Anda di halaman 1dari 8

Studi Kasus Manajemen Risiko Pada PT.

Asuransi Ekspor Indonesia

Asuransi merupakan sebuah lembaga yang didirikan atas dasar untuk


menstabilkan kondisi bisnis dari berbagai risiko yang mungkin terjadi. Bedasarkan
pengertian tersebut asuransi mengandung empat unsur yaitu :
1. Pihak tertanggung
2. Pihak penangung
4. Sesuatu peristiwa yang tak tantu
5. Kepentingan yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa tak tentu.
Ada beberapa manfaat yang dapat diterima pada saat seseorang atau intuisi
masuk ke asuransi yaitu :
1. Asuransi mampu berperan sebagai penetralisir risiko
2. Sebagai pihak penganti kerugian
3. Mengurangi siksaan mental dan fisik bagi pihak tertanggung
4. Menghasilkan tingkat produksi
6. Memperbaiki posisi persaingan perusahaan kecil
Menurut Harman Darmawi ada enam syarat – syarat suatu risiko dapat di
asuransikan, syarat yang harus di tempuh tersebut yaitu ;
1. Kerugian potensial cukup besar
2. Probabilitas potensial cukup besar
3. Keugian bersifat kebetulan
4. Kerugian tertentu
5. Terdapat sejumlah unit yang terbuka terhadap risiko yang sama

Hubungan antara risiko dan asuransi adalah hubungan langsung yang


substansial dan strategis. Dimana motivasi utama masyarakat untuk membeli asuransi
adalah karena keberadaan risiko yang penuh ketidakpastian. Sehingga dengan adanya
proteksi asuransi merupakan salah satu sarana efisien dalam pengendalian risiko
secara finansial melalui mkanisme pengalihan risiko ke asuransi (Risk Transfer
Mechanism). Hubungan yang ada tersebut untuk risiko-risiko yang dapat
diasuransikan (insurable risk) yang mempunyai karakter khusus.
Risiko adalah suatu kombinasi dari kemungkinan munculnya suatu peristiwa
(frekuensi) dan besarnya kerugian (severity) yang dialami atas peristiwa tersebut.
Dalam asuransi terdapat perbedaan antara frekuensi dan severity. Dimana risiko yang
frekuensinya tinggi, memiliki tingkat severity yang rendah. Kedua, untuk risiko
dengan severity yang tinggi, umumnya frekuensi terjadinya rendah, contoh dari
hubungan kedua adalah kasus klaim asuransi pesawat, dimana tingkat severity yang
sangat tinggi namun frekuesinya rendah.
Sebagai perusahaan yang menyediakan produk-produk asuransi dengan
menerima pemindahan risiko bagi para nasabahnya, ASEI sangat rentan terhadap
risiko. Mengingat saat ini asurannsi merupakan produk yang dipergunakan berbagai
instansi atau perusahaan dalam mengantisipasi risiko. ASEI dalam menjalankan
bisnisnya harus memperhatikan aspek-aspek dalam manajemen risiko. Pengelolaan
risiko di dalam aktivitas bisnis ASEI juga menganut prinsip kehati-hatian,
komprehensif dan selalu berupaya untuk meminimalisir ketidakpastian.

A. Perencanaan Manajemen Risiko

1. Komitmen Manajemen ASEI


Dalam awal perencanaan manajemen risiko, TOP Level Manajemen ASEI
telah membuat prinsip good corporate governance untuk diterapkan dalam
organisasi ASEI.
2. Penerapan Good Corporate Governance Sebagai Pondasi
Penerapan GCG di ASEI dikembangkan sebagai suatu proses didalam
penyelenggaraan aktivitas perusahaan untuk mencapai sasaran-sasaran
jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang dalam rangka
peningkatan kinerja serta pencapaian shareholders value serta stakeholder
value yang maksimum. Perusahaan bertekad untuk menerapkan prinsip-
prinsip GCG dan kebijakan perusahaan. Penerapan GCG di ASEI sendiri
dapat dijabarkan seperti berikut ini:
 Transparansi
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
 Kemandirian
Keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan
 Akuntabilitas
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi
 Pertanggungjawaban
Kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
 Kewajaran
Keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholder

B. Implementasi Manajemen Risiko

Sejumlah langkah perlu dilakukan agar implementasi sistem manajemen risiko


dapat berjalan secara efektif pada sebuah organisasi. Langkah-langkah tersebut
yaitu:

1. Dukungan dari senior manajemen


 Dukungan aktif yang berkesinambungan dari pimpinan eksekutif
 Seorang senior eksekutif manajer perlu memberikan dukungan kepada
para pekerja untuk berinisiatif melaksanakan manajemen risiko
 Semua senior eksekutif sebaiknya memberikan dukungan penuh
2. Pengembangan kebijakan organisasi
 Pengembangan dan dokumentasi kebijakan perusahaan serta kerangka
berfikir untuk mengelola risiko
 Berisi informasi-informasi seperti:
 Obyektifitas kebijakan dan dasar berfikir untuk mengelola risiko
 Hubungan antara kebijakan dan strategi organisasi/ rencana
perusahaan
 Batasan atau jangkauan dari isu-isu yang ada didalam sebuah
kebijakan
 Pimpinan diharapkan dapat menjadi teladan
 Pembagian tanggungjawab dalam pengelolaan risiko.
3. Komunikasi peraturan
 Meningkatkan kesadaran akan manajemen risiko
 Mengkomunikasikan sampai tingkat terendah diorganisasi tentang
manajemen risiko dan peraturan organisasi
 Merekrut ahli manajemen risiko, contohnya konsultan
 Mengembangkan keahlian sampai staf terendah dengan pendidikan dan
pelatihan
 Menjamin terciptanya pelaksanaan sistem penghargaan dan sanksi
4. Pengendalian risiko
Pengendalian risiko melalui rencana kegiatan program dan tingkatan tim.
Pada tahap ini perlu dilakukan pengembangan sebuah program untuk
pengendalian risiko di masing-masing bagian maupun area organisasi.
5. Monitoring dan telaah ulang
Pengembangan dan pelaksanaan setiap tahapan manajemen risiko perlu
dipantau untuk menjamin terciptanya optimalisasi manajemen risiko.

C. Alur Proses Manajemen Risiko

1. Penetapan Ruang Lingkup


Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen
risiko yang akan dilakukan.
2. Identifikasi risiko
Mengidentifikasi organisasi dan konteks manajemen risiko. Yaitu
mempelajari bentuk organisasi dan mengidentifikasikan konteks manajemen
resiko yang terkait. Teknik dasar yang dipergunakan:

 Membaca dan mempelajari kegiata usaha (mapping)

 Melakukan survey on the spot untuk mengidentifikasi sektor yang rawan


menderita kerugian (exposures)

 Menggunakan alat bantu berupa:

 Organisational Chart untuk mengetahui fungsi dan peranan


masing-masing penanggung jawab kegiatan dan wewenang
mengambil keputusan

 Flow Chart untuk mendeteksi sektor-sektor yang rawan gangguan


termasuk dampaknya bagi sektor-sektor terkait lainnya.

 Check List untuk dijawab oleh mereka yang berkompeten dan


jawabannya menjadi bahan klasifikasi risiko.
3. Analisis risiko
Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang
akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan
mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi).
4. Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Analisa atas
risiko-risiko yang teridentifikasi, tahapan untuk mengukur sejauh mana
dampak risiko-risiko tersebut dalam aktivitas organisasi. Hasil yang ingin
diperoleh adalah mengukur tinggi rendahnya peristiwa frekuensi dan severity
(kerugian). Teknik yang digunakan dalam tahap analisa risiko ini adalah
menggunakan data statistik deskriptif dan statistik inferential, serta
menggunakan teori-teori kemungkinan (probability theory).
5. Pengendalian risiko
Pengendalian atas risiko-risiko yang sudah di identifikasi dan dianalisa,
dilakukan secara ekonomis, artinya semakin tinggi biaya untuk pengendalian
harus menghasilkan ”positive impact” yang lebih tinggi terhadap profit
kegiatan usaha. Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi
yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode.
Teknik Pengendalian Risiko :

 Secara Fisik : Pre-Loss Reduction dan Post Loss Control

 Secara Financial : Retain dan Transfer (Asuransi dan Non-Asuransi)

 Dari aspek manajemen risiko, asuransi dapat dikatakan sebagai salah


satu sarana efisien untuk pengendalian risiko secara finansial.

 Bagi masyarakat atasu nasabah asuransi, dengan pengendalian risiko


ke asuransi ini ada perubahan atau pertukaran ketidakpastian
anggaran untuk menghadapi risiko, menjadi adanya kepastian bahwa
dengan anggaran premi asuransi yang pasti; sudah dapat diprediksi
penggantian kerugian dari asuransi apabila benar-benar terjadi risiko
yang berada dalam aturan-aturan ketentuan polis asuransi.

 Self-Insurance sangat berbeda dengan non-insurance atau retain/risk


retention.

 Self Insurance : ada anggaran keuangan/fund yang disediakan untuk


menanggulangi risiko-risiko yang tidak terproteksi oleh asuransi.
Misalnya risiko sendiri / deductible atau franchise.

 Non Insurance : tidak ada anggaran / fund yang dialokasikan karena


semua risiko akan dihadapi sendiri tanpa transfer.
6. Monitor dan Review
Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan
serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
7. Komunikasi dan konsultasi
Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan
eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.
8. Peningkatan kesadaran
Strategi peningkatan kesadaran dengan metode pelatihan dan pendidikan.

D. Analisis Risiko pada Produk ASEI

 Export Credit Insurance (ECI)


Untuk memberikan perlindungan kepada eksportir terhadap kemungkinan
kerugian akibat tidak diterimanya pelunasan pembayaran dari importir/ bank
penerbit L/C.
 Risiko yang ditanggung ASEI pada asuransi ekspor
 Risiko Komersial
Eksportir pailit (bangkrut), cidera janji, menolak menerima barang.
 Risiko Politik
Larangan transfer, Pembatasan quota ekspor, pencabutan izin usaha
ekspor, perang atau tindakan permusuhan lainnya.

E. Cara Menerapkan Manajemen Risiko pada ASEI

Risiko yang muncul dapat dikendalikan melalui penerapan manajemen risiko.


Manajemen risiko tersebut dapat berupa:
 Menghindari Risiko
Risk avoidance termasuk cara paling mudah yang bisa dilakukan. Namun,
menghindari risiko dapat berdampak pada menurunnya semangat kerja untuk
menjalankan usaha karena prosesnya tidak ada tantangan juga pembelajaran.
 Mengurangi Risiko
Risk reduction berarti meminimalisir atau mengecilkan kemugkinan
munculnya kerugian.
 Mentransfer Risiko
Risk transfer berarti memindahkan kerugian atau dampak buruk kepada
pihak lainnya. Hal ini biasanya diberikan kepada perusahaan asuransi lain
yang bersedia dan mampu menerima beban tersebut dengan berbagai
pemenuhan syarat.
 Membagi Risiko
Risk sharing dapat dilakukan dengan mengajak pihak lain untuk menjadi
partner kerja sehingga ketika risiko tersebut muncul maka dapat ditanggung
bersama-sama.

Anda mungkin juga menyukai