidak ada
perbedaan komposisi urine yang bermakna selama urine mengalir melalui kalises
ginjal dan ureter menuju ke kandung kemih.
Urine mengalir dari duktus koligens menuju kalises ginjal. Urine meregangkan
kalises dan meningkatkan aktivitas pacemaker yang ada, yang kemudian akan
memicu kontraksi peristaltic yang menyebar ke pelvis ginjal dan kearah bawah
disepanjang ureter, dengan demikian memaksa urine mengalir dari pelvis ginjal
kearah kandung kemih. Pada orang dewasa, ureter normal panjangnya 25-35 cm (10-
14 inci).
Dinding ureter terdiri atas otot polos yang di persarafi oleh saraf simpatis dan
saraf parasimpatis serta plexus neuron dan saraf-saraf intramural sepanjang ureter.
Seperti otot polos visceral lainnya, kontraksi peristaltic pada ureter di perkuat oleh
rangsang parasimpatis dan dihambat oleh rangsang simpatis.
Ureter memasuki kandung kemih melalui otot detrusor di dalam are trigonum
kandung kemih. Biasanya ureter berjalan miring sepanjang beberapa sentimeter
ketika melewati dinding kandung kemih. Tonus normal otot detrusor didalam
kandung kemih cenderung akan menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran
baik (reflus) urine dan kandungan kemih ketika tekanan di dalam kandung kemih
meningkat selama miksi atau selama kompresi kandung kemih. Setiap gelombang
peristaltic di sepanjang ureter meningkatkan tekanan di dalam ureter sehingga darah
yang menuju kandung kemih membuka dan memungkinkan aliran urine ke dalam
kandung kemih.
Pada beberapa orang, jarak yang ditempuh ureter didalam dinding kandung
kemih lebih pendek dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama miksi
tidak selalu menyebabkan oklusi ureter yang lengkap. Sebagai akibatnya, sebagian
urine dalam kandung kemih didorong ke belakang kearah ureter, kondisi ini disebut
refluks vesikoureter. Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter dan
jika berat, dalam meningkatkan tekanan dalam kalises ginjal, dan stuktur medulla
ginjal, menyebabkan kerusakan di daerah ini.
B. Refleks Miksi
Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dikirimkan ke segmen
sakralis dari medulla spinalis melalui nervus pelvikus, dan kemudian dikembalikan
secara reflex ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis dengan
menggunakan persarafan yang sama.
Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi miksi ini biasanya akan
berelaksasi secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke nilai dasar. Ketika kandung kemih terus
terisi, reflex miksi menjadi semakin sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor
yang lebih kuat.
Sekali reflex miksi dimulai, reflex ini bersifat regenerasi sendiri. Artinya
kontraksi awal kandungkemih akan mengaktifkan reseptor regang yang menyebabkan
peningkatan impuls sensorik yang lebih banyak dari kandung kemih dan uretra
posterior, sehingga menyebabkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih
selanjutnya; jadi siklus ini akan berulang terus- menerus sampai kandung kemih
mencapai derajat kontraksi yang cukup kuat. Kemudian setelah beberapa detik
sampai lebih dari semenit, reflex yang beregenerasi sendiri ini mulai kelelahan dan
siklus regenerative pada reflex miksi menjadi terhenti, memungkinkan kandung
kemih berelaksasi.
Jadi reflex miksi merupakan siklus yang lengkap yang terdiri atas (1) kenaikan
tekanan secara cepat dan progresif, (2) periode tekanan menetap, (3) kembalinya
tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal. Bila reflex miksi yang telah menjadi
tidak mampu mengosongkan kandung kemih, persarafan pada reflex ini biasanya
akan tetap, dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit hingga 1 jam atau lebih,
sebelum terjadi reflex miksi berikutnya. Bila kandung kemih terus-menerus diidi akan
terjadi reflex miksi yang semakin sering dan semakin kuat.
Bila reflex miksi sudah cukup kuat, akan memicu reflex lain yang berjalan
melalui nerfus pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibis ini
lebih kuat didalam otak daripada sinyak konstiktor volunteer ke sfingter eksterna,
maka akan terjadi pengeluaran urine. Jika tidak, pengeluaran urine tidak akan terjadi
hingga kandung kemih terus terisi dan reflex miksi menjadi lebih kuat lagi.
C. Fasilitasi atau Inhibisi Proses Miksi Oleh Otak
Refleks miksi adalah reflex medulla spinalis yang bersifat otonom, tetapi dapat
dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi (1) pusat fasilitasi dan
inhibisi kuat dibatang otak, terutama terletak di pons, dan (2) beberapa pusat yang
terletak di korteks serebri yang terutama bersifat inhibisi tetapii dapat berubah
menjadi eksitasi.
Refleks miksi merupakan penyebab dasar berkemik, tetapi biasanya pusat yang
lebih tinggi yang akan melakukan kendali akhir untuk proses miksi sebagai berikut:
a. Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks miksi tetap terhambat sebagian,
kecuali bila miksi diinginkan.
b. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah miksi, bahkan jika terjadi refleks
miksi, dengan cara sfingter kandung kemih ekstrena melakukan kontraksi
tonik hingga saat yang tepat datang.
c. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat menfasilitasi pusat miksi
sacral untuk membantu memulai reflesk miksi dan pada saat yang sama
menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urine dapat terjadi.
Pengeluaran urine secara volunteer biasanya dimulai dengan cara berikut: Mula-
mula, orang tersebut secara volunteer mengontrasikan otot perutnya, yang akan
meningkatkan tekanan didalam kandung kemih dan memumngkinkan urine tambahan
memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior akibat tekanan, sehingga
mereganggkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan
refleks miksi dan sekaligus menghambat sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh
urine akan dikeluarkan dan menyisakan tidak lebih dari 5-10 ml urine didalam
kandung kemih.
2.4 Pembentukan Urine
Proses pembentukan urine dibagi menjadi tiga tahap yaitu proses filtrasi
glomerulus, reabsorbsi zat dari tubulus renalis ke dalam darah , sekresi zat dari darah
ke tubulus renalis.
Pada umumnya dalam pembentukan urin reabsorbsi tubulus secara kuantitatif
lebih penting dari pada sekresi tubulus, tetapi sekresi berperan penting dalam
menentukan jumlah ion kalium dan hidrogen serta beberapa zat lain yang
diekskresikan dalam urine. Sebagian besar zat yang harus dibersihkan dari darah,
terutama produk akhir metabolism seperti ureum, kreatinin, asam urat, dan garam-
garam asam urat direabsorbsi sedikit sehingga akan diekskresikan dalam jumlah besar
kedalam urine.Zat asing dan obat-obatan tertentu juga direabsorbsi sedikit, tetapi
selain itu, disekresi dari darah ke dalam tubulus sehingga laju ekskresinya tinggi.
Sebaliknya, elektrolit seperti antrium, klorida, dan bikarbonat direabsorpsi dalam
jumlah besar, sehinga hanya sejumlah saja yang tampak dalam urine. Zat nutrisi
tertentu seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi seluruhnya oleh tubulus dan
tidak muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler
glomerulus.
Setiap proses filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur
menurut kebutuhan tubuh. Sebagai contoh jika terdapat kelebihan natrium dalam
tubuh, laju filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan
direabsorbsi, sehingga menyebabkan peningkatan ekskresi natrium urine
Untuk sebagian besar zat, laju flitrasi dan reabsorbsi relative sangat besar
dibandingkan laju ekskresi. Oleh karena itu, sedikit perubahan pada proses filtrasi
atau reabsorbsi dapat menyebabkan perubahan yang relative besar dalam ekskresi
ginjal. Sebagai contoh, kenaikan lahu filtrasi glomerulus (LFG) yang hanya 10%
(dari 190 menjadi 198L/hari) akan meningkatkan volume urine 13 kali lipat (dari 1,5
menjadi 19,5 L/hari) jika reabsorbsi tubulus tetap konstan. Pada kenyataannya,
perubahan filtrasi glomerulus dan reabsorbsi tubulus selalu bekerja dengan cara yang
terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan ekskresi ginjal yang sesuai.
Mengapa sejumlah besar zat terlarut yang difiltrasi kemudia direabsorsi
oleh ginjal??
Salah satu keuntungan dari LFG yang tinggi yaitu membuat ginjal mampu
menyingkirkan produk sisa dari tubuh dengan cepat, yang terutama bergantung pada
filtrasi glomerulus untuk ekskresinya. Kebanyakan produk sisa tersebut direabsorbsi
sedikit oleh tubul dengan cepat, yang terutama bergantung pada filtrasi glomerulus
untuk ekskresinya. Kebanyakan produk sisa tersebut direabsorbsi sedikit oleh tubulus
dan oleh karena itu bergantung pada LFG yang tinggi untuk penyingkiran yang
efektif dari tubuh. Keuntungan kedua dari LFG yang tinggi yaitu menyebabkan
semua cairan tubuh dapat difiltrasi dan diproses lebih sering oleh ginjal setiap hari.
LFG yang tinggi dapat menyebabkan ginjal mampu mengatur volume dan komposisi
cairan tubuh secara tepat dan cepat.
2.4.1 Filtrasi
Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir
bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Seperti kebanyakan
kapiler, kapiler glomerulus juga relative impermeable terhadap protein, sehingga
cairan hasil filtrasi yang disebut filtrate glomerulus pada dasarnya bersifat bebas
protein dan tiding menganding elemen selular termasuk sel darah merah.
Konsentrasi filtrat glomerulus lainnya termasuk sebagian besar garam dan
molekul organik serupa dengan konsentrasinya dalam plasma. Pengecualian terhadap
keadaan umum ini ialah beberapa zat dengan berat molekul ringan, seperti kalsium
dan asam lemak, yang tidak difiltrasi secara bebas karena zat tersebut sebagian terikat
pada protein plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula
Bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan ini mengalami perubahan akibat
adanya reabsorbsi air dan zat terlarut spesifik kembali ke dalam darah atau sekresi
zat-zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus.
Kemampuan Filtrasi Zat Terlarut Berbanding Terbalik dengan Ukurannya
Membran kapiler glomerulus lebih tebal dibandingkan kebanyakan membran
kapiler lainnya, tetapi juga jauh lebih berpori-pori. Hal inilah yang mengakibatkan
kemampuan menyaring cairan dengan kecepatan yang tinggi. Meskipun laju
filtrasi tinggi, sawar filtrasi glomerulus bersifat selektif dalam menentukan
molekul yang akan difiltrasi, berdasarkan ukuran dan muatan listriknya.
Elektrolit seperti natrium dan senyawa organik yang kecil seperti glukosa, akan
difiltrasi secara bebas. Bila berat molekulnya mendekati berat molekul albumin,
kemampuan filtrasi akan menurun secara cepat.
Molekul Besar yang Bermuatan Negatif Lebih Sukar Difiltrasi Dibandingkan dengan
Molekul Bermuatan Positif dengan Ukuran yang Sama.

Diameter molekul protein plasma albumin kira-kira hanya 6 nanometer,


sedangkan pori-pori membran glomerulus diperkirakan sekitar 8 nanometer (80
angstrom). Namun, filtrasi albumin terbatas, karena adanya muatan negatif dan
tolakan elektrostatik yang dihasilkan oleh muatan negatif proteoglikan dinding kapiler
glomerulus.
Dekstran merupakan polisakarida yang dapat dibentuk menjadi molekul
netral atau molekul bermuatan positif atau negative. Perhatikan berapa pun
ukuran jari-jari molekul tersebut, molekul dengan muatan posited lebih mudah
difiltrasi dibandingkan dengan molekul bermuatan negative. Dekstran netral juga
lebih mudah difiltrasi dibandingkan dekstran bermuatan negatif dengan berat
molekul yang sama. Penyebab perbedaan kemampuan filtrasi ini ialah muatan
negatif pada membran basalis dan podosit yang merupakan cara penting untuk
menyaring molekul bermuatan negatif yang besar termasuk protein plasma.
A. Kontrol Fisiologis terhadap Filtrasi Glomerulus dan Aliran Darah Ginjal
Ginjal Penentu LFG yang paling bervariasi dan menjadi control fisiologis
adalah tekanan hidrostatik glomerulus dan tekanan osmotik koloid di kapiler
glomerulus. Selanjutnya variabel-variabel ini dipengaruhi oleh system saraf simpatis,
hormon, dan autakoid (zat vasoaktif yang dilepaskan dalam dan bekerja secara lokal)
dan kontrol umpan balik lainnya yang bersifat intrinsik terhadap ginjal..
Penurunan LFG Akibat Aktivasi Sistem Saraf Simpatis
Pada dasarnya semua pembuluh darah ginjal, termasuk arteriol aferen dan eferen,
kaya akan persyarafan serat simpatis. Aktivasi saraf simpatis ginjal yang kuat dapat
mengakibatkan konstriksi arteriol ginjal dan menurunkan aliran darah ginjal serta
LFG. Rangsang simpatis ringan atau sedang memberikan pengaruh yang kecil
pada aliran darah ginjal dan LFG. Saraf simpatis ginjal tampaknya berperan penting
dalam rnenurunkan LFG selama ganggu·an akut berat, yang berlangsung selama
beberapa merit, beberapa jam, seperti yang ditimbulkan oleh reaksi pertahanan,
iskemia otak, atau perdarahan hebat. Pada orang sehat dalam keadaan istirahat,
tampaknya tonus sirnpatis hanya akan memberi sedikit pengaruh terhadap aliran
darah ginjal.
Kontrol Hormonal dan Autakoid pada Sirkulasi Ginjal

Beberapa hormon dan autakoid dapat memengaruhi LFG dan aliran darah
ginjal Diantaranya yaitu norepinefrin, epinefrin, dan endotelin dan menyebabkan
konstriksi pembuluh darah ginjal dan menurunkan LFG. Hormon yang
mengakibatkan kontriksi arteriol dan eferen sehingga menyebabkan penurunan
LFG dan aliran darah ginjal, antara lain ialah norepinefrin d an ep i nefrin yang jika
dilepaskan dari medula adrenal. Pada umumnya kadar hormone-hormon tersebut
dalam darah sejajar dengan aktivitas system saraf simpatis; jadi norepinefrin dan
epinefrin hanya member sedikit pengaruh pada hemodinamika ginjal kecuali dalam
kondisi yang ekstrem, seperti pendarahan hebat.

Vasokonstriktor lain, yaitu endotelin, adalah suatu peptida yang dapat


dilepaskan oleh sel endotel vascular ginjal atau jaringan lain yang rusak. Peran
fisiologis autakoid ini tidak seluruhnya dimengerti. Namun jika pembuluh darah
terpotong, sehingga endotel rusak dan melepaskan endotelin, maka vasokonstriktor
kuat ini dapat membantu hemostasis (mengurangi kehilangan darah). Kadar endotelin
dalam plasma juga meningkat pada keadaan sakit tertentu yang disertai dengan
cedera vascular, seperti toksemia pada kehamilan, gagal ginjal akut, dan uremia
kronis, serta mungkin berperan dalam proses vasokonstriksi ginjal dan menurunkan
LFG pada beberapa keadaan yang patofisiologis.
B. Autoregulasi LFG dan Aliran Darah Ginjal.
Mekanisme umpan balik intrinsik terhadap ginjal dapat mempertahankan
aliran darah ginjal dan LFG agar relatif konstan, walaupun terjadi perubahan
tekanan darah arteri yang nyata. Mekanisme ini tetap berfungsi pada ginjal yang
telah diangkat dari tubuh tetapi masih mendapat darah, dan bebas dari pengaruh
sistemik. LFG dan aliran darah ginjal yang relatif konstan ini disebut autoregulasi
Fungsi utama autoregulasi aliran darah pada banyak jaringan lain selain ginjal
adalah untuk mempertahankan oksigen d an bahan nutrisi lain dalam kadar
normal, dan mem buang produk sisa metabolism, walaupun terjadi perubahan pada
tekanan arteri. Pada ginjal, aliran darahnya jauh lebih tinggi daripada yang
dibutuhkan untuk fungsi ini. Fungsi utama autoregulasi ginjal yaitu rnempertahankan
LFG agar relatif konstan dan memungkinkan kontrol yang tepat terhadap ekskresi
air dan zat terlarut oleh ginjal.
LFG biasanya tetap diautoregulasi (agar tetap relative konstan), walaupun
terjadi fluktuasi tekanan arteri selama aktivitas yang biasa dilakukan oleh seseorang.
Sebagai contoh, penurunan tekanan arteri sampai 75 mm Hg atau peningkatan
sampai 160 mmHg biasanya akan mengubah LFg kuran dari 10%. Pada umumnya,
aliran darah ginjal diautoregulasi parallel dengan LFG, tetapi autoregulasi LfG lebih
efisien pada kondisi tertentu.
C. Autoregulasi Miogenik Aliran Darah Ginjal dan LFG

Mekanisme lain yang membantu mempertahankan aliran darah ginjal


dan LFG agar relatif konstan adalah kemampuan setiap pembuluh darah untuk
menahan regangan yang terjadi selama kenaikan tekanan arteri, fenomena ini
disebut mekanisme miogenik. Penelitian pada pembuluh darah (terutama arteriol
kecil) di seluruh tubuh telah menunjukkan bahwa pembuluh tersebut berespons
terhadap peningkatan tegangan dinding atau regangan dinding dengan cara
mengontraksikan otot polos vaskular. Regangan dinding vaskular memudahkan
peningkatan pergerakan ion kalsium dari cairan ekstrasel ke dalam sel, menyebabkan
pembuluh berkontraksi. Kontraksi ini mencegah regangan yang berlebihan pada
pembuluh, dan pada waktu yang bersamaan, melalui kenaikan tahanan vascular,
membantu mencegah kenaikan aliran darah ginjal dan LFG yang berlebihan ketika
tekanan arteri meningkat.
Meskipun mekanisme miogenik mungkin bekerja pada sebagian besar
anteriol di seluruh tubuh, arti pentingnya terhadap autoregulasi aliran darah ginjal
dan LFG dipertanyakan oleh beberapa ahli fisiologi, karena mekanisme yang
sensitif-tekanan ini tidak mempunyai cara untuk langsung mendeteksi perubahan
aliran darah ginjal atau LFG. Namun demikian, mekanisme ini mungkin lebih
penting dalam melindungi ginjal dari kerusakan akibat hipertensi. Sebagai jawaban
peningkatan tekanan darah mendadak, respons konstriktor miogenik di arteriola
aferen terjadi dalam beberapa detik dan oleh karena itu melemahkan penghantaran
peningkatan tekanan arteri ke kapiler glomerulus.

2.4.2 Reabsorbsi

2.4.3 Sekresi

2.5 Peranan Ginjal


Ginjal merupakan salah satu organ urinary yang memiliki banyak fungsi
diantaranya yaitu untuk membersihkan tubuh dari bahan-bahan sisa makanan atau
yang diproduksi oleh metabolism. Fungsi kedua merupakan fungsi yang sangat
penting, yaitu untuk mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Untuk air dan
hampir semua eleltrolit dalam tubuh, keseimbangan antara asupan makanan atau
produksi metabolok, serta keluaran (hasil dari eksresi atau konsumsi metabolic)
sebagian besar dipertahankan oleh ginjal. Fungsi pengaturan oleh ginjal ini
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam dalam yang diperlukan sel untuk
melakukan aktivitasnya.
Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting dengan cara menyaring
plasma dan memisahkan zat dari filtrate dengan kecepatan yang bervariasi,
bergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal membuang zat-zat yang tidak
diinginkan dari filtrate dengan cara mengeskresikannya kedalam urine, sementara zat
yang dibutuhkan dikembalikan ke dalam darah. Ginjal menjalankan banyak fungsi
homestatik yang penting, antara lain:
a. Eksresi produk sisa metabolic dan bahan kimia asing
Ginjal merupakan cara utama utauk membuang produk sisa metabolism yang
tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi ureum (dari metabolism
asam amino), kreatinin (dari Kreatin otot), asam urat (dari nukleat), produk akhir
pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit berbagai hormone. Produk-
produk sisa ini harus dibersihkan dari tubuh secepat produksinya. Ginjal jga
membuang sebagian besar toksin dan zat asing lainnya yang diproduksi oleh tubuh
atau dimakan, seperti pestisida, obat-obatan, dan zat aditif makanan
b. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit
Untuk mempertahankan homeostasis, eksresi air dan elektrolit harus tepat
sesuai dengan asupannya. Jika asupan melebihi eksresi, jumlah zat tersebut dalam
tubuh akan meningkat. Jika asupan kurang dari ekskresi , jumlah zat tersebut dalam
tubuh akan berkurang.
Asupan air dan banyak elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan makan
dan minum seseorang, sehingga mengharuskan ginjal untuk mengatur kecepatan
ekskresinya sesuai dengan asupan berbagai macam zat.
Kapasitas ginjal sangat besar untuk mengubah eksresi natriumnya sebagai
respon terhadap perubahan asupan natrium, Penelitian eksperimental telah
menunjukkan bahwa pada banyak orang, asupan natrium dapat ditingkatkan hingga
1500 mEq/hari atau diturunkan hingga 10 mEq/hari dengan perubahan volume cairan
ekstrasel atau perubahan konsentrasi natrium plasma yang relative kecil. Hal ini juga
berlaku untuk air dan sebagian besar elektrolit lainnya, seperti ion klorida, kalium,
natrium, kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat.
c. Pengaturan tekanan arteri
Ginjal berperan penting dalam mengatur tekanan arteri jangka panjang dengan
mengeksresikan sejumlah natrium dan air. Selain itu, ginjal turut mengatur tekanan
arteri jangka pendek dengan menyekresikan hormon dan factor atau zat vasoaktif,
(misalnya renin), yang menyebabkan pembentukan produk vasoaktif (misalnya
angiotensin II).
d. Pengaturan keseimbangan asam basa
Ginjal turut mengatur asam basa, bersama dengan paru dan system penyangga
cairan tubuh, dengan cara mengeksresikan asam dan mengatur simpanan dapar cairan
tubuh. Ginjal merupakan satu-satunya cara untuk membuang jenis asam tertentu dari
tubuh, seperti asam sulfuric dan asam fosforik yang dihasilkan dari metabolism
protein.
e. Pengaturan pembentukan eritrosit
Ginjal menyekresikan eritropoietin, yang merangsang pembentukan sel darah
merah dari sel induk hematopoietic di sumsum tulang. Salah satu rangsang penting
untuk sekresi ini oleh ginjal adalah hipoksia. Pada manusia normal, ginjal
menghasilkan hampir semua eritopoetin yang disekresi ke dalam sirkulasi. Pada
orang dengan penyakit ginjal berat atau yang ginjalnya telah diangkat dan
menggunakan hemodialisism timbul anemia berat sebagai hasil dari penurunan
produksi eritropoietin.
f. Glukoneogenesis
Ginjal menyintesis glukosa dari asam amino dan precursor lainnya selama
masa puasa yang panjang, proses ini disebut dnegan glukoneogenesis. Kapasitas
ginjal untuk menambahkan glukosa pada darah selama masa puasa yang pangjang
dapat menyaingi hati.
Pada penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal akut, fungsi homeostatic ini
terganggu dan kemudian terjadi abnormalitas komposisi dan volume cairan tubuh
yang berat dan cepat. Pada gagal ginjal total, dalam beberapa hari saja dapat terjadi
akumulasi kalium, asam, cairan, dan zat-zat lainnya dalam tubuh sehingga
menyebabkan kematian dalam beberapa hari, kecuali jika ada intervensi klinis seperti
hemodialisi dimulai untuk memulihkan paling tidak sebagian, keseimbangan cairan
tubuh dan elektrolit.

2.6 Pengaturan Ginjal Terhadap Kalium


Konsentrasi kalium cairan ekstraselular normal diatur dengan tepat kira-
kira 4,2 mEq/L, sangat jarang terjadi kenaikan atau penurunan lebih dari ±
0,3 mEq/L. Pengaturan yang tepat ini dinilai perlu karena banyak fungsi sel
yang sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi kalium cairan ekstraselular.
Sebagai ccntoh, peningkatan konsentrasi plasma hanya sebesar 3 hingga 4
mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, dan konsentrasi yang lebih tinggi
lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung.
Kesulitan khusus dalam mengatur konsentrasi kalium ekstraselular karena lebih
dari 98 persen kalium tubuh tot al terkandung di dalam sel dan hanya 2 persen
dalam cairan ekstraselular. Kegagalan untuk membuang dengan tepat cairan
ekstrakselular yang mengandung kalium yang dimakan d apat menyebabkan
hiperkalemia. Demikian juga kehilangan sedikit kalium dari cairan ekstraselular
dapat menyebabkan hipokalemia yang berat bila tidak ada respons kompensasi
yang cepat dan tepat. Pemeliharaan imbangan antara asupan dan keluaran
kalium terutama bergantung pada ekskresi ginjal karena jumlah yang
diekskresikan dalam feses hanya sekitar 5-10 % dari asupan kalium. Oleh
karena itu, pengaturan imbangan kalium yang normal membutuhkan penyesuaian
ginjal terhadap ekskresi kaliumnya dengan cepat dan tepat sebagai jawaban atas
variasi asupan yang besar, seperti juga yang terjadl pada kebanyakan elektrolit
lain.
Pengaturan distribusi kalium antara kompartemen ekstrasel dan intrasel juga
berperan penting dalam homeostasis kalium. Oleh karena lebih dari 98% kalium
tubuh total terdapat dalam sel, sel-se.l tersebut dapat menjadi tempat penampungan
kelebihan kali.um cairan ekstraselular selama hiperkalemia atau menjadi sumber
kalium pada hipokalemia. Oleh karena itu, redistribusi kalium antara
kompartemen cairan ekstraselular dan intraselular merupakan garis pertahanan
pertama terhadap perubahan konsentrasi kalium dalam cairan ekstraselular.
Ekskresi kalium ginjal ditentukan oleh jumlah ketiga proses berikut: (1)
laju filtrasi kalium (LFG d ik a lik a n konsentrasi kalium plasma), (2) laju
reabsorpsi kalium oleh tubulus, dan (3) laju sekresi kalium oleh tubulus. Penurunan
LFG yang hebat pada penyakit ginjal tertentu dapat menyebabkan akumulasi
kalium yang berbahaya dan terjadinya hiperkalemia. Sekitar 65% dari kalium yang
difiltrasi akan direabsorbsi di tubulus proksimal. Sekitar 25-30% sisanya
direabsorbsi di ansa Henle, terutama pada segmen tebal pars asendens tempat kalium
mengalami ko-transport aktif dengan natrium dan klorida. Baik ditubulus proksimal
dan ansa henle, fraksi beban kalium yang difiltrasi, akan direabsorbsi dalam jumlah
relative konstan. Perubahan reabsorbsi kalium pada segmen-segmen ini dapat
mempengaruhi eksresi kalium, tetapi sebagian besar variasi ekskresi kalium dari hari
ke hari tidak disebabkan oleh perubahan reabsorpsi di tubulus proksimal atau ansa
henle.
2.7 Pengaturan Ginjal terhadap Kalsium
Konsentrasi ion kalsium cairan ekstraselular normalnya diatur dengan ketat
dalam beberapa persentase dari nilai normalnya, 2,4 mEq/L. Bila konsentrasi ion
kalsium turun hingga kadar yang rendah (hipokaisemia), kepekaan sel-sel saraf clan
otot sangat meningkat clan pada beberapa keadaan ekstrem, dapat mengakibatkan
tetani hipokalsemik. Keadaan ini ditandai oleh kontraksi spastis otot rangka.
Hiperkalsemia (peningkatan konsentrasi kalsium) menekan kepekaan neuromuskular
dan dapat mengakibatkan aritmia jantung.

Sekitar 50 persen kalsium total dalam plasma (5 mEq/L) berada dalam bentuk
terionisasi, yaitu benttuk yang memiliki aktivitas biologis pada membran sel.
Sisanya terikat pada protein plasma (sekitar 40 persen) atau dalam ikatan komples
dalam bentuk nonionisasi dengan anion-anion seperti fosfat dah sitrat (sekitar 10 %).
Perubahan konsentrasi ion hidrogen plasma dapat memengaruhi derajat ikatan
kalsium dengan protein plasma . Pada asidosis lebih sedikit kalsium berikatan
dengan protein plasma. Sebaliknya, pada alkalosis, sebagian besar kalsum terikat
pada protein plasma. Oleh karena itu, pasien dengan alkalosis lebih rentan
terhadap tetani hipokalsemik.
Kontrol Ekskresi Kalsium oleh Ginjal
Kalsium difiltrasi dan direabsorbsi oleh ginjal tetapi tid ak disekresikan.
Hanya sekitar 50% kalsium plasma yang terionisasi dan sisanya terikat pada
protein plama atau dalam kompleks dengan anion seperti fosfat Oleh karena itu
hanya sekitar 50 % kalsium plasma dapat difiltrasi glomerulus. Normalnya sekitar
99% kalsium yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus, dan hanya sekitar 1 %
kalsium yang difiltrasi akan diekskresikan. Sekitar 65% kalsium yang difiltrasi akan
direabsorbsi tubulus proksimal, 25-30% direabsobsi di ansa Henle, dan 4-9 persen
direabsorbsi di tubulus distal dan tubulus koligens. Pola reabsorpsi ini mirip
dengan pola reabsorpsi pada natrium.
Seperti ha1nya ·dengan ion-ion lain, ekskresi kalsium disesuaikan dengan
kebutuhan tubuh. Dengan peningkatan asupan kalsium, terdapat juga peningkatan
ekskresi kalsium ginjal, walaupun sebagian besar peningkatan asupan kalsium
dibuang dalam feses. Dengan hilangnya kalsium, ekskresi kalsium oleh ginjal
menurun sebagai akibat dari peningkatan reabsorpsi tubulus.
Pengaturan Ekskresi Fosfat Ginjal

2.8

Anda mungkin juga menyukai