Anda di halaman 1dari 5

Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan efek, yakni sebuah nama kolektif untuk

macam-macam surat berharga, misalnya saham, obligasi, surat hipotik, dan jenis surat lain yang
membuktikan hak milik atas sesuatu barang. Dengan istilah yang hampir sama, sekuritas dapat juga
dipahami sebagai promissory notes/commercial bank notes yang menjadi bukti bahwa satu pihak
mempunyai tagihan pada pihak lain. Adapun, yang dimaksud dengan sekuritas syariah atau efek syariah
adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang
akad, pengelolaan perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.

Di antara bank-bank Islam yang ada, terdapat dua pendapat yang berbeda dalam menyikapi surat
berharga. Pertama, mayoritas bank Islam menolak perdagangan surat berharga. Kedua, bank Islam di
Malaysia, dalam beberapa kondisi termasuk juga bank Islam di Indonesia, menerima transaksi surat
berharga (Karim, hal. 114, 2001).

Alasan penyangkalan mereka yang menolak transaksi surat berharga adalah karena di dalamnya
terkandung bai ad-dayn (jual beli utang). Sementara itu, Islam secara tegas telah mengharamkan jual
beli utang. Reaksi yang berbeda dikemukakan oleh pendapat kedua, yakni mereka yang mengabsahkan
transaksi surat berharga. Umumnya, mereka menyandarkan pada prinsip bahwa surat berharga tersebut
haruslah diendors (dijamin) oleh pihak penerbit, kemudian surat berharga tersebut haruslah timbul dari
aktivitas yang tidak bertentangan dengan syariah. Jadi, selama kedua hal ini tidak dilanggar, transaksi
surat berharga menjadi sah karenanya.

Bahkan, sebagaimana diuraikan oleh Karim (hal. 115, 2001), bank Islam di Malaysia merujuk pada
beberapa fatwa yang membolehkan jual beli surat berharga dan kebolehan mengambil keuntungan
dalam jual beli berdasarkan prinsip an taraddin minkum (kerelaan kedua belah pihak).

Terlepas bagaimanapun reaksi yang diungkapkan oleh umat, yang pasti, Islam sangat menganjurkan
umatnya untuk melakukan aktifitas ekonomi (mu’amalah) dengan cara yang benar dan baik, serta
melarang penimbunan barang, atau membiarkan harta (uang) menjadi tidak produktif, sehingga
aktivitas ekonomi yang dilakukan dapat meningkatkan ekonomi umat. Tujuan utamanya adalah untuk
memperoleh keuntungan (falah), baik materi maupun non materi, dunia dan akhirat. Sementara itu,
segala bentuk aktivitas ekonomi yang dilakukan haruslah berdasarkan suka sama suka, berkeadilan, dan
tidak saling merugikan (la dharara wa la dhirara).

Karena itu, sehubungan dengan pembahasan sekuritas syariah ini, ada tiga kategori sekuritas. Pertama,
segala jenis sekuritas yang menawarkan predetermined fixed-income tidak diperbolehkan dalam Islam,
karena termasuk kategori riba. Dengan demikian, interest-bearing securities, baik long term maupun
short term, akan masuk daftar instrumen investasi yang tidak sah. Saham preferen (Preference stocks),
debenture, treasury securities and consul, dan commercial papers masuk dalam kategori ini.

Kategori kedua, sekuritas-sekuritas yang berada dalam grey area (questionable) karena dicurigai sarat
dengan gharar, meliputi produk-produk derivatives, seperti forward, future, dan juga options.

Kategori ketiga, yakni sekuritas yang diperbolehkan, baik secara penuh maupun dengan catatan-catatan
meliputi, saham (stocks) dan Islamic bonds, profit loss sharing based, goverment securities, penggunaan
institusi pasar sekunder dan mekanismenya semisal margin trading. Karena seringkali catatan-
catatannya begitu dominan, berikut ini akan diuraikan dua contoh sekuritas yang telah akrab di tengah-
tengah masyarakat, yakni saham dan obligasi syariah.

Terdapat pula beberapa efek syariah yang diterbitkan dalam dunia bisnis melalui pasar modal yaitu:

Saham Syariah

Saham merupakan "Surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran umum
(go public) dalam nominal ataupun persentase tertentu". (Nurul.Mustafa,2007:60). Adapun yang
mendefinisikan bahwa saham adalah surat keterangan tanda turut serta dalam perseroan. Pada
umumnya saham terbagi dalam 2 macam, yaitu saham istimewa (prefered stock) dan saham biasa
(common stock).

Selain dari saham biasa dan saham sederhana, ada pula beberapa macam saham dan jenis saham.
Berikut ada beberapa jenis saham: Saham Yang Dicap (assented shares), Saham Tukar, Saham Tanpa
Suara, Saham Tanpa Pari, Saham Preferen Unggul, Saham Preferen Tukar, Saham Preferen Partisipasi,
Saham Preferen Kumulatif, Saham Pendiri, Saham Pegawai, Saham Bonus.Suatu saham dapart dikatakan
sebagai saham syariah apabila: Kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan publik tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah,

Obligasi Islam- Sukuk

Upaya menghembangkan dan meluncurkan surat berharga mirip obligasi yang sesuai syariah telah
dilakukan sejak 1978 di Yordania ketika pemerintahannya mengizinkan bank islam jordania menerbitkan
obligasi islami yang dikenal dengan nama obligasi mukharadah. Penerbitan obligasi islam pertama kali
dilakukan oleh pemerintah Malaysia pada 1983 dengan penerbitan Government Investment Issues yang
sebelumnya dikenal dengan Government Investment Certificate.

Ada beberapa keuntungan yang ditawarkan oleh pasar bagi obligasi islam atau sukuk yang diterbitkan di
pasar untuk memenuhi permintaan penggunaan dana, misalnya pebisnis, sector korporat, pemerintah
dan lain sebagainya. Dalam hal ini sukuk dapat diartikan sebagai sertifikat partisipasi yang berkaitan
dengan asset tunggal atau sekumpulan asset. Para investor memilih sukuk karena sukuk memperluas
peluang mereka dengan lebih banyak pilihan jatuh tempo dan seleksi portofolio. Sukuk juga dapat
berfungsi sebagai alat integrasi antara pasar Islam dan pasar konvensional.

Adapun beberapa jenis sukuk antara lain: Sukuk Sanadatul Muqaradah atau Sukuk Mudarabah, Sukuk
Musyarakah, Sukuk Ijarah, Sukuk Murabahah, Sukuk Portofolio Gabungan.

Reksa Dana Islam

Reksa Dana Islam didasarkan pada kontrak mudarabah dan tersusun amat mirip dengan reksa dana
dalam system konvensional. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000
mendefinisikan Reksa Dana Syariah sebagai Reksa Dana yang beroperasi menurut kentuan dan prinsip
syariah islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal) dengan
Manajer Investai sebagai wakil shahibul al-mal maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-
mal dengan pengguna investasi.

Penghasilan di dapatkan dari Reksa Dana Syariah antara lain: Dari saham dapat berupa (Deviden, Right
atau hak untuk memesan efek terlebih dahulu, Capital gain), memperoleh bagi hasil yang diterima
secara periodik dari laba yang emiten, dari surat berharga yang diterima sesuai dengan syariah, yaitu
bagi hasil yang diterima oleh issuer, dari deposito dapat berupa bagi hasil yang diterima dari bank-bank
syariah.

Untuk menjamin Reksa Dana Syariah beroperasi tanpa menyalahi aturan kesyariahan seperti yang diatur
dalam fatwa DSN, suatu Reksa Dana Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Seringkali terdapat pemahaman keliru yang menyebutkan bahwa Perseroan Publik dengan Perseroan
Terbuka (Tbk.). Walaupun keduanya merupakan istilah yang hampir sama dan keduanya juga dapat
melakukan penawaran umum atas sahamnya kepada masyarakat di Bursa Efek, namun faktanya
terdapat perbedaan atas kedua istilah tersebut.

Pengertian Perseroan Publik diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 40/2007”) yaitu Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah
pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.

Kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 8
UU40/2007 tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal (“UU 8/1995”) yaitu apabila Perseroan telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300
pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3 miliar.

Sehingga dalam hal suatu perseroan yang sebelumnya didirikan sebagai Perseroan Tertutup namun
seiring beroperasinya Perusahaan tersebut telah terdapat sekurangnya 300 pemegang saham dan modal
disetor sebesar minimal Rp. 3 Miliar, maka secara hukum Perseroan Tertutup tersebut berubah menjadi
Perseroan Publik dan harus memenuhi ketentuan Pasal 24 UU 40/2007 yang mengatur bahwa:

1. Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan
Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, wajib
mengubah anggaran dasarnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria
tersebut; dan

2. Direksi Perseroan yang telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik tersebut wajib mengajukan
pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar
modal.

Sedangkan yang dimaksud dengan Perseroan Terbuka (Tbk.) berdasarkan Pasal 1 ayat 7 UU 40/2007
terbagi menjadi dua kriteria, yaitu:

1. Perseroan publik yang telah memenuhi kriteria sebagai perseroan publik yaitu memiliki pemegang
saham sekurangnya 300 orang dan modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3 miliar, atau

2. Perseroan yang melakukan penawaran umum (public offering) saham di Bursa Efek. Maksudnya
perseroan tersebut menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada masyarakat luas.
Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Perseroan Publik merupakan salah satu
Perseroan Terbuka (Tbk) yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan pasar modal.
Sehingga Perseroan Publik belum tentu melakukan penawaran saham (public offering) di Bursa Efek.
Namun demikian, baik Perseroan publik maupun Perseroan yang melakukan penawaran saham (public
offering) keduanya dikategorikan sebagai Perseroan Terbuka (Tbk).

Anda mungkin juga menyukai