Pengembangan Instrumen Penilaian
Pengembangan Instrumen Penilaian
MAKALAH
Alauddin Makassar
Oleh:
NURDALIA
NIM: 80200216013
Dosen Pemandu:
Dr. Muhammad Yaumi, M. Hum.,
Dr. Muh. Safei., M. Si.,
PROGRAM PASCASARJANA
MAKASSAR
2017
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah yang telah dipelajarinya
obyektif meliputi pilihan ganda, benar salah, menjodohkan. Tes non objektif
dengan cara observasi, wawancara, skala sikap dengan skala likert (pemberian
kemajuan yang telah dicapai, sebagai pedoman untuk merenovasi atau melakukan
1
Ahmad Rohan, Pengelolaan Pengajaran (Cet. 2; Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004), h.
179.
2
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobby Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Cet. 1;
Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), h. 76.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penilaian
Penilaian merupakan adalah suatu usaha mengumpulkan dan menafsirkan
berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan dan menafsirkan
berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan menyeluruh tentang
proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh
anak melalui pembelajaran dan menginterpretasi informasi tersebut membuat
keputusan, penilaian merupakan bagian integral yang sering digunakan dengan
hubungannya dengan penilaian yakni pengukuran, dan evaluasi.3
Pengukuran adalah proses sistetmatis tentang nilai-nilai numerik atau
angka untuk suatu sifat atau atribut pada orang atau objek melalui kegiatan
pengukuran misalnya mengukur tinggi dari suatu gedung, berat dari daging,
mengukur panjang lebar.4 Pengukuran berkaitan erat dengan penelitian kuantitatif,
alat ukurnya dengan angka-angka dan perhitungan dengan statistik. Penelitian
kuantitatif adalah penelitian yang mementingkan kedalaman data, penelitin
kuantitatif tidak terlalu menitikberatkan pada kedalaman data dan populasi
penelitian dapat dianalisis oleh peran statistik.5
Evaluasi merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenai
nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan, pelaksanaan evaluasi memerlukan
sebuah tindakan untuk memperoleh nilai dan hasil dari pengukuran. Evaluasi alat
yang penting untuk mendapatkan informasi tentang efektivitas pembelajaran yang
dilakukan, alat untuk mengetahui ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan
yang telah ditentukan, evaluasi dapat memberikan informasi untuk
3
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran (Cet. 4; Jakarta: PT. Kharisma
Putra Utama, 2016), h. 176.
4
Nasution dan Asmawi Zainul, Penilaian Hasil Belajar (Jakarta: PAU-PPAI-UT, 2005),
h. 5
5
Masyhuri dan Zainuddin, Metodologi Penelitian (Cet. 3; Bandung: PT. Refika Aditama,
2011), h. 19
4
6
Wina sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (Cet. 7; Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015), h. 244
7
Murray Print, curriculum Develpopment and Design (Australia: Allen danUnwin, 1993),
h. 60.
8
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 180.
5
Kata prinsip berasal dari bahasa latin yang berarti dasar (pendirian,
tindakan atau sesuatu yang dipegang sebagai panutan yang utama.9 Secara istilah
Prinsip merupakan landasan atau dasar pola berpikir dan bertindak. 10 Prinsip
penilaian menbutuhkan proses yang tersusun secara tersistematis mulai dari
pengumpulan data, menginterpretasi dan menggunakan informasi dan membuat
keputusan dalam menyimpulkan penilaian.
Prinsip sebagai pola berpikir dan bertindak dapat dideskripsikan beberapa
prinsip-prinsip penilaian yaitu terdiri dari Validitas (validity), realibitas (realibity),
dan kewajaran (fairnes).
1) Validitas (validity(
Validitas berasal dari kata Validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melalukan fungsi
ukurnya.11 Suatu tes memiliki validitas yang tinggi apabila alat pengukuran (tes)
dapat membuktikan kebenaran suatu hasil ukur, hal ini tercermin dari hasil yang
diperoleh dari pengukuran, sebaliknya suatu tes memiliki validitas yang rendah
apabila hasil ukur atau besaran yang mencerminkan tidak sesuai dengan tujuan
dan hasil ukur.
Validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi
12
pengukurannya suatu tes. artinya tingkat validitas tes sangat berpengaruh
terhadap kebenarannya yaitu seberapa jauh tolak ukur penilaian melalui butir tes
dan hasil yang diperoleh. Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian
terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang dinilai.13 Hasil
9
Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1987),h. 173.
10
H. Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Cet. 4; jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2014), h. 61.
11
Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Liberty: Yogyakarta,
1988), h. 173.
12
Https:/Matondang.Jurnal Tabularasa.2009.digilib.unimed. ac.id (Pdf, diakses pada
tanggal 28/10/2017).
13
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
h. 12.
6
dari validitas suatu tes dapat mengukur tingkat validitas valid atau tidak valid
tergantung pada pengukurannya, shahih atau tidak shahihnya sebuah alat
instrumen pencapaian hasil belaja sesuai dengan hasil pengukurannaya. Apabila
hasil yang diperoleh sesuai maka validitas dpat dikatakan valid atau shahih dan
sebaliknya hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
atau standar penilaian maka validitas butir soal dikatakan tidak valid atau tidak
shahih. Dalam kutipan buku Encylopedia of Educational Evaluation yang dikrang
oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan A test is Valid if it
measure what it purpose to measure atau pengertiannya kurang lebih “ sebuah tes
dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur” dalam
bahasa inonesia Valid disebut dengan istilah sahih. Penentuan sahih tidaknya
suatu alat instrumen bukan ditentukan oleh instrumen itu sendiri tetapi ditentukan
dari hasil pengetesan atau skor yang diperoleh dari alat instrumen.14
Berdasarkan tiga definisi yang diberikan diatas, terdapat tiga aspek yang
perlu dievaluasi validitasnya yakni akurasi alat penilaian, pengukuran
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berwujud kinerja dan konsekuensinya
pada skor.15
Keberhasilan tingkat validitas dipengaruhi oleh kondisi peserta didik baik
itu pengaruh internal maupun eksternal dan kemampuan guru dalam proses belajar
mengajar. dibutuhkan keterampilan dalam kelas dalam mendesain model-model
pembelajaran, model-model desain, serta menggunakan pendekatan psikologi,
sosiologis dan pendekatan agama. Mencapai tujuan pembelajaran dari aspek
kognitif, afektif dan psikomtorik tidaklah mudah seperti kita bayangkan akan
tetapi guru harus menguasai kelas, menguasai metode dan perencanaan,
berwawasan luas serta beretika selain itu juga memerlukan kesabaran. Skor yang
rendah kemungkinan besar akan mempengaruhi kepercayaan peserta didik,
14
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran (Cet. 9; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012),
h. 103
15
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 183.
7
prestasi dan motivasinya termasuk dari hasil kinerjanya yang menurun dan
pengembangan kurikulum yang terbatas.
Efek negatif dari penilaian mungkin termasuk kurikulum yang terbatas
dengan apa yang dapat dinilai, komunikasi tentang kekuasaan, kontrol dan status
sosial yang tidak diinginkan dan gambaran sempit tentang hakikat bidang-bidang
tertentu termasuk akurasi penilaian.16
2) Reliabilitas (Reability)
Realibitas berasal dari kata realibity berarati sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila
dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang
sama, diperoleh hasil pengukuran yang relatif sama. Selama aspek yang diukur
dalam diri subyek tidak berubah.17 Realibitas merupakan suatu ciri atau karakter
utama instrumen pengukuran baik.18
Hakikat realibitas instrumen berhubungan dengan masalah konsistensi.
Maksudnya suatu instrumen dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang
tinggi jika hasil skor yang diperolah tetap dan tidak berubah-ubah, jika skor yang
diperoleh berubah-ubah maka hasil yang diperoleh tidak berarti. Perbedaan antara
validitas dengan realibitas yaitu realibitas mengarah konsistensi skor dan validitas
pengujian hasil skorn untuk mengetahui valid atau tidaknya butir tes.Realibilitas
atau biasa disebut keandalan menekankan keajegan suatu hasil skor yang
diperoleh.
Keandalan sangat ditentukan oleh estimasi jumlah kesalahan yang
mengikuti skor yang diperoleh. Artinya jika margin kesalahannya kecil, maka
keandalannya tinggi. Sebaliknya jika margim kesalahannya besar maka tingkat
realibitasnya rendah.19 tingkat realibitas dipengaruhi oleh skor yang dihasilkan.
16
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 184.
17
Https:/Matondang.Jurnal Tabularasa.2009.digilib.unimed. ac.id (Pdf, diakses pada
tanggal 28/10/2017
18
Syaifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan pengukurannya (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003),h. 176
19
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 182.
8
20
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 184.
9
atau peserta program pelatihan untuk menjawab soal yang difokuskan pada topik
atau isu yang pesifik.21
a) Pilihan Ganda (tes obyektif)
Bentuk pilihan soal pilihan ganda dapat dipakai untuk menguji
penguasaan kompetensi pada tingkat berpikir rendah seperti pengetahuan (recall)
dan pemahaman, sampai pada tingkat berpikir tinggi seperti aplikasi, analisis
sintesis dan evaluasi terdiri adri item pokok soal dan option (pilihan jawaban)
terdiri dari atas kunci jawaban dan pengecoh.22 Kelebihan mampu mengefesienkan
waktu dari berbagai standar komptensi, cepat mendapatkan skor dan cepat untuk
menghitung skor, akan tetapi mengurangi realibitas butir soal karna pilihan ganda
biasa ditebak meski ada pengecoh.
b) Benar salah (tes objektif)
Bentuk soal ini memiliki dua kemungkinan jawaban benar atau salah.
Kelebihan dapat mengukur semua tingkat domain kognisi mulai dari kemampuan
sederhan hingga kempuan yang lebih kompleks, mencakup banyak materi dan
lebih luas dari pilihan gand, mempermudah menghitung skor dengan cepat.
Keterbatasannya memiliki tingkat keandalannya rendah, tidak dapat mengungkap
seluruh konsep secara utuh.23
c) Menjodohkan
Bentuk ini cocok untuk mengetahui fakta dan konsep. Cakupan meteri bisa
banyak namun tingkat berpikir cenderung rendah. Keunggulannya yaitu soalnya
dapat dirumuskan dengan mudah dan cepat, lebih ringkas dan ekonomis, lebih
mudah memberikan skor. Keterbatasannya antara lain hanya menjangkau
pemikiran tingkat rendah khusunya mengetahui dan memahami, tidak dapat
21
Benny A. Pribadi, M.A. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis
kompetensi (Cet. 1;Jakarta:Prenada Media Group, 2014), h. 76 .
22
Abdul Majib, Perencanaan pembelajaran (Cet. 5; Bandung: PT. Raemaja Rosdakarya,
2008), h. 196.
23
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 193.
10
24
Abdul Majib, Perencanaan pembelajaran, h. 196.
25
Abdul Majib, Perencanaan pembelajaran, h. 197.
26
Abdul Majib, Perencanaan pembelajaran, 198.
27
Abdul Majib, Perencanaan pembelajaran, 198.
11
28
M. Nur, Buku Panduan Keterampilan Proses dan Hakikat Sains (Surabaya: University
Press, 2003), h. 4.
29
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 198.
30
Trianto Ibnu Al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual (Cet.I; Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 207.
12
project based learning. Project based learning (PBL) is a model for classroom
activity that shifts away from the usual classroom practices of short, isolated,
student centred, and integrated with real world issues and practices.
Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model kegiatan di kelas yang berbeda
31
Abdul Majib, Perencanaan pembelajaran, h. 212.
32
Abdul Majib, Perencanaan pembelajaran, h. 212
13
antardisiplin, berpusat pada siswa dan terintegrasi dengan masalah dunia nyata.33
Jadi penilaian proyek adalah pembelajaran mandiri, inovatif peran guru sebagai
fasilitator, motivator dan memberi peluang yang besar kepada peserta didik untuk
peserta didik dalam kelompok diminta membuat atau melakukan suatu proyek itu.
sains yang lain yang terkait dan nilai kemanusiaan yang lain.34
pola pikir peserta didik dari sempit menjadi luas dan menyeluruh dalam
tingkat tinggi peserta didik dan salah-satu bukti untuk mengetahui kemajuan
33
Trianto Ibnu Al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, h. 41.
34
Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktif dan Menyenangkan
(Yogyakarta: Universitas Sanata Darma, 2007), h. 126.
35
Syaiful Bakhri Djamarah dan Azwar zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 83.
14
e) Penilaian dilakukan terhadap keaktifan pada saat talk show, makalah yang
6) Penilaian sikap
manusia terbentuk melalui proses pembelajaran dan pengalaman. Ada tiga model
pembelajaran ini berlangsung dengan mengamti dan meniru tingkah laku atau
berupa ganjaran (penguatan positif dan dapat berupa penguatan hukuman dan
melalui lisan atau tulisan misalnya tentang obyek tertentu yang diperoleh
seseorang.
kategori yaitu penilaian sikap tentang pembelajaran dan penilaian dan penilaian
pada proses pembelajaran berupa saran dan perbaikan. Penilaian perubahan sikap
36
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Ed. 14; Jakarta: rajawali Pers, 2015), h. 150.
37
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 205
15
dalah penilaian perubahan sikap siswa baik pribadi maupun klasikal terhadap
38
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 206.
39
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &
D (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 194.
16
Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berartu roh. Kata ini berasal
dari bahasa latin, spiritus “ yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi
kehidupan yang membuat manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak, dengan
demikian kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat
mengenal dan memahami diri sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun dari
sbagian dari alam semesta.40
Penilaian kompetensi sikap spiritual berhubungan dengan kemampuan
memahami individu maupun kelompok dari sikap dan perilaku orang lain hal ini
relevan dengan sosial yang sangat mengharapkan sikap spiritual yang taat kepada
Allah, disiplin dan bertanggungjawab dalam melekasanakan tugas-tugasnya
baikpeserta didik atau pendidik, masyarakat. Penanaman sikap spiritual bukan
hanya bermanfaat untuk personal, melainkan juga dalam kehidupan sosial. Jiwa
yang memilili jiw spiritual dan sosial akan memudahkan peserta didik untuk
mengembangkan kreativitasnya, pengembangan ilmu serta keterampilan.
Pedoman observasi sikap spiritual religiusitas
Petunjuk:
Lembaran ini di isi oleh guru untuk menilai sikap spiritual peserta didik
dengan kriteria sebagai berikut:
a) 4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan
b) 3 = sering, apabila sering melakukan seuai pernyataan
c) 2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan tidak
melakukan dan tidak melakukan
d) 1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan
Petunjuk penskoran :
Skor akhir menggunakan rumus:
skor diperoleh
skor maksimal x 4=skor akhir ¿
¿
atau
40
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 213.
17
skor diperoleh
skor maksimal x 100=skor akhir ¿
¿
Tabel Instrumen
No Aspek Pengamatan Skor
1 2 3 4
1 Berdoa sebelum dan sesudah melalukan sesuatu
2 Selalu mengucapkan rasa syukur atas karunia Tuhan
3 Memberi salam sebelum dan sesudah menyampaikan
pendapat/presentasi
4 Mengungkapkan kekaguman secara lisan maupun
tulisan terhadap tanda-tanda kebasaran dan
keagungan tuhan
5 Membuktikan keberadaan dan kebasaran Tuhan
melalui ilmu pengetahuan yang dipelajari
Jumlah Skor
Sesuai permendikbud No 81A peserta didik memperoleh nilai adalah:
Sangat baik : Apabila memperoleh skor: 3,33 > skor ≤ 4,00
Baik : Apabila memperoleh skor: 2,33 > skor ≤ 3,33
Cukup : Apabila memperoleh skor: 1,33 > skor ≤ 2,33
Kurang : Apabila memperoleh skor: skor ≤ 1,33.
Indikator dari setiap sikap sebagai berkut:
a) Sikap sosial kedisiplinan: masuk kelas tepat waktu, mengumpulkan tugas
tepat waktu, memakai seragam sesuai tata tertib, mengerjakan tugas yang
diberikan, tertib dalam mengikut pembelajaran, mengikiti praktikum
sesuai dengan langkah yang ditetapkan,membawa buku tulis sesuai mata
pelajaran, membawa buku teks mata pelajaran41
b) Sikap sosial dan tanggung jawab: melaksanakan tugas individu dengan
baik, menerima resiko dari tindakan yang dilakukan, tidak menudih orang
41
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 219.
18
42
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 219.
43
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h.219
44
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 220
45
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, h. 220
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Penilaian merupakan adalah suatu usaha mengumpulkan dan menafsirkan
berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan dan
menafsirkan berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan
menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan
yang telah dicapai oleh anak melalui pembelajaran dan menginterpretasi
informasi.
2. prinsip-prinsip penilaian yaitu terdiri dari Validitas (validity), realibitas
(realibity), dan kewajaran (fairnes) hakikat validitas berhubungan dengan
sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang
seharusnya diukur oleh alat tersebut. Hakikat realibitas berhubungan
dengan masalah kepercayaan maksudnya suatu instrumen dapat dikatakan
mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika dapat memberikan hasil
yang tetap. Batas kwajaran yaitu tidak adanya batasan penilaian baik status
sosial, jenis kelamin, ras maupun budaya, penilaian harus adil dan
sewajarnya sesuai dengan realitas nilai.
3. Instrumen penilaian terdiri dari tes tertulis, penilaian kinerja, penilaian
hasil kerja, penilaian proyek, penilaian sikap. Implementasi instrumen
dengan rubrik dengan skala penilaian 1 sampai 4 atau biasa digunakan
skala 1-5.
20
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Syaifuddin. Sikap Manusia Teori dan pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1987.
Azwar, Syaifuddin. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Liberty:
Yogyakarta, 1988.
Azwar, Syaifuddin. Sikap Manusia Teori dan pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003.
Al-Tabany, Trianto Ibnu. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif,
dan Kontekstual. Cet.I; Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 207
Djamarah, Syaiful Bakhri dan Azwar zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Majib, Abdul. Perencanaan pembelajaran. Cet. 5; Bandung: PT. Raemaja
Rosdakarya, 2008 )
Masyhuri dan Zainuddin, Metodologi Penelitian. Cet. 3; Bandung: PT. Refika
Aditama, 2011.
Nasution dan Asmawi Zainul. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: PAU-PPAI-UT,
2005.
Nur. Buku Panduan Keterampilan Proses dan Hakikat Sains. Surabaya:
University Press, 2003), h. 4.
Pribadi, Benny. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasis
kompetensi. Cet. 1;Jakarta:Prenada Media Group, 2014.
Print, Murray. Curriculum Develpopment and Design. Australia: Allen danUnwin,
1993.
Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran. Cet. 4; jakarta: Kharisma Putra
Utama, 2014.
Rohan, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran, Cet. 2; Jakarta: PT. Asdi Mahasatya,
2004, h. 179.
Sanjaya, Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Cet. 7; Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015.
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2007.