Anda di halaman 1dari 3

Terkait dengan hal di atas, bagaimana membangun budaya sadar risiko yang kondusif tersebut?

Terhadap pertanyaan ini, perlu kita pahami perlu adanya tiga hal fundamental yang harus dibangun
sebagai pilar pembangunan budaya risiko organisasi secara keseluruhan:

Risk Governance (Tatakelola / Governansi Risiko);

Kerangka kerja ‘selera risiko’;

Praktik kompensasi yang mendukung perilaku untuk pengambilan keputusan berbasis risiko yang patut
dan sepadan.

“Risk Governance” – pilar pertama pembangunan budaya risiko, mencakup:

Kejelasan peran dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris dalam pengelolaan risiko organisasi;

Independensi, sumber daya dan wewenang fungsi ‘Chief Risk Officer’ (CRO) dan unit manajemen risiko,
serta audit internal;

Asesmen independen terhadap kerangka kerja tatakelola / governansi risiko organisasi dan
pelaksanaannya;

“Kerangka kerja Selera Risiko” – pilar kedua pembangungan budaya risiko, mencakup:

Adanya kerangka kerja yang komprehensif dan dipahami oleh seluruh direksi dan dewan komisaris,
komite-komite dan unit manajemen risiko serta audit internal.

Adanya pernyataan ‘selera risiko’ (Risk Appetite Statement) yang jelas dan tidak ambigu;

Adanya limit-limit risiko yang jelas untuk masing-masing kategori risiko, dan agregasi risiko baik per
kategori, per departemen, per wilayan (yang relevan dengan pembagian wilayah / kewenangan di
organisasi), serta di tingkat keseluruhan organisasi;

Pendefinisian peran dan tanggung jawab direksi dan dewan komisaris dalam menentukan dan
menyetujui pernyataan selera risiko organisasi, dan proses penyeseuaiannya bila memang konteks
organisasi memerlukan hal tersebut.

Selera risiko dilekatkan dalam strategi dan perencanaan bisnis organisasi, serta tersurat dalam anggaran
dengan permodelan yang terukur. Hal ini akan membuat agregasi risiko dapat dipantau dan dikelola
sedemikian rupa sehingga strategi dapat dieksekusi dalam koridor selera risiko yang telah disepakati.

“Praktik Kompensasi” yang mendukung perilaku pengambilan keputusan berdasarkan risiko – pilar
ketiga pembangungan budaya risiko, mencakup:
Adanya penetapan kompensasi direksi dan dewan komisaris yang berdasarkan prinsip-prinsip
tatakelola / governansi: transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness (wajar).

Penyelarasan kompensasi yang berbasis prinsip tatakelola / governansi baik untuk direksi dan
manajemen senior sebagai organ eksekutif, maupun untuk dewan komisaris dan komite sebagai organ
pengawasan.

Kompensasi karyawan harus memperhitungkan risiko-risiko yang harus diambil oleh mereka untuk
kepentingan organisasi. Kompensasi harus mempertimbangkan risiko prospektif serta keluaran dan
manfaat yang sudah dan akan diwujudkan.

Insentif lainnya, termasuk tinjau ulang dan evaluasi kinerja serta promosi, harus didukung dengan proses
yang terformulasi dan terdokumentasi dengan baik.

PENYEBARAN BUDAYA SADAR RISIKO

Setelah pembangunan budaya risiko, organisasi perlu memperhatikan sejauh apa perkembangan budaya
sadar risiko tersebar dan tertanam di seluruh organisasi. Hal ini diperlukan agar organisasi akan dapat
menjalankan strategi yang sudah ditentukan dan tetap dalam koridor selera risiko yang telah
didefinisikan sebelumnya.

Dalam penyebaran budaya sadar risiko, minimum ada empat hal yang perlu dicermati dan dipastikan
terwujud, yaitu:

1. Tone from the top

Komitmen, kepemilikan, keterlibatan aktif, dan konsistensi perilaku direksi dan dewan komisaris dalam
pengelolaan risiko organisasi, terutama risiko strategis dan operasional yang terkait.

2. Akuntabilitas

Setiap karyawan mengerti nilai-nilai inti organisasi, kapabel untuk mengerjakan peran yang diharapkan
dari mereka, dan sadar bahwa mereka akuntabel untuk tindakan yang mereka lakukan.

3. Komunikasi pro-aktif

Adanya lingkungan yang mendorong komunikasi terbuka dan pelibatan karyawan sehingga dapat
merangsang sikap kritis dan positif dari keterlibatan mereka dalam menghadapi tantangan yang
dihadapi oleh organisasi.
4. Insentif

Pengelolaan kinerja dan pengembangan karyawan disertai dengan sistem insentif yang menyemangati
dan memperkuat pemeliharaan perilaku manajemen risiko yang diinginkan oleh organisasi. Dalam hal
ini, insentif dirancang untuk mendukung internalisasi nilai-nilai inti dan luhur dan budaya sadar risiko di
setiap tingkatan organisasi.

Anda mungkin juga menyukai