Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

Benign Paroxymal Positional Vertigo (BPPV)

Disusun Oleh :
Dian Anugrah Palin
1120200042

Pembimbing :

dr. Irma Suryati Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
KRIDA WACANA JAKARTA
Pendahuluan

Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktifitas kehidupan sehari-hari. Sampai
saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan vertigo. diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat masih terus disempurnakan. Benign Paroxysmal Positional
Vertigo merupakan gangguan vestibular dimana 17%-20% pasien mengeluh vertigo.
Gangguan vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh
perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal.
Penyakit ini merupakan  penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan
diderita oleh wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2 :1

enign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material berupa kalsium karbonat
dari makula dalam dinding utrikulus masuk kedalam salah satu kanalis semisirkularis yang
akan merespon ke saraf. Berdasarkan teori dapat mengenai ketiga kanalis semisirkularis,
walaupun terkenanya kanal superior (anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering
adalah bentuk kanal posterior, diikuti bentuk lateral. Diagnosis BPPV ditegakkan berdasarkan
anamnesis gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver diagnosis

Secara umum penatalaksanaan BPPV adalah untuk meningkatkan kualitas hidup serta
mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi pada pasien. Penatalaksanaan BPPV secara garis
besar dibagi menjadi dua yaitu  penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai
manuver didalamnya dan penatalaksanaan farmakologis Penatalaksanaan dengan menuver
secara baik  dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.

Defenisi

Benigin Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah penyakit organ vestibuler perifer yang
paling umum dan di tandai dengan sensasi berputar yang terjadi secara tiba-tiba yang di sertai
dengan nystagmus yang khas. Gejala dipicu oleh perubahan posisi kepala sehubungan dengan
gravitasi, yang dapat berkisar pada pusing ringan sampai berat dan menyebabkan mulal atau
muntah dan menggangu fungsi sehari-hari.

Dalam kasusu BPPV, terjadi pembentukan sinyal yang menyimpang dari kanalis
semisirkularis sehingga menciptakan ilusi gerakan yang menyebabakan munculnya vertigo.

Anatomi dan Fisiologi Organ Verstibuler.


Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin
membran yang terdapat dalam Vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat
makula yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Makula utrikulus terletak
pada dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horizontal. Makula sakulus
terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertical. Pada setiap
makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith
(otokonia) Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang
menjadi penyebab BPPV Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada
tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utriculus, disebut ampula. Di
dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan
seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan aliran endolimfa
di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang
menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pengelepasan
neurotransmitter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf
aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan,
maka terjadi hiperpolarisasi. Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula,
sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula, Pada kanal semisirkular posterior
dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang ( stimulatory) dan
defleksi utrikulopetal bersifat menghambat (inhibitory) Pada kanal semisirkular lateral,
terjadi yang sebaliknya.
Organ Vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
percepatan linier atau percepatan sudut, dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem
tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang
bersangkutan.

Epidemiologi.

Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi
2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di United State dengan
keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onset 4
BPPV biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2 : 1. BPPV lebih sering melibatkan telinga kanan, faktor
yang mungkin terkait adalah kebiasaan tidur ke sisi kanan pada populasi umum. Sebagian
besar BPPV berkembang dari kanalis semisirkularis posterior dan horizontal.

Etiologi

Penyebab BPPV sebgian besar tidak diketahui (idiopatik). Berbagi penyebab yang mungkin
memicu timbulnya BPPV antara lain karena cedera kepala dan labirinitis. Terdapat 2 teori
yang dapat menyebabkan terjadinya BPPV yaitu teori canalithiasis, dan cupulolithiaisi yang
dapat mempengaruhi dinamika cupular.

Teori Cupulolithiasis

Pada tahun 1962 Harold Schuknecht mengemukakakn teori (cupula Heavy), untuk
menjelakan pengeruhnya terhadap BPPV. Dengan bantuan fotomikrograf, terdapat partikel
basofilik yang menempel pada kupula. Partikel-partikel ini dapat menyebabkan cupula pada
kanalis semisirkularis posterior lebih responsive terhadap gravitasi. Hal ini mengakibatkan
kupula menjadi lebih berat, sehingga pada keadaan tertentu membuat kupula tidak Kembali
ke posisi netral, sehingga menyebabkan pusing dan terbentuknya nystagmus.

Teori Canalithiasis

Pada tahun 1980 Eplley mengemukakan teori mengenai canalithiasis, eppley mengajukan
bahwa kejadian BPPV tidak konsisten dengan terjadinya kepadatan pada cupula. Eppley
berpendapat bahwa adanya denisitas yang bergerak bebas dalam kanalis semisirkulais jauh
lebih baik dalam menjelaskan kejadian BPPV. Eppley menyebut densitas tersebut sebagai
canatith. Canalith ini dapat menggerakkan endolimfe sehingga dapat menyebabkan BPPV.

Patofisiologi BPPV

Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen dari
salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe,
sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika
kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), mereka
menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena,
sehingga menyebabkan vertigo. Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula
pada kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ekstraokuler. Setiap kanal
yang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu
pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan
kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium melekat pada
kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel
kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal Alasan terlepasnya
kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena
trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit
yang diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari
membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak
terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan BPPV
berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini
menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada
umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak
pada kecenderungan terjadinya BPPV berulang.

BPPV Canal Posterior

Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang paling sering terjadi adalah tipe kanal posterior.
Ini tercatat pada 85 sampai 90% dari kasus dari BPPV, karena itu, jika tidak diklasifikasikan,
BPPV umumnya mengacu pada BPPV bentuk kanal posterior. Penyebab paling sering
terjadinya BPPV kanal posterior adalah kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe
yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanal posterior disebabkan karena kanal ini adalah
bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri
ataupun berbaring. Kanalit tersebut bergerak ke bagian yang paling rendah pada saat orientasi
dari kanalis semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi.

BPPV Canal Lateral

BPPV tipe kanal lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak kedua. BPPV tipe kanal lateral
sembuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan BPPV tipe kanal posterior. kanal lateral
memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas. Karena itu, debris bebas yang terapung di
kanal lateral akan cenderung untuk mengapung kembali ke utrikulus sebagai akibat dari
pergerakan kepala. Kupulolitiasis memiliki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe kanal
lateral dibandingkan tipe kanal posterior. Karena partikel melekat pada kupula, vertigo sering
kali berat dan menetap saat kepala berada dalam posisi provokatif. Ketika kepala pasien
dimiringkan ke arah sisi yang terkena, kupula akan mengalami defleksi ampulofugal
(inhibitory) yang menyebabkan nistagmus apogeotrofik. Ketika kepala dimiringkan ke arah
yang berlawanan akan menimbulkan defleksi ampulopetal (stimulatory), menghasilkan
nistagmus apogeotrofik yang lebih kuat.

Gejala Klinis

- Spinning dizzness (sensai berputar)


- Durasinya biasnya singkat
- Di induksi saat perubahan posisi
- Dapat disertai rasa mulai bahkan sampai muntah
- Gangguan Visual, terkait serangan nigtasmus
- Nigrasmus torsional.
Diagnosis BPPV

Anamnesis

pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo
bisa diikuti dengan mual.

Pemeriksaan Fisik

Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak muncul nystagmus spontan, pada evaluasi
neurologis didaptkan normal.

a. Dix-Hallpike Test.
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan
punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk
melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
1. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 300-400, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
2. Kepala diputar menengok ke kanan 450 (kalau kanalis semisirkularis posterior
yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior. Dilakukan
selama 30 detik.
3. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan
sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
4. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
5. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet‟ (ke arah dahi) dan ipsilateral.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.
7. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 0 dan
seterusnya.
b. head Roll Test/Supine Roll Test
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike
negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya BPPV
kanal lateral.
BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak
kedua. Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat.
1. Pasien berada pada posisi supine atau berbaring telentang pada posisi netral.
2. Rotasi kepala pada posisi 900 dengan cepat pada satu sisi.
3. Amati apakah muncul nystagmus
4. Kembalikan kepala pada posisi normal
5. Setelah nisyagmus meredah kepala di putar ke sisi yang berlawanan 90 0 kemudian
lihat ada tidaknya nystagmus.
c. Test Kalori.
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air,
dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 300C, sedangkan suhu air panas adalah 440C.
Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam
waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah
telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin
juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap
selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau air panas) pasien
diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya).

Diagnosis Banding BPPV

- Ménière disease

- Inner ear concussion


- Alcohol intoxication
- Labyrinthitis or vestibular neuronitis
- Vascular loop syndrome
- positional nystagmus of central origin
- Acoustic neuroma and meningioma
- Vertebral artery insufficiency
- Orthostatic hypotension
Tatalaksana BPPV

a. Non Farmkologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat sembuh
secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian yang
membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel  Partikel
Repositioning Maneuver (PMR) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada
BPPV, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi risiko jatuh  pada pasien,
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.
- Epley Maneuver.
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
1. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450
2. lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit.
3. Lalu kepala ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya.
4. posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik
5. pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.

- Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika
kanal posterior terkena.
1. pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke sisi yang sehat
2. lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan 20 selama 1-3
menit
3. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa
kembali ke posisi duduk lagi.
- Lempert Manuever
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
1. Pasien berguling 3600, , yang dimulai dari posisi supinasi
2. pasien menolehkan kepala 900 ke sisi yang sehat diikuti dengan membalikkan
tubuh ke posisi lateral dekubitus
3. kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral decubitus
4. pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral decubitus.
5. lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15
detik.

- Brandt-Daroff Exercise.
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan
sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik
setelah manuver Epley atau Semont.

1. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi duduk dengan kepala menoleh 450


2. lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan, dipertahankan selama 30 detik.
3. Selanjutnya pasien kembali ke posisi duduk 30 detik.
4. Pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi
yang berlawanan selama 30 detik.

b. Tatalaksana Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin dilakukan.
Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk gejala-gejala
vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti
setelah melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga
pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine
(diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin).
Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat mengganggu
kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek
supresif pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena
motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya
diminimalkan.
c. Tatalaksana Operatif
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan sangat
sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan manuver-
manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk
melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis
penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu
singular neurectomy (transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior
semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi
mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi

Prognosis

Sepertiga pasien mengalami remisi dalam waktu tiga minggu, mayoritas pasien sembuh
dalam waktu 6 bulan, tingkkat kekambuan BBPV bervariasi, menurut literatur tingkat
kekambuhan mencapai 18%, studi lain melaporkan 15% kekambuhan setiap tahunnya dan
50% dalam waktu 40 bulan pasca perawatan. Dibawah 1% BPPV membutuhkan Tindakan
operasi.
Daftar Pustaka

1. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal. 2009;29:500-
508.
2. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). CMAJ. 2003;169 (7): 681-93.
3. von Brevern M, Radtke A, Lezius F, et al. Epidemiology of benign paroxysmal
positional vertigo: a population based study. J Neurol Neurosurg Psychiatry
2007;78(7):710–715.
4. Kao WTK, Parnes LS, Chole RA. Otoconia and otolithic membrane fragments within
the posterior semicircular canal in benign paroxysmal positional vertigo.
Laryngoscope 2016;90:709–714.
5. Kansu L, Aydin E, Gulsahi K. Benign paroxysmal positional vertigo after nonotologic
surgery: case series. J Maxillofac Oral Surg 2015;14(Suppl 1): 113–115.
6. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of Benign
Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology. 2006;72(1): 130-8.
7. Halker RB, Barrs DM, Wellik KE, Wingerchuk DM, Demaerschalk BM. Establishing
a diagnosis of benign paroxysmal positional vertigo through the dix-hallpike and side-
lying maneuvers: a critically appraised topic. Neurologist 2008;14(3):201–204.
8. Teixeira L.J., Pollonio J.N., Machado. Maneuvers for the treatment of Benign
Positional Paroxysmal Vertigo: a systemic review. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology. 2006;72(1): 130-8.
9. Humphriss RL, Baguley DM, Sparkes V, Peerman SE, Moffat DA. Contraindications
to the Dix-Hallpike manoeuvre: a multidisciplinary review. Int J Audiol
2003;42(3):166–173.

Anda mungkin juga menyukai