Dosen Pengampu :
Dzinnun Hadi, S.Sos.I, M.Pd.
Disusun Oleh:
KELOMPOK 5 BKI-6A
APRIL 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini membahas mengenai
“Perubahan Praktik Bimbingan dan Konseling di Indonesia” Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok membuat
makalah mata kuliah “Pengembangan Profesi Konselor” semester genap pelajaran
2020/2021.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan beberapa
pihak. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dzinnun Hadi.S.Sos.I,
M.Pd. Selaku dosen pengampu. Serta pihak-pihak yang turut membantu
memberikan referensi buku.
Setiap manusia pasti tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu kami
meminta maaf sebesar-besarnya atas semua kekurangan dan kesalahan, baik yang
sengaja maupun tidak disengaja. Kritik dan saran sangat kami harapkan agar dapat
lebih baik dalam menyusun makalah yang lainnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ........................................................................................... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan praktik pelayanan bimbingan dan konseling di
Indonesia tentunya tak lepas dari perkembangan bimbingan dan konseling
di negara asalnya, yaitu Amerika Serikat. Diawali pada tahun 60-an
dengan banyaknya pakar pendidikan yang menempuh studi di Amerika
Serikat kemudian kembali ke Indonesia setelah lulus. Mereka membawa
konsep-konsep baru soal bimbingan dan konseling yang dipelajarinya dari
negara tersebut.
Namun, semakin ke sini, praktik pelayanan bimbingan dan
konseling terus berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Dari yang awalnya menggunakan pola 17, kemudian di-upgrade menjadi
pola 17 plus yang konteks layanannya tentunya lebih kompleks. Tak
berhenti sampai di situ, para pakar kemudian mengembangkan pola 17
plus menjadi pola 17 plus yang disempurnakan. Tujuannya tentunya agar
layanan bimbingan dan konseling yang diberikan menjadi lebih
komprehensif dan memuaskan bagi klien atau konseli.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kami membuat makalah
dengan tema “Perubahan Praktik Bimbingan dan Konseling di Indonesia”
untuk membuka wawasan pembaca mengenai permasalahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Bagaimana sejarah singkat pra lahirnya Pola 17?
2. Bagaimana lahirnya Pola 17?
3. Bagaimana perubahan dari Pola 17 ke 17 Plus?
4. Bagaimana proses penyempurnaan BK 17 Plus menjadi 17 Plus yang
disempurnakan?
5. Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling komprehensif?
6. Apa saja komponen-komponen dalam program bimbingan dan
konseling?
1
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah singkat pra lahirnya Pola 17.
2. Untuk mengetahui lahirnya Pola 17.
3. Untuk mengetahui perubahan dari Pola 17 ke 17 Plus.
4. Untuk mengetahui proses penyempurnaan BK 17 Plus menjadi 17 Plus
yang disempurnakan.
5. Untuk mengetahui maksud dari bimbingan dan konseling
komprehensif.
6. Untuk memahami komponen-komponen dalam program bimbingan
dan konseling.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia
(IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk
memperoleh paying hukum pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan disekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan BP disekolah
Lahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang angka kredit
bagi jabatan guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Merupakan angina segar pelaksaan BP disekolah.
Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena
dikatakan “tugas guru adalah mengajar/membimbing”. Penafsiran
pelaksanaan ini disekolah dan didukung tenaga atau guru
pembimbing yang berasal dari lulusan jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan atau jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
(sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan
BP disekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-
guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau
pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk
memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK
Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk
pelaksanaan BP disekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, megapa, untuk apa, bagaimana , kepada siapa, oleh siapa,
kapan dan dimana pelaksanaan BP dilaksanakan juga belum jelas.
Oleh siapa BP dilaksanakan, disekolah banyak terjadi diberikan
kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru yang
kurang jam mata pelajarannya. Guru-guru ini jelas sebagian besar
tidak menguasai dan tidak dipersiapkan untuk menjadi guru
pembimbing. Kesan yang tertangkap dimasyarakat terutama orang
tua murid, BP menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga
ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil
guru pembimbing, orang tua menjadi malu dan dari rumah sudh
berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai
4
masalah. Dari segi pengawasan juga belum jelas arah dan
pelaksanaan pengawasannya.
Dengan pola yang tidak jelas itu mengakibatkan:
1) Konselor sekolah belum mampu mengoptimalkan tugas
dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap
siswa yang menjadi tanggung jawabnya. Yang terjadi
malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu
mata pelajaran seperti Bahasa Indonseia, kesenian dan
lain-lain.
2) Guru pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan
pengelola nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta
berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru
mata pelajaran yang berhalangan hadir.
3) Guru pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang
mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak
mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat sekolah ,
tidak memakai seragam yang sesuai dan tidak lengkap.
4) Kepala sekolah tidak mampu melakukan pengawasn,
karena tidak memahami program pelayanan serta belum
mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan
disekolahnya.
5) Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil
sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing,
sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang
diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.
B. Lahirnya Pola 17
SK Mendikbud NO. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial,
khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling adalah:
5
1) Istilah “Bimbingan dan Penyuluhan” secara resmi diganti
“Bimbingan dan Konseling”.
2) Pelakasanaan BK disekolah adalah guru pembimbing, yaitu guru
yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian BK tidak
dilaksanakan oleh sembarang guru.
3) Guru yang diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan BK
adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan kegiatan
tersebut, minimum mengikuti penataran BK selama 180 jam.
4) Kegiatan BK dilaksanakan dengan pola yang jelas:
a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas-asasnya.
b. Bidang Bimbingan: bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan
karir.
c. Jenis layanan: layanan orientasi, informasi penempatan,
pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok
dan konseling kelompok.
d. Kegiatan pendukung: instrumentasi, himpauan data,
konferensi kasus, dan alih tangan kasus.
Hal-hal yang substansial diatas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelas
yang sudah lama berlangsung sebelumnya, langkah konkrit diupayakan seperti:
6
4) Pengembangan instrument BK.
7
pokok BK Pola-17 Plus meliputi keterpaduan mantap tentang pengertian,
tujuan, fungsi, prinsip dan asas, serta landasan BK; enam bidang
pelayanan BK; sembilan jenis layanan BK; enam kegiatan pendukung BK;
serta format pelayanan yang mencakup format individual, kelompok,
klasikal, lapangan, dan politik.
Adapun manfaat dan pentingnya bimbingan kelompok bagi siswa
adalah: (1) diberi kesempatan yang luas untuk berpendapat dan
membicarakan yang terjadi di sekitarnya. Semua pendapat yang positif
maupun negatif disinkronkan dan diluruskan sehingga memantapkan
siswa, (2) memiliki pemahaman yang obyektif, tepat, pandangan luas dan
pemahaman obyektif sehingga diharapkan, (3) menimbulkan sikap positif
terhadap keadaan diri dan lingkungan seperti (menolak hal yang
salah/buruk/negatif dan menyokong hal yang benar/baik/positif. Sikap
positif diharap merangsang siswa untuk: (a) menyusun program-program
kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang buruk dan sokongan
yang baik, dengan harapan, dan (b) melaksanakan kegiatan nyata dengan
membuahkan hasil.
D. Penyempurnaan BK 17 Plus Menjadi 17 Plus yang Disempurnakan
Pengembangan dan penyempurnaan dari pola 17 (Prayitno, 2006),
yaitu penambahan pada bidang bimbingan, jenis layanan, dan kegiatan
pendukung. Pola 17 plus menjadi:
1. Keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan
asas serta landasan BK (Wawasan Bimbingan dan Konseling: fungsi
ditambah satu, yaitu fungsi advokasi).
2. Bidang pelayanan BK meliputi:
a. Bidang pengembangan pribadi
b. Bidang pengembangan sosial
c. Bidang pengembangan kegiatan belajar
d. Bidang pengembangan karir
e. Bidang pengembangan kehidupan berkeluarga
f. Bidang pengembangan kehidupan beragama
8
3. Jenis layanan BK meliputi:
a. Layanan Orientasi (Orin)
b. Layanan Informasi (Info)
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran (PP)
d. Layanan Penguasaan Konten (PKO)
e. Layanan Konseling Perorangan (KP)
f. Layanan Bimbingan Kelompok (BKp)
g. Layanan Konseling Kelompok (KKp)
h. Layanan Konsultasi (KSI)
i. Layanan Mediasi (MED)
4. Kegiatan pendukung BK:
a. Aplikasi Instrumentasi (AI)
b. Himpunan Data (HD)
c. Konferensi Kasus (KK)
d. Kunjungan Rumah (KR)
e. Tampilan Kepustakaan (TKp)
f. Alih Tangan Kasus (A. Tk)
9
konseli atau klien dalam totalitas aspek bimbingan (baik pribadi-sosial,
akademik, dan karier). Layanan yang diberikan pun bukan hanya terbatas
pada konseli dengan karakter dan motivasi yang unggul serta siap belajar
saja. Layanan BK komprehensif ditujukan untuk semua siswa atau konseli
dengan berbagai keadaan dan kemampuan, tanpa syarat apa pun. Dengan
harapan, setiap konseli dapat menggapai keberhasilan dalam hidupnya dan
menunjukkan kontribusi nyata dalam masyarakat.
Pendekatan dan tujuan layanan BK pada dasarnya memang bukan
hanya berkaitan dengan perilaku menyimpang dan bagaimana mencegah
perilaku tersebut saja. Lebih dari itu, layanan BK juga berurusan dengan
pengembangan perilaku yang efektif. Sudut pandang perkembangan ini
mengandung implikasi luas bahwa pengembangan perilaku yang sehat dan
efektif harus dapat dicapai oleh setiap individu dalam konteks
lingkungannya masing-masing. Sehingga, BK seharusnya perlu diarahkan
pada upaya memfasilitasi individu agar menjadi lebih sadar terhadap
dirinya, terampil dalam merespons lingkungan serta mampu
mengembangkan diri menjadi pribadi yang bermakna dan berorientasi ke
depan. (Azam, 2016)
Model BK komprehensif adalah suatu konsep pengembangan yang
memiliki asumsi sebagai berikut:
1. Program bimbingan merupakan suatu kebutuhan yang
mencakup berbagai dimensi yang terkait dan dilaksanakan
secara terpadu dengan jalinan kerja sama antar personal
bimbingan.
2. Layanan bimbingan ditujukan untuk setiap orang yang
memerlukan bantuan dengan menggunakan berbagai strategi
(pengembangan pribadi dan dukungan sistem), meliputi ragam
dimensi (masalah, setting, metode, dan lama waktu layanan).
3. Bimbingan bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi
konseli secara optimal, mencegah timbulnya masalah, dan
membantu memecahkan permasalahan konseli. (Ahmad Juntika
Nurihsan dan Mubiar Agustin, 2011)
10
Model bimbingan ini berpandangan bahwa manusia merupakan
satu kesatuan. Pengaruh terhadap bagian dari seseorang akan
mempengaruhi keseluruhannya. Pada diri setiap individu terdapat tenaga
yang mendorongnya untuk tumbuh dan berkembang secara positif ke arah
yang sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan dasar individu tersebut.
Setiap individu memiliki kebabasan untuk memilih dan bertanggungjawab
atas akibat yang timbul dari pilihannya itu.
11
sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang
sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan yang diperlukan
dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan
dalam menjalani hidupnya.
Tujuan layanan ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya untuk
membantu konseli agar:
a. Memiliki kesadaran serta pemahaman tentang diri dan
lingkungannya.
b. Mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi
tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang tepat bagi
penyesuaian diri dengan lingkungannya.
c. Mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya,
serta mengembangkan dirinya dalam rangka pencapaian tujuan
hidupnya.
2. Pelayanan Responsif
Layanan responsif merupakan upaya pemberian bantuan kepada
konseli yang menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan
dengan segera agar konseli tidak mengalami hambatan dalam proses
pencapaian tugas-tugas perkembangannya.
Hasil dari layanan ini, konseli diharap dapat mengalami perubahan
pikiran, perasaan, kehendak, atau perilaku yang terkait dengan
perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karier. Layanan responsif
bisa disampaikan melalui strategi-strategi seperti bimbingan individual
dan kelompok, alih tangan kasus, kolaborasi dengan guru mata
pelajaran, kolaborasi dengan orang tua, kolaborasi dengan pihak terkait
di luar, konsultasi, bimbingan teman sebaya, konferensi kasus, dan
juga kunjungan rumah.
3. Layanan Perencanaan Individual
12
Dalam layanan perencanaan individual, konselor membantu
konselinya untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya
berdasarkan data atau informasi yang diperoleh. Data yang dimaksud
bisa menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan atau aspek-
aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui kegiatan penilaian
diri ini, konseli akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan
pengaturan dirinya secara positif dan konstruktif. Melalui data dan
informasi yang didapat pada penilaian diri, maka konseli akan
menggunakannya untuk:
a. Merumuskan tujuan dan merencanakan kegiatan yang
menunjang pengembangan dirinya atau kegiatan yang
berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya.
b. Melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau
perencanaan yang telah ditetapkan.
c. Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dalam makalah,
maka dapat disimpulkan bahwa:
Sebelum lahirnya pola 17, pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan
di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak
jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra
bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi
terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap
pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud
kekecewaan atas kinerja guru pembimbing sehingga terjadi
kesalahpahaman dan persepsi negatif.
SK Mendikbud NO. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal
yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan dan
konseling kemudian mengilhami lahirnya pola 17 pada layanan
bimbingan dan konseling.
BK Pola-17 merupakan pola dasar dalam BK yang dilaksanakan di
lingkungan sekolah. Namun, seiring berkembangnya zaman, pada
abad ke-21 BK Pola-17 berkembang menjadi BK Pola 17 Plus. Hal
ini dikarenakan adanya pengembangan sasaran pelayanan BK yang
lebih luas.
Pengembangan dan penyempurnaan dari pola 17 plus menjadi pola
17 plus yang disempurnakan yaitu penambahan pada bidang
bimbingan, jenis layanan, dan kegiatan pendukung.
Bimbingan dan konseling komprehensif merupakan salah satu
program BK yang memfasilitasi capaian-capaian psikologis
perkembangan konseli atau klien dalam totalitas aspek bimbingan
(baik pribadi-sosial, akademik, dan karier).
14
Berdasarkan visi dan misi bimbingan, kebutuhan konseli, serta
tujuan bimbingan, maka layanan dasar bimbingan konseling
komprehensif dirumuskan menjadi tiga komponen utama, yaitu
layanan dasar bimbingan, layanan responsif, dan layanan
perencanaan individual.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
17