Anda di halaman 1dari 5

NAMA : WAHYUDI YUSUP

NIM : 1804130061
PRODI : MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF
MATA KULIAH : MANAJEMEN OPERASIONAL & PRODUKSI

ECONOMIC ORDER QUANTITY, SAFETY STOCK & REORDER POINT


A. Pengertian Economic Order Quantity
Pada proses produksi merubah sesuatu yang tidak bernilai atau non value added
menjadi bernilai atau value added (Sulaiman & Nanda, 2015). Dalam industri
manufaktur, produksi menjadi hal yang sangat terpenting. Jika dalam proses produksi
terdapat kendala maka dapat mempengaruhi tingkat produktivitas suatu industry (Fauzi
& Hartono, 2019). Sedangkan, produktivitas merupakan salah satu tolak ukur
perusahaan untuk mendapatkan keuntungan sesuai tujuan. Agar tujuan perusahaan
dapat tercapai sangat diperlukan strategi yang tepat (Indah & Maulida, 2018).
Untuk menghindari biaya besar yang ditimbulkan dari persediaan bahan baku,
dapat digunakan beberapa metode diantaranya Economic Order Quantity (EOQ).
Economic Order Quantity adalah perhitungan yang digunakan untuk menentukan
kuantitas pesanan perusahaan, metode ini bisa digunakan dalam mengetahui kuantitas
bahan baku yang ekonomis pada setiap kali pemesan sehingga dapat meminimalkan
biaya persediaan. Persediaan akan terus dilakukan secara continue demi
keberlangsungan dari proses produksi perusahaan dan sampai pada saat proses
pemesanan lagi sehingga datangnya material yang dipesan sesuai dengan keinginan
atau tepat waktu (safety stock). Reorder point adalah waktu yang dibutuhkan
perusahaan harus mengadakan pemesanan bahan dasar kembali dalam jangka waktu
tertentu, sehingga datangnya pesanan tersebut tepat dengan habisnya bahan baku yang
di beli. Dengan begitu ketiga model tersebut sangat diperlukan untuk mengendalikan
persediaan dalam sebuah perusahaan (Han, Fajrin, & Slamet, 2016).
Economic Order Quantity merupakan cara perhitungan stock barang untuk
manajemen persediaan agar perusahaan dapat terhindar dari penumpukan stock barang,
penumpukan stok barang bisa saja didapat dari bahan baku, barang yang bernilai tinggi
akibatnya penumpukan stok dari total biaya produksi atau harga pokok produksi yang
dapat diperoleh sangat tinggi secara keseluruhannya.
Menurut Adi Saputro (2010:221) Pengertian Economic Order Quantity adalah
sejumlah pembelian bahan baku mentah yang optimal dengan biaya yang rendah
(ekonomis) tetapi tidak mengakibatkan kekurangan bahan mentah.
Economic Order Quantity (EOQ) merupakan suatu metode pembelian material
optimal yang dilakukan pada setiap kali pembelian dengan meminimalkan biaya
persediaan. Tujuan dari model ini adalah menentukan jumlah setiap kali pemesanan,
sehingga diperoleh biaya total persediaan yang biasa disebut biaya pemesanan
minimum. (Hartini, 2010)
Penyebab resiko penumpukan stock salah satunya terjadi karena terlalu lama
barang yang disimpan digudang bahkan sampai kualitas barang yang berkurang bagi
konsumen. Dalam economic order quantity terdapat dua faktor yang harus kita
perhatikan untuk penyimpanan barang terdiri dari faktor resiko dan biaya, biasanya
biaya didapat dari biaya jaminan barang, biaya asuransi atau biaya tenaga karyawan
dan resiko didapat dari barang yang rusak bahkan sampai barang hilang yang
merugikan perusahaan.
B. Safety Stock dan Reorder Point
Safety stock merupakan kemampuan perusahaan untuk menciptakan kondisi
persediaan yang selalu aman atau penuh pengamanan dengan harapan perusahaan tidak
akan pernah mengalami kekurangan persediaan. Sedangkan menurut Joel G. Seagel dan
Jae K. Shim safety stock adalah persediaan tambahan yang disiapkan sebagai proteksi
terhadap kemungkinan habisnya persediaan.
Demand sangat dipengaruhi oleh perilaku pelanggan. Noviyarto (2010)
mengungkapkannya pada kasus permintaan paket layanan data CDMA, di mana tingkat
permintaan paket layanan tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku pelanggannya.
Perilaku pelanggan yang tidak konsisten dalam pemakaian produk akan menyebabkan
permintaan terhadap produk tersebut menjadi tidak stabil. Dengan demikian perusahaan
perlu menetapkan tingkat layanan atau tingkat pemenuhan terhadap kebutuhan
pelanggan (service level), sehingga kondisi tersebut dapat diantisipasi. Service level
digunakan dalam manajemen rantai pasokan dan manajemen persediaan untuk
mengukur kinerja kebijakan penambahan persediaan.
Leadtime sangat dipengaruhi oleh perilaku pemasok dan pihak-pihak lain yang
terkait dengan pengiriman barang, seperti transportir. Di samping itu juga dipengaruhi
oleh kondisi lalu lintas, baik darat, laut maupun udara, kebijakan pemerintah serta
lingkungan-lingkungan eksternal lainnya yang pada umumnya sulit untuk
dikendalikan. Dengan demikian leadtime juga akan menjadi faktor yang sangat tidak
pasti dalam hal pengadaan barang.
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa demand dan leadtime sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor eksternal yang sulit dikendalikan karena berada di luar lingkungan
dan tanggung jawab perusahaan. Meskipun demikian, kedua kondisi tersebut sangat
mungkin untuk dipastikan jika perusahaan mau menggunakan strategi atau cara-cara
tertentu dalam mengelola pesanan (order) dari pelanggan dan pengadaan (procurement)
kepada pemasoknya.
Menurut Heizer (2010) safety stock merupakan persediaan minimal yang harus
disiapkan untuk mengantisipasi adanya perbedaan antara peramalan dan permintaan
aktual. Safety stock dapat digunakan untuk menghadapi keterlambatan material dari
supplier, peningkatan demand yang tidak terduga dan terjadinya breakdown mesin
produksi.
Menurut Kasmir dan Jakfar terdapat beberapa factor penentu dalam menghitung
besarnya safety stock yaitu antara lain.
1. Penggunaan bahan baku rata-rata
2. Factor waktu
3. Biaya yang digunakan

Menurut Farah Margaretha bahwa factor-faktor yang mempengaruhi besarnya


safety stock ialah.

1. Sulit atau tidaknya bahan atau barang tersebut itu diperoleh


2. Kebiasaan pemasok menyerahkan barang atau bahan
3. Besar atau kecilnya jumlah barang atau bahan yang dibeli setiap saat, dan
4. Sering atau tidaknya mendapatkan pesanan mendadak

Adapun pengertian dari reorder point adalah titik dimana suatu perusahaan atau
institusi bisnis harus memesan barang atau bahan guna menciptakan kondisi persediaan
yang terus terkendali.

Menurut Adi Saputro (2010:224) Pengertian Reorder Point adalah saat atau titik
dari dimana harus diadakan pemesanan kembali sehingga kedatangan material yang
dipesan tepat waktu.
Menurut Heizer (2010), menghitung titik pemesanan kembali bahan baku dapat
dilakukan dengan mengalikan tingkat rata-rata penggunaan bahan baku dengan
tenggang waktu (lead time) ditambah dengan persediaan pengaman (Safety Stock)

Sebagai catatan tambahan bagi manajer keuangan dan produksi adalah


memahami kondisi bisnis dan terus melakukan serta menerapkan “prodential
principle” atau prinsip kehati-hatian. Termasuk bersikap tegas dalam menerapkan
keputusan menghentikan salah satu komponen bisanis, jika memang dianggap tentunya
didasarkan oleh alasan-alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara
business concept, baik jangka pendek maupun jangka Panjang (Irham Fahmi 2016).

Dalam konteks alasan tersebut stice dan Skousen mengatakan “Manajemen dapat
memutuskan untuk menghentikan salah satu kompenen bisnis karena berbagai alasan,
misalnya:

1. Komponen tersebut mungkin tidak menguntungkan


2. Komponen tersebut mungkin tidak sesuai dengan rencana jangka Panjang
perusahaan
3. Manajemen membutuhkan dana untuk mengurangi utang jangka panjang atau
untuk mengembangkan area bisnis yang lain
4. Manajemen mungkin khawatir akan pengambilalihan oleh investor baru yang ingin
mengendalikan perusahaan.

Reorder point merupakan tingkat persediaan yang memicu tindakan untuk


mengisi stok persediaan tertentu, atau jumlah minimum dari barang yang disimpan
perusahaan sebelum melakukan pemesanan kembali (Monk & Wagner, 2009). Jika
leadtime tidak ada, maka reoder point menjadi nol, sehingga persediaan akan menjadi
penuh kembali di saat yang sama. Faktanya, tidak pernah ditemukan leadtime nol,
artinya selalu ada jeda waktu dari tanggal pemesanan barang dan tanggal saat barang
tersebut diterima.

Beberapa literatur telah memformulasikan cara penentuan safety stock dan


reorder point, namun hanya membatasi pada kondisi tertentu saja. Russel dan Taylor
(2011) hanya memformulasikan untuk kondisi demand yang bervariasi dan leadtime
yang tetap. Demikian pula pada literaturliteratur lainnya (Heizer & Render, 2011;
Ristono, 2014; Rangkuti, 2015) hanya membatasi pada kondisi tersebut. Pada
kenyataannya, kedua parameter tersebut bisa tetap ataupun bervariasi.
Berdasarkan hal tersebut, perlu diformulasikan cara penentuan safety stock dan
reorder point berdasarkan kondisi demand dan leadtime. Kombinasi yang berbeda dari
kedua parameter tersebut akan menghasilkan formulasi yang berbeda pula sehingga
perusahaan dapat menerapkan formulasi yang tepat sesuai dengan kondisi yang ada.

Persediaan pengaman (safety stock) sangat diperlukan oleh perusahaan untuk


menghindari masalah stock out maupun keterlambatan datang atas bahan baku yang
diperlukan saat proses produksi berlangsung. Untuk menghilangkan kerugian yang
ditimbulkan oleh stock out perusahaan membuat stok pengaman.Dalam melakukan
perhitungan persediaan pengaman tentu harus perlu diperhatikan biaya penyimpanan.

Reorder point (ROP) atau pemesanan kembali merupakan kegiatan yang akan
dilakukan oleh perusahaan saat kebutuhan bahan baku dibutuhkan kembali untuk proses
produksi. Perhitungan ROP sangat penting dilakukan, karena dalam proses pemesanan
barang terdapat waktu tunggu (lead time) yaitu suatu kondisi dimana barang yang akan
dipesan tidak bisa langsung tersedia dan dapat digunakan. ROP dihitung berdasarkan
perkalian antara lead time dengan kebutuhan barang dalam waktu tertentu.

Penentuan tingkat safety stock dan reorder point memiliki model yang beragam
sesuai dengan kondisinya masing-masing. Dengan demikian setiap perusahaan perlu
mengidentifikasi kondisinya terlebih dahulu sebelum menentukan model safety stock
dan reorder point yang sesuai untuk mengendalikan tingkat persediannya. Jika
perusahaan ingin menurunkan tingkat persediaanya, maka perusahaan harus melakukan
pengendalian demand dan leadtime tersebut.

Anda mungkin juga menyukai