Anda di halaman 1dari 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Melasma

a. Definisi

Melasma berasal dari bahasa Yunani, “melas” yang berarti

“hitam”. Sinonim dari melasma yaitu “chloasma” yang kadang

digunakan untuk menggambarkan keadaan melasma selama

kehamilan. Chloasma juga berasal dari bahasa Yunani, “chloazein”

yang berarti “menjadi hijau”. Akan tetapi, keadaan melasma yang

terlihat hijau belum pernah ditemukan, sehingga nama chloasma

sudah ditinggalkan (Montemarano et al., 2014).

Melasma merupakan penyakit yang didapat berupa

hipermelanosis atau peningkatan melanin pada kulit secara simetris,

mengenai area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat

predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung dan dagu

(Passeron, 2013; Soepardiman, 2015).

b. Epidemiologi

Semua ras memiliki risiko terkena melasma, tetapi melasma

lebih sering dijumpai pada kulit gelap dibanding kulit terang dan

biasanya pada kulit cokelat seperti pada ras Latin dan Asia, di mana

risiko terkena paparan sinar matahari sangat tinggi. Melasma dapat


commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

dijumpai baik pada wanita maupun pria, tetapi lebih sering dijumpai

pada wanita, hanya sekitar 10% kasus ditemukan pada pria.

Perbandingan kasus perempuan dan laki-laki di Indonesia adalah 24:1

(Soepardiman, 2015). Di Indonesia, berdasarkan data tahun 2004 pada

penderita melasma di RSCM Jakarta, rentang usia yang terbanyak

yaitu pada usia 25-44 tahun (Febrianti et al., 2004). Melasma jarang

dijumpai pada wanita yang belum mengalami pubertas tetapi

umumnya terjadi pada wanita usia subur dan 15-50% dijumpai pada

pasien yang sedang hamil (Montemarano et al., 2014).

c. Etiologi

Penyebab melasma belum diketahui secara pasti, namun

terdapat beberapa faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya

melasma, antara lain:

1) Sinar ultraviolet (sinar UV)

Sinar matahari merupakan kumpulan dari gelombang

elektromagnetik yang dibagi menjadi tiga besar, yaitu sinar UV

(45%), sinar tampak (5%), dan sinar inframerah (50%)

(Svobodova et al., 2006). Sinar UV hanya merupakan sebagian

kecil saja dari spektrum sinar matahari, tetapi sinar ini paling

berbahaya bagi kulit karena reaksi-reaksi yang ditimbulkannya,

seperti terbakar matahari (sunburn) sampai timbulnya keganasan

kulit (Sugiman, 2003). Berdasarkan kesepakatan internasional,

sinar UV dibagi menjadi tiga, yaitu: spektrum sinar UVA (315-


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

400 nm), spektrum sinar UVB (280-315 nm), dan spektrum sinar

UVC (100-280 nm) (Svobodova et al., 2006). Bumi telah

terlindungi oleh ionosfer dan lapisan ozon sehingga hanya

sebagian kecil saja sinar matahari yang sampai ke bumi, yakni

sebagian besar sinar UV yang sampai ke bumi adalah sinar UVA,

dan sebagian kecil sinar UVB, sedangkan sinar UVC tidak

sampai ke bumi karena mengalami penyerapan. Keadaan ini

sangat menguntungkan karena efek sinar UVB dan terlebih sinar

UVC sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan dapat

berakibat sebagai keganasan pada kulit (Kariosentono, 2009).

Seseorang dapat terkena paparan sinar UVC dari lampu-lampu

buatan. Sinar ini dapat menimbulkan kelainan pada kulit, berupa

kulit kemerahan, peradangan mata, tetapi tidak merangsang

pigmentasi. Sinar UVB dapat menyebabkan kulit terbakar dalam

2-6 jam setelah terpajan matahari karena efek sinar ini bersifat

langsung tetapi tidak dapat menembus kaca dan dapat

meninggalkan jejas pigmentik setelah 120 jam terpajan sinar

sedangkan, sinar UVA dapat menembus kaca jendela sehingga

manusia terkadang tidak menyadari bahwa sudah terpajan

matahari dalam waktu yang lama (Soepardiman, 2015). Adapun,

kedua sinar ini dapat menyebabkan kulit terbakar pada kulit

sensitif, dan jika terpajan dengan intensitas tinggi dapat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

menyebabkan kerusakan struktur kulit, penuaan dini, dan

memperburuk keadaan melasma (Baumann dan Mauro, 2005).

Paparan radiasi sinar UV dari matahari sekurang-kurangnya

15 menit dapat merusak kulit manusia (CDC, 2009). Pada kulit

yang terpajan sinar matahari, terjadi perbanyakan sel-sel

melanosit sehingga muncul bintik-bintik hitam pada kulit

(Maharani, 2015). Kejadian ini dikarenakan spektrum sinar

matahari akan merusak gugus sufhidril di epidermis, yang

merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat

ion Cu dari enzim tersebut. Keadaan ini mengakibatkan enzim

tirosinase tidak dihambat lagi, padahal enzim tersebut dapat

memacu proses terjadinya melanogenesis sehingga menimbulkan

hiperpigmentasi (Soepardiman, 2015).

Sintesis melanin dapat terjadi karena paparan sinar

matahari secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung,

apabila sinar UV memicu melanosit pada membran sel yang akan

menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) sebagai

photoproduct. Kemudian, ROS mengaktifkan Phospholipase-C

(PLC) dan membebaskan Diacetyl Glycerol (DAG) dan

inositoltriphosphat. Kedua senyawa ini sebagai second

messenger yang akan memicu transkripsi Deoxyribose Nucleic

Acid (DNA) di inti sel. Transkripsi DNA akan menghasilkan

enzim tirosinase dan berakhir dengan sintesis melanin. Secara tak


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

langsung, paparan sinar matahari memicu keratinosit, dan juga

melalui pelepasan DAG ke dalam sitoplasma akan memengaruhi

transkripsi DNA yang berakhir dengan sintesis melanin oleh

melanosit yang berproliferasi (Kariosentono, 2009).

2) Hormon

Hormon-hormon yang sangat berperan dalam timbulnya

melasma adalah estrogen, progesteron, dan Melanin Stimulating

Hormone (MSH). Melasma biasa dijumpai pada kehamilan

trimester ketiga karena pengaruh peningkatan hormon-hormon

tersebut. Pada pemakai pil kontrasepsi, melasma juga mulai

tampak dalam 1 bulan sampai dengan 2 tahun setelah pemakaian

pil kontrasepsi pertama (Soepardiman, 2015).

3) Obat

Obat-obatan seperti: difenil hidantoin, mesantoin,

klorpromasin, sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan

timbulnya melasma. Hal ini disebabkan karena obat tersebut

ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif

dalam jumlah besar dapat merangsang melanogenesis (Siregar,

2013).

4) Genetik

Berdasarkan laporan kasus, riwayat keluarga

berkontribusi sekitar 20-70% terhadap timbulnya melasma.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

5) Ras

Melasma banyak dijumpai pada ras Hispanik dan tipe

kulit gelap.

6) Kosmetik

Pemakaian kosmetik yang mengandung parfum, zat

pewarna, atau bahan-bahan tertentu yang dapat menyebabkan

fotosensitivitas, dapat memicu timbul hiperpigmentasi pada

wajah, apabila terpajan sinar matahari (Soepardiman, 2015).

7) Idiopatik

d. Patogenesis

Patogenesis melasma masih banyak yang belum diketahui sama

halnya dengan etiologi melasma. Banyak faktor yang berperan dalam

proses ini, antara lain: peningkatan produksi melanosom akibat

hormon dan sinar matahari, selain itu juga akibat penggunaan obat

yang mengandung perak dan psoralen (Soepardiman, 2015).

Pada dasarnya, melasma merupakan kelainan pigmentasi berupa

terlalu banyak produksi melanin pada kulit yang menyebabkan

hipermelanosis sehingga perlu diketahui proses melanogenesis pada

manusia secara fisiologis terlebih dahulu. Pembentukan melanin

terjadi di dalam melanosit, suatu sel berdendrit (badan sel bulat) yang

terletak pada lapisan basal epidermis dan memproyeksikan dendrit-

dendritnya ke epidermis. Dendrit merupakan semacam tangan yang

dapat mencapai keratinosit dalam jarak yang cukup jauh untuk


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

mentransfer melanosom-melanosom, yaitu suatu organela yang berisi

melanin. Diperkirakan dalam satu melanosit terdapat 36 keratinosit

dan terjadi kontak di dalam satu kesatuan yang disebut epidermal

melanin unit. Proses melanogenesis dan transfernya melalui

pengaturan yang sangat kompleks (Junqueira, 2007; Kariosentono,

2009). Produk melanin yang dihasilkan akan menentukan warna kulit,

rambut, dan mata, karena selain di epidermis terdapat juga di folikel

rambut, retina, leptomeningeal, telinga bagian dalam, dan jaringan

lain.

Pembentukan melanin terjadi di bawah pengaruh genetik dan

dapat dipengaruhi pula oleh stimulus dari luar, seperti sinar matahari.

Ada dua bentuk melanin yaitu eumelanin yang memberikan warna

gelap (hitam-cokelat) dan pheomelanin memberi warna cerah

(kuning-kemerahan). Keduanya disintesis dari oksidasi tirosin oleh

ensim tirosinase, melalui jalur yang dikenal sebagai Raper Mason

Pathway. Tirosin diubah menjadi Dihidroksi Phenil Alanine (DOPA)

dan DOPA kuinon lebih dahulu sebelum menjadi eumelanin atau

pheomelanin oleh enzim tirosinase. Proses menggelapkan kulit

setelah terpajan sinar UV melalui dua tahapan. Pertama, suatu reaksi

fisikokimia menghitamkan melanin yang ada dan membebaskannya

dengan cepat ke dalam keratinosit. Kedua, kecepatan pembentukan

melanin dalam melanosit meningkat sehingga mengakibatkan

peningkatan jumlah pigmen (hiperpigmentasi) (Park dan Yaar, 2012).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

Pengaruh hormon MSH, estrogen dan progesteron juga ikut berperan

pada proses melanogenesis walaupun mekanisme kerjanya belum

jelas (Fitzpatrick et al., 2003; Maharani, 2015).

e. Gejala klinis dan klasifikasi

Gambaran klinis dari melasma cukup mudah dikenali, berupa:

lesi berbentuk makula (bintik pada kulit) berwarna cokelat muda atau

cokelat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur. Sering dijumpai

pada pipi, hidung, dagu, pelipis, dahi, alis dan bibir atas (Gambar

2.1.) (Soepardiman, 2015). Gejala singkat dari penyakit melasma

dimulai sebagai bercak-bercak hitam dan cokelat tua di pipi yang

selanjutnya meluas ke seluruh wajah (Siregar, 2013).

Gambar 2.1. Melasma (Daili et al., 2005)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

1) Klasifikasi melasma

Beberapa jenis melasma ditinjau dari 3 hal, antara lain:

a) Berdasarkan gambaran klinis

(1) Bentuk sentrofasial, meliputi: daerah dahi, hidung, pipi

bagian medial, bawah hidung, serta dagu (63%).

(2) Bentuk malar, meliputi: hidung dan pipi bagian lateral

(21%).

(3) Bentuk mandibular, meliputi: daerah mandibular (16%)

b) Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood

(1) Tipe epidermal, melasma tampak lebih kontras dengan

sinar Wood dibanding sinar lainnya.

(2) Tipe dermal, tidak tampak kontras dibanding sinar

lainnya.

(3) Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih kontras

sedangkan lokasi lainnya tidak kontras. Ketika diperiksa

dengan sinar lain maka pada tipe ini terlihat warna

cokelat tua (Ingber, 2009).

(4) Tipe sukar dinilai, pada kulit yang gelap pemeriksaan

dengan sinar Wood menjadi tidak jelas.

c) Berdasarkan pemeriksaan histopatologik

(1) Tipe epidermal, umumnya berwarna cokelat, melanin

terutama terdapat pada lapisan basal dan suprabasal,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

kadang-kadang pada seluruh lapisan korneum dan

spinosum.

(2) Tipe dermal, berwarna cokelat kebiruan terdapat

makrofag bermelanin pada sekitar pembuluh darah di

dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas

terdapat fokus-fokus infiltrat (Soepardiman, 2015).

Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan histopatologik ini

selain untuk memprediksi tipe melasma juga sebagai alat follow-

up selama pengobatan (Machado-Pinto et al., 2006a).

f. Pemeriksaan penunjang dan diagnosis

1) Pemeriksaan Penunjang

Terdapat 3 jenis pemeriksaan penunjang:

a) Pemeriksaan histopatologik

b) Pemeriksaan dengan sinar Wood

c) Pemeriksaan mikroskop elektron

2) Diagnosis

Diagnosis melasma dapat ditegakkan hanya dengan

pemeriksaan klinis. Sedangkan, pemeriksaan penunjang dengan

sinar Wood digunakan untuk menentukan tipe melasma dan

pemeriksaan histopatologik hanya digunakan pada kasus-kasus

tertentu (Soepardiman, 2015). Selama faktor-faktor penyebab

dapat dihilangkan maka prognosisnya baik (Siregar, 2013).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

g. Penatalaksanaan

1) Pencegahan

a) Perlindungan terhadap sinar matahari

Paparan sinar matahari merupakan penyebab utama

kerusakan kulit sehingga penderita melasma diharuskan

menghindari paparan langsung sinar ultraviolet, terutama

antara pukul 09.00-15.00 WIB. Cara menghindari paparan

sinar matahari tidak harus dengan berdiam diri di dalam

ruangan, tetapi dapat dilakukan dengan beberapa cara.

Beberapa cara tersebut yaitu menggunakan payung atau topi

yang lebar, kaos lengan panjang, dan memakai tabir surya

dengan cara yang tepat. Pemakaian tabir surya dianjurkan 30

menit sebelum beraktivitas di luar ruangan. (Maharani, 2015;

Soepardiman, 2015). Sedangkan, tabir surya yang baik

digunakan untuk penatalaksanaan melasma ialah

mengandung SPF > 30 (Daili et al., 2005).

b) Menghilangkan faktor penyebab

Salah satu pencegahan melasma yang baik adalah

dengan menghilangkan atau menghindari faktor

penyebabnya. Antara lain : menghentikan pemakaian pil

kontrasepsi, menghentikan pemakaian kosmetik yang

berwarna atau mengandung parfum, mencegah penggunaan

obat sistemik, seperti hidantoin, sitostatika, obat anti malaria,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

dan minosiklin yang dapat merangsang melanogenesis

(Siregar, 2013; Soepardiman, 2015).

2) Pengobatan

Tujuan utama terapi melasma bukan untuk menyembuhkan

melainkan mengontrol agar tidak kambuh lagi. Beberapa terapi

sudah tersedia, di antaranya: obat pemutih, pengelupasan kulit

(peeling) secara kimia, mikrodermabrasi, bedah laser, dan intense

pulsed light (Machado-Pinto et al., 2006b).

a) Obat pemutih (hypopigmenting agents)

(1) Hidrokuinon

Hidrokuinon telah digunakan sebagai lini pertama

pengobatan melasma selama lebih dari 50 tahun

(Machado-Pinto et al., 2006b). Hidrokuinon yang dipakai

yakni yang memiliki konsentrasi 2-5%. Krim ini dipakai

pada malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang

hari. Pada umumnya, perbaikan terjadi dalam 6-8 minggu

dan dilanjutkan sampai 6 bulan (Soepardiman, 2015).

Kombinasi dengan bahan kimia lain, seperti: tretinoin,

kortikosteroid, asam askorbat, asam glikoid, tocopherol

(vitamin E), dan tabir surya, terbukti lebih efektif dalam

terapi kelainan hiperpigmentasi dibanding hanya dengan

hidrokuinon (Machado-Pinto et al., 2006b). Efek

sampingnya adalah dermatitis kontak iritan atau alergik


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

dan setelah penghentian pemakaian krim ini sering terjadi

kekambuhan sehingga menimbulkan ketergantungan

(Soepardiman, 2015). Kadang-kadang ditemukan iritasi

berupa gatal-gatal dan kemerahan pada penggunaan

hidrokuinon. Hidrokuinon sebaiknya tidak digunakan

oleh wanita hamil dan menyusui dan digunakan tidak

melebihi konsentrasi 5%. Di Negara-negara Uni-Eropa,

hidrokuinon tidak lagi bisa diperdagangkan secara bebas,

tetapi harus diberikan dengan resep dokter (Maharani,

2015).

(2) Asam retinoat (tretinoin/retinoic acid)

Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai

terapi kombinasi atau tambahan. Krim ini juga dipakai

pada malam hari karena pada siang hari dapat terjadi

fotodegradasi. Terapi dengan asam retinoat ini dipakai

sebagai monoterapi, dan terjadi perbaikan klinis secara

bermakna meskipun agak lambat. Efek samping dari

penggunaan krim adalah eritema, deskuamasi, dan

fotosensitasi (Soepardiman, 2015).

(3) Asam azeleat (azelaic acid)

Asam azeleat menghambat aktivitas mitochondrial

oxidoreductase dan sintesis DNA dengan menginduksi

efek sitotoksik pada hiperaktivitas melanosit. Krim ini


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

merupakan obat aman untuk dipakai yang digunakan pada

konsentrasi 15-20% selama 6 bulan untuk memberikan

hasil yang baik (Machado-Pinto et al., 2006b). Efek

sampingnya adalah rasa panas dan gatal.

(4) Asam askorbat (vitamin C)

Asam askorbat menghambat produksi melanin

dengan mereduksi o-quinone dan melanin oksida. Asam

askorbat ini memberikan efek mengubah melanin bentuk

oksidasi menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna

lebih cerah dan mencegah pembentukan melanin dengan

mengubah DOPA kuinon menjadi DOPA (Soepardiman,

2015).

2. Tabir Surya

a. Definisi

Tabir surya merupakan suatu alat penyaring radiasi sinar UV

(CDC, 2009). Sinar matahari merupakan kebutuhan yang mendasar

bagi manusia sebagai karunia dari Yang Maha Pencipta yang tidak

dapat manusia atur. Namun, sinar UV dapat memberikan efek yang

buruk bagi kesehatan kulit manusia jika diterima berlebihan. Beberapa

komunitas kesehatan dan penyedia pelayanan kesehatan lainnya,

menganjurkan untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari

menggunakan pakaian lengan panjang, topi lebar, kacamata,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

membatasi aktivitas di luar rumah pada saat intesitas sinar matahari

paling tinggi dan berlindung pada bayangan gedung atau pepohonan

serta menggunakan tabir surya. Pada kenyataan, manusia tidak selalu

bisa menghindari sinar matahari baik sedang di dalam ruangan

maupun di luar ruangan, salah satu cara untuk mengatasi hal ini yaitu

menggunakan tabir surya yang rutin (Svobodova et al., 2006;

Soepardiman, 2015).

Penentuan aktivitas menahan sinar UV dari tabir surya dinilai

berdasarkan Sun Protector Factor (SPF) (Svobodova et al., 2006;

Balogh et al., 2011). SPF adalah perbandingan antara jumlah energi

sinar UV minimal yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritem pada

kulit dengan perlindungann tabir surya, dengan jumlah energi sinar

UV minimal yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritem tanpa

perlindungan tabir surya pada kulit. Jadi, diasumsikan bahwa semakin

tinggi nilai SPF, maka semakin tinggi perlindungan terhadap kulit

tetapi bukan berarti dapat melindungi kulit 100%.

Penentuan SPF didasarkan pada fungsinya dalam usaha

pencegahan terhadap kulit terbakar sedangkan, umumnya kulit

terbakar yang mudah dideteksi disebabkan oleh paparan sinar UVB,

oleh karenanya, sinar UVB biasanya yang digunakan untuk

menentukan SPF pada tabir surya (Svobodova et al., 2006). Hal ini

menimbulkan masalah seperti: di Amerika Serikat, tidak terdapat

informasi tentang kandungan anti-UVA pada label tabir surya,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

melainkan hanya informasi tentang perlindungan terhadap radiasi

UVB. Keadaan ini menyebabkan kurangnya informasi pada pengguna

tabir surya tersebut terhadap perlindungan sinar UVA (Baumann dan

Mauro, 2005). Padahal diketahui bahwa sebagian besar sinar UVA

sampai ke bumi dan berbahaya jika terpajan berlebihan. Namun, Food

and Drug Administration (FDA) telah mengeluarkan alat ukur untuk

anti-UVA melalui dua tes spesifik untuk keadaan ini. Adapun

klasifikasi anti-UVA, yakni low, average, high, atau very high dan

ditunjukkan dengan jumlah bintang (1-4) (Balogh et al., 2011).

b. Klasifikasi

Terdapat dua macam tabir surya yang dikenal, yaitu tabir surya

fisik dan tabir surya kimiawi.

1) Tabir surya fisik

Dikenal sebagai tabir surya inorganik. Tabir surya fisik

adalah bahan yang dapat memantulkan/menghamburkan sinar

ultraviolet, seperti titanium oksida, seng oksida, dan besi oksida.

Penambahan besi oksida meningkatkan kemampuan fotoprotektif

pada tabir surya ini, terhadap sinar UVA dan sinar tampak.

Kelebihan tabir surya ini ialah tidak menimbulkan reaksi alergi

seperti tabir surya kimiawi (Baumann dan Mauro, 2005).

2) Tabir surya kimiawi

Dikenal sebagai tabir surya organik. Tabir surya kimiawi

adalah bahan yang menyerap sinar UVB ataupun sinar UVA dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

dapat dikombinasikan dengan tabir surya fisik. Tabir surya ini

bertindak sebagai penyaring dengan menyerap dan memantulkan

radiasi ultraviolet pada lapisan epidermis. Kelemahan dari tabir

surya ini ialah dapat menimbulkan reaksi alergi pada

penggunanya (Baumann dan Mauro, 2005). Tabir surya kimiawi

terdapat dua jenis, yaitu:

a) Anti-UVB

Tabir surya yang mengandung Paraaminobenzoat

Acid (PABA) atau derivatnya, misalnya octil PABA

(Soepardiman, 2015). Anti-UVB menyerap kurang lebih

90% dari jumlah total energi sinar UV dengan panjang

gelombang 290-320 nm. Pada saat ini, PABA sudah tidak

digunakan lagi karena sering menyebabkan alergi ataupun

iritasi (Balogh et al., 2011).

b) Anti-UVA

Tabir surya yang tidak mengandung PABA, misalnya

benzofen, sinamat, dan antranilat (Soepardiman, 2015).

Adapun efek samping benzofen menyebabkan dermatitis

sehingga sekarang sudah tidak beredar. Kombinasi

kandungan yang lebih efektif masih terus dikembangkan

sampai saat ini.

Selain dua jenis tersebut, terdapat satu jenis lagi yaitu: yang

mengandung anti-UVA dan anti-UVB, sering disebut broad-


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

spectrum (spektrum luas) (Balogh et al., 2011). Jenis inilah yang

dianjurkan oleh FDA (2012) maupun American Academy of

Dermatology (AAD) (2013).

c. Penggunaan dan efek samping

Tabir surya yang baik digunakan ialah tabir surya spektrum luas

(mengandung anti-UVA dan anti-UVB) dengan SPF 15 atau lebih

serta terdapat label anti air (FDA, 2012). Selanjutnya, pemakaian tabir

surya yang benar, dioleskan pada seluruh bagian tubuh yang terpajan

sinar matahari dan digunakan baik pada cuaca panas maupun dingin.

Tabir surya diaplikasikan 15 menit sebelum terkena sinar matahari

untuk mendapatkan hasil yang optimal (CDC, 2009). Pemakaian

ulang tabir surya harus dilakukan pada kondisi, seperti: ketika berada

di luar ruangan selama lebih dari 2 jam, setelah berenang atau terkena

air bahkan keringat (FDA, 2012). Efek samping pemakaian tabir surya

berupa reaksi alergi dan dermatitis kontak alergi jarang ditemukan

(Balogh et al., 2011).

3. Hubungan pemakaian tabir surya dengan penyakit melasma

Penyebab timbulnya melasma sangat berhubungan dengan paparan

sinar matahari. Hal ini disebabkan karena sinar UV dari matahari

merupakan kunci utama dari peningkatan jumlah melanosit pada melasma.

Pada kulit diperlukan perlindungan dari sinar matahari sebagai usaha

untuk mencegah timbulnya serta kambuhnya melasma (Baumann dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Mauro, 2005). Dalam beberapa penelitian, pemakaian tabir surya

dianjurkan sebagai sarana pencegahan utama dan pengobatan pendamping

pada melasma. Penggunaan tabir surya spektrum luas secara rutin terbukti

efektif dalam mencegah melasma dan memperkuat efek obat topikal lain

pada terapi melasma. Penelitian oleh Lakhdar dengan memberikan tabir

surya SPF 50+ selama 12 bulan pada 200 wanita hamil di Moroko dan

hanya 2,7% di antaranya menderita melasma selama kehamilan. Delapan

dari 12 pasien melasma terbukti membaik dengan penggunaan tabir surya

(Umborowati dan Rahmadewi, 2014).

Sebuah studi yang lain di Korea tahun 2010 pada 220 wanita hamil

di Korea, penggunaan tabir surya SPF 50+ dengan spektrum luas

(mengandung anti-UVA dan anti-UVB) selama 12 bulan terbukti efektif,

hanya 1% saja yang menderita melasma (Seite dan Park, 2013). Selain itu,

hasil penelitian oleh Vazques dan Sanches menyebutkan bahwa 26 dari 27

pengguna tabir surya dengan spektrum luas menunjukkan peningkatan

pada pengobatan melasma (Baumann dan Mauro, 2005). Oleh karena itu,

pemakaian tabir surya yang tepat perlu mendapatkan perhatian khusus oleh

masyarakat karena dapat menghambat salah satu faktor risiko melasma

sehingga kejadian melasma dapat berkurang dan sebaliknya, tanpa

pemakaian tabir surya pada saat aktivitas di luar dapat memperburuk

keadaan melasma itu sendiri.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

B. Kerangka Pemikiran

Usia Sinar UV

Genetik Kosmetik

Hormon Obat-obatan

Ras

Melanogenesis

1. Riwayat Pemakaian
Hipermelanosis Tabir Surya
(minimal 1 tahun)
2. Riwayat Pemakaian
Tabir Surya
Melasma (minimal 1 tahun
sebelum melasma)

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Menghambat
: Memicu

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara riwayat pemakaian tabir surya dengan kejadian
melasma.
2. Responden yang memakai tabir surya lebih sedikit menderita melasma
daripada responden yangcommit to user tabir surya.
tidak memakai

Anda mungkin juga menyukai

  • SGD 17
    SGD 17
    Dokumen2 halaman
    SGD 17
    oktaviani nufus
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen18 halaman
    Bab Ii
    oktaviani nufus
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    oktaviani nufus
    Belum ada peringkat
  • Noniek Rahmawati G0008140
    Noniek Rahmawati G0008140
    Dokumen49 halaman
    Noniek Rahmawati G0008140
    oktaviani nufus
    Belum ada peringkat
  • Infanticide
    Infanticide
    Dokumen24 halaman
    Infanticide
    oktaviani nufus
    Belum ada peringkat
  • Bipolar Disorder
    Bipolar Disorder
    Dokumen14 halaman
    Bipolar Disorder
    oktaviani nufus
    Belum ada peringkat