DISUSUN OLEH :
Moris Samsul Lamhot Hutahaean
NIM 227046040
DOSEN KOORDINATOR:
Dr. Siti Saidah Nasution, SKp, M.Kep., Sp. Mat
Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RS
X terjadi pada 2 tahun yang lalu
Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena pasien meninggal
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu
Skoring risiko : 5 x 3 = 15
Warna Bands : Merah (ekstrim)
Tabel 3 : Matrix Grading Risiko
RSUD Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang adalah rumah sakit tipe D
dengan kapasitas 57 tempat tidur, melayani pasien umum, jamsoskes dan BPJS.
Pelayanan pasien Jamsoskes yang merupakan kebijakan Gubernur Sumatera Selatan yang
mana semua penduduk yang domisili Sumatera Selatan mendapatkan pelayanan
pengobatan gratis pada fasilitas kesehatan pemerintah. Pelayanan pasien BPJS
merupakan kelanjutan dari sistem pelayanan pasien ASKES yang sudah dilaksanakan d
RSUD Tebing tinggi sejak bulan November 2012. Mulai tanggal 1 Januari 2014 sudah
mengikuti kebijakan pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan bagi pasien BPJS,
yang merupakan implementasi dari program pemerintah dalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN), yang tertuang dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). BPJS
sendiri merupakan peralihan dari Askes sebagai penyelenggara untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Banyak aturan-aturan dari Askes yang diambil sebagai aturan
dari BPJS, sehingga di awal penyelenggaraan, karena sudah terbiasa melayani pasien
Askes, maka melayani pasien BPJS pun tidak menemui kendala yang berarti.
Sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah, tentu sistem pengelolaan dan
manajemen didasarkan pada standar pelayanan minimal dan prosedur tata ognasisai
daerah. Demikian halnya pada sistem pengelolaan di instalasi farmasi. Instalasi farmasi
merupakan instalasi Pelayanan Penunjang Medis, yang mana dalam peraturan tersebut
tugas instalasi farmasi adalah melaksanakan kegiatan peracikan, penyiapan dan
penyaluran obat- obatan, gas, medis, bahan kimia serta peralatan medis. Jadi kaitannya
dengan pelayanan pasien, bahwa sediaan farmasi dalam hal ini obat-obatan adalah hal
yang krusial dan harus disediakan.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien
dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya
perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Namun seiring berjalannya kegiatan pelayanan di RSUD Tebing Tinggi tidak
lepas dari berbagai permasalahan baik pelayanan pada konsumen maupun manajemen
internal rumah sakit. Instalasi farmasi yang merupakan titik akhir dan titik tolak dari
persediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit tidak luput dari permasalahan tersebut.
Kasus yang pernah terjadi di instalasi farmasi RSUD tebing tinggi kabupaten
Empat Lawang adalah terjadinya kesalahan pemberian obat di apotek rawat jalan
dikarenakan penulisan resep yang terbalik nama pasiennya. Pasien berasal dari poliklinik
penyakit dalam yang merupakan pasien “langganan” atau sudah sering berobat ke RS.
Pasien bernama saibani dan rafani. Pasien saibani membawa resep dengan nama rafani
sedangkan pasien rafani membawa resep dengan nama saibani. Namun pasien tidak
mengecek nama yang tercantum dalam resep dan langsung menuju apotek rawat jalan.
Pada saat pasien menyerahkan resep pada petugas penerima resep, kemudian di
cek sediaan, kekuatan dan jenis sediaan, dikerjakan etiket dan pengemasan sesuai dengan
yang diperintahkan dalam resep. Setelah obat siap diserahkan kepada pasien, petugas
penyerahan resep memanggil pasien yang bernama saibani. Petugas memberikan
konseling mengenai sediaan yang diterima pasien. Namun kemudian pasien sedikit
curiga dengan penjelasan yang diberikan petugas kepada beliau. Menurut pasien bahwa
obat yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi penyakit yang diderita pasien.
Petugas kemudian segera meriscek resep pasien saibani kemudian berkonsultasi
dengan bagian poli rawat jalan penyakit dalam. Dari hasil cek dan riscek ternyata dokter
salah menuliskan resep pada pasien saibani. Jenis obat yang diresepkan untuk pasien
saibani tertukar dengan jenis obat yang tertulis pada pasien rafani. Jadi pasien saibani
sesungguhnya membawa resep obatnya sendiri sesuai dengan penyakitnya namun dalam
resep yang dibawanya tertulis nama rafani, sedangkan rafani memang benar membawa
resep obatnya sendiri sesuai dengan penyakitnya namun dalam resep yang dibawanya
bertuliskan saibani. Jadi pada saat di panngil nama saibani saat penyerahan obat tentu saja
pasien saibani yang datang namun tidak sesuai obatnya dengan kondisi penyakitnya.
Kesimpulannya, terjadi kesalahan pada penulisan nama pasien pada resep yang
dibawa pasien. Hal ini dimungkinkan dokter penulis resep kurang berkonsentrasi pada
saat pelayanan pasien atau nama pasien yang berdekatan pada saat pemeriksaan sehingga
rekam medisnya terbalik pengamatannya.
ANALISIS KASUS
a.
Menetapkan konteks
Hal ini dibuat dokumentasi mengenai banyaknya kejadian kesalahan pemberian obat
pada pasien dikarenakan resep yang tertukar dan tidak disadari oleh pasien
b.
Identifikasi bahaya
Sejauh mana bahaya terhadap kejadian kesalahan pemberian obat terhadap pelayanan
pasien dan berdasar pada resep pasien sehingga perlu koordinasi dengan dokter
penulis resep maupun petugas di poli rawat jalan, rawat inap maupun UGG.
c.
Pengukuran Kualitatif Frekuensi/ Kemungkinan (likehood)
Setelah seluruh resiko diidentifikasi maka dilakukan pengukuran tingkat
kemungkinan dan dampak resiko. Pengukuran resiko dilakukan setelah
mempertimbangkan pengendalian resiko yang ada. Pengukuran resiko dilakukan
menggunakan criteria pengukuran resiko secara kualitatif, semi kualitatif, atau
kuantitatif tergantung pada ketersediaan data tingkat kejadian peristiwa dan dampak
kerugian yang ditimbulkannya. Pada kasus salah memberikan obat pada pasien, maka
pengukuran kualitatif frekuensi/kemungkinan (likehood) adalah sebagai berikut :
Kemungkinan Deskrips Nilai
i
Jarang Terjadi pada keadaan khusus 1
Kadang-kadang (Unlikely) Dapat terjadi sewaktu-sewaktu 2
Mungkin (Possible) Mungin terjadi sewaktu-waktu 3
Mungkin sekali (likely) Mungkin terjadi pada banyak keadaan tapi 4
Hampir pasti (almost certain) Dapat terjadi pada tiap keadaan dan 5
Dalam kasus ini, kejadian mungkin terjadi sewaktu-waktu karena kejadiannya dalam
setahun lebih dari 3 kejadian. Hal ini lebih banyak terjadi pada saat peak hour
sehingga memungkinkan petugas kurang berkonsentrasi dalam melayani pasien.
d.
Pengukuran kualitatif konsekuensi / dampak
Tingkat Deskriptor Contoh
1 Tidak bermakna Tidak ada cedera, kerugian keuangan kecil
2 Rendah Pertolongan pertama dapat diatasi,
kerugian keuangan sedang
3 Menengah Memerlukan pengobatan medis, kerugian
keuaangan besar
4 Berat Cedera luas, kehilangan kemampuan produksi,
kerugian
5 Katastropik Kematian, kerugian keuangan sangat besar.
Dampak yang terjadi pada kasus tersebut berbobot nilai satu (1) yaitu tidak
bermakna karena petugas apotek segera meriscek resep pasien pada petugas poli dan
dokter penulis resep, sehingga pada saat pemberian ke pasien, kesalahan bisa
langsing diatasi.
Dampa
k
Kemungkina Sangat Rendah Sedang Besar Ekstrim
n rendah
(likehood)
Jarang 1 2 3 4 5
Kadang-kadang 2 4 6 8 10
Mungkin 3 6 9 12 15
Mungkin sekali 4 8 12 16 20
Hampir pasti 5 10 15 20 25
Nilai :
Error secara garis besar terbagi dua, yaitu: human error dan organizational
error. Human error sendiri dapat berasal dari 18ystem pasien dan 18ystem tenaga
kesehatan. Organizational error sendiri seringkali diistilahkan sebagai system error, atau
dalam konteks pelayanan kesehatan di rumah sakit diistilahkan sebagai hospital error.
Dari kasus tersebut, kejadian yang sewaktu-waktu terjadi dan lebih dari 3
kejadian dalam setahun perlu dilakukan dokumentasi dan pengawasan serta pengendalian.
Pada kasus ini instalasi farmasi melakukan koordinasi dengan komite medik dan memberi
laporan lisan pada bidang pelayanan dan keperawaan yang membawahi instalasi farmasi
dan komite medik agar dapat diperbaiki. Kelalaian semacam ini harus segera diantisipasi
karen jika pasien saat itu tidak menyadari bahwa obat yang diberikan tidak sesuai dengan
penyakitnya, misalnya pasien yang tidak memahami kondisi penyakitnya sendiri dan
tidak diberikan informed consent oleh dokter dan saat petugas apotek memberikan
informasi namun kurang ditanggapi oleh
pasien atau bukan pasien yang mengambil obat namun keluarga pasien atau yang disuruh
oleh pasien yang mana tidak tmemahami kondisi penyakit bisa menjadi kesalahan fatal
dan berdampak fatal dan berakibat citra RS dipertaruhkan.
Namun, hasil koordinasi instalasi farmasi baru sebatas kebijakan lisan dan belum
dituangkan pada kebijakan tertulis dikarenakan pada struktur organisasi RSUD Tebing
Tinggi kabupaten Empat Lawang belum memiliki manajer pengendali mutu maupun
manajer Risiko dan pasien safety.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan perlu dilakukan guna
meminimalisir kejadian tak diharapkan (KTD) dalam rumah sakit yang kejadiannya
dapat menjadikan beban berat jika tidak segera ditangani. Resiko tersebut perlu dianalisis
dan dilakukan pengatasan guna pelayanan yang lebih bermutu. Dalam pencegahan
menempatkan resiko KTD secara prorposional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada
sumber penyebab itu sendiri, baik pada 20sistem manusianya (pasien dan tenaga
kesehatannya), maupun dari sisi organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi
organisasi-pendekatan pada 20sistem (sarana) pelayanan kesehatan memerlukan
penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam mengelola resiko
kemungkinan terjadinya KTD. Sistem analisis resiko dapat dilakukan dari sisi man,
metode, pendanaan, sarana dan prasarana, kebijakan, dan standar operasional.
3.2 Saran
Perlunya komunikasi, kolaborasi, monitoring dan konsolidasi dalam mencegah
terjadinya resiko kembali juga perlu dilakukan sebagai bahan evaluasi apakah standar
sudah berjalan dangan baik. Namun di banyak hal, peran manusia perlu di perhatikan
lebih utama karena sagala bentuk pelayan faktor manusia memiliki peran penting.
DAFTAR PUSTAKA
Idris, Fachmi Dr. dr. M.Kes. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan
Kesehatan: Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan. Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat– Kedokteran Komunitas (IKM/IKK) Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
http://fijaytrangki.blogspot.co.id/2014/09/penerapan-manajemen-risiko-dalam.html
http://ppnisardjito.blogspot.co.id/2013/11/prinsip-dasar-manajemen-risiko-risk.html
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Peraturan
presiden no 77 tahun 2015 bahwa pengaturan pedoman organisasi rumah sakit