Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Laju Pertumbuhan Mutlak

Laju pertumbuhan rata – rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang

(Clarias sp), selama 10 hari dengan menggunakan tiga perlakuan yakni perlakuan

A (3%), perlakuan B (5%) dan perlakuan C (7%) dapat ditampilkan pada Tabel 4

berikut.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Mutlak


Rata-Rata
Perlakuan
Panjang Berat
3% 0,050 0,005
5% 0,133 0,006
7% 0,533 0,009

1. Pertumbuhan Mutlak Panjang

Hasil pengukuran rata-rata panjang benih lele samgkuriang (Clarias sp),

mutlak selama 10 hari sesuai perlakuan dapat di lihat pada Gambar 5 berikut.

Panjang Mutlak
0,533
0,6

0,4
Ukuran (cm) 0,133
0,2 0,05

0
A B C
Perlakuan

Gambar 5. Pertumbuhan Mutlak Panjang Benih Lele Sangkuriang (Clarias sp),


selama 10 Hari Pemeliharaan

20
Perlakuan pemberian dosis pakan yang berbeda pada benih lele

sangkuriang (Clarias sp), menunjukkan pertumbuhan rata-rata panjang mutlak

yang berbeda pula (Gambar 5). Pertumbuhan rata-rata panjang mutlak perlakuan

A (3%) sebesar 0,05 cm, perlakuan B (5%) sebesar 0,133 cm dan perlakuan C

(7%) sebesar 0,533 cm. Dengan demikian perlakuan pemberian pakan dengan

dosis 7% memiliki pertumbuhan rata-rata panjang tertinggi kemudian disusul

dengan dosis pakan 5% sedangkan pemberian pakan dengan dosis 3 %,

menunjukkan nilai yang terendah. Hal ini sesuai dengan Khairuman dan Amri

(2011 : hal 93), menyatakan bahwa pemberian pakan disesuaikan dengan

kebutuhan. Artinya, pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal

ini terjadi, pakan sisa tersebut akan membusuk dan dapat menurunkan kualitas air.

Namun, disarankan pemberian pakan diberikan secara adlibitum atau tidak

terbatas selama benih lele masih mau makan. Selanjutnya Khairuman dan Amri

(2008 : hal 40), juga menyatakan bahwa pakan alami diberikan secara adlibitum

(sampai kenyang). Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70), menyatakan bahwa cacing

sutera (Tubifex Sp), ini mengandung protein yang cukup tinggi yaitu diatas 50%

dan merupakan kandungan gizi yang baik terutama bagi ikan lele pada masa

pertumbuhan. Oleh sebab itu dosis pada perlakuan C, sangat memenuhi kebutuhan

ikan lele sangkuriang. Sehingga pada perlakuan C, memiliki pertambahan panjang

yang lebih baik dari perlakuan A dan perlakuan B.

Hasil analisis sidik ragam panjang (Lampiran 4), menunjukan bahwa

pemberian pakan dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda

nyata (p < 0,05) terhadap pertumbuhan panjang. Selanjutnya untuk mengetahui

21
pengaruh masing – masing perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Lanjut Beda Nyata

Terkecil (Lampiran 5). Hasil Uji BNT diperoleh bahwa pertumbuhan panjang

pada perlakuan C, berbeda sangat nyata pada taraf 5%.

B. Pertumbuhan Berat

Hasil penelitian rata- rata berat mutlak selama 10 hari sesuai perlakuan

dapat di lihat pada Gambar 6 berikut.

Berat Mutlak
0,009
0,01

0,008
0,006
0,005
0,006
Berat (gr)
0,004

0,002

0
A B C
Perlakuan

Gambar 6. Pertumbuhan Berat Mutlak Selama 10 Hari Pemeliharaan

Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis

yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), menunjukkan

pertumbuhan rata-rata berat mutlak yang berbeda pula (Gambar 7). Pertumbuhan

rata-rata berat mutlak perlakuan A (3%) sebesar 0,005gr, perlakuan B (5%)

sebesar 0,006gr dan perlakuan C (7%) sebesar 0,009gr, dengan demikian

perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis 7%

memiliki pertumbuhan rata-rata berat mutlak tertinggi kemudian disusul dengan

22
pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), sedangkan pemberian pakan

alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis 3% menunjukkan nilai yang

terendah.

Hal ini sesuai dengan Khairuman dan Amri (2011 : hal 93), menyatakan

bahwa pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya, pakan yang

diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut

akan membusuk dan dapat menurunkan kualitas air. Namun, disarankan

pemberian pakan diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele

masih mau makan. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2008 : hal 40), juga

menyatakan bahwa pakan alami diberikan secara adlibitum (sampai kenyang).

Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70), menyatakan bahwa cacing sutera (Tubifex Sp),

ini mengandung protein yang cukup tinggi yaitu diatas 50% dan merupakan

kandungan gizi yang baik terutama bagi ikan lele pada masa pertumbuhan. Oleh

sebab itu dosis pada perlakuan C, sangat memenuhi kebutuhan ikan lele

sangkuriang. Sehingga pada perlakuan C, memiliki pertambahan berat yang lebih

baik dari perlakuan A dan perlakuan B.

Hasil analisis sidik ragam berat (Lampiran 7), menunjukan bahwa

pemberian pakan dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda

nyata (p < 0,05) terhadap pertumbuhan berat. Selanjutnya untuk mengetahui

pengaruh masing – masing perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Lanjut Beda Nyata

Terkecil (Lampiran 8). Hasil Uji BNT diperoleh bahwa pertumbuhan berat pada

perlakuan C, berbeda sangat nyata pada taraf 5%.

23
C. Laju Pertumbuhan Harian (DGR)

Laju pertumbuhan harian panjang dan berat selama 10 hari dengan

menggunakan tiga perlakuan yakni perlakuan A (3%), perlakuan B (5%) dan

perlakuan C (7%) dapat di lihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil Laju Pertumbuhan Harian


Rata-Rata
Perlakuan
Panjang Berat
3% 0,770 0,006
5% 0,853 0,007
7% 1,253 0,010

Laju pertumbuhan harian selama 10 hari sesuai perlakuan dapat disajikan

pada Gambar 7 berikut.

LAJU PERTUMBUHAN LAJU PERTUMBUHAN


PANJANG HARIAN BERAT HARIAN
1,4 1,253 0,012
0,01
1,2 0,01
1 0,853 0,007
0,77 0,008
(cm) 0,8 0,006
(gr) 0,006
0,6
0,4 0,004

0,2 0,002
0 0
A B C A B C
Perlakuan Perlakuan

Gambar 7. Laju Pertumbuhan Harian

Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis

yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), menunjukkan

pertumbuhan rata – rata berat mutlak yang berbeda pula (Gambar 8). Laju

pertumbuhan harian panjang tertinggi ditunjukkan pada pemberian pakan dengan

24
dosis 7% dilanjutkan dengan pemberian pakan dengan dosis 5% masing-masing

berturut - turut 1,253 cm/hari, 0,853 cm/hari dan paling rendah pada dosis

3%yaitu 0,77 cm/hari. Selanjutnya laju pertumbuhan berat tubuh harian tertinggi

ditunjukkan pada pemberian pakan dengan dosis 7%. dilanjutkan dengan

pemberian pakan dengan dosis 5% dan yang terendah yakni pada pemberian

pakan dengan dosis 3 % masing-masing berturut – turut 0, gr/hari; 0,01 gr/hari

0,007 gr/hari dan 0,006 gr/hari.

Lele sangkuriang umumnya merupakan jenis karnivora yang lebih

memilih makanan yang bergerak, dan berasal dari hewan karena lele sangkuriang

lebih ke sifat karnivora. Pemberian pakan alami pada umur pendederan, karena

bukaan mulut benih lele sangkuriang belum sesuai dengan besarnya pakan pellet

selain itu juga Khairuman dan A. Khairul (2008: hal 40) menyatakan selama masa

pemeliharaan larva diberi makanan tambahan yang jenis dan ukurannya

disesuaikan dengan umur dan ukuran ikan yang di pelihara. Pada minggu pertama

diberikan pakan alami berupa cacing sutera (Tubifex sp).

Pemberian pakan alami 3%, 5% dan 7 % ini, lele sangkuriang lebih cepat

tumbuh pada pemberian pakan dengan dosis 7%. Hal ini sesuai dengan

Khairuman dan Amri (2011 : hal 93), menyatakan bahwa pemberian pakan

disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya, pakan yang diberikan jangan sampai

tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut akan membusuk dan dapat

menurunkan kualitas air. Namun, disarankan pemberian pakan diberikan secara

adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele masih mau makan. Selanjutnya

Khairuman dan Amri (2008 : hal 40), juga menyatakan bahwa pakan alami

25
diberikan secara adlibitum (sampai kenyang). Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70),

menyatakan bahwa cacing sutera (Tubifex Sp), ini mengandung protein yang

cukup tinggi yaitu diatas 50% dan merupakan kandungan gizi yang baik terutama

bagi ikan lele pada masa pertumbuhan.

Selain itu Fauzi (2013: hal 25 ), menyatakan bahwa lele mempunyai sifat

yang sangat rakus terhadap makanannya. Tak jarang pada pembudidayaannya

muncul sifat kanibalisme. Jika pada pembudidayaannya pemberian pakan tersebut

kurang dari takarannya, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi

kanibalisme. Pemberian pakan alami 5% lebih baik dari pemberian pakan alami

dengan dosis 3% karena 3% lebih sedikit dari pada yang 5% dan 7%. Selain itu

juga ikan lele sangkuriang (Clarias sp) memiliki sifat nocturnal dimana ikan ini

aktif pada malam hari. Sehingganya pada dosis 3% dapat dikatakan kekurangan

artinya tidak dapat memenuhi kebutuhan ikan untuk aktivitas malamnya oleh

karena itu akan terjadi persaingan makan sehingga membuat pertambahan panjang

dan berat tidak seragam. Perbedaan ukuran pada suatu wadah sangat di pengaruhi

oleh perberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan selanjutnya di

nyatakan oleh Khairuman dan A. Khairul (2008 ), bahwa ikan lele sangkuriang

memiliki sifat kanibalisme. Oleh sebab itu harus di lakukan penyortiran ukuran

pada setiap minggunya. Ini disebabkan oleh kurangnya pakan yang diberikan

sehingga mereka harus bersaing bahkan saling melukai untuk mendapatkan

makanan. Berdasarkan pernyataan tersebut di anjurkan untuk pemberian pakan

alami itu harus diberikan secara ad libitum (Sampai Kenyang). Sehingga tidak

akan tidak terjadi persaingan makanan yang akan menyebabkan kanibalisme yang

26
mengakibatkan mortalitas sangat tinggi. selain itu jika di bandingkan dengan

pakan buatan pakan alami memiliki nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan.

karena pemberian jenis pakan yang tepat dan mengandung nutrisi merupakan

pendukung dalam pertumbuhan. Sesuai dengan Dharmawan (2013 : hal iii),

menyatakan bahwa pakan yang diberikan harus berkualitas. Pakan ikan yang

berkualitas tidak hanya bias dilihat dari jumlahnya, tetapi juga dari nilai

nutrisinya. Nilai gizi pakan alami untuk ikan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Nilai Gizi Pakan Alami Untuk Ikan


Kandungan Nutrisi
Jenis Pakan
Air Protein Lemak Karbohidrat Abu
Chlamydomonas - 36,30 5,50 - 4,74
Brachionus sp 92 57,54 11,20 13,8 -
Moina sp 90,60 37,38 13,29 - 11,0
Daphnia sp 94,78 42,60 8,0 14,10 4,0
Artemia 81,90 55,60 18,90 14,30 7,20
Jentik nyamuk 81,80 67,80 14,60 12,20 -
Cacing Sutra 87,19 57,00 13,30 2,04 3,60
Cacing Darah 87,60 56,50 2,80 - 4,94
Sumber Khairuman dan Amri Khairul (2008).
Dosis pada perlakuan C, sangat memenuhi kebutuhan ikan lele

sangkuriang (Clarias sp). Karena dilihat dari kandungan nutrisi cacing sutera

(Tubifex sp), sangat baik untuk pertumbuhan benih lele sangkuriang (Clarias sp).

Sehingga pada perlakuan C, memiliki laju pertumbuhan yang lebih baik dari

perlakuan A dan perlakuan B.

27
D. Sintasan

Sintasan benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), pada akhir pengamatan

dapat di lihat pada Gambar 8 berikut.

SINTASAN
70
70
60
50 42,67
40
(%) 25
30
20
10
0
A B C
Perlakuan
Gambar 10. Sintasan Juvenil Abalon (Haliotis squamata)

Gambar 8. Sintasan

Gambar di atas menunjukkan bahwa sintasan selama pengamatan dengan

menggunakan pakan alami cacing sutera (Clarias sp), dengan dosis yang berbeda

diperoleh sebesar masing-masing perlakuan A (25%), B (42,67%), dan perlakuan

C (70%). Dilihat dari perolehan sintasan di atas maka, permasalahan yang

dihadapi di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT), adalah

manajemen pemberian pakan yang kurang baik. Oleh sebab itu sintasan hanya

mencapai 25%, hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan alami pada

pendederan satu sebaiknya diberikan semaximal mungkin sehingga tidak

terjadinya persaingan makanan, dan perbedaan ukuran benih ikan. Karena kedua

masalah ini akan mengakibatkan mortalitas dalam jumlah yang cukup besar

28
bahakan dapat mencapai 75%. Hal ini sesuai dengan Dharmawan (2013 : hal 93),

menyatakan bahwa pemberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan. Artinya,

pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa

tersebut akan membusuk dan dapat menurunkan kualitas air. Namun, disarankan

pemberian pakan diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele

masih mau makan. Selain itu Fauzi (2013: hal 25), menyatakan bahwa lele

mempunyai sifat yang sangat rakus terhadap makanannya. Tak jarang pada

pembudidayaannya muncul sifat kanibalisme. Jika pada pembudidayaannya

pemberian pakan tersebut kurang dari takarannya, maka tidak menutup

kemungkinan akan terjadi kanibalisme. Pemberian pakan alami 5% lebih baik dari

pemberian pakan alami dengan dosis 3% karena 3% lebih sedikit dari pada yang

5% dan 7%. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2008 : hal 41), menyatakan bahwa

berdasarkan pengalaman pembudidaya di beberapa daerah, tingkat kelangsungan

hidup (SR) benih pada kegiatan pendederan dalam bak bisa mencapai 80% dari

larva yang ditebar. Itu artinya jumlah benih yang mengalami kematian selama

pemeliharaan sekitar 20%. Oleh sebab itu dosis pada perlakuan C, memiliki

kelangsungan hidup lebih baik dari Perlakuan A dan Perlakuan B.

E. Kualitas Air

Pada penelitian ini juga diukur kualitas air, hanya saja pengukuran kualitas

air dilakukan 3 kali selama pemeliharaan 10 hari. Pengukuran kualitas air meliputi

pengukuran suhu, pH dan kandungan oksigen terlarut (O2) yang dilakukan setelah

50% dari jumlah air yang ada dalam masing-masing wadah dibuang dan

29
ditambahkan dengan air bersih yang baru sehingga sisa-sisa pakan dan kotoran

yang masih tertinggal didasar wadah dibuang ataupun dikeluarkan.

Adapun nilai kualitas air yang masih pada taraf yang cukup baik yaitu

suhu berkisar 28o – 31,6o C, pH 6,6-7,8, dan DO 4,4-5,6 Mg/L. Khairuman dan

Amri (2011 : hal 10) menyatakan bahwa ikan lele memiliki sifat yang tahan

terhadap kekurangan air dan kekurangan oksigen karena memiliki alat pernapasan

tambahan (labyrinth). Sehingga ikan lele dapat dibudidayakan diperairan yang

kualitas airnya buruk. Walaupun ikan lele tergolong ikan yang toleran terhadap

kondisi lingkungan air yang buruk tapi untuk memperoleh pertumbuhan yang baik

maka kualitas airnya juga harus tetap diperhatikan.

30

Anda mungkin juga menyukai