Anda di halaman 1dari 5

Hubungan Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru dengan

Kepatuhan dalam Program Pengobatan Tuberkulosis Paru


di Puskesmas Teladan Medan.

Oleh :
Yesi Ariani** Cut Devi Isnanda*
(** Staf Dosen keperawatan Medikal Bedah Fak. Keperawatan USU
* Mahasiswa Keperawatan Fakultas Keperawatan USU)

Abstrak

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan


seseorang. Meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan
serta kepercyaan penderita tuberkulosis paru dalam melaksanakan program
pengobatan.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
pasien tuberkulosis paru dengan kepatuhan penderita tuberkulosis dalam program pengobatan
dengan menggunakan desain deskriptif korelasi sebagai desain penelitian. Instrumen dibuat
dalam bentuk kuisioner dan dibagi dalam 2 bagian, yaitu kuisioner untuk mengukur pengetahuan
dengan menggunakan skala Guttman dan kuisioner untuk mengukur kepatuhan dengan
menggunakan skala Likert. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 32 orang dengan menggunakan
teknik convinience sampling.
Berdasarkan analisa statistik korelasi Spearman pada derajat kebebasan dengan α =
0.05 diperoleh nilai ρ = 0.337 dan nilai p = 0.059 untuk hubungan pengetahuan dengan
kepatuhan, ini terdapat hubungan positif sedang dengan interpretasi memadai antara
pengetahuan dengan kepatuhan penderita tuberkulosis dalam program pengobatan tuberkulosis
paru.
Diharapkan perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan secara terstruktur kepada
pasien tentang TB Paru dan untuk penelitian selanjutnya dipandang perlu meneliti faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam melaksanakan program
pengobatan.

Keywords: pengetahuan, kepatuhan dalam program pengobatan, TB Paru

1. Latar Belakang Penelitian Insidensi kasus BTA positif sekitar 110 per
100.000 penduduk pertahun (Depkes RI, 2008).
Penyakit tuberkulosis merupakan Masih tingginya prevalensi penderita
penyakit infeksi yang disebabkan oleh tuberkulosis di Indonesia menunjukkan bahwa
Mycobacterium tuberculosis yang sampai saat angka keberhasilaan pengobatan di Indonesia
ini masih menjadi masalah kesehatan masih rendah. Untuk mencapai kesembuhan
masyarakat. Penyakit ini setidaknya telah dibutuhkan keteraturan berobat bagi setiap
menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada penderita. Pengobatan yang tidak dibenar akan
tahun 1993, World Health Organization mengakibatkan terjadinya retensi kuman TB
(WHO) mencanangkan kedaruratan global terhadap obat yang diberikan. Hal ini akan
penyakit tuberkulosis karena pada sebagian menimbulkan kesulitan yang amat besar ,
besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis penderita akan menularkan kumannya kepada
tidak terkendali. Ini disebabkan banyaknya orang lain dan biaya pengobatan menjadi
penderita yang tidak berhasil disembuhkan, meningkat dan waktu yang lama untuk
terutama penderita menular (Basil Tahan Asam pengobatan (Aditama, 1994).
positif). Sejauh ini ketidakpatuhan penderita
Laporan WHO (2004 dalam PDPI, merupakan penyebab terpenting kegagalan
2006) menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta pengobatan tuberkulosis (Isa & Nafika, 2003).
kasus baru TB Paru dan 3,9 juta kasus BTA Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isa
(Basil Tahan Asam) pada tahun 2002. & Nafika (2003) tentang efektifitas
Indonesia merupakan peringkat ketiga di dunia penggunaan kartu berobat terhadap keteraturan
setelah India dan Cina dengan pasien sekitar berobat di wilayah kotamadya Banjarmasin
10% dari total jumlah pasien TB Paru sedunia. menunjukkan bahwa 85,4% sample patuh
terhadap pengobatan dan 14,6% tidak patuh
terhadap pengobatan. Menurut Isa presentasi Penelitian ini dilakukan dengan
tersebut di dukung dengan faktor-faktor yang menggunakan pedoman etika penelitian self
mempengaruhi keefektifan kartu berobat determination, privacy, anonymity, informed
seperti tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan consent dan protection from discomfort (Pollit
dan kemudahan dalam menjangkau pelayanan & Hungler, 199). Sebelum pelaksanaan
kesehatan. penelitian responden akan diberikan penjelasan
Oleh karena itu, berdasarkan latar mengenai manfaat dan tujuan penelitian
belakang tersebut peneliti tertarik untuk selanjutnya responden diminta untuk membaca
melakukan penelitian tentang hubungan tingkat dan memahami isi surat persetujuan menjadi
pengetahuan paisen tuberkulosis dengan responden. Apabila responden bersedia maka
kepatuhan dalam mengkonsumsi obat responden diminta menandatangani surat
tuberkulosis paru di Puskesmas Teladan Medan persetujuan yang telah dibaca dan dipahami.
untuk melihat apakah ada hubungan antara Dalam hal ini responden berhak untuk
pengetahuan penderita tuberkulosis paru menolak terlibat dalam penelitian ini ataupun
dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi obat menarik ketersediaannya pada proses
tuberkulosis paru. pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
Hasil penelitian ini diharapkan memaksa dan tetap menghargai hak-haknya.
bermanfaat bagi pelayanan kesehatan, pasien Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti
atau keluarga dan bagi penelitian selanjutnya. tidak mencantumkan nama responden pada
Bagi pelayanan kesehatan dapat digunakan lembar pengumpulan data, tetapi dengan
sebagai sumber informasi dalam rangka memberi kode pada masing-masing lembar
meningkatkan upaya pelayanan kesehatan tersebut. Kerahasiaan informasi responden
masyarakat khususnya pada penderita dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data
tuberkulosis paru melalui penyuluhan- tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil
penyuluhan tentang bahaya penyakit penelitian.
tuberkulosis, upaya mengatasi dan Alat pengumpulan data yang digunakan
menanggulanginya sehingga akan adalah kuesioner data demografi responden,
mempengaruhi kepatuhan penderita kuesiner pengetahuan dan kuesioner kepatuhan
tuberkulosis paru. pengobatan. Data demografi akan disajikan
Bagi Masyarakat/Keluarga, dapat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
menjadi masukan bagi keluarga dan persentase. Hasil analisa data disajikan dalam
masyarakat tentang penanganan tuberkulosis bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat
paru sehingga penderita tuberkulosis paru gambaran tingkat pengetahuan dan kepatuhan
dapat mengkonsumsi obat secara teratur untuk dalam melaksanakan program pengobatan.
mencapai penyembuhan. Hasil penelitian ini Hubungan pengetahuan dan kepatuhan dalam
dapat digunakan sebagai sumber informasi atau melaksanakan program pengobatan akan
referensi bagi penelitian selanjutnya. dianalisa secara statistik dengan menggunakan
formula korelasi Spearman. Hasil dari analisis
2. Metodologi korelasi Spearman ini adalah nilai koefisien
korelasi (ρ) dan nilai signifikansi (p).
Desain dalam penelitian ini adalah Nilai ρ menginterpretasikan kekuatan
deskriptif korelasional yang bertujuan untuk hubungan. Jika nilai ρ berada pada level 0,70 –
mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan 1,00 (baik plus maupun minus) menunjukkan
penderita tuberkulosis paru dengan kepatuhan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0,40
dalam mengkonsumsi obat tuberkulosis paru. - < 0,70 (baik plus maupun minus)
Sampel pada penelitian ini adalah pasien TB menunjukkan adanya hubungan yang
Paru yang berobat jalan di Puskesmas Teladan, substansial, level 0,20 - < 0,40 (baik plus
Medan sebanyak 32 orang yang diambil maupun minus) menunjukkan adanya korelasi
dengan teknik convinience sampling. yang rendah dan level < 0,20 (baik plus
Penentuan jumlah sample dilakukan maupun minus) berarti dapat diabaikan
dengan cara mengambil dari tabel ukuran (Wahid, 2003).
sample untuk koefisien korelasi, dengan
menggunakan derajat ketepatan (α) yang 3. Hasil Penelitian
besarnya 0.05 dan analisa kekuatan sebesar
80% serta effect size sebesar 50%, sehingga Dari penelitian yang telah dilakukan,
didapatkan jumlah sample sebanyak 32 orang didapatkan hasil tentang karakteristik respoden
(Polit & Hungler, 1999). yaitu mayoritas berusia antara 28 – 37 tahun (
37,5 % ). Sebagian responden berjenis kelamin
laki–laki ( 59,4 % ) dan tingkat pendidikan diperoleh nilai signifikan (p) sebesar 0.059.
terbanyak adalah SMU (40,6 %). Berdasarkan Nilai ini lebih besar dari level of signifikan (α)
jenis pekerjaan, diketahui bahwa responden sebesar 0.05, ini berarti bahwa ada hubungan
terbanyak adalah wariswasta (78,1%). antara pengetahuan terhadap kepatuhan
Berdasarkan hasil penelitian pendapatan penderita tuberkulosis paru dalam
responden sebagian besar < Rp. 800.000 melaksanakan program pengobatan.
(68,8%), sedangkan yang menikah (81,3%) dan
lama mengkonsumsi obat yang terbanyak 4. Pembahasan
adalah antara 3-4 bulan (28,1%).
Dari 32 orang responden diketahui Tingkat pengetahuan penderita tuberkulosis
bahwa pengetahuan penderita Tuberkulosis paru dalam mengkonsumsi obat
mengenai program pengobatan sebanyak tuberkulosis paru
71,8% termasuk dalam katagori baik dan
21,8% dalam katagori sedang dan 6,2% dalam Pengetahuan penderita tuberkulosis
katagori buruk (tabel 1). adalah semua informasi yang diperoleh
penderita tuberkulosis mengenai program
Tabel 1. pengobatan. Meningkatnya pengetahuan dapat
Distribusi frekuensi dan persentasi menimbulkan perubahan persepsi dan
berdasarkan pengetahuan kebiasaan seseorang karena dari pengalaman
(n = 32) dan penelitian ternyata prilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama
Pengetahuan n % daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan
Baik 23 71,8 (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan jawaban responden
Sedang 7 21,8
didapatkan bahwa 23 responden (71,8%)
Buruk 2 6,2 memiliki pengetahuan yang baik dan 7
responden (21,8%) memiliki pengetahuan
Dari 32 orang responden diketahui sedang serta 2 responden (6,2%) memiliki
bahwa kepatuhan penderita tuberkulosis dalam pengetahuan buruk mengenai program
program pengobatan tuberkulosis paru pengobatan. Ini menunjukkkan bahwa seluruh
sebanyak 62,5% termasuk dalam katagori penderita tuberkulosis paru di Puskesmas
patuh dan 25% dalam katagori kurang patuh Teladan Medan sudah memiliki tingkat
serta 12,5% dalam katagori tidak patuh. pengetahuan yang cukup baik. Berdasarkan
hasil penelitian, pendidikan tertinggi responden
Tabel 2. adalah SMU yaitu sebesar 40,6% dimana
Distribusi frekuensi dan perentasi kepatuhan pengetahuan dan pemahaman responden
pasien tuberkulosis dalam mengkonsumsi obat tentang penyakit tuberkulosis paru
tuberkulosis paru kemungkinan lebih baik dari pada yang
(n= 32). berpendidikan SD dan SLTP. Peneliti
Kepatuhan n % berasumsi bahwa pendidikan kesehatan yang
diberikan oleh dokter maupun perawat telah
Patuh 20 62,5 cukup efektif walaupun belum menunjukkan
Kurang Patuh 8 25 hasil yang optimal.
Tidak Patuh 4 12,5
Tingkat kepatuhan penderita tuberkulosis
paru dalam program pengobatan
Analisa statistik secara komputerisasi
tuberkulosis paru.
untuk mengidentifikasi hubungan pengetahuan
penderita tuberkulosis paru terhadap kepatuhan
Kepatuhan merupakan tingkat dimana
penderita tuberkulosis dalam program
prilaku seseorang sesuai dengan saran
pengobatan tuberkulosis paru di Puskesmas
praktisinya. Berdasarkan jawaban responden
Teladan Medan maka didapat nilai korelasi
didapatkan bahwa 20 responden (62,5%)
Spearman (ρ) sebesar 0.337. Ini berarti bahwa
mematuhi program pengobatan dan 8
terdapat hubungan positif sedang dengan
responden (25%) kurang mematuhi program
interpretasi memadai antara pengetahuan
pengobatan serta 4 responden (12,5%) tidak
dengan kepatuhan penderita tuberkulosis dalam
mematuhi program pengobatan. Ini
melaksanakan program pengobatan
menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan
tuberkulosis paru. Dari analisa statistik juga
penderita tuberkulosis dalam melaksanakan
program pengobatan sudah berjalan baik meningkatkan kepatuhan, sepanjang
namun ada beberapa responden yang tidak pendidikan tersebut merupakan pendidikan
mematuhi program pengobatan. yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan
Berdasarkan penelitian 81,3% kaset oleh pasien secara mandiri.
responden dalam status menikah dimana faktor Sementara penelitian Senewe (1992)
keluarga menentukan seseorang untuk menyatakan bahwa faktor pelayanan kesehatan
mematuhi pengobatan. Menurut Ester (2000), mempengaruhi terhadap kepatuhan berobat
keluarga dapat menjadi faktor yang sangat penderita tuberkulosis paru. Pada penelitian
berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan tersebut, faktor pelayanan kesehatan meliputi
nilai kesehatan individu serta dapat juga penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah,
menentukan program pengobatan yang dapat ketersediaan obat tuberkulosis, mutu obat
mereka terima. tuberkulosis, ketersediaan sarana transportasi
Namun mayoritas responden (22,9%) dan jarak. Berdasarkan hasil wawancara
menyatakan bahwa menelan obat setiap hari dengan petugas kesehatan bahwa petugas
dapat menimbulkan kebosanan. Menurut kesehatan memberikan penyuluhan ketika
Aditama (1994), pengobatan tuberkulosis pasien datang berobat pertama kali dan hanya
dengan memberikan beberapa macam obat diberi penyuluhan tentang jadwal menelan
sekaligus dan memakannya dalam waktu yang obat, jadwal mengambil obat dan makan
lama yaitu 6 bulan akan menyebabkan makanan bergizi.
penderita tuberkulosis merasa bosan sehingga
penderita tidak mematuhi program 5. Simpulan
pengobatannya.
Penelitian yang dilakukan terhadap 32
Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan penderita tuberkulosis paru yang berobat di
penderita tuberkulosis paru dengan Puskesmas Teladan Medan menggambarkan
kepatuhan penderita tuberkulosis dalam bahwa 71,8% memiliki tingkat pengetahuan
program pengobatan. yang baik mengenai program pengobatan,
21,8% memiliki tingkat pengetahuan yang
Berdasarkan analisa identifikasi sedang mengenai program pengobatan, 62,5%
hubungan tingkat pengetahuan terhadap mematuhi program pengobatan, 25% kurang
kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam mematuhi program pengobatan dan 12,5%
program pengobatan bahwa terdapat hubungan tidak patuh terhadap program pengobatan.
positif sedang dengan interpretasi memadai Berdasarkan analisa statistik dengan
antara pengetahuan dan kepatuhan penderita menggunakan formula korelasi Spearman
tuberkulosis paru. Peneliti berasumsi bahwa dengan α = 0,05 diperoleh nilai ρ = 0.337 dan
ada faktor-faktor lain disamping pengetahuan nilai p = 0.059 bahwa terdapat hubungan
yang mempengaruhi kepatuhan penderita positif sedang dengan interprestasi memadai
tuberkulosis paru dalam melaksanakan antara pengetahuan penderita tuberkulosis paru
program pengobatan. Berdasarkan hasil dengan kepatuhan dalam program pengobatan
penelitian, responden yang tidak patuh berobat tuberkulosis paru.
mempunyai alasan : keluhan yang dirasakan
sudah hilang, responden sudah merasa sembuh, 6. Saran
lupa minum obat karena sibuk kerja,
pengobatan tuberkulosis paru banyak efek Dalam melaksanakan asuhan
sampingnya. keperawatan pada penderita tuberkulosis paru
Disamping itu faktor lain yang hendaknya lebih memperhatikan masalah
mempengaruhi kepatuhan seseorang adalah kepatuhan dalam melaksanakan program
pekerjaan, pendidikan dan pelajaran kesehatan. pengobatan. Perawat sebaiknya selalu
Salah satu faktor struktur sosial yaitu pekerjaan memberikan penyuluhan kepada pasien tentang
akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan TB Paru sehingga pengetahuan pasien
kesehatan, pekerjaan seseorang dapat meningkat dan akhirnya kepatuhan juga bisa
mencerminkan sedikit banyaknya informasi meningkat. Perawat juga perlu untuk mengkaji
yang diterima, informasi tersebut akan secara komprehensif faktor-faktor yang lain
membantu seseorang dalam mengambil yang dapat menghambat atau mendukung
keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam
kesehatan yang ada (Sugianto, 1996). melaksanakan program pengobatan.
Disamping itu Feuerstein (Ester,2000),
menyatakan bahwa pendidikan pasien dapat
Referensi Sugianto. (1996). Pengobatan tuberkulosis:
pedoman untuk program-program
Aditama, T.Y. (1994). Tuberkulosis paru nasional. Jakarta: Hipokrates.
masalah & penanggulangannya. Senewe, F. (2003). Faktor-faktor yang
Jakarta: Penerbit UI. mempengaruhi kepatuhan berobat
Departemen kesehatan. (2008). Pedoman penderita tuberkulosis paru di
nasional penanggulangan tuberkulosis. puskesmas depok: bulletin penelitian
Jakarta. kesehatan.
Isa & Nafika. (2003). Efektivitas pengawasan Tierney, M.L., Mcphee, S.J., Papadakis, M.A.
pengobatan melalui program (2002). Diagnosis & terapi kedokteran
pengobatan perseorangan tuberkulosis (penyakit dalam). Jakarta: Salemba
dengan kartu berobat terhadap medika.
keteraturan berobat penderita di Tjandra. (2003). Tuberkulosis. Dibuka pada
wilayah kotamadya banjarmasin: jurnal website
kedokteran yarsi 11. http//www.ppm_plp.depkes.co.id/detil.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Wahid, S. (2003). Statistk non parametrik
perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka contoh kasus dan pemecahannya
cipta dengan SPSS. Yogyakarta: penerbit
Polit & Hungler. (1999). Nursing research Andi.
“Principles and Methods”. Lippincott.
Philadelpia.

Anda mungkin juga menyukai