SINDROMA NEFROTIK
Oleh:
Mia Rizki Aprilla, S.Ked 04054822022057
Imaniar Kesuma, S.Ked 04054822022074
Pembimbing:
dr. Suyata, Sp.PD, K-GEH, FINASIM
Laporan Kasus
Sindroma Nefrotik
Oleh:
Mia Rizki Aprilla, S.Ked 04054822022057
Imaniar Kesuma, S.Ked 04054822022074
Dosen Pembimbing:
dr. Suyata, Sp.PD, K-GEH, FINASIM
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Penyakit Dalam RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 15 Maret
– 17 April 2021.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Subhana wa Ta’Ala, karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Sindroma
Nefrotik” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di Departemen
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Suyata, Sp.PD,
KGEH, FINASIM selaku pembimbing laporan kasus ini yang telah memberikan
bimbingan dan nasihat dalam penyusunan telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun agar laporan
kasus ini menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga laporan kasus ini bisa
memberikan manfaat bagi semua orang dan dapat digunakan dengan sebaik-
baiknya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN...................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................15
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................24
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada sindroma nefrotik yaitu terdapat
adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat badan meningkat, edema
periorbital, edema fascial, asites, distensi abdomen, penurunan jumlah urine, urine
tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu makan menurun dan pucat atau
lemas.2
Diagnosis pada sindrom nefrotik berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis
pasien, dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
penunjang merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk mendiagnosis
sindom nefrotik, selain melihat gejala yang timbul disertai pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium juga penting untuk melihat adanya kelainan pada organ
ginjal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan darah
lengkap (albumin, fungsi hati, lipid, dan gula darah), pemeriksaan urin (menilai
adanya protein, albumin, dan angka sedimen urin dari sampel urin pasien). Nilai
profil lipid seperti LDL, VLDL meningkat akibat keterkaitannya dengan
kompensasi di hati yang menimbulkan hypoalbuminemia dan pemeriksaan biopsi
ginjal yang menjadi standar baku untuk pada pasien sindroma nefrotik.
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas
Nama : Tn. SS
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 21 Tahun
Alamat : Desa Damarwulan, kec. Air salek kab. Banyuasin
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
MRS : 21 Maret 2021
Tanggal periksa : 24 Maret 2021
No. RM : 0001200296
Dokter muda : Mia Rizki Aprilla, S.ked
Imaniar Kesuma, S.Ked
2.2 Anamnesis
Informasi diperoleh secara autoanamnesis pada tanggal 24 Maret 2021 pukul
13.00 WIB.
Keluhan Utama:
Sembab seluruh tubuh semakin memberat 1 minggu SMRS
Keluhan tambahan:
BAK berbusa sejak 1 bulan SMRS
3
pinggang tidak ada. Mual dan muntah tidak ada, sesak napas tidak ada, terbangun
malam hari karena sesak tidak ada, pasien nyaman tidur dengan 1 bantal. Keluhan
demam, batuk, sakit tenggorokan sebelumnya tidak ada, koreng di kulit tidak ada,
rambut mudah rontok tidak ada, muka bertambah merah ketika terkena sinar
matahari tidak ada, sering sariawan tidak ada, nyeri sendi tidak ada. BAK
dirasakan berbusa ada, BAK frekuensi 2-3 kali/ hari, jumlah ± 1 gelas belimbing
tiap BAK. BAB tidak ada keluhan. Pasien saat itu belum berobat.
±3 minggu SMRS, pasien mengeluh sembab pada kedua tungkai dan perut
semakin membesar dirasakan dari celana yang terasa semakin sempit. Sembab
pada wajah tidak ada, sesak tidak ada, pasien masih nyaman tidur dengan 1 bantal,
mual dan muntah tidak ada, nafsu makan menurun tidak ada. BAK berbusa masih
ada, nyeri pinggang tidak ada, demam dan batuk tidak ada. Pasien lalu berobat ke
RS Swasta dan dikatakan protein dalam tubuhnya rendah. Pasien dirawat selama 1
minggu, dan rawat jalan. Pasien diberikan 3 macam obat, namun pasien lupa nama
obatnya. Pasien mengaku mendapat obat yang membuat BAK semakin sering.
Keluhan pasien saat itu dirasakan berkurang.
± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh sembab pada kaki muncul lagi yang
dirasakan saat menggunakan sepatu yang semakin menyempit. Perut juga
dirasakan semakin membesar dirasakan dari celana yang menjadi sempit. Sembab
pada kelopak mata pada saat bangun tidur ada, dirasakan berkurang pada siang
hari. Pasien juga mengeluh mengalami mual dan muntah. Frekuensi 1-2 kali per
hari. Muntah berisikan makanan yang dimakan. Nyeri ulu hati ada, nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri ulu hati tidak menjalar. Rasa terbakar pada
dada tidak ada. BAK berbusa masih ada, BAK lebih sedikit dari biasanya. BAB
tidak ada keluhan. Pasien dibawa kembali berobat ke RS swasta dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan hasilnya pemeriksaannya, pasien
dikatakan menderita penyakit ginjal bocor dan maag. Pasien lalu dirawat selama 3
hari di RS Swasta, perubahan tidak terlalu banyak, pasien direncakan dirujuk ke
RSUP Dr. Muhammad Hoesin Palembang untuk dilakukan pemeriksaan dan
tatalaksana lebih lanjut.
4
Riwayat Penyakit Dahulu
- Darah tinggi tidak ada
- Kencing manis tidak ada
- Sakit ginjal sebelumnya tidak ada
- Sembab pada seluruh tubuh sebelumnya tidak ada
- Batu saluran kemih tidak ada
- Sakit jantung tidak ada
- Sakit kuning tidak ada
- Sakit lupus tidak ada
- Sakit maag ada dirasakan sejak 1 tahun
Riwayat Kebiasaan:
- Minum alkohol disangkal
- Riwayat sering makan – makanan berlemak dan makanan pedas
- Konsumsi jamu-jamuan tidak ada.
- Konsumsi obat penghilang nyeri tidak ada
- Merokok disangkal
5
BB : 64 kg
LP : 90 cm
TB : 169 cm
SpO2 : 98%
IMT : 22, 40 kg/m2
Kesan Gizi : Normoweight
Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, rambut tidak rontok, alopesia
tidak ada
2. Mata
Edema palpebra ada, konjungtiva palpebra anemis tidak ada, sklera ikterik
tidak ada, pupil bulat isokor, ukuran Ø 3mm/3mm, refleks cahaya ada, visus
baik.
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, tidak ada septum deviasi, epistaksis tidak ada
4. Mulut
Mukosa baik, sianosis tidak ada, sariawan tidak ada, gusi berdarah tidak ada,
atrofi papil tidak ada, Tonsil T1-T1.
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga tidak ada, nyeri tekan
mastoid tidak ada.
6. Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid
tidak ada.
7. Thoraks
Inspeksi : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-), spider nevi (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis, simetris kanan = kiri, tidak ada yang
tertinggal.
6
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II
Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri ICS V line midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) reguler, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : cembung, venektasi (-), caput medusa (-), striae (-).
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 5x/menit
9. Genitalia : Tidak diperiksa
10. Ekstremitas : palmar pucat (+), pitting edema pretibial (+/+), palmar
eritem (-).
Pemeriksaan Neurologi : Dalam batas normal
HEMATOLOGI
7
MCV 83,3 82-95 Menurun
Hitung Jenis
- Basofil
0 0-1 Normal
- Eosinofil
0 1-6 Menurun
- Netrofil
74 50-70 Meningkat
- Limfosit
19 20-40 Menurun
- Monosit
7 2-8 Normal
KIMIA KLINIK
HATI
GINJAL
ELEKTROLIT
URINALISIS
8
Protein Positif ++ Negatif Positif
Sedimen urine:
KIMIA KLINIK
2.5 Diagnosis
Sindroma nefrotik + Gastritis
9
1. GN lesi minimal + Gastritis
2. Glomerulosklerosis fokal segmental + Gasritis
3. Sindrom Nefritik Akut + Gasritis
Farmakologi
- IVFD Human Albumin 20% 1 flash per hari
- Furosemide 1 x 20 mg i.v
- Metilprednisolon 3x16 mg per oral
- Atorvastatin 1x20 mg per oral
- Lansoprazole 1x30 mg per oral
Rencana Pemeriksaan
- HbsAg, Anti HCV, Anti HIV
- Urin esbach
- USG ginjal
10
- Biopsi ginjal
- Faal hemostasis
- Pemeriksaan albumin post koreksi
2.7 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia
2.8 Follow up
Tanggal: 25 Maret 2021
P:
O: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis Non Farmakologi
TD : 110/80mmHg
- Istirahat
Nadi : 90x/ menit
RR : 20x/menit, - Diet protein 0.8 g/kgBB/24 jam,
o
Suhu : 36,5 C rendah garam (<2 gram/24 jam)
BB : 63,5 kg
Diet NB 30 kkal/kgbb/hari
LP : 85 cm
Pemeriksaan Khusus dengan berat ideal (IMT 18,5-
Kepala: Normosefali, simetris, rambut 24,5), yaitu 52kg –70 kg
berwarna hitam, alopesia (-).
sehingga kalori yang dibutuhkan
Mata: konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik
(-/-), pupil bulat isokor refleks 1560-2100 kkal perhari.
cahaya (+/+) Pada kasus kami pakai 2100
Leher: JVP (5-2 cmH2O), pembesaran
kkal/hari dalam 3 kali
KGB (-).
Thorax : Simetris, spider nevi (-) pemberian. Protein
Pulmo: Statis dinamis: simetris kanan dan dibatasi 0,8-1gr/kgbb/hari (50
kiri, retraksi dinding dada (-/-),
gr). Diet rendah garam dengan
stem fremitus normal kanan=kiri,
sonor pada kedua lapang paru, jumlah kurang dari 2 gram
11
natrium per hari. Cairan dibatasi
vesikuler (+) normal, ronkhi (-),
< 1,5 liter per hari.
wheezing (-).
Cor: Iktus kordis tidak terlihat, iktus - Balance cairan negatif
kordis tidak teraba, batas jantung - Ukur lingkar perut dan berat
dbn, HR: 80x/menit, regular, BJ I-
badan tiap pagi
II (+) normal, murmur (-), gallop
(-) - Edukasi mengenai penyakit,
Abdomen: datar, lemas, caput medusa (-) tindakan, serta terapi yang akan
nyeri tekan (-), hepar, lien dan
dilakukan
ginjal tidak teraba, timpani,
shifting dullness (+), bising usus
(+) normal. Farmakologi
Ekstremitas: Akral hangat (+),
- IVFD Human Albumin 20% 1
palmar pucat (-), pitting edema
pretibial (+/+), palmar eritem (-), flash per hari
flapping tremor (-) - Furosemide 1 x 20 mg i.v
- Metilprednisolon 3x16 mg per
oral
- Atorvastatin 1x20 mg per oral
- Lansoprazole 1x30 mg per oral
P:
O: Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis Non Farmakologi
TD : 120/80mmHg
- Istirahat
Nadi : 80x/ menit
RR : 20x/menit, - Diet protein 0.8 g/kgBB/24 jam,
o
Suhu : 36,6 C rendah garam (<2 gram/24
BB : 63 kg
jam) Diet NB 30
LP : 83 cm
Pemeriksaan Khusus kkal/kgbb/hari dengan berat
Kepala: Normosefali, simetris, rambut ideal (IMT 18,5-24,5), yaitu
berwarna hitam, alopesia (-).
12
52kg –70 kg sehingga kalori
Mata: konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik
yang dibutuhkan 1560-2100
(-/-), pupil bulat isokor refleks
cahaya (+/+) kkal perhari.
Leher: JVP (5-2 cmH2O), pembesaran Pada kasus kami pakai 2100
KGB (-).
kkal/hari dalam 3 kali
Thorax : simetris, spider nevi (-)
Pulmo: Statis dinamis: simetris kanan dan pemberian. Protein
kiri, retraksi dinding dada (-/-), dibatasi 0,8-1gr/kgbb/hari (50
stem fremitus normal kanan=kiri,
gr). Diet rendah garam dengan
sonor pada kedua hemithoraks,
vesikuler (+) normal, ronkhi (-), jumlah kurang dari 2 gram
wheezing (-). natrium per hari. Cairan
Cor: Iktus kordis tidak terlihat, iktus kordis
dibatasi < 1,5 liter per hari.
tidak teraba, batas jantung dbn,
HR: 80x/menit, regular, BJ I-II (+) - Balance cairan negatif
normal, murmur (-), gallop (-) - Ukur lingkar perut dan berat
Abdomen: Cembung, lemas, caput medusa
badan tiap pagi
(-) nyeri tekan (-), hepar lien dan
ginjal tidak teraba, timpani, - Edukasi mengenai penyakit,
shifting dullness (+), bising usus tindakan, serta terapi yang
(+) normal.
akan dilakukan
Ekstremitas: Akral hangat (+),
palmar pucat (-), pitting edema
pretibial (+/+), palmar eritem (-), Farmakologi
flapping tremor (-)
- IVFD Human Albumin 20% 1
flash per hari
- Furosemide 1 x 20 mg i.v
- Metilprednisolon 3x16 mg per
oral
- Atorvastatin 1x20 mg per oral
- Lansoprazole 1x30 mg per oral
13
masih berbusa.
14
- Metilprednisolon 3x16 mg per
oral
- Atorvastatin 1x20 mg per oral
- Lansoprazole 1x30 mg per oral
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Etiologi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala
edema, proteinuria berat, hypoalbuminemia, hiperkolestrolemia dan lipiduria. SN
15
dapat bermanifestasi dengan spektrum keluhan luas, mulai dari proteinuria
asimptomatik sampai kleuhan yang paling sering bengkak.7
Patofisiologi
Akumulasi cairan dalam ruang interstisial yang terlihat pada wajah atau
udem anasarka, merupakan gejala kardinal pada anak dengan sindrom nefrotik.
Udem pada sindrom nefrotik umumnya akibat dari proteinuria masif yang
kemudian menyebabkan hipoalbuminemia, retensi natrium dan air untuk
mengkompensasi kekurangan volume intravaskular.
Hipoalbuminemia terjadi pada sindrom nefrotik ketika kadar protein yang
hilang pada urin melebihi kemampuan hepar mensintesis albumin. Resultan
hipoalbuminemia menyebabkan rendahnya tekanan onkotik kapiler
yang meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler sehingga terbentuk udem.
Pembentukan udem kemudian menyebabkan volume di intravaskular
berkurang sehingga mencetuskan mekanisme kompensasi neurohumoral.
Mekanisme tersebut dimediasi oleh sistem saraf simpatik, sistem renin
angiotensin aldosteron (SRAA) dan vasopressin arginin, dengan hasilnya retensi
natrium dan air oleh ginjal. 1
Dua hipotesis yang menjelaskan keadaan intravaskular pada sindrom
nefrotik yaitu hipotesis underfill dan hipotesis overfill : 1
1. Hipotesis underfill
Hipotesis ini menyebutkan adanya penurunan sirkulasi efektif volume
darah pada sindrom nefrotik. Hal ini didukung dengan ditemukannya kadar
natrium urin yang rendah, dimana sering disebabkan oleh aktivasi SRAA dengan
resultan peningkatan aldosteron dan ekskresi natrium pada urin. Selanjutnya,
supresi atrial natriuretik peptide (ANP) juga berkontribusi pada rendahnya
natrium urin.
2. Hipotesis overfill
Hipotesis ini menyebutkan banyaknya volume intravaskular pada sindrom
nefrotik. Ha ini disebabkan oleh kelainan pada ekskresi natrium dari tubulus
16
distal yang kemudian menyebabkan supresi SRAA. Reabsorpsi natrium
juga dipertahankan oleh ANP. 1
Diagnosis
17
LDL, VLDL, dan trigliserida. Beberapa pemeriksaan serologi dapat
dilakukan untuk mengetahui etiologi SN, antara lain pemeriksaan hepatitis
B dan C, HIV, sifilis, antinuclear antibody (ANA), anti-double stranded
DNA (anti-dsDNA), antistreptolisin O, elektroforesis protein serum atau
urin, cryoglobulin, dan faktor reumatoid.6
Biopsi Renal, Biopsi renal merupakan pemeriksaan definitif untuk
sindrom nefrotik (SN).
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan pada sindrom nefrotik yang dengan
hematuri, trombositopenia, hipertensi persisten yang tidak jelas untuk
menyingkirkan terjadinya trombosis vena ginjal.
Tatalaksana 1,7
Terapi suportif berupa tirah baring, diet rendah garam, diuretic dan
antihipertensi atau antiproteinuria (ACE inhibitors/ARB). Koreksi albumin
menggunakan albumin 20-25% dengan dosis 1g/kgBB (abumin <1 g/dL) atau 0,5
g/kgBB (abumin 1-2 g/dL). Selain itu juga diberikan tatalksana berdasarkan
penyebab dasar pada kasus sekunder , misalnya akibat nefropati diabetic dengan
18
mengontrol kadar gula darah, pemberian antiviral pada glomerulonephritis akibat
hepatitis B atau C, dan sebagainya.
19
BAB IV
ANALISIS KASUS
20
berbusa masih ada,, BAK lebih sedikit dari biasanya. Pasien dibawa kembali
berobat ke RS swasta dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan
hasilnya pemeriksaan pasien dikatakan menderita penyakit ginjal bocor dan maag.
Pasien lalu dirawat selama 3 hari di RS Swasta, perubahan tidak terlalu banyak,
pasien direncanakan dirujuk ke RSUP Dr. Muhammad Hoesin Palembang untuk
dilakukan pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang,
kesadaran kompos mentis, berat badan 64 kg, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
83x/menit, frekuensi napas 20x per menit, suhu axilla 36,6 oC, kesan gizi
normoweight. Tampak edema palpebra pada pemeriksaan mata. Pada ekstrimitas
didapatkan pitting edema pada kedua kaki.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
pasien ini, pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan urin didapatkan protein
(+2). Pemeriksaan albumin juga didapatkan albumin yang menurun. Pada
pemeriksaan kimia klinik lemak didapatkan kolesterol total, LDL meningkat dan
kolesterol HDL menurun.
Pasien didiagnosis dengan sindroma nefrotik primer. Sindroma nefrotik
ditegakkan dari anamnesis dimana terdapat sembab pada kaki. Sembab juga
dirasakan membesar pada perut dan kelopak mata. sembab pada kelopak mata
biasanya muncul pada saat pagi hari. Pada pemeriksaan fisik mata tampak edema
palpebra. Pada pemeriksaan ekstrimitas didapatkan edema pada kedua kaki. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan laboratorium berupa proteinuria,
hiperkolestrolemia, hypoalbuminemia dan bakteri positif pada sedimen urin.
Biopsi ginjal merupakan pemeriksaan definitif untuk SN untuk mengetahui
etiologinya.
Pada sindrom nefrotik didapatkan edema, dimana terdapat dua mekanisme
yang mendasarinya. Pertama adalah teori underfill, yang menjelaskan bahwa
hipooalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema. Proteinuria
mengakibatkan hipoalbuminemia yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium dan
terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan
21
plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan
merangsang system renin-angiotensin sehingga terjadi retensi natrium dan retensi
air di tubulus distal. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume
intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbumin sehingga
edema semakin berlanjut. Kedua adalah teori overfill, menjelaskan retensi natrium
yang disebabkan oleh defek primer pada tubulus. Terjadi defek primer pada
kemampuan nefron distal untuk mengeksresikan natrium, hal ini dapat disebabkan
oleh aktivasi kanal natrium epitel (ENaC) oleh enzim proteolitik yang memasuki
lumen tubulus pada keadaan proteinuria massif. Akibatnya terjadi peningkatan
volume darah, penekanan renin-angiotensin dan vasopressin, dan kecenderungan
untuk terjadinya hipertensi dibandingkan hipotensi (ginjal juga relatif resisten,
terhadap efek natriuretic peptide). Meningkatnya volume darah, akibat tekanan
onkotik yang rendah, memicu transudasi cairan ke ruang ekstraselular dan edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi
natrium dan edema.1
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaaan normal membran basal
glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size
barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN,
kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi
molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui membran basal
glomerulus. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila
protein yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non-
selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti
imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur
membran basal glomerulus. Hipoalbumin pada SN terjadi akibat dari proteinuria
massif ketika kadar protein yang hilang pada urin melebihi kemampuan hepar
mensintesis albumin. 1
22
Tinginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis hati tanpa
gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL
dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya
ektivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga merupakan penyebab
berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati
terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas yang menurun. Penurunan
kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lecithin
cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim
ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk
katabolisme. 1
Tatalaksana pada sindrom nefrotik diberikan pengobatan spesifik untuk
penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria,
mengontrol edema dan komplikasi. Pemberian diuretik serta diet rendah garam
dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Pada kasus ini diberikan
furosemide 1 x 20 mg intravena. Dislipidemia pada SN belum secara meyakinkan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, tetapi bukti klinis dalam populasi
menyokong pendapat akan perlunya mengontrol keadaan ini. Dislipidemia pada
sindroma nefrotik ditandai dengan peningkatan LDL dan trigliserida serta
perubahan kadar HDL. Terapi terhadap penyebab dasar dari sindrom nefrotik akan
menurunkan proteinuria yang pada akhirnya akan memperbaiki dislipidemia.
Untuk pengobatan farmakologis, dapat diberikan statin. Dislipidemia pada pasien
ini sesuai dengan karakteristik dislipidemia pada sindrom nefrotik, dan terapi
yang diberikan adalah Atorvastatin 1 x 20 mg PO. Terapi spesifik pada sindrom
nefrotik tergantung pada penyebab dasar. Prednisone merupakan imunosupresan
yang dapat mengurangi peradangan dengan meningkatkan permeabilitas kapiler
dan menekan aktivitas sel PMN. Pada kasus diberikan metilprednisolon 3x16 mg
per oral. Lansoprazole 2 x 30 mg diberikan pada kasus untuk mengurangi keluhan
nyeri ulu hati pada pasien. Untuk mengatasi hipoalbumin diberikan IVFD Human
Albumin 20% 1 flash per hari selama 3 hari pada kasus.
Prognosis tergantung penyebab yang mendasari, histologi penyakit, dan
faktor klinis pasien. Sekitar 80 % pasien SN primer memberi respon baik terhadap
23
pengobatan awal steroid, 50% mengalami relaps dan sekitar 10% tidak lagi
berespon terhadap steroid. Pada kasus ini untuk Quo ad vitam, Quo ad functionam
adalah dubia ad bonam karena tidak mengancam nyawa dan terdapat perbaikan
klinis pada pasien ini dan Quo ad sanationam adalah dubia karena penyakit SN
dapat mengalami kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA
24
25