TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan
Neurotologi dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing. Pada populasi umum
prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan
5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan
prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onset BPPV biasanya diderita
pada usia < 50 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu
2,2 : 1,5. BPPV merupakan bentuk dari vertigo posisional.
Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan
posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam
dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus
paroksimal.Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo
posisional. Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo posisional
yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius dan secara
umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroksimal yang dimaksud adalah onset
vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu
menit. Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga
disebut dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional,
benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional nystagmus
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII (Chobanian, Bakris, Black,
2009)
KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)
Normal < 120 <80
Pra hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 160 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100
3.4 Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium karbonat yang
berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanal
semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali lipat lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika
kalsium karbonat tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan
vertigo. Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Bunjamin et al., 2013):
a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini dimana ditemukan
partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang
terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan kupula.
Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi
akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama halnya seperti benda berat diletakkan pada
puncak tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah
cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala
penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). Kanalis
semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan
partikel tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten sebelum
timbulnya pusing dan nistagmus.
b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith bergerak bebas
didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel tersebut
berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala
direbahkan ke belakang, partikel ini berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis semi
sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan pusing. Saat
terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan kupula,
muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan layaknya
kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil akan terangkat seberntar kemudian
terjatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut seolah-olah yang memicu
organ saraf menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini dapat
menerangkan keterlambatan sementara nistagmus, karena partikel butuh waktu untuk mulai
bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang
efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan
dari gejala pusing.