Abstrak
Kekeringan pertanian merupakan salah satu masalah serius yang membutuhkan perhatian khusus
karena dampaknya dapat mempengaruhi kondisi ketahanan pangan nasional, terutama
kekeringan pertanian di pulau Jawa sebagai lumbung padi nasional dimana lebih dari 50%
produksi padi nasional berasal dari pulau ini. Studi tentang kekeringan telah banyak dilakukan
diantaranya untuk identifikasi sebaran kekeringan, analisis faktor-faktor penyebab, hingga
prediksi kekeringan, yang tercakup dalam mitigasi bencana kekeringan. Salah satu hambatan
besar dari proses tersebut adalah pada tahap pemetaan sebaran kekeringan atau penyediaan
informasi kekeringan secara spasial yang up-to-date atau real time. Keterbatasan tersebut kini
dapat diatasi dengan menggunakan aplikasi penginderaan jauh. Penelitian ini membahas
mengenai esktraksi pola pertanian kekeringan Pulau Jawa menggunakan citra satelit NOAA-18
AVHRR dengan metode triangle. Dari hasil ekstraksi pola kekeringan pulau Jawa menggunakan
data satelit NOAA-18 AVHRR, pada bulan Mei 2008 seluruh wilayah pertanian di pulau Jawa
berada pada kondisi normal. Pola kekeringan pertanian pulau Jawa bulan September 2008
sebagian besar tersebar di wilayah Jawa Timur dan beberapa Kabupaten di Jawa Tengah.
Kata kunci : Kekeringan pertanian, penginderaan jauh, NOAA-18 AVHRR, metode triangle,
I. Pendahuluan
Kekeringan merupakan sebuah fenomena alam yang biasa terjadi akibat dari pengaruh iklim
(White, 1990). Letak Indonesia yang berada di dekat khatulistiwa menjadikan Indonesia
memiliki iklim yang panas sehingga rentan terhadap bencana kekeringan. Bencana ini dapat
terjadi di berbagai wilayah termasuk wilayah pertanian atau disebut dengan kekeringan
pertanian.
Pulau Jawa merupakan salah satu pulau besar di Indonesia dimana sektor pertanian masih
menjadi sektor andalan. Hal ini digambarkan dari penggunaan tanah di pulau Jawa yang
didominasi oleh pertanian (gambar 1). Pertanian di pulau Jawa memegang peranan yang sangat
penting dalam mendukung ketahanan pangan di pulau tersebut dan ketahanan pangan secara
nasional karena lebih 50% produksi padi nasional dihasilkan di pulau ini. Sebagai wilayah yang
memiliki iklim panas, pertanian di pulau Jawa pun rentan terhadap kekeringan. Dari data yang
dicatat oleh Dinas Pertanian Jawa Barat dan Jawa Tengah (2008), hingga Juli 2008 terdapat 20
Kabupaten di Jawa Barat dan 25 Kabupaten di Jawa Tengah yang mengalami kekeringan
pertanian diikuti dengan 48.720 ha sawah di Jawa Barat dan 6.870 ha sawah di Jawa Tengah
yang mengalami gagal panen. Peran pulau Jawa yang sangat sentral dalam mendukung
ketahanan pangan nasional sehingga kejadian kekeringan pada wilayah ini perlu ditanggapi
secara serius dan dibutuhkan studi-studi tentang kekeringan dalam mendukung mitigasi bencana
kekeringan.
Studi tentang kekeringan telah banyak dilakukan diantaranya untuk identifikasi sebaran
kekeringan, analisis faktor-faktor penyebab, hingga prediksi kekeringan, yang tercakup dalam
mitigasi bencana kekeringan. Salah satu hambatan besar dari proses tersebut adalah pada tahap
pemetaan sebaran kekeringan atau penyediaan informasi kekeringan secara spasial yang up-to-
date atau real time. Keterbatasan tersebut kini dapat diatasi dengan menggunakan aplikasi
penginderaan jauh.
Salah satu data penginderaan jauh yang banyak digunakan dalam penelitian kekeringan yaitu
citra satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). NOAA merupakan
satelit orbit polar yang diciptakan untuk kepentingan meteorologi. Satelit ini membawa sensor
AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer) yang memiliki 5 (lima) saluran, terdiri
dari saluran panjang gelombang tampak dan saluran panjang gelombang infra merah termal.
Kemampuan sensor AVHRR dalam mendeteksi termal sangat baik digunakan dalam menentukan
suhu permukaan tanah yang dapat dijadikan sebagai salah satu indikator yang menggambarkan
kekeringan tanah. Disamping itu, satelit NOAA memiliki resolusi temporal hingga dua kali
sehari yang berguna dalam mendukung observasi meteorologis yang memiliki tingkat
kedinamisan temporal yang tinggi. Hal ini sangat sesuai dengan kebutuhan dalam pemetaan
sebaran kekeringan yang memang sangat dipengaruhi oleh keberadaan iklim.
Penelitian ini membahas mengenai esktraksi pola pertanian kekeringan Pulau Jawa
menggunakan citra satelit NOAA-18 AVHRR. Identifikasi kekeringan yang dilakukan yaitu
pada bulan Mei yang mewakili awal musim kemarau dan bulan September 2008 yang mewakili
akhir musim kemarau.
Tepi-tepi pada scatterplot menggambarkan jangkauan (range) variasi suhu permukaan tanah.
Pada batas atas (tepi panas) menunjukkan kondisi tanah tanpa kelembaban atau kering,
sedangkan pada bagian bawah (tepi basah) menunjukkan tanah sangat basah. Dari kedua
parameter segitiga tersebut dapat ditentukan indeks kelembaban tanah dari ratio antara jarak
sebuah titik pada scatterplot tersebut ke tepi basah (A, dalam gambar 3) dengan jarak antar tepi-
tepi (B) yang disebut dengan TVDI (Temperature Vegetation Dryness Index) (Sandholt, 2002).
TVDI merupakan indeks kekeringan, dimana nilai maksimum TVDI=1 menunjukkan piksel
kering dan piksel basah ditunjukkan dengan nilai TVDI mendekati 0.
(1)
Beberapa aspek penting pada metode triangle yaitu scatter plot pada gambar 2, menurun ke
kanan (menuju suhu yang lebih rendah) pada saat mengalami peningkatan fraksi vegetasi. Hal ini
menjelaskan bahwa vegetasi yang disinari matahari umumnya lebih dingin dibandingkan dengan
tanah kosong atau gundul. Segitiga ini menunjukkan sangat kecil variasi dari suhu permukaan
pada vegetasi kerapatan tinggi. Tepi panas dan dingin, menunjukkan batas suhu permukaan tanah
(suhu tertinggi dan terendah) terhadap fraksi tutupan vegetasi (NDVI), dapat dinyatakan bahwa
suhu vegetasi tidak terlalu berubah dan variasi suhu dalam gambaran segitiga hanya pada
permukaan tanah. Jadi tepi dingin dan panas menggambarkan piksel terbasah dan terkering.
Dimana CE adalah keluaran count AVHRR pada target permukaan bumi (2048 count tiap baris
scan).
Detektor saluran termal 3B mempunyai respon linear terhadap radians yang dating sehingga
radiansi linear yang dihitung dengan persamaan (8) merupakan nilai sebenarnya untuk saluran
3B. Untuk saluran ini, nilai radiansi angkasa NS adalah 0 sehingga tidak diperlukan koreksi non-
linear.
Detektor Mercury-Cadmium-Telluride yang digunakan untuk saluran 4 dan 5 mempunyai respon
non-linear terhadap radiansi yang dating. Pengukuran laboratorium pada pre-launch
menunjukkan bahwa :
a) Radiansi scene adalah fungsi non-linear (kuadratik) dari count keluaran AVHRR.
b) Ketidaklinearan tersebut tergantung pada suhu operasi AVHRR.
Diasumsikan bahwa respon non-linear akan tetap ada pada saat mengorbit. Untuk seri satelit
NOAA KLM (NOAA-15, 16, 17), NESDIS menggunakan metode koreksi non-linear
berdasarkan radiansi. Pada metode ini, perkiraan radiansi linear mula-mula dihitung
menggunakan radiansi angkasa non-zero, NS pada persamaan (8). Kemudian, nilai radiansi
linear dimasukkan ke dalam persamaan kuadrat untuk menghasilkan koreksi radiansi non-linear,
NCOR:
NCOR = b0 + b1 NLIN + b2 N2LIN (9)
Akhirnya, radiansi permukaan bumi diperoleh dengan menambahkan NCOR dan NLIN,
NE = NLIN + Ncor (10)
Menetapkan nilai radiansi angkasa non-zero merupakan cara matematis yang mempunyai dua
keuntungan utama. Pertama, hanya diperlukan satu persamaan koreksi kuadrati per saluran;
koefisien kuadratik adalah tidak bergantung pada suhu operasi AVHRR. Kedua, metode ini
menghasilkan pengukuran pre-launch dengan sangat baik; perbedaan RMS antara data fitted dan
hasil pengukuran adalah sekitar 0,1 K untuk kedua saluran 4 dan 5. Nilai NS dan koefisien
kuadratik b0, b1, dan b2 ditampilkan pada tabel 3 ntuk NOAA-18.
Tabel 3. Koefisien Radiansi Non-linear NOAA-18 AVHRR/3
NS b0 b1 b2
Saluran 4 -5,53 5,82 -0,11069 0,00052337
Saluran 5 -2,22 2,67 -0,04360 0,00017715
Sumber : National Climatic Data Center U.S Department of Commerce, 2005
Gambar 4. (A) Sebaran Kekeringan Pertanian Pulau Jawa tanggal 3 Mei 2008 hasil ekstraksi
citra NOAA-18 AVHRR; (B) Sebaran Kekeringan Pertanian Pulau Jawa tanggal 21 September
2008 hasil ekstraksi citra NOAA-18 AVHRR
VI. Saran
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Perlunya observasi lapangan untuk mengetahui tingkat kevalidan hasil ekstraksi pola
kekeringan pertanian di pulau Jawa dari data satelit NOAA-18 AVHRR.
2. Perlunya analisa lebih lanjut (analisa spasial) untuk menjelaskan persebaran kekeringan
pertanian yang dihasilkan.
Penelitian ini merupakan hasil awal dari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai
perbandingan metode triangle dengan metode termal inersia dalam identifikasi kekeringan
pertanian di pulau Jawa menggunakan data satelit NOAA-18 AVHRR.
Daftar Pustaka
Carlson, T.N., Gillies, R.R., Schumugge, T.J. (1995). An Interpretation of Methodologies for
Indirect Measurement of Soil Water Content. Agricultural and Forest Meteorology, 77, 191-205.
Claps, P., Laguardia, G. (2004). Assessing Spatial Variability of Soil Water Content Through
Thermal Inertia and NDVI. The International Society for Optical Engineering. (28 Agustus
2008). http://www.idrologia.polito.it/~claps/Papers/spie-barcellona2.pdf.
National Climatic Data Center. (2005). NOAA KLM User’s Guide. U.S Department of
Commerce. (28 Maret 2006). http://www2.ncdc.noaa.gov/docs.klm. Purwadhi, S. F. (2001).
Interpretasi Citra Digital. PT Grasindo, Jakarta.
Saunders, R. W., dan K. T. Kriebel. (1988). An Improved Method for Detecting Clear Sky and
Cloudy Radiences from AVHRR Data. Int. Journal of Remote Sensing, vol. 9 no. 1, 123-150.
Sandholt, I., Rasmussen, K., Andersen, J. (2002). A Simple Interpretation of the Surface
Temperature-Vegetation Index Space for Assessment of Surface Moisture Status. Remote
Sensing of Environment, 79, 213-224.
Singh, S. M. (1984). Removal of Atmospheric effects on a Pixel by Pixel Basis from the Thermal
Infrared Data from Instruments on Satellites. The Advanced Very High Resolution Radiometer
(AVHRR). Int. Journal of Remote Sensing, 5, 161-183; erratum, ibid., 5, 618.
Sobirin, R. Hermina, D. I. Sari, & Suprayogi. (2007). Modul Praktikum Citra Digital,
Menggunakan ER. Mapper 6.4. Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok.
White, F.H. (1990). A Study of the Feasibility of Using Simulation Models and Mathematical
Programs as Aids to Drought Monitoring and Management. Bureau of Rural Resources,
Canbera.