Anda di halaman 1dari 12

Risiko Pasar

Definisi Risiko Pasar


            Risiko pasar muncul karena harga pasar bergerak dalam arah yang merugikan
organisasi. Risiko pasar merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang
disebabkan oleh perubahan kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali perusahaan.
Risiko pasar sering disebut juga sebagai risiko yang menyeluruh, karena sifat umumnya
adalah bersifat menyeluruh dan di alami oleh seluruh perusahaan.

Bentuk-bentuk Risiko Pasar


Risiko pasar secara umum ada 2 (dua) bentuk yaitu :
1. General market risk (risiko pasar secara umum)
General market risk ini di alami oleh seluruh perusahaan yang disebabkan oleh suatu
kebijakan yang dilakukan oleh lembaga terkait yang mana kebijakan tersebut mampu
memberi pengaruh bagi seluruh sektor bisnis.
2. Specific market risk (risiko pasar secara spesifik)
Specific market risk adalah suatu bentuk risiko yang hanya dialami secara khusus pada
satu sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersifat menyeluruh.

Sebab Terjadinya General Market Risk


Secara umum dalam ilmu keuangan dikenal dua bentuk pasar yaitu pasar modal
(capital market) dan pasar uang (money market). Kedua bentuk pasar ini pada prinsipnya
saling memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Di Negara Indonesia pasar modal berada
dalam pengawasan menteri keuangan dalam hal ini melalui BAPEPAM-LK (Badan
Pengawasan Pasar Modal dam Lembaga Keuangan), sedangkan pasar uang berada di
bawah pengawasan Gubernur Bank Indonesia (BI). Kedua jenis pasar ini saling membahu
bekerjasama dalam usahanya menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif dan dinamis
sehingga dengan harapan nantinya akan mampu untuk ikut mendorong pertumbuhan
ekonomi Negara yang bersangkutan secara sistematis.
Ada beberapa sebab yang menimbulkan terjadinya general market risk (risiko pasar
secara umum) yaitu :
a. Foreign exchange risk

1
Foreign exchange risk yang merupakan bagian dari money market (pasar keuangan).
Saat ini aktivitas perdagangan di foreign exchange mengalami peningkatan yang signifikan
di berbagai Negara di dunia. Keterlibatan dan ketertarikan banyak pihak untuk ikut dalam
bisnis foreign exchange ini telah menciptakan dinamika bisnis dengan tingkat perputaran
yang tinggi.
Pada pasar valas ini kita dapat menggabungkan mata uang dalam dua bentuk kategori
yaitu :
1. Hard currencies
Hard currencies (mata uang keras) mencakup mata uang yang berasal dari Negara-
negara yang memiliki tingkat kestabilan moneter tinggi atau biasanya berasal dari Negara
maju dan sering berbagai pihak menjadikan mata uang Negara tersebut sebagai ukuran
dalam mengkonversikan dengan mata uang negaranya.
2. Soft curriencies
Soft curriencies ( mata uang yang lembut) adalah jenis mata uang yang diterbitkan
oleh suatu Negara namun jarang dipakai sebagai standar acuan dalam transaksi pasar bisnis
internasional, dengan alasan dianggap belum memiliki nilai kelayakan.
b. Interest rate risk
Risiko suku bunga adalah risiko yang di alami akibat dari perubahan suku bunga yang
terjadi di pasaran yang mampu memberi pengauh bagi pendapatan perusahaan. Untuk
pembahasan yang lebih dalam tentang interest rate risk ini dapat dilihat pada bab khusus
membahas tentang risiko suku bunga.
c. Commodity position risk
Commodity position risk (risiko perubahan nilai komoditi) adalah suatu siuasi dan
kondisi dimana terjadinya kerugian akibat perubahan harga barang komoditi di pasar yang
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, dimana kondisi ini akan semakin parah pada saat
barang komoditi tersebut telah terikat kontrak dalam suatu kontrak perjanjian (commodity
contrack) serta informasi tersebut telah sampai ke pasar.
d.   Equity position risk
Equity position risk (risiko perubahan kekayaan) adalah suatu kondisi dimana
kekayaan perusahaan (stock and share) mengalami perubahan dari biasanyan sehingga
perubahan tersebut memberi dampak pada keuntungan dan kerugian karyawan.
e.   Politic risk
Stabilitas politik adalah sesuatu sangat pening bagi suatu Negara. Stabilitas politik
menjanjikan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan, namun jika pemimpin dan

2
pihak terkait di suatu Negara tidak mampu menciptakan iklim kondusif dalam bidang
politik maka artinya seluruh pemimpin dan aparatur di Negara tersebut tidak memiliki
semangat kemimpinan. Jika kondisin ini terus terjadi maka yang terjadi adalah krisis
kepemimpinan. Krisis kepemimpinan akan berakibat pada pencarian kepemimpinan di luar
lembaga resmi, yaitu memungkinkan orang-orang yang berasal dari masyarakat atau
oposisi akan muncul sebagai pemimpin dan berusaha mengambil alih kepemimpinan.

Hubungan Foreign Exchange Risk dan Perbankan


Perbankan adalah lembaga mediasi yang menghubungkan mereka yang kelebihan
dana (surplus) dan mereka yang kekurangan dana (deficit). Penempatan posisi ini
menyebabkan banyak pihak menjadikan perbankan sebagai bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam ruang lingkup kerja dan aktivitas bisnis mereka, artinya secara otomatis
perbankan terseret dengan sendirinya untuk masuk ke dalam risiko pasar (market risk).
Kondisi dan situasi terbentuknya market risk terjadi karena disebabkan oleh
berbagai faktor yang berada diluar kendali perusahaan atu perbankan. Faktor-faktor
tersebut antara lain seperti naik dan stabil, perubahan nilai tukar, dan lain sebagainya.
Lebih jauh perubahan tersebut telah mampu mendorong untuk ikut berubahnya beberapa
produk perbankan seperti deposito, tabungan , giro, keputusan kredit, keputusan investasi,
dan lain sebagainya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gejolak Harga di Pasar


Menurut Masyhud Ali ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi terjadinya gejolak harga di
pasar yaitu :
a.    Faktor fundamental ekonomi
b.    Terjadinya peristiwa besar dalam ekonomi dan politik
c.    Campur tangannya financial authorities
d.    Perimbangan kekuatan permintaan dan penawaran
e.    Likuiditas pasar
f.     Suburnya kegiatan arbitrage

Teknik Pengukuran Risiko Pasar


1. Deviasi Standar
Jika kita membicarakan distribusi normal, kita hanya memerlukan dua parameter
yaitu nilai rata-rata (atau disebut juga sebagai nilai yang diharapkan) dan deviasi

3
standarnya. Dengan dua parameter tersebut, kita bisa melakukan banyak hal seperti
menghitung probabilitas nilai tertentu.
Bagan 1. Kurva Normal

 = deviasi
standar

 = nilai rata-rata

Bagan di atas menggambarkan kurva normal yang berbentuk seperti bel. Kurva
tersebut berbentuk simetris, dimana sisi kana merupakan cerminan sisi kiri. Deviasi standar
dipakai untuk menghitung penyimpangan dari nilai rata-rata. Semakin besar deviasi
standar, semakin besar penyimpangan. Penyimpangan dipakai sebagai indikator risiko.
Semakin besar penyimpangan, semakin besar risiko.
Perhitungan deviasi standar bisa digunakan formula sebagai berikut ini.
E(R) = ∑ Ri / N
σR2 = ∑ (Ri – E(R))2 / (N – 1)
σR = (σR2 ) ½

2. VAR (VALUE AT RISK)


Value At Risk (VAR) mengembangkan lebih lanjut konsep kurva normal seperti
yang telah dibicarakan di muka, untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut ini ’Jika
besok adalah hari yang jelek, berapa besar (nilai rupiah) dan berapa besar kemungkinannya
(probabilitas) kerugian yang bisa dialami perusahaan besok (atau beberapa hari
mendatang)?’ bahwa kerugian perusahaan (karena pergerakan harga pasar yang tidak
menguntungkan) sebesar Rp 10 juta atau lebih. Dalam hal ini VAR menjawab pertanyaan
tersebut dengan memberikan nilai uang dari kerugian tersebut (Rp 10 juta), dan besar
kemungkinannya (5%). Teknik perhitungan VAR bisa menggunakan metode historis,
metode analitis dan simulasi Monte-Carlo. Metode analitis menggunakan model tertentu
untuk mengestimasi VAR. VAR Monte-Carlo menggunakan simulasi untuk perhitungan

4
VARnya. Bagian berikut ini menjelaskan lebih lanjut perhitungan dengan masing-masing
teknik tersebut.

 VAR Metode Historis (Back Simulation)


Return dapat dihitung dengan cara
Return = {[P(t+1) – Pt)] / Pt}x100%
Dimana : Pt = return pada hari t
Pt+1 = return pada hari t+1
Alternatif lain adalah melakukan perhitungan dengan formula sebagai berikut ini
VAR portofolio = [ VARX2 + VARY2 + 2 ×rXY×VARX ×VARY] ½
Dimana : VARX = VAR (Value At Risk saham X)
VARY= VAR (Value At Risk saham Y)
rXY = korelasi return saham X dengan sahamY
Metode historis mempunyai kelebihan yaitu tidak mengamsumsikan distribusi tertentu
dan sederhana. Namun ada juga kelemahannya seperti asumsi bahwa data masa lalu bisa
digunakan untuk memperediksi masa datang. Tetapi metode tersebut mempunyai
kelemahan seperti asumsi bahwa data masa lalu bisa dipakai untuk memprediksi masa
datang. Dengan kata lain, metode tersebut mempunyain asumsi bahwa pola data di masa
lalu sama dengan pola data di masa mendatang. Jika pola yang terjadi cukup stabil, maka
data masa lalu bisa dipakai untuk memprediksi data masa mendatang. Jika tidak (misal ada
krisis yang tidak terduga), maka data masa lalu tidak bisa dipakai untuk memprediksi masa
mendatang. Disamping itu, 20 observasi ke belakang masih terbilang sangat sedikit.
Idealnya kita bisa memperoleh data historis cukup banyak, yang mencakup semua siklus
bisnis (resesi, boom, normal), sehingga data tersebut bisa cukup representatif.

 VAR Metode Modeling (Analytical)


Metode analitis biasanya mengasumsikan distribusi tertentu yang mendasari return atau
harga). Biasanya distribusi normal (yang berbentuk bel) yang diasumsikan mendasari
pergerakan harga tersebut. Setelah distribusi tersebut diasumsikan, kita bisa menghitung
nilai yang diharapkan (misal rata-rata) dan penyimpangan dari nilai yang diharapkan
tersebut (misal deviasi standar). Selanjutnya VAR bisa dihitung dengan menggunakan
parameter yang dideduksi (diambil) dari distribusi tersebut (nilai yang diharapkan dan
penyimpangannya).

5
Misalkan manajer portfolio mempunyai aset senilai Rp1 milyar. Misalkan kita
mengasumsikan distribusi normal mendasari pergerakan harga aset tersebut.
Misalkan kita memperkirakan tingkat keuntungan harian yang diharapkan dengan deviasi
standarnya adalah 12% dan 15%. Distribusi normal yang menggambarkan pergerakan
aset tersebut bisa dilihat pada gambar berikut ini
Bagan 2. Kurva Normal untuk Perhitungan VAR

M-1.65.STD 90% M+1.65.STD

-12,75 12% 36,75


0
Confidence
Interval

Terlihat bahwa rata-rata adalah 12% yang terletak di tengah-tengah distribusi tersebut.
Luas total wilayah distribusi normal mencerminkan probabilitas sebesar 1 (probabilitas
bernilai dari 0 sampai dengan 1, inklusif). Sebagian luas dibawah distribusi normal
mencerminkan probabilitas dibawah satu. Sebagai contoh, luas ditengah (yang berwarna
gelap, antara -12,75 dengan 36,75) mencerminkan 90% dari total wilayah distribusi
normal, dan dengan demikian mencerminkan probabilitas sebesar 90% (atau 0,9). Jika kita
melihat tabel distribusi normal, maka luas wilayah sebesar 5% dari ujung paling kiri (atau
dri ujung paling kanan), mempunyai nilai z sebesar 1,65. Dengan demikian wilayah tengah
seluas 90% berada diantara (Rata2 – (1,65 * deviasi standar)) dengan (Rata2 + (1,65 *
deviasi standar).
Dengan demikian VAR 95% return harian bisa dihitung melalui batas bawah dimana
wilayah sebesar 5% dari ujung paling kiri akan diperoleh, sebagai berikut ini.
VAR = 12% – 1,65 (15) = 12 % – 24,75 = – 12,75%
VAR = – 12,75% x Rp1 milyar = – Rp127,5 juta
Jika kita mempunyai dua aset yang membentuk portofolio kita, maka efek diversifikasi
penting diperhatikan. Diversifikasi bisa mengurangi risiko jika kolerasi return lebih kecil
dari 1. sebagai contoh, misalkan menggabungkan dua aset dengan karakteristik berikut
ini :

6
Tabel data perhitungan VAR untuk Portofolio
A B
Return yang diharapkan 12% 10,5%
Standar deviasi 15% 18%
Nilai investasi Rp 20 M Rp 12 M
95% value at risk Rp 2,55 M Rp 2,3 M
Korelasi A dengan B 0,55

Nilai portofolio diatas adalah Rp 32 M. Tingkat keuntungan yang diharapkan untuk


portofolio adalah rata – rata tertimbang dari return asset individualnya.
Return portofolio = Xa E(Ra) +  Xb E(Rb)
                             = (20/32) x 12 + (12/32) X 10,5 = 11,44 %
Deviasi Standar Portofolio:
p = XA22 + XB2B2 + 2 XAXB Tab a b] ½
p = deviasi standar poryofolio
ab devaluasi standarmaset A dan B
Tab  = korelasi antar return aset A dan aset B

 VAR dengan Simulasi Monte Carlo


Metode simulasi akan terbentuk distribusi tertentu, kemudian melalui distribusi
tersebut VAR dapat dihitung yang memerlukan sumber daya computer yang lebih besar
disbanding kedua metode sebelumnya.
Tingkat Keuntungan dengan Probabilitasnya
Tingkat keuntungan (%) Probabilitas Probabilitas Kumulatif

1 -0,5 0,05 0-4


2 -0,25 0,05 5-9
3 0 0,1 10-19
4 0,1 0,1 20-29
5 0,5 0,25 30-54
6 1 0,15 54-69
7 1,2 0,1 70-79
8 1,25 0,1 80-89
9 2,25 0,05 90-94
10 3 0,05 95-99

7
Jumlah 1
Tingkat keuntungan bisa dilihat pada kolom 2, sementara probabilitas bisa dilihat
pada kolom 3. Probabilitas komulatif merupakan kumulasi angka probabilitas yang akan
diperlukan untuk menjalankan simulasi. Sebagai contoh, untuk tingkat keuntungan -0,5
karena ada 5% probabilitas terjadi, maka probabilitas kumulatif yang dipasangkan adalah
angka 0,1,2,3 dan 4 (ada lima angka ). Total probabilitas komulatif adalah 100 angka (dari
0 sampai dengan 99), yang mencerminkan total probabilitas yang berjumlah 100 (atau 5
angka seperti terlihat diatas).

Tabel sampel simulasi Monte – Carlo


Angka Random Tingkat Keuntungan Yang Berkaitan
1 31 0,5
2 29 0,1
3 11 0
4 65 1
5 54 1
6 6 -0,25
7 45 0,5
8 26 0,1
9 50 0,5
1 33 0,5
0
Run pertama memunculkan angka random 31. Angka 31 tersebut berkaitan dengan
tingkat keuntungan 0,5 (probabilitas komulatifnya 30-54). Proses tersebut bisa diulang-
ulang sampe 100 kali, 500 kali , atau 1.000 kali. Setelah proses tersebut diulang – ulang,
kita akan memperoleh distribusinya. Sebagai contoh, tabel dan bagan berikut ini
menyajikan distribusi yang dihasilkan melalui 100 kali run.
Tabel Distribusi Frekuensi hasil simulasi
Tingkat Keuntungan Frekuensi
-0,5 3
-0,25 5
0 10
0,1 7
0,5 25
1 18
1,2 6

8
1,25 12
2,25 3
3 11
Jumlah 100
Distribusi diatas belum sepenuhnya normal. Jika kita melakukan run lebih banyak
lagi (misal 1.000 kali), maka sesuai dengan Central Limit Theorem. Distribusinya akan
mendekati atau menjadi distribusi normal. Setelah kita mengetahui distribusinya, kita bisa
menghitung VAR dengan menggunakan deviasi standar dan nilai rata – ratanya. Untuk
distribusi di atas, nilai rata – rata dan deviasi standarnya adalah :
Rata – rata tingkat keuntungan    =          0,904%
Deviasi standar                            =          0,927%
95% VAR- harian bisa dihitung seperti berikut ini :
VAR 95% - harian = 0,904 – 1,65 (0,927) = - 0,627
Misalkan kita mempunyai portofolio senilai Rp 1 M , maka VAR – 95% harian adalah –
0,627% x Rp 1 M = - Rp 6,27 juta.

 Pemodelan VAR
Dalam beberapa situasi, kita ingin memodelkan VAR. Sebagai contoh, misalkan
kita mempunyai portofolio obligasi. Harga pasar obligasi sangat dipengaruhi oleh tingkat
bunga. Jika tingkat bunga naik, harga obligasi akan turun, dan sebaliknya. Kita bisa
memfokuskan perhatian kita pada tingkat bunga, dan menghubungkan perubahan tingkat
bunga dengan nilai pasar obligasi, kemudian menghitung VAR untuk portofolio obligasi
kita.
Lebih spesifik hubungan antara perubahan tingkat bunga dengan nilai obligasi bisa
dilihat sebagai berikut ini (lihat bab mengenai risiko perubahan tingkat bunga).
dP/P = – D [ dR / (1 + R) ]
dimana: dP = perubahan harga
P = harga obligasi
D = Durasi obligasi
dR = perubahan tingkat bunga
R = tingkat bunga
Misalkan portofolio obligasi kita mempunyai durasi sebesar 5. Tingkat bunga saat
ini adalah 10%. Kemudian kita mengasumsikan pergerakan tingkat bunga mengikuti
distribusi normal. Analisis lebih lanjut, berdasarkan data historis dan pertimbangan-
pertimbagan, menunjukkan bahwa perubahan tingkat bunga harian yang diharapkan adalah

9
0%, dengan deviasi standar perubahan tingkat bunga adalah 1%. Distribusi perubahan
tingkat bunga tersebut bisa digambarkan pada bagan berikut ini :

Bagan 4. Distribisi Perubahan Tingkat Bunga

Deviasi standar=1%

M-1.65.STD 90% M+1.65.STD

-1,65% 0% +1,65%

Pertama, kita bisa menghitung perubahan harga akibat kenaikan tingkat bunga, sebagai
berikut ini,
dP/P = – D [ dR / (1 + R) ] = – 5 [ 0,0165 / (1 + 0,1) ] = – 0,075
Jika tingkat bunga meningkat sebesar 1,65%, maka portofolio kita akan turun nilainya
sebesar 7,5%.
Jika portofolio kita mempunyai nilai sebesar Rp1 milyar, maka 95% VAR portofolio kita
adalah:
VAR 95% = -0,075 x Rp1 milyar = Rp75 juta
Dengan hasil tersebut, kita bisa mengatakan bahwa ada kemungkinan sebesar 5% kerugian
portofolio obligasi kita sebesar Rp75 juta atau lebih.

 VAR untuk Periode yang Lebih Panjang


Dalam beberapa situasi, kita ingin menghitung VAR untuk periode yang lebih panjang.
Misal, untuk melikuidasi posisi portofolio, waktu satu hari tidak cukup. Kita memerlukan
waktu, misal 5 hari. Padahal kita menghitung VAR dengan menggunakan periode harian.
Dalam situasi tersebut, VAR harian harus dikonversi menjadi VAR 5-hari. Konversi
tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut ini.
VAR(n) = VAR(harian) x Ön
Kembali ke contoh di atas dimana 95%-VAR harian untuk portofolio obligasi kita
adalah Rp75 juta, 95%-VAR 5 hari bisa dihitung sebagai berikut ini.

10
VAR (5 hari) = Rp75 juta x Ö5
= Rp167,71 juta
Dengan demikian 95% VAR-5hari adalah Rp167,71 juta.
 Stress-Testing
VAR menjawab beberapa besar kerugian yang bisa dialami dan berapa besar
kemungkinan, tetapi VAR tidak bisa mendektesi peristiwa ekstrim karena probabilitas
sangat kecil.
Stress-testing berusaha mengakomodasi kejadian ekstrim tersebut. Yang ingin dijawab
oleh stress-testing adalah pertanyaan sebagai berikut ini, ‘Jika peristiwa ekstrim terjadi,
bagaimana pengaruhnya terhadap organisasi, atau portofolio kita?’ Sebagai contoh, ‘Jika
Rusia default, bagaimana efeknya terhadap portofolio kita?’ Untuk melakukan stress-
testing, manajer akan memilih parameter tertentu, kemudian melihat (mengukur dan
mensimulasikan) bagaimana pengaruh perubahan parameter tersebut yang ekstrim terhadap
organisasi atau portofolio organisasi. Parameter tersebut bisa bervariasi mulai dari
kenaikan tingkat bunga yang ekstrim (misal naik 30% dalam satu hari), penurunan harga
saham yang ekstrim (misal 20% dalam satu hari), negara tertentu default (tidak bisa
membayar hutangnya), kejadian alam tertentu (misal tsunami).
Secara spesifik, langkah – langkah stress-testing :
1.      Mengidentifikasi dan memilih parameter yang diperkirakan akan berubah
2.      Menentukan seberapa besar parameter tersebut akan dirubah ( Di-stress )
3.      Melihat pengaruh stress-testing tersebut terhadap nilai portopolio
4.      Melihat asumsi yang digunakan, merubah asumsi tersebut jika diperlukan ( misal
dalam situasi krisis, asumsi yang biasa berlaku barangkali tidak jalan lagi )

Tabel contoh hasil Stress – Testing


Stress Test , 1 November 1997 Pengaruh terhadap $ 1 juta
Negara Parameter Perubahan Kenaikan Penurunan
Australi Pergeseran yield yang pararel 100% -0,209 1,129
a Yield curve semakin menajam -0,009 0,057
Fruktuasi tingkat bunga meningkat 20% 0,703 -0,809
Mata uang depresiasi 20% 0,824 -0,727
Indeks saham berubah 10% 0,000 0,000
Fluktuasi indeks saham meningkat 20% 0,000 0,000

11
Tabel diatas menunjukkan efek perubahan beberapa parameter terhadap porofolio senilai $
1 juta. Sebagai contoh, jika yield atau tingkat bunga meningkat 1%, maka portofolio
mengalami kerugian sebesar - $0,209 juta. Jika tingkat bunga turun 1% , maka portofolio
menghasilkan keuntungan sebesar $1,129 juta.
Meskipun stress test nampaknya mudah, tetapi stress-test menggunakan banyak
pertimbangan subyektif. Parameter apa yang harus distress test dan berapa besar
perubahannya, merupakan pertanyaan yang bersifat subyektif. Idealnya parameter tersebut
adalah parameter yang relevan dengan organisasi, karena parameter yang tidak relevan
hanya akan mengakibatkan kelebihan informasi (information overload). Stress-test juga
tidak menggunakan probabilitas. Stress-test hanya menyajikan angka seberapa besar
keuntungan atau kerugian akibat peristiwa tertentu. Karena peristiwa yang di-stress
biasanya jarang terjadi, maka informasi histories mengenai peristiwa tersebut masih jarang
(terbatas). Disamping itu, seperti disinggung di atas, hubungan yang normal dalam situasi
normal bisa berubah menjadi tidak normal dalam situasi ekstrim (situasi stress-test).
Manajer risiko harus berhati-hati terhadap kemungkinan semacam itu.

 Backtesting
Backtesting adalah istilah untuk proses pengecekan apakah model yang kita gunakan
sudah sesuai dengan realitas yang ada. Sebagai contoh, jika kita menghitung 99%VAR-1
hari, dan memperoleh angka Rp500 juta. Back testing akan melihat seberapa sering
kerugian yang dialami perusahaan di masa lalu yang melebihi Rp500 juta. Jika kita
menemukan bahwa kerugian di atas Rp500 juta adalah sekitar 1% atau kurang, maka kita
bisa mengatakan bahwa model kita cukup bagus, sesuai dengan kenyataan yang ada. Tetapi
jika kita menemukan bahwa kerugian di atas Rp500 juta mencapai 10% dari total
observasi, maka model VAR kita barangkali perlu diragukan. Model tersebut barangkali
tidak sesuai dengan realitas yang ada, dan perlu diperbaiki.

12

Anda mungkin juga menyukai