Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR PENYEBAB KRISIS HIPERTENSI

Hipertensi esensial
Penyakit Parenkim Ginjal
Pielonefritis Kronik
Glomerulonefritis
Nefritis tubulointerstisial
Penyakit Vaskular pada Ginjal Stenosis Arteri
Renalis
Makroskopis poliarteritis nodusa
Obat-obatan
Penghentian tiba-tiba obat obatan agonis alfa-2 adrenergik yang bekerja sentral seperti clonidine dan
metildopa
Intoksikasi obat simpatomimetik (kokain, dll)
Interaksi dengan obat MAO-Inhibitor (phenilzine, selegiline)
Kehamilan
Eklampsia/pre-eklampsi berat
Endokrin
Feokromositoma
Aldosteronisme primer

Kelebihan hormone glukokortikoid Tumor yang


mensekresikan rennin
Kelainan Sistem Saraf Pusat
Stroke hemoragik
Cedera Kepala

MEKANISME AUTOREGULASI
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah
dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan
perubahan konstriksi/dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi
dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak
masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas
autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari
aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi
klinik seperti mual, menguap,

[3]
pingsan dan sinkop. Pada pe derita hipertensi kronis, penyakit serebrova kular dan usia tua, batas
ambang autoregulasi i i akan berubah dan bergeser ke kanan pa a kurva, sehingga pengurangan aliran
darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih tin gi (lihat gambar 2)
(1) .

(1)
Ga mbar 1. P atofisio logi h iperte si emergensi .

[4]
(1)
Gambar 2. Kurva Autoregulasi ada Tekanan Darah

Pada penelitian Stragard, dilakukan pengukuran MAP pada penderita hipertensi dengan yang normotensi.
Didapatkan penerita hipertensi dengan pengobatan mempnyai nilai diantara grup normotensi dan
hiperensi tanpa pengobatan. Orang dengan hi pertensi terkontrol
(1)

cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal .


Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensiaupun hipertensi, diperkirakan bahwa
batas teendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itdalam
pengobatan hipertensi krisis, penuruan MAP sebanyak 20%-25% dalam beberapa menit atau jam,
tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta
akut ataupun edem paru akibat payah
jantung kiri dilakukan dalatempo 15-30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi
emergensi lainya.enderita hipertensi ensefalopati, penurunantekanan darah 25% dalam 2-3 jam. Untuk
pasie dengan infark serebri akut ataupun perdrahan intrakranial, penurunan tekanan darah dil kukan
lebih lambat (6-12 jam) dan harusijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari70-180/100 mmHg
(1,2,4,6,8)
.
[5]

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis krisis hipertensi berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada.
Tabel 2. Prevalensi kerusakan target organ

Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala,
penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis.
Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal. Pada
pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, Perdarahan dan
eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian
pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut
miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal
(1,5,7)

ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi .

Gambar 3. Papilledema. Pembengkakan optic disc dan margin kabur (1).


[6]

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat dilakukan dengan cepat
dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menunjukkan organ mana yang mengalami gangguan.
Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum,
kepatuhan minum obat, riwayat pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah seperti
kokain, phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD), amphetamin, atau obat-obat
simpatomimetic lainnya. Gejala sistem saraf (nyeri kepala,
perubahan mental, ansietas). Gejala sistem ginjal (BAK berwarna merah, jumlah urin

berkurang). Gejala sistem kardiovaskuler (adanya sesak napas, payah jantung, kongestif dan oedema
paru, nyeri dada). Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit kardiovaskular atau ginjal
(glomerulonefritis, pyelonefritis) penting dievaluasi. Hal yang juga perlu untuk dievaluasi adalah r iwayat
kehamilan untuk mencari tanda eklampsia sebagai penyebab krisis
hipertensi(1,2,3).
[7]

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat pada posisi (baring dan
berdiri) pada kedua tangan. Begitu pula nadi diperiksa pada keempat ekstremitas, auskultasi paru untuk
mencari edema paru, auskutasi jantung untuk mencari murmur/gallop, auskultasi arteri renalis untuk
mencari bruit dan pemeriksaan neurologis serta funduskopi. Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema
retina, perdarahan retina, eksudat pada retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai
apakah ada peningkatan tekanan vena
jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi. Pemeriksaan neurologi untuk menilai tanda
perubahan neurologis yang segera terjadi atau berkelanjutan. Tanda hipertensi ensefalopati seperti
disorientasi, gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal dan kejang fokal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara, yaitu :
a. Pemeriksaan segera seperti :
 Darah : Rutin, BUN, creatinine, elektrolit
 Urine : Urinalisa
 EKG : 12 lead : melihat tanda iskemi
 Rontgen Thoraks : Rontgen thorax dapat dilakukan untuk menilai ukuran jantung, tanda edema paru
serta penapisan awal terjadinya diseksi aorta akut.

b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung keadaan klinis dan hasil pemeriksaan pertama)


 Dugaan kelainan ginjal : IVP, renal angiografi, biopsi renal
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan
 Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin, metamefrin, Venumandelic Acid
(VMA)
 Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari gangguan fungsi sistolik
ketika tanda gagal jantung didapatkan.
Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi

Anda mungkin juga menyukai