MAKALAH KELOMPOK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang dibina oleh Ibu
Wasilatur Rohmaniyah, M.A.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat taufiq serta Hidayah-Nya
shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Nabi Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat sahabatnya dan para penerus Risalahnya.
Sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan Makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Perbankan Syariah semester dua ini
Kami selaku penyusun ingin menyampaikan terima kasih sebesar besarnya kepada;
1. Ibu Wasilatur Rohmaniyah, M.A. selaku dosen pengampun mata kuliah Hukum
Perbankan Syariah
2. Orang tua kami yang setiap saat mendukung saya menyelesaikan penyusunan
makalah
3. Dan teman-teman yang membantu membuat makalah ini
Dengan adanya makalah ini semoga dapat membantu mempermudah proses pembelajaran
dan membawa manfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya serta
kami menerima kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun agar
tercapainya kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………4
A. LatarBelakang..........................................................................................................4
B. Rumusan masala......................................................................................................4
C. Tujuan masalahTujuan............................................................................................4
BABII. PEMBAHASAN.............................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA………….....................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengawasan perbankan syariah dan unit usaha syariah pada awalnya berada
dalam otoritas Bank Indonesia. Regulasi ini melekat pada Bank Indonesia sebagai
mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagai mana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menjadi Undang-Undang. Pengawasan terhadap Bank Syariah dan Unit
Usaha Syaria’ah juga dilakukan Bank Indonesia, sebagai mana pada perbankan
konvensional. Untuk melaksanakan kepentingan tersebut Bank Indonesia,
sebagaimana pada perbankan konvensional.1 Untuk melaksanakan kepentingan
tersebut Bank Indonesia telah dibentuk perbankan syariah. Depertement ini terdiri
dari 4 devisi yaitu Divisi PenelitianPengembangan dan Pengaturan Perbankan
Syariah, Divisi Pengawasan Bank Syariah, Divisi Informasi Perbankan Syariah dan
Divisi Perijinan, Administrasi dan Dokumentasi Perbankan Syariah. 2
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Otoritas Jasa Keuangan?
2. Apa saja dasar hukum Otoritas Jasa Keuangan?
3. Apa yang melatar belakangi pembentukan Undang-undang Otoritas Jasa
Keuangan Perspektif Teori Gelding?
4. Apa saja pokok-pokok Undang-UndangOtoritas Jasa Keuangan?
5. Bagaimana Pengawasan perbankan syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan?
C. Tujuan
1
Utary Maharany Barus, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Yudhika Dwi Erwanda
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2
Bank Indonesia, Organisasi Perbankan, Diakses di
http://www.bi.go.id/web/id/TentangBI/Organisasi/perbankan.htm, Diakses Pada 25 Februari 2013.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan.3
fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut tidaklah sepenuhnya diberikan
kepada OJK. Akan tetapi OJK tetap bekerjasama dengan BI dan memiliki
kewenangannya masing-masing dalam menjalankan fungsi pengaturan dan
pengawasan. Pengaturan dan Pengawasan kelembagaan, kesehatan, aspek
kehatihatian, dan pemeriksa bank merupakan lingkup microprudential yang menjadi
tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan
macroprudential merupakan tugas dan wewenang BI. Dalam rangka pengaturan dan
pengawasanmacroprudentia4, OJK berkordinasi dengan BI untuk melakukan
himbauan moral (moral suasion) kepada perbankan.5
Otoritas Jasa keuangan (OJK) sebagai lembaga keuangan yang memiliki fungsi
mengatur dan mengawasi, memiliki kewenangan memberikan sanksi kepada
perbankan syariah sebagai pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 9 huruf g Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa, “OJK berwenang menetapkan
sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan”.
Apabila terjadi sengketa yang merugikan nasabah disebabkan pelanggaran
yang dilakukan oleh perbankan syariah selaku pelaku usaha maka sengketa harus
diselesaikan di dalam Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang berkaitan terlebih dahulu. 6
Kemudian jika tidak terjadi kesepakatan diantara para pihak, maka para pihak
diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan maupun
melalui pengadilan.7
Kewenangan untuk mengenakan sanksi (righttoimposesanction) oleh OJK,
yaitu untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan
3
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
4
Menurut Bismar Nasution, macroprudential adalah mengarahkan dan mendorong bank serta sekaligus
mengawasinya agar dapat ikut berperan dalam program pencapaian sasaran ekonomi makro, baik yang terkait
dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran,
perluasan lapangan kerja, kestabilan moneter, maupun upaya pemerataan pendapatan dan kesempatan
berusaha. Kewenangan macroprudential ini memiliki ruang lingkup di luar daripada kewenangan yang telah
diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan
microprudential adalah upaya agar setiap bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industri
perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Kewenangan microprudential
terdapat dalam Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.
5
Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia, Edisi 1 (Maret 2014), hlm. 19.
6
Lihat Pasal 2 Ayat (1) POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.
7
Lihat Pasal 2 Ayat (2) POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa
ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas
perbankan yang sehat.8
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan
asas-asas sebagai berikut:
1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum;
4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta
rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas
Jasa Keuangan; dan
7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
9
Setiawan Budi Utomo, Peran OJK dalam Pengawasan dan Pengembangan Lembaga Jasa K e u a n g a n S y a
ria h , Makalah disampaikan dalam Bimbingan Teknis Ekonomi Syariah pada PTA Pekanbaru, 18 Mei 2015, hlm.
43.
10
Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bnak, Gramedia Pustaka Utama,2004, hlm. 8
11
Maslihati Nur Hidayati, Dewan Pengawas Syariah dalam Sistem Hukum Perbankan: Studi Tentang
Pengawasan Bank Berlandaskan Prinsip - Prinsip Islam, Lex Jurnalica, Vo. 6, No. 1 (Desember 2008), hlm. 68.
B. Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan
c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
– undangan di sektor jasa keuangan.”
3. Berdasarkan Pasal 30 Ayat (1) Undang – Undang Otoritas Jasa Keuangan yaitu :
b. Mengajukan gugatan :
1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak
yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang
menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan
itikad baik; dan/atau
2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada
Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas
peraturan perundang – undangan di sektor jasa keuangan.”
1. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2. Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan
kolegial.
6. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan
perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai pasar modal.
8. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program
yang menjanjikan manfaat pensiun sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai dana pensiun.
11. Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner,
mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
12. Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh
Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal OJK.
13. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
20. Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan
kewenangannya pada lembaga lain.
21. Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas
mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai OJK terhadap kode
etik.
22. Dewan Audit adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas
melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas OJK serta menyusun standar audit dan
manajemen risiko OJK.
23. Panitia Seleksi adalah panitia yang dibentuk oleh Presiden yang bertugas untuk
memilih dan menetapkan calon anggota Dewan Komisioner untuk disampaikan
kepada Presiden.
25. Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah forum koordinasi yang
dibentuk untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang anggotanya terdiri atas
Menteri Keuangan selaku koordinator merangkap anggota, Gubernur Bank Indonesia
selaku anggota, Ketua Dewan KomisionerLembaga Penjamin Simpanan selaku
anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota.
selanjutnya disingkat OJK adalah Lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi ,tugas,dan wewenang pengaturan
,pemeriksaan, dan penyelidikan. Jasa keuangan didirikan untuk menggunakan peran
Bapepan-LK .
a.pengawas Syariah
2. fungsi DPS
Utary Maharany Barus, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
Yudhika Dwi Erwanda Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia, Edisi 1 (Maret 2014), hlm. 19.
Setiawan Budi Utomo, Peran OJK dalam Pengawasan dan Pengembangan Lembaga
Jasa Keuangan syariah dalam Bimbingan Teknis Ekonomi Syariah pada PTA Pekanbaru, 18
Mei 2015, hlm. 43.
Maslihati Nur Hidayati, Dewan Pengawas Syariah dalam Sistem Hukum Perbankan:
Studi Tentang Pengawasan Bank Berlandaskan Prinsip - Prinsip Islam, LexJurnalica, Vo. 6, No.
1 (Desember 2008), hlm. 68.