Laju pertumbuhan rata – rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang
(Clarias sp), selama 10 hari dengan menggunakan tiga perlakuan yakni perlakuan
A (3%), perlakuan B (5%) dan perlakuan C (7%) dapat ditampilkan pada Tabel 4
berikut.
mutlak selama 10 hari sesuai perlakuan dapat di lihat pada Gambar 5 berikut.
Panjang Mutlak
0,533
0,6
0,4
Ukuran (cm) 0,133
0,2 0,05
0
A B C
Perlakuan
20
Perlakuan pemberian dosis pakan yang berbeda pada benih lele
yang berbeda pula (Gambar 5). Pertumbuhan rata-rata panjang mutlak perlakuan
A (3%) sebesar 0,05 cm, perlakuan B (5%) sebesar 0,133 cm dan perlakuan C
(7%) sebesar 0,533 cm. Dengan demikian perlakuan pemberian pakan dengan
menunjukkan nilai yang terendah. Hal ini sesuai dengan Khairuman dan Amri
kebutuhan. Artinya, pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal
ini terjadi, pakan sisa tersebut akan membusuk dan dapat menurunkan kualitas air.
terbatas selama benih lele masih mau makan. Selanjutnya Khairuman dan Amri
(2008 : hal 40), juga menyatakan bahwa pakan alami diberikan secara adlibitum
(sampai kenyang). Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70), menyatakan bahwa cacing
sutera (Tubifex Sp), ini mengandung protein yang cukup tinggi yaitu diatas 50%
dan merupakan kandungan gizi yang baik terutama bagi ikan lele pada masa
pertumbuhan. Oleh sebab itu dosis pada perlakuan C, sangat memenuhi kebutuhan
pemberian pakan dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda
21
pengaruh masing – masing perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Lanjut Beda Nyata
Terkecil (Lampiran 5). Hasil Uji BNT diperoleh bahwa pertumbuhan panjang
B. Pertumbuhan Berat
Hasil penelitian rata- rata berat mutlak selama 10 hari sesuai perlakuan
Berat Mutlak
0,009
0,01
0,008
0,006
0,005
0,006
Berat (gr)
0,004
0,002
0
A B C
Perlakuan
Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis
yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), menunjukkan
pertumbuhan rata-rata berat mutlak yang berbeda pula (Gambar 7). Pertumbuhan
perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis 7%
22
pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), sedangkan pemberian pakan
alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis 3% menunjukkan nilai yang
terendah.
Hal ini sesuai dengan Khairuman dan Amri (2011 : hal 93), menyatakan
diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut
pemberian pakan diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele
masih mau makan. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2008 : hal 40), juga
Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70), menyatakan bahwa cacing sutera (Tubifex Sp),
ini mengandung protein yang cukup tinggi yaitu diatas 50% dan merupakan
kandungan gizi yang baik terutama bagi ikan lele pada masa pertumbuhan. Oleh
sebab itu dosis pada perlakuan C, sangat memenuhi kebutuhan ikan lele
pemberian pakan dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda
pengaruh masing – masing perlakuan, dilanjutkan dengan Uji Lanjut Beda Nyata
Terkecil (Lampiran 8). Hasil Uji BNT diperoleh bahwa pertumbuhan berat pada
23
C. Laju Pertumbuhan Harian (DGR)
0,2 0,002
0 0
A B C A B C
Perlakuan Perlakuan
Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis
yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), menunjukkan
pertumbuhan rata – rata berat mutlak yang berbeda pula (Gambar 8). Laju
24
dosis 7% dilanjutkan dengan pemberian pakan dengan dosis 5% masing-masing
berturut - turut 1,253 cm/hari, 0,853 cm/hari dan paling rendah pada dosis
3%yaitu 0,77 cm/hari. Selanjutnya laju pertumbuhan berat tubuh harian tertinggi
pemberian pakan dengan dosis 5% dan yang terendah yakni pada pemberian
memilih makanan yang bergerak, dan berasal dari hewan karena lele sangkuriang
lebih ke sifat karnivora. Pemberian pakan alami pada umur pendederan, karena
bukaan mulut benih lele sangkuriang belum sesuai dengan besarnya pakan pellet
selain itu juga Khairuman dan A. Khairul (2008: hal 40) menyatakan selama masa
disesuaikan dengan umur dan ukuran ikan yang di pelihara. Pada minggu pertama
Pemberian pakan alami 3%, 5% dan 7 % ini, lele sangkuriang lebih cepat
tumbuh pada pemberian pakan dengan dosis 7%. Hal ini sesuai dengan
Khairuman dan Amri (2011 : hal 93), menyatakan bahwa pemberian pakan
tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa tersebut akan membusuk dan dapat
adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele masih mau makan. Selanjutnya
Khairuman dan Amri (2008 : hal 40), juga menyatakan bahwa pakan alami
25
diberikan secara adlibitum (sampai kenyang). Selanjutnya Fauzi (2013 : hal 70),
menyatakan bahwa cacing sutera (Tubifex Sp), ini mengandung protein yang
cukup tinggi yaitu diatas 50% dan merupakan kandungan gizi yang baik terutama
Selain itu Fauzi (2013: hal 25 ), menyatakan bahwa lele mempunyai sifat
kanibalisme. Pemberian pakan alami 5% lebih baik dari pemberian pakan alami
dengan dosis 3% karena 3% lebih sedikit dari pada yang 5% dan 7%. Selain itu
juga ikan lele sangkuriang (Clarias sp) memiliki sifat nocturnal dimana ikan ini
aktif pada malam hari. Sehingganya pada dosis 3% dapat dikatakan kekurangan
artinya tidak dapat memenuhi kebutuhan ikan untuk aktivitas malamnya oleh
karena itu akan terjadi persaingan makan sehingga membuat pertambahan panjang
dan berat tidak seragam. Perbedaan ukuran pada suatu wadah sangat di pengaruhi
oleh perberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan selanjutnya di
nyatakan oleh Khairuman dan A. Khairul (2008 ), bahwa ikan lele sangkuriang
memiliki sifat kanibalisme. Oleh sebab itu harus di lakukan penyortiran ukuran
pada setiap minggunya. Ini disebabkan oleh kurangnya pakan yang diberikan
alami itu harus diberikan secara ad libitum (Sampai Kenyang). Sehingga tidak
akan tidak terjadi persaingan makanan yang akan menyebabkan kanibalisme yang
26
mengakibatkan mortalitas sangat tinggi. selain itu jika di bandingkan dengan
pakan buatan pakan alami memiliki nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan.
karena pemberian jenis pakan yang tepat dan mengandung nutrisi merupakan
menyatakan bahwa pakan yang diberikan harus berkualitas. Pakan ikan yang
berkualitas tidak hanya bias dilihat dari jumlahnya, tetapi juga dari nilai
nutrisinya. Nilai gizi pakan alami untuk ikan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
sangkuriang (Clarias sp). Karena dilihat dari kandungan nutrisi cacing sutera
(Tubifex sp), sangat baik untuk pertumbuhan benih lele sangkuriang (Clarias sp).
Sehingga pada perlakuan C, memiliki laju pertumbuhan yang lebih baik dari
27
D. Sintasan
Sintasan benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp), pada akhir pengamatan
SINTASAN
70
70
60
50 42,67
40
(%) 25
30
20
10
0
A B C
Perlakuan
Gambar 10. Sintasan Juvenil Abalon (Haliotis squamata)
Gambar 8. Sintasan
menggunakan pakan alami cacing sutera (Clarias sp), dengan dosis yang berbeda
manajemen pemberian pakan yang kurang baik. Oleh sebab itu sintasan hanya
mencapai 25%, hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pakan alami pada
terjadinya persaingan makanan, dan perbedaan ukuran benih ikan. Karena kedua
masalah ini akan mengakibatkan mortalitas dalam jumlah yang cukup besar
28
bahakan dapat mencapai 75%. Hal ini sesuai dengan Dharmawan (2013 : hal 93),
pakan yang diberikan jangan sampai tersisa banyak. Jika hal ini terjadi, pakan sisa
tersebut akan membusuk dan dapat menurunkan kualitas air. Namun, disarankan
pemberian pakan diberikan secara adlibitum atau tidak terbatas selama benih lele
masih mau makan. Selain itu Fauzi (2013: hal 25), menyatakan bahwa lele
mempunyai sifat yang sangat rakus terhadap makanannya. Tak jarang pada
kemungkinan akan terjadi kanibalisme. Pemberian pakan alami 5% lebih baik dari
pemberian pakan alami dengan dosis 3% karena 3% lebih sedikit dari pada yang
5% dan 7%. Selanjutnya Khairuman dan Amri (2008 : hal 41), menyatakan bahwa
hidup (SR) benih pada kegiatan pendederan dalam bak bisa mencapai 80% dari
larva yang ditebar. Itu artinya jumlah benih yang mengalami kematian selama
pemeliharaan sekitar 20%. Oleh sebab itu dosis pada perlakuan C, memiliki
E. Kualitas Air
Pada penelitian ini juga diukur kualitas air, hanya saja pengukuran kualitas
air dilakukan 3 kali selama pemeliharaan 10 hari. Pengukuran kualitas air meliputi
pengukuran suhu, pH dan kandungan oksigen terlarut (O2) yang dilakukan setelah
50% dari jumlah air yang ada dalam masing-masing wadah dibuang dan
29
ditambahkan dengan air bersih yang baru sehingga sisa-sisa pakan dan kotoran
Adapun nilai kualitas air yang masih pada taraf yang cukup baik yaitu
suhu berkisar 28o – 31,6o C, pH 6,6-7,8, dan DO 4,4-5,6 Mg/L. Khairuman dan
Amri (2011 : hal 10) menyatakan bahwa ikan lele memiliki sifat yang tahan
terhadap kekurangan air dan kekurangan oksigen karena memiliki alat pernapasan
kualitas airnya buruk. Walaupun ikan lele tergolong ikan yang toleran terhadap
kondisi lingkungan air yang buruk tapi untuk memperoleh pertumbuhan yang baik
30