Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infark miokard merupakan penyakit jantung koroner

yang disebabkan oleh penyumbatan sebagian arteri atau total sehingga

dapat mengurangi suplai darah ke sel otot jantung yang

mengakibatkan kematian pada otot jantung ( Ayana, Kritpracha, &

Thaniwattananon, 2014). Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan

terjadinya kelainan berupa penyempitan yang disebabkan oleh plak

yang terdapat pada sepanjang pembuluh darah arteri koronaria

sehingga dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung (Gray,

2013) . Penyakit Jantung Koroner (PJK) yaitu suatu kerusakan aliran

darah menuju miokardium lebih besar dibanding yang dapat disuplai

oleh pembuluh yang tersumbat sebagian, sel miokardium menjadi

iskemik dan berpindah ke metabolisme anaerob. Aktivitas fisik berat

yang dilakukan terlalu sering dapat menyebabkan inflamasi pembuluh

darah sehingga tingkat risiko trombosis dalam otot jantung merupakan

pemicu patofisiologis PJK ( Indrawati, Mulyadi, & Kiling, 2018).

Anaerobik menghasilkan asam laktat yang merangsang ujung saraf

otot, menimbulkan nyeri, Sehingga fisik menjadi lemah, letih,lesu.

Lebih dari separuh pasien pasca infark miokard mengalami fatigue

(kelelahan), sehingga menjadi penghalang untuk melakukan aktivitas

fisik (Novita,Huriani,& Afrianti,2018) . Hal ini memunculkan

s
masalah keperawatan intoleransi aktivitas. Kerusakan fungsi jantung,

apapun penyebab yang mendasarinya, mempengaruhi intoleransi

aktivitas pada pasien untuk melakukan latihan fisik dan memenuhi

peran hidup ( Umniyyah,2018) .

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang

menyebabkan kematian terbanyak di dunia. Menurut data World

Health Organization (WHO) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa

17,5 juta dari orang di seluruh dunia meninggal akibat penyakit

kardiovaskuler atau 31 persen dari 56,5 juta kematian diseluruh dunia

(World Health Organization) (WHO),2014). Data dari Riset

Kesehatan Dasar tahun 2013 mengatakan bahwa penyakit yang paling

sering menyebabkan kematian di Indonesia adalah penyakit jantung

koroner dengan prevalensi 0,5 berdasarkan wawancara terdiagnosis

dokter dan 1,5 persen atau 15 orang dari 1000 penduduk Indonesia

berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala (Novita,Huriani &

Afrianti,2018). Sehingga perlu dilakukan penelitian di ruang Gardena

RSUD Ibnu Sina Gresik , guna mengetahui asuhan keperawatan pada

pasien IMA (Infark Miokard Akut) dengan masalah intoleransi

aktivitas.

Infark miokard adalah salah satu manifestasi atau gejala dari

penyakit jantung koroner yang sering juga disebut Artheriosclerotic

Heart Disease ( ASHD) . Gejala utama seringkali tergantung pada

tingkat dan lokasi infark serta arteri yang telah tersumbat ( Thygesene

s
dkk, 2012) dalam keadaan seperti ini dapat menimbulkan kelemahan

fisik pada pasien PJK. Kelemahan ini membuat penderita tidak dapat

melakukan aktivitas nya seperti sediakala dan timbul lah masalah

intoleransi aktivitas . Masalah intoleransi aktivitas dengan infark

miokard harus dapat dilakukan dengan implementasi yang baik ,

karena jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat akan

mengganggu system organ lain.

Setelah itu jika kondisi pasien membaik, maka pasien dianjurkan

untuk melakukan pencegahan sekunder. Dimana, periode setelah

terjadinya infark miokard biasanya akan memerlukan pencegahan agar

tidak terjadi serangan berulang. Maka dari itu pencegahan sekunder

difungsikan untuk mencegah kejadian serupa dan menjaga fungsi fisik

penderita ( Roveny,2017) . Adapun intervensi manajemen energi dan

terapi aktivitas juga dapat dilakukan untuk mengatasi kelelahan dan

mengoptimalkan proses pemulihan. Intoleransi Aktivitas dapat

ditatalaksana dengan memberikan aktivitas distraksi yang

menenangkan, menganjurkan aktivitas secara bertahap (SIKI,2018) .

Aktivitas fisik adalah bagian penting dari bagaimana caranya dapat

mengoptimalkan toleransi aktivitas pada pasien infark miokard akut.

Latihan pada pasien PJK IMA juga harus mampu menyesuaikan

tingkat kemampuan dan kelemahan klien (Firly,Siska, 2020) . Pada

fase ini perlu dilakukan agar fungsi kerja jantung dapat kembali

normal.

s
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat disusun

rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : bagaimanakah

asuhan keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien penyakit jantung

koroner infark miokard akut di Ruang Gardena RSUD Ibnu Sina

Gresik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mendapatkan pengalaman langsung dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien PJK infark miokard akut dengan

masalah keperawatan intoleransi aktivitas.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian PJK infark miokard akut adalah

sebagai berikut :

1. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas pada penyakit PJK IMA

2. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan masalah

s
keperawatan intoleransi aktivitas pada penyakit PJK IMA

3. Menyusun intervensi keperawatan dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas pada penyakit PJK IMA

4. Melakukan implementasi asuhan keperawatan dengan

masalah keperawatan intoleransi aktivitas pada penyakit PJK

IMA

5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas pada penyakit PJK IMA

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, diharapkan dapat ditinjau dari dua

aspek yaitu segi teoritis dan praktis sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mendapatkan hasil secara teoritis ,

sebagai berikut :

a. Hasil penelitian diharapkan dapat mengembangkan

ilmu keperawatan medikal bedah khusunya dalam

asuhan keperawatan pada pasien penyakit jantung

koroner dengan intoleransi aktivitas.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

sumber data bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan

s
dengan asuhan keperawatan penyakit jantung koroner

dengan intoleransi aktivitas.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Dipergunakan mahasiswa keperawatan untuk mencari

referensi dalam penelitian. Begitu juga dengan

perpustakaan fakultas vokasi prodi keperawatan

universitas airlangga kampus gresik dan sebagai bukti

keterlibatan pembimbing penulis dan pemeberian

asuhan keperawatan medikal bedah dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien PJK IMA.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Bertambahnya wawasan serta pengetahuan dalam

penerapan pemberi asuhan keperawatan pada pasien

PJK IMA dengan masalah keperawatan intoleransi

aktivitas.

b. Bagi responden dan keluarga

Memberikan informasi dan membantu mengenal

masalah, menerima, dan menentukan penyelesaian

masalah yang dialaminya.

s
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Pengertian

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi

jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya

penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner akibat

kerusakan lapisan dinding pembuluh darah (Aterosklerosis)

(Dwiputra, 2018). Penyakit jantung koroner sendiri mempunyai

manifestasi klinis salah satunya IMA (Infark Miokard Akut )

didefinisikan sebagai nekrosis sel miokardial yang disebabkan oleh

obstruksi aliran darah akibat adanya plak pada arteri koroner. Plak

ialah bagian dari aterosklerosis.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) biasanya berhubungan dengan

plak stabil atau tidak stabil. Plak tidak stabil akan mengumpul

menjadi satu sehingga akan menyebabkan obstruksi aliran darah dan

muncul Unstbale Angina (UA). Lepasnya plak aterosklerosis akan

menyebabkan terjadinya sindrom koroner akut (Mendis dkk, 2010).

Berdasarkan konsensus para ahli yang terbaru saat ini mengacu

pada panduan ESC tentang definisi universal ketiga dari infark

s
miokard akut sebagahai kondisi dimana adanya nekrosis miokardium

pada kondisi klinis yang konsisten dengan iskemia miokard akut .

2.1.2 PJK dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (Eka,Panda &

Rotty, 2011)

1) Angina Pektoris Stabil / Stable Angina Pectoris

Penyakit iskemik disebabkan adanya suplai oksigen dan

kebutuhan tidak seimbang. Ditandai dengan rasa nyeri

apabila kebutuhan oksigen melebihi suplainya. Penyakit ini

sindrom klinik episodik karena iskemia miokard transien.

Laki-laki merupakan 70% dari pasien dengan angina

pektoris bahkan sebagian besar menyerang pada laki-laki

kurang lebih 50 tahun dan perempuan 60 tahun

2) Angina Pektoris Tidak Stabil / Unstabel Angina Pectoris

Sindrom nyeri dada sebagian besar disebabkan oleh plak

aterosklerotik serta menurunkan aliran darah koroner,

ditandai dengan peningkatan frekuensi, intensitas atau lama

nyeri, angina timbul pada saat aktivitas ringan atau

istirahat, tanpa terbukti adanya nekrosis miokard. Angina

pektoris atau ketidaknyamanan iskemik setidaknya ada satu

dari tiga fitur :

s
1. Terjadi saat istirahat dengan tenaga minimal

2. Sudah parah dalam 4-6 minggu sebelumnya

3. Infark Miokard Akut

Nekrosis miokard akut akibat gangguan aliran darah

arteri koronaria, sebagai akibat oklusi arteri koronaria

karena trombus atau spasme hebat . Infark miokard

terbagi dua yaitu :

a) Infark Miokard Akut Subendokardial

Dapat terjadi karena aliran darah subendokardial

relatif menurun dalam kurun waktu lama sebagai

akibat adanya penyempitan arteri koroner serta

adanya faktor risiko seperti hipotensi, perdarahan

dan hipoksia (Rendy &Margareth 2012).

b) Lebih dari 90% pasien infark miokard transmural

berkaitan dengan trombosis koroner. Penyumbatan

sering terjadi didaerah yang mengalami

aterosklerosis (Rendy& Margareth, 2012)

2.1.3 Etiologi

Menurut Hari Hendriarto (2014), etiologi PJK Infark miokard

disebabkan beberapa faktor yaitu sebagai berikut :

1. PJK selain disebabkan karena aterosklerosis, juga bisa

karena penurunan perfusi akibat hipotensi ( misal

s
hipovolemia atau syok septik ).

2. Penurunan pengangkut oksigen darah yang cukup berat

(misal anemia. Kelainan paru).

3. Perdarahan masif ( perdarahan berat menyebabkan

berkurangnya haemoglobin.

4. Terkadang juga dapat disebabkan karena iskemia

mendadak tanpa harus didahului aterosklerosis seperti

takikardia cepat, hipertensi akut atau stenosis aorta berat.

2.1.4 Patofisiologi

Penyakit jantung kororner pada Infark miokard akut dengan

elevasi segmen ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah

plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumya. Stenosis arteri

berat jika mengalami perkembangan secara lambat tidak akan

memicu timbulnya STEMI karena berkembangnya banyak

aliran kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi apabila arteri

koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana

injuri ini mencetuskan faktor-faktor seperti merokok,

hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus,

infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami ruptur,fisur

atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu

trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi

ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner , dan sel-sel

endotel menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah.

s
Jika, itu terus-menerus terjadi dapat mengakibatkan suplai

aliran darah ke jantung tidak adekuat serta muncul iskemia .

Dengan adanya kontraksi miokard menurun maka muncul

pelebaran dinding pembuluh darah yang dapat memberi faktor

tekanan darah meningkat sehingga curah jantung menurun dan

persediaan energi untuk kemampuan tubuh juga mengalami

penurunan , dengan hal seperti itu bisa diambil masalah

keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien penyakit jantung

koroner miokard akut.

2.1.5 Manifestasi Klinis

1. Gambaran klinis dari angina pektoris dihubungkan dengan

nyeri dan respons fisioogis terhadapnya. Nyeri agina

digambarkan nyeri substernal/tertekan. Selain itu dengan

adanya nyeri dapat timbul pucat, berkeringat dan sesak

napas. En S-T. Dalam keadaan istirahat, EKG-nya normal

pada 50-70% orang dengan angina pektoris.

2. Gambaran EKG menunjukkan tanda khas, yaitu inversi

gelobang T dan depresi segmen S-T.

3. Diaforesis , dispnea, mual dan muntah, sangat gelisah dan

mungkin ada aritmia ( dr.Tambayong, 2000)

2.1.6 Data Penunjang

Penyakit jantung koroner infark miokard klasik disertai

s
oleh trias diagnostic yang khas . Terdiri dari :

1. Gambaran klinis khas yang terdiri dari keringat dingin,

muntah, dan perasaan cemas . Sekitar setengah dari kasus

ini ditemukan tidak ada kelainan serta didiagnosis melalui

2. pemeriksaan EKG ( Price, 2006)

3. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam

mendiagnosis infark miokard akut . Periksa darah lengkap

sering menunjukka peningkatan leukosit , peningkatan

LED, peningkatan enzim yang terjadi karena kematian otot

jantung , dan perubahan EKG menunjukkan adanya

gelombang Q dan elevasi ST. ( dr. Tambayong , 2000) .

4. Pemeriksaan enzim jantung meliputi sebagai berikut :

a) CPK ( Creatinin Kinase) , Isoenzim yang ditemukan

pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak

dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

b) LDH ( Laktat Dehidrogenase ) , meningkatkan dalam

12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali

normal.

c) SGOT, meningkat dalam waktu 6-12 jam, memuncak

dalam 24 jam , kembali normal dalam 3 atau 4 hari.

( Berliana, Intan,2019: 16) .

2.1.7 Komplikasi

s
Menurut dr Tambayong komplikasi infark miokard yaitu

sebagai beriku :

1) Disritmia

Komplikasi paling sering dari infark miokard akut adalah

gangguan irama jantung (90%). Fraktor predisposisi adalah

iskemia jaringan,hipoksemia, pengaruh sistem saraf

simpatis, asidosis laktat serta gangguaan keseimbangan

elektrolit.

2) Syok Kardiogenik

Sepuluh sampai 15 persen pasien infark miokard

mengalami syok kardiogenik, dengan mortalitas antara 80-

95%

3) Tromboemboli

Studi pada 924 kasus kematian akibat infark miokard

menunjukkan adanya trombus mural pada 44 persen kasus

pada endokardium.

4) Perikarditis

Sindrom ini dihubungkan dengan infark miokard yang

digambarkan pertama kali oleh Dressler . Biasanya terjadi

setelah infark transmural tetapi dapat menyertai infark

subepikardial. Perikarditis biasanya berlangsung sementara.

Ntyeri dada dari perikarditis akut terjadi tiba-tiba dan berat

serta konstan pada dada anterior. Manifestasi klinis timbul

s
seperti takikardi, demam ringan , dan friction rub.

2.1.8 Penatalaksanaan

1. Medis

Prinsip penatalaksanaan pasien sebaiknya dilihat secara

keseluruhan (holistic) dan diperlakukan individual

mengingat PJK adalah penyakit multifaktor dengan

manifestasi yang bermacam-macam secara umum pasien

perlu diberikan penjelasan mengenai penyakitnya,

penjelasan terkait hal-hal yang mempengaruhi

keseimbangan oksigen miokardium, pengendalian faktor

risiko, pemberian pencegahan aterosklerosis pada pembuluh

darah lainnya biasanya diberikan Aspirin 375mg, pemberian

oksigen. Terapi medikamentosa difokuskan pada

penanganan angina pektoris yaitu, nitrat diberikan secara

parenteral, sublingual, buccal, oral preparatnya ada gliserin

trinitrat, isosorbid dinitrat, dan isosorbid mononitrat

( Wijaya dkk:4, 2013).

Pada non operatif ada Percutaneus Transluminal Coronary

Angioplasty (PTCA) dengan menggunakan balon untuk

pelebaran arteri koronaria. Opsi operasi atau sering disebut

Coronary Artery Surgery ( CAS) juga bisa dibagi menjadi

operasi pintas koroner, Transmyocordial recanalization,

dan transpaltasi jantung ( Wijaya dkk: 4,2013).

s
2. Keperawatan

Tindakan tatalaksana dalam intervensi keperawatan menurut

(SIKI,2018) pada pasien penyakit jantung koroner dengan

masalah intoleransi aktivitas :

a. Manajamen energi ( I. 05178)

1) Mengidentifikasi gangguan tubuh yang

mengakibatkan kelelahan

2) Menganjurkan tirah baring dan melakukan aktivitas

secara bertahap.

b. Terapi Aktivitas ( I.05186)

1) Mengoordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia

2) Memberikan aktivitas fisik rutin contohnya seperti

ambulasi , mobilisasi dan perawatan diri ).

c. Menjelaskan pentingnya pembatasan aktivitas

d. Menganjurkan peningkatan bertahap dalam beraktivitas

dengan memonitor tanda intoleransi dan konsultasi ke

spesialis rehabilitas jantung untuk membantu merancang

sebuah jadwal aktivitas bertahap ( Lemone.dkk, 2016)

s
2.2 Patways

s
Pathways Penyakit Jantung Koroner IMA menurut

( Putri, Rahayu,2013)

2.3 Konsep Dasar Keperawatan

s
2.3.1 Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas

1. Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

(SDKI,2017).

2. Faktor Risiko

1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

2) Tirah baring

3) Kelemahan

4) Imobilitas

5) Gaya hidup monoton

3. Kondisi Klinis Terkait

1) Anemia

2) Gagal jantung kongestif

3) Penyakit Jantung koroner

4) Penyakit katup jantung

5) Aritmia

6) Penyakit paru obstruktif kronis

7) Gangguan metabolik

8) Gangguan Muskuluskeletal

2.3.2 Konsep dasar asuhan keperawatan intoleransi aktivitas

s
1. Pengkajian keperawatan

Data yang perlu dikaji pada penyakit jantung koroner infark

miokard dengan intoleransi aktivitas yaitu :

a. Biodata yang perlu dikaji yaitu nama,nomor rekam medis, jenis

kelamin, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, status,

agama, alamat, pekerjaan, serta umur pasien

( Wijaya & Putri,2013).

b. Keluhan utama, pada klien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler antara lain sesak napas, nyeri dada, batuk, cepat

lelah , edema ekstremitas (Muttaqin, 2014 ).

c. Riwayat kesehatan dahulu, meliputi riwayat penyakit pembuluh

darah arteri, serangan jantung, diet rutin dengan tinggi lemak,

riwayat merokok, kebiasaan olahragayang tidak

teratur,hipertensi, gagal jantung kongestif, dan riwayat penyakit

pernapasan kronis

d. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi riwayat keluarga penyakit

jantung infark miokard, DM, stroke, dan penyakit vaskuler

perifer.

e. Riwayat kesehatan sekarang meliputi terjadi nyeri, kelemahan,

kelelahan, diaforesis muntah , mual , terkadang ada demam dan

sindrom syok dalam berbagai tingkatan ( Wijaya & Putri, 2013)

f. Pengkajian psiko sosio spiritual, meliputi persepsi klien yang

jelas mengenai status emosi. Pengkajian mekanisme koping juga

s
digunakan untuk menilai respons emosi klien tentang penyakit

yang dideritanya seperti adanya rasa ketidakadekuatan untuk

melakukan aktivitas secara optimal.

g. Pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi

Pola ini menggambarkan tentang persepsi pasien terhadap

penyakitnya serta penatalaksanaan infak miokard akut

dengan intoleansi aktivitas

2. Pola nutrisi

Penderita PJK infark miokard sering mengeluh mual muntah,

diaforesis.

3. Pola eliminasi

Untuk BAK tidak ada kesulitan serta tidak terjadi

inkotinensia urin namun risiko terjadi oligoria. Sedangkan,

dalam proses BAB terdapat kesulitan BAB ( konstipasi )

4. Pola aktivitas/istirahat

Klien PJK infark miokard akan mengalami intoleransi

aktivitas atau fatigue (kelelahan) karena suplai oksigen

menurun.

5. Nilai dan keyakinan

Gambaran tentang sakit PJK infark miokardnya yang diderita

menurut agama dan kepercayaan, kecemasan akan

kesembuhan , tujuan dan harapan akan sakitnya.

s
2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pasien terdiri atas keadaan umum dan B1-B6.

Keadaan umum pasien PJK infark miokard didapati kesadaram

composmentis. Namun, akanberubah sesuai tingkat gangguan

yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

B1 ( Breathing ) : Terlihat sesak, adanya dispnea. Sesak napas

disebabkan adanya kenaikan tekanan akhir diastolik

B2 ( Bleeding) : Inspeksi adanya parut , palpasi denyut perifer

melemah, auskultasi adanya bunyi jantung tambahan dan

tekanan darah meningkat, perkusi adanya pergeseran batas

jantung.

B3 ( Brain) : Kesadaran biasanya composmentis, tidak ada

sianosis perifer

B4 ( Bladder ): Adanya oliguria merupakan tanda adanya syok

kardiogenik

B5 (Bowel ) : Adanya nyeri pada abdomen jika di palpasi,

secara inseksi terlihat supel, serta penurunan peristaltik usus.

B6 (Bone) : Adanya kelemahan dan fatigue , takikardi, dispnea

saat istirahat dan kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

3. Pemeriksaan Penunjang

1. Gambaran klinis khas yang terdiri dari keringat dingin,

muntah, dan perasaan cemas . Sekitar setengah dari kasus ini

ditemukan tidak ada kelainan serta didiagnosis melalui

s
gangguan irama jantung (90%). Fraktor predisposisi adalah

iskemia jaringan,hipoksemia, pengaruh sistem saraf simpatis,

asidosis laktat serta gangguaan keseimbangan elektrolit.

2. pemeriksaan EKG ( Price, 2006)

3. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam

mendiagnosis infark miokard akut . Periksa darah lengkap

sering menunjukka peningkatan leukosit , peningkatan LED,

peningkatan enzim yang terjadi karena kematian otot jantung

, dan perubahan EKG menunjukkan adanya gelombang Q

dan elevasi ST. ( dr. Tambayong , 2000) .

4. Pemeriksaan enzim jantung meliputi sebagai berikut :

d) CPK ( Creatinin Kinase) , Isoenzim yang ditemukan

pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak

dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.

e) LDH ( Laktat Dehidrogenase ) , meningkatkan dalam

12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali

normal.

f) SGOT, meningkat dalam waktu 6-12 jam, memuncak

dalam 24 jam , kembali normal dalam 3 atau 4 hari.

( Berliana, Intan,2019: 16) .

4.Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas

mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau risiko

s
mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan

untuk mengurangi, mencegah atau menghilangkan

masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung

jawabnya.

Diliat dari status kesehatan klien, diagnosa dapat

dibedakan menjadi aktuall, potensial, risiko dan

kemungkinan.

1) Aktual : Diagnosa keperawatan menggambarkan

penilaian klinik yang harus di falidasi perawat karena

ada batas mayor contoh : Intoleransi aktivitas

2) Potensial : Diagnosa keperawatan yang

menggambarkan kondisi klien kearah yang lebih

positif contoh : potensial peningkatan status kesehatan

klien berhubungan dengan intake nutrisi yang adekuat.

3) Risiko : Diagnosa keperawatan yang menggambarkan

kondisi klinis individu lebih rentan mengalami

masalah contoh : Risiko intoleransi aktivitas

berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

4) Kemungkinan : Diagnosa keperawatan yang

menggambarkan kondisi klinik individu yang

memerlukan data tambahan sebagai faktor pendukung

yang lebih akurat.

Jadi diagnosa keperawatan merupakan pernyataan

s
yang jelas berkaitan dengan masalah yang didapat

pada pasien baik itu secara aktual, potensial, risiko

atau kemungkinan.

5. Intervensi Keperawatan

Terdapat empat hal yang harus diperhatikan :

1) Menentukan priorotas masalah

a. Berdasarkan hirarki Maslow, yaitu :

fisiologis,keamanan, keselamatan, mencintai , harga

diri serta aktualisasi diri.

b. Berdasarkan Griffith-Kenney sebagai berikut :

1. Ancaman kehidupan kesehatan

2. Sumber daya dan dana tersedia

3. Peran serta klien

4. Prinsip ilmiah dan praktek keperawatan

2) Menentukan tujuan

Dalam menentukan tujuan, digambarkan kondisi yang

diharapkan disertai jangka waktu.

3) Menentukan kriteria hasil

Terdapat faktor-faktor berikut yang diperhatikan :

1. Bersifat spesifik dalam hal isi dan waktu

2. Bersifat realistik, dalam menentukan tujuan harus di

pertimbangkan faktor fisiologis atau patologi.

3. Dapat diukur, pasien dapat menyebutkan tujuan.

s
4. Mempertimbangkan keadaan pasien.

4) Merumuskan intervensi

Hal ini mengacu pada Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia (SDKI), Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia ( SIKI), Standar Luaran Keperawatan

Indonesia. Maka dari itu yang dimaksud dengan

intervensi keperawatan adalahrencana tindakan untuk

menghilangkan permasalahan kesehatan yang dihadapi

klien dengan dasar priorotas masalah, tujuan dan kriteria

hasil dengan melihat acuan teori kebutuhan dasar

manusia / hirarki Maslow.

Diagnosa dan Intervensi ( SDKI, 2017) ( SIKI,2018)

Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktikanan vitas 1. Manajamen energi ( I.
(D.0056) (L.05047) 05178)
1. Perasaan lemah a. Mengidentifikasi
menurun gangguan tubuh
2. Aritimia saat yang
aktivitas menurun mengakibatkan
3. Sianosis menurun kelelahan
4. Tekanan darah b. Menganjurkan
membaik tirah baring dan
5. EKG iskemia melakukan
membaik aktivitas secara
bertahap.
2. Terapi Aktivitas
( I.05186)
c. Mengoordinasikan
pemilihan
aktivitas sesuai
usia
d.Memberikan
aktivitas fisik rutin

s
contohnya seperti
ambulasi ,
mobilisasi dan
perawatan diri ).

6. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dapat didefinisikan tindakan yang sudah

direncanakan dalam rencana keperawatan. Hal ini mencakup tindakan

mandiri dan kolaborasi. (Munawaroh, 2020:48)

1) Tindakan mandiri : tindakan keperawatan yang didasarkan pada

kesimpulan atau keputusan sendiri tanpa perintah kesehatan lain.

2) Tindakan kolaborasi : tindakan yang dilakukan berdasar hasil

keputusan bersama, seperti dokter atau petugas kesehatan lain.

Berdasar pernyataan diatas , implementasi merupakan tindakan nyata

yang dilakukan terhadap klien sesuai rencana keperawatan yang telah

dirumuskan baik secara mandiri maupun kolaborasi.

7. Evaluasi keperawatan

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sampai mana perawat dapat

memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

Langkah-langkah evaluasi sebagai berikut :

1) Daftar tujuan pasien.

2) Lakukan pengkajian apakah klien dapat melakukan interaksi.

3) Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.

4) Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan sudah tercapai atau belum.

s
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang

disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban

terhadap pertanyaan peneliti. Desain penelitian mengacu pada jenis

atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian,

serta berperah sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan

tersebut (Setiadi,2013).

s
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

kualitatif jenis studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan,

yang meliputi pengkajian,diagnosa, perencanaan, pelaksanaan serta

evaluasi keperawatan.

3.2 Definisi Operasional

Menurut (Sugiyono,2016) definisi operasional adalah

penentuan sifat yang dipelajari sehingga menjadi variable yang dapat

diukur

1. Penyakit Jantung Koroner Infark Miokard Akut (IMA)

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi

jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya

penyumbatan atau penyempitan pada pembuluh darah koroner

akibat kerusakan lapisan dinding pembuluh darah (Aterosklerosis)

(Dwiputra, 2018). Penyakit jantung koroner sendiri mempunyai

manifestasi klinis salah satunya IMA (Infark Miokard Akut )

didefinisikan sebagai nekrosis sel miokardial yang disebabkan

oleh obstruksi aliran darah akibat adanya plak pada arteri koroner.

Plak ialah bagian dari aterosklerosis.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) biasanya berhubungan dengan

plak stabil atau tidak stabil. Plak tidak stabil akan mengumpul

menjadi satu sehingga akan menyebabkan obstruksi aliran darah

dan muncul Unstbale Angina (UA). Lepasnya plak aterosklerosis

akan menyebabkan terjadinya sindrom koroner akut (Mendis dkk,

s
2010).

2. Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan pada klien penyakit jantung koroner

IMA merupakan suatu proses atau tahap kegiatan dalam praktik

keperawatan yang diberikan langsung kepada klien PJK IMA

dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan meliputi metode

askep yang ilmiah, sistematis, dinamis, dan terus-menerus serta

berkesinambungan dalam pemecahan masalah kesehatan pasien

PJK IMA.

3.3 Subyek Penelitian

Pada asuhan keperawatan intoleransi aktivitas pada penyakit jantung

koroner infark miokard di Ruang Gardena RSUD Ibnu Sina yang

berjumlah 5 orang.

3.4 Lokasi dan Waktu

Studi kasus ini dilakukan di Ruang Gardena RSUD Ibnu Sina.

3.5 Pengumpulan Data

3.5.1 Proses pengumpulan data

Proses pengumpulan data ialah proses atau alur birokrasi

perjanjian (Setiadi,2013) dalam penelitian ini, proses

pengumpulan data diawali dengan penelitian mengajukan judul

untuk penelitian kepada dosen pembimbing. Kemudian judul

penelitian tersebut diserahkan kepada unit litbag Prodi DIII

s
Keperawatan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga dilanjutkan

pembuatan proposal dan di ACC oleh penguji, setelah itu akan

diserahkan oleh BAPPEDA proposal peneliti ke Ruang Gardena

RSUD Ibnu Sina setelah mendapat persetujuan untuk

mendapatkan persetujuan, dilanjutkan pengambilan data dari

partisipan. Data dikumpulkan dengan cara anamnese dan bservai

langsung kepada subjek peneliti tanpa diberi nama tetapi nama

diberi kode khusus.

3.5.2 Instrumen Penelitian

Instrumen data ialah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam suatu penelitian (Nasir Abdul, 2011).

Dalam penelitian ini, instrumen yang dipakai ialah peneliti

sendiri dan format asuhan keperawatan yang berisi format

pengkajian tentang intoleransi aktivitas pada penyakit jantung

koroner, diagnosa kolom intervensi, implementasi dan evaluasi

keperawatan, baik dalam bentuk catatan perkembangan maupun

evaluasi akhir.

3.6 Uji keabsahan data

Pendekatan kualitatif mengungkap kebenerannya yang objektif.

Karena keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat

penting. Melalui keabsahan data, kreadibilitas (kepercayaan)

penelitian kualitatif dapat tercapai (Sugiyono,2010).

Dalam memenuhi keabsahan data, peneliti ini dilakukan triangulasi

s
dengan sumber. Menurut Patton, trigulasi dengan sumber berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

infirmasi yang didapat melalui waktu dan alat yang beda dalam

penelitian kualitatif (Sugiyono,2010) .

3.7 Analisis Data

Analisa data yang digunakan penelitian adalah analisa domain, setelah

peneliti melakukan analisis domain, ditemukan dominan-dominan

atau kategori tertentu, maka dari itu ditemukan masalah keperawatan

intoleransi aktivitas lalu setelah itu peneliti memilih dominan,

kemudian akan ditetapkan sebagai fokus penelitian, lalu fokus

penelitian diperdalam dalam pengumpulan data dilapangan.

Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus melalui

pengamatan, wawancara mendalam dan dokumentasi sehingga data

yang terkumpul menjadi banyak. Maka dari itu pada tahap ini

diperlukan analisis lagi yang disebut dengan analisis taksonomi.

3.8 Etik penelitian

3.7.1 Persetujuan ( Informed Consent )

Dalam melakukan penelitian sebelum mengumpulkan untuk data

terlebih dahulu memberi kepada responden, sekiranya sudah

mendapat persetujuan maka bisa ilakukan penelitian.

3.7.2 Tanpa Nama (Anonimity)

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

s
memberikan nama responden pada lembar alat ukur penelitian ini,

penulis juga tidak mencantumkan responden untuk menghindari

penyalahgunaan data.

3.7.3 Kerahasiaan ( Confidentiality )

Informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti,

hanya kelompok data akhir saja yang akan ditampilakn dalam

forum akademik oleh peneliti sebagai hasil dari penelitian.

Anda mungkin juga menyukai