Anda di halaman 1dari 32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan diabetes

mellitus type II melalui senam kaki diabetik terhadap resiko jatuh di Wilayah

kerja Puskesmas Sambau yang dilaksanakan pada tanggal 29 November - 12

Desember 2019. Maka pada bab ini peneliti akan membahas tentang kesenjangan

antara teori dan kasus. Adapun pembahasan ini meliputi proses dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Peneliti melakukan pengkajian pada Ny. E dengan metode pengkajian

auto-annamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik. Data-data yang menjadi

acuan dalam pengkajian ini terdiri dari: data umum, riwayat pekerjaan,

riwayat rekreasi, sistem pendukung, deskripsi kekhususan, status kesehatan,

riwayat kesehatan keluarga, kebisaaan sehari-hari, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 29

November 2019 didapatkan data Ny. E mengatakan kaki kiri dan kanan terasa

kebas 1 bulan, jalan harus menggunakan tongkat dan sandal. Ny. E

mengatakan pandangan mata kabur, kadang- kadang Ny. E merasa badannya

lemas. Ny. E mengatakan pusing saat berdiri lama, tidak mampu berdiri lama

tanpa tongkat. Tidak dapat melakukan sebagian aktivitas dan dibantu oleh

anaknya. Ny. E mengatakan kadang-kadang masih mengonsumsi makanan

dan minuman yang manis. Ny. E mengatakan jarang melakukan kontrol gula

darah ke pelayanan kesehatan, pergerakan menjadi lambat dan kesulitan

berjalan. Memiliki riwayat jatuh dalam 3 bulan terakhir. Hasil pemeriksaan


152
153

kadar gula darah sewaktu menggunakan glucometer 248 mg/dl. Hasil

pengkajian berg balance score didapatkan hasil 33 denan interprestasi resiko

jatuh sedang. Tanda-tanda vital tekanan darah: 150/80 mmhg, nadi: 85 x/i,

suhu: 36.0OC, frekuensi napas 22x/i.

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Trisnawati (2018)

dengan judul Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Lansia Tn.R Dengan

Kasus Risiko Jatuh Melalui Penerapan Senam Kaki Di Komunitas RW II

Kelurahan Lolong Belanti didapatkan hasil pengkajian klien mengatakan

genggaman tangan tidak kuat, pandangan mata kabur, postur tubuh tidak

lurus, berjalan harus menggunakan tongkat dan kacamata. Pasien mengatakan

lemas dan pusing, dan jarang berolahraga yang teratur, kaki kebas. Hasil

pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah 110/70 mmHg,

frekuensi pernapasan 22 kali per menit, frekuensi nadi 88 x/menit, suhu 370c.

Hasil Pemeriksaan kadar gula darah 237 mg/dl. Berg balance scale 38.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ingkel Marloni (2019) dengan

Judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Ny. S.H Dengan Diabetes

Melitus Penerapan Senam Kaki Diabetik di Wisma Bougenville Upt. Panti

Penyantun Lansia Budi Agung Kupang didapatkan hasil pengkajian Ny. S.H

mengatakan suka makanan manis, ujung jari kaki sering terasa kram waktu

berjalan, tidak kuat berdiri lama dan kalua berjalan harus menggunakan

tongkat.

Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh Ny. E sesuai dengan

teori menurut Sujono & Sukarmin dalam Raharjo, 2018 dimana dijelaskan

gejala yang muncul pada penderita diabetes meliitus antara lain kadar gula

darah melebihi batas normal, rasa baal atau kebas pada kaki akibat neuropati,
154

kelemahan tubuh, penurunan energi metabolik, kelainan kulit gatal-gatal dan

luka yang lama sembuh, kelainan ginekologi dan mata kabur akibat

perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.

Kesimpulan sesuai data yang didapat dari hasil pengkajian bahwa Ny.

E merasakan keluhan sesuai dengan teori yaitu kadar gula darah diatas normal

ditandai dengan hasil GDS: 247 mg/dl, Ny. E mengatakan kaki kebas,

pandangan mata kabur, serta mengalami keterbatasan dalam beraktivitas

akibat neuropati perifer.

Berdasarkan selesai hasil pengkajian pada Ny. E tidak ditemukan

adanya kesenjangan amtara teori dan praktik lapangan.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan analisa dari hasil pengkajian pada Ny. E tanggal 29

November 2019, didapatkan 3 diagnosa keperawatan yang muncul. Masalah

keperawatan pertama yaitu resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

ditandai dengan faktro resiko ketidaktepatan pemantauan glukosa darah.

Alasan penulis menegakkan diagnosa ini dikarenakan pada saat dilakukan

pengkajian pada Ny. E, klien mengatakan kaki kebas, kepala pusing, badan

terasa lemas, jarang melakukan pengecekan kadar gula darah secara mandiri

maupun fasilitas kesehatan terdekat. Hasil GDS 247 mg/dl.

Berdasarkan teori Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia dalam

(Pokja PPNI, 2017) dimana faktor resiko terjadinya ketidakstabilan kadar

glukosa darah adalah kurang terpapar informasi tentang manajemen diabetes

ketidaktepatan pemantauan glukosa darah, kurang patuh pada rencana manajemen

diabetes, manajemen medikasi tidak terkontrol, kehamilan, stress berlebihan,

penambahan berat badan, kurang dapat menerima diagnosis.


155

Masalah keperawatan kedua yaitu gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan mengeluh

sulit menggerakkan ekstremitas dan kekuatan otot menurun. Alasan penulis

menegakkan diagnosa ini karena sesuai dengan hasil pengkajian pada Ny. E

pada tanggal 29 November 2019 yaitu klien mengatakan kaki kebas, kesulitan

dalam berjalan, pergerakan sehari-hari menjadi lambat, pusing saat berdiri

lama. Hasil mengkajian didapatkan kekuatan otot ekstremitas bawah 4.

Berdasarkan teori standar diagnosa keperawatan Indonesia dalam

(Poka PPNI, 2017) dimana penyebab dan tanda gejala gangguan mobilitas

fisik diantaranya adalah perubahan metabolism, ketidak bugaran fisik,

penurunan kendali otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan

perkembangan, kekakuan sendi, gangguan muskuloskletal, gangguan

neuromuscular, nyeri, pembatasan program gerak, gangguan kognitif, kurang

terpapar informasi tentang aktivitas fisik, gangguan sensori persepsi. Tanda

dan gejala yang muncul yaitu mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, ekuatan

otot menurun, entang gerak menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan

pergerakkan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakkan tidak terkoordinasi,

gerakkan terbatas, fisik lemah.

Masalah keperawatan yang ketiga adalah resiko jatuh Resiko jatuh

ditandai dengan usia 65 tahun, riwayat jatuh, penggunaan alat bantu berjalan,

neuropati. Alasan peneliti mengangkat diagnosa ini dikarenakan sesuai

dengan hasil pengkajian yang didapatkan pada Ny. E. klien mengatakan

memiliki riwayat jatuh 3 bulan terakhir, Usia Ny. E 65 tahun, kaki terasa

kebas, pandangan mata kabur, dan menggunkaan alat bantu saat berjalan.
156

Hasil BBS: 33 dengan interprestasi resiko jatuh sedang. Kekuatan otot

ekstremitas bawah 4

Sesuai dengan teori Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Pokja

PPNI, 2017) dimana faktor resiko pada diagnosa resiko jatuh yaitu Usia 65

tahun atau lebih atau dibawah 2 tahun pada anak, riwayat jatuh, Anggota geeak

bawah prosthesis, penggunaan alat bantu berjalan, menurunan tingkat kesadaran,

perubahan fungsi kognitif, lingkungan tidak aman, kondisi pasca operasi, hipotensi

ortostatik, perubahan kadar glukosa darah, anemia, kekuatan otot menurun,

gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, neruopati ,

efek agen farmakologis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2018) dengan

judul Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Lansia Tn. R Dengan Kasus

Risiko Jatuh Melalui Penerapan Senam Kaki Di Komunitas RW II Kelurahan

Lolong Belanti, peneliti menegakkan dua diagnosa gangguan mobilitas fisiik

dan resiko jatuh pada Tn. R b.d ketidak mampuan keluarga mengenal masalah

dalam merawat anggota keluarga dengan diabetes mellitus.

Penelitian yang dilakukan oleh Ingkel Marloni (2019) dengan judul

Studi Kasus Asuhan Keperawatan pada Ny. S.H Dengan Diabetes Melitus

Penerapan Senam Kaki Diabetik di Wisma Bougenville Upt. Panti Penyantun

Lansia Budi Agung Kupang didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul

pada Ny. S.H ada tiga yaitu keperawatan resiko ketidakstabilan kadar glukosa

darah b.d proses penyakit, hambatan mobilitas fisik b.d agen cidera biologis

dan resiko jatuh b.d kelemahan fisik.

Menurut teori NANDA (2015) bahwa pasien diabetes melitus memiliki

berbagai masalah keperawatan, yaitu:


157

1. Risiko ketidak stabilan kadar glukosa darah

2. Gangguan Mobilitas fisik

3. Defisit Nutrisi

4. Risiko Syok

5. Kerusakan Integritas Kulit/Jaringan

6. Risiko Infeksi

7. Retensi Urine

8. Perfusi perifer tidak efektif

9. Risiko Ketidakseimbangan elektrolit

10. Keletihan

11. Risiko jatuh

Kesimpulan berdasarkan data subjektif dan objektif yang didapat dari

Ny. E terdapat tiga diagnosa keperawatan yang peneliti tegakkan dari sebelas

diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul pada penderita diabetes

mellitus sesuai dengan teori yaitu resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

ditandai dengan faktro resiko ketidaktepatan pemantauan glukosa darah,

mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan

mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas dan kekuatan otot menurun dan

resiko jatuh resiko jatuh ditandai dengan usia 65 tahun, riwayat jatuh,

penggunaan alat bantu berjalan, neuropati. Penegakkan diagnosa keperawatan

ini telah disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan oleh Ny. E dan teori

yang ada yaitu standar diagnosa keperawatan Indonesia.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan tidak

ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan praktik lapangan.

4.1 Intervensi Keperawatan


158

Perencanaan keperawatan diawali dengan merumuskan tujuan yang

ingin dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada.

Intervensi yang diberikan oleh peneliti kepada Ny. E menggunakan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia PPNI 2018 sebagai acuan.

Intervensi keperawatan pada diagnosa pertama yaitu resiko ketidak

stabilan kadar glukosa darah yaitu Setelah dilakukan kunjungan selama 5 hari

kunjungan diharapkan kadar gula darah dapat kembali normal. klien

mengatakan pusing berkurang, perasaan lelah berkurang, gemetar berkurang

dan kadar glukosa darah membaik dalam rentang normal <200 mg/dl.

Intervensi yang peneliti rumuskan yaitu menggunakan Standart intervensi

keperawatan Indonesia yaitu dengan managemen hiperglikemia.

Intervensi keperawatan yang akan peneliti berikan yaitu observasi

dengan identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, monitor kadar

glukosa darah, monitor tanda dan gejala hiperglikemia, tindakan teraupetik

berikan asupan cairan oral, konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala

hiperglikemia tetap ada atau memburuk. Tindakan edukasi anjurkan

menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl, anjurkan

monitor kadar gula darah secara mandiri, anjurkan kepatuhan terhadap diet

dan olahraga.

Perencanaan yang kedua yaitu diagnosa gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai dengan mengeluh

sulit menggerakkan ekstremitas dan kekuatan otot menurun. Setelah

dilakukan kunjungan selama 5 hari kunjungan, kreteria yang diharapkan

adalah Ny. E mampu meningkatkan penggerakkan ekstremitas, kekuatan otot

meningkat (otot ekstremitas atas dan bawah 5), rentang gerak meningkat,
159

kelemahan fisik berkurang dan gerakan tidak terbatas. Intervensi yang

peneliti rumuskan yaitu menggunakan Standart intervensi keperawatan

Indonesia yaitu dengan manajemen program latihan.

Intervensi keperawatan yang peneliti terapkan yaitu tindakan observasi

identifikasi pengetahuan dan pengalaman aktivitas fisik sebelumnya,

identifikasi jenis aktivitas fisik, identifikasi kemampuan pasien beraktivitas,

ionitor tanda vital sebelum dan sesudah latihan. Tindakan teraupetik motivasi

untuk memulai aktivitas fisik, motivasi menjadwalkan program aktivitas fisik

dari regular menjadi rutin, berikan reinforcement jika aktivitas fisik sesuai

dengan jadwal yang telah ditentukan bersama, libatkan keluarga dalam

merencanakan dan memelihara program aktivitas fisik. Tindakan edukasi

jelaskan manfaat aktivias fisik dan ajarkan teknik latihan sesuai kemampuan.

Perencanaan yang ketiga yaitu diagnosa resiko jatuh ditandai dengan

usia 65 tahun, riwayat jatuh, penggunaan alat bantu berjalan, neuropati.

Setelah dilakukan kunjungan selama 5 hari kunjungan, kreteria yang

diharapkan adalah kejadian jatuh tidak terjadi dengan penerapan senam kaki

diabetik dengan kreteria hasil tidak terjadi jatuh dari tempat tidur, jatuh saat

duduk, jatuh saat berjalan, jatuh saat naik tangga, jatuh dikamar mandi, dan

jatuh saat membungkuk tidak terjadi. Selain itu Mobilitas fisik pergerakan

ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang gerak bebas,

kelemahan fisik berkurang dan gerakan tidak terbatas. Intervensi yang

peneliti terapkan menggunakan SIKI (2018) dengan intervensi utama

pencegahan jatuh dan dukungan mobilisasi.

Intervensi keperawatan yang akan peneliti berikan yaitu intervensi

utama Pencegahan jatuh dengan tindakan observas identifikasi faktor risiko


160

jatuh, identifikasi risiko jatuh sekali setiap pertemuan, dentifikasi faktor

lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh, hitung risiko jatuh dengan

menggunakan skala berg balance scale. Tindakan teurpetik gunakan alat

bantu berjalan. Tindakan edukasi anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak

licin anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh.

Intervensi pendukung dari diagnosa ketiga yaitu dukungan mobilisasi

dengan tindakan yang akan diberikan adalah observasi identifikasi adanya

nyeri atau keluhan fisik lainnya, identifikasi toleransi fisik melakukan

pergerakan, monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

mobilisasi, monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi. tindakan

teraupetik fasilitasi melakukan mobilitas fisik libatkan keluarga untuk

membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan. Tindakan edukasi

jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, anjurkan melakukan mobilisasi,

ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan: senam kaki diabetik.

Pada intervensi keperawatan resiko jatuh dan hambatan mobilitas fisik

peneliti menerapkan terapi senam kaki diabetik selama seminggu dua kali

latihan dengan durasi 30 menit.

Menurut Mangiwa (2017) Senam kaki diabetes juga digunakan sebagai

latihan kaki. Latihan atau gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kedua kaki

secara bergantian atau bersamaan bermanfaat untuk memperkuat atau

melenturkan otot-otot di daerah tungkai bawah terutama pada kedua

pergelangan kaki dan jari-jari kaki. Pada prinsipnya, senam kaki dilakukan

dengan menggerakkan seluruh sendi kaki dan disesuaikan dengan

kemampuan pasien. Dalam melakukan senam kaki ini salah satu tujuan yang

diharapkan adalah melancarkan peredaran darah pada daerah kaki, kekakuan


161

otot dan nyeri otot, mengganti defisit oksigen dan mengurangi pusing setelah

latihan.

Perencanaan keperawatan ini sesuai dengan perencanaan yang

dilakukan oleh Tika Widowati (2016) setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 hari pasien akan menunjukkan kemmapuan bergerak

mandiri denga atau tanpa alat bantu ditandai oleh mentoleransi

keseimbangan, koordinasi, perpindahan posisi tubuh, berjalan, pergerakan

sendiri dan otot dapat bergerak dengan mudah. Intervensi keperawatan yang

diberikan yaitu Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan di

rumah dan kebutuhan terhadap peralatan pengobatan, pantau TTV,

sensitivitas kaki dan GDS sebelum dans esudah latihan, ajarkan senam kaki,

berikan penguatan positif selama aktivitas, motivasi pasien untuk

menggunakan alas kaki, libatkan keluarga dalam aktivitas dan promosi

kesehatan.

Perencanaan yang dilakukan oleh Ingkel Marlion (2019) menggunakan

intervensi NIC-NOC setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24

jam diharapkan gerakan klien terkoordinasi, kejadian jatuh tidak terjadi,

pengetahuan dan pemahaman pencegahan jatuh meningkat. Intervensi yang

diberikan mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik, mengidentifiksi perilaku

dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh, mendorong pasien untuk

menggunakan tongkat atau alat bantu berjalan, sarankan alas kaki yang aman

(tidak licin), dorong aktifitas fisik senam kaki, keselamatan kamar mandi.

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) pada diagnosa

Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah yaitu melakukan tindakan

observasi dengan Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia,


162

identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat, monitor

kadar glukosa darah, monitor tanda dan gejala hiperglikemia, monitor intake

dan output cairan, monitor keton urin, kadar agd, elektrolit, tekanan darah

ortostatik dan frekuensi nadi. Tindakan teraupetik berikan asupan cairan oral,

konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau

memburuk, fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik. Tindakan eduksai

anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl,

anjurkan monitor kadar gula darah secara mandiri, anjurkan kepatuhan

terhadap diet dan olahraga, ajarkan indikasi dan pentignya pengujian keton

urin, ajarkan pengelolaan diabetes. Tindakan kolaborasi pemberian insulin,

kolaborasi pemberian cairan IV, kolaborasi pemberian kalium.

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) pada diagnosa

gangguan mobilitas fisik yaitu tindakan observasi identifikasi pengetahuan

dan pengalaman aktivitas fisik sebelumnya, identifikasi jenis aktivitas fisik,

identifikasi kemampuan pasien beraktivitas, ionitor tanda vital sebelum dan

sesudah latihan. Tindakan teraupetik motivasi untuk memulai aktivitas fisik,

motivasi menjadwalkan program aktivitas fisik dari regular menjadi rutin,

berikan reinforcement jika aktivitas fisik sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan bersama, libatkan keluarga dalam merencanakan dan memelihara

program aktivitas fisik. Tindakan edukasi jelaskan manfaat aktivias fisik,

anjurkan teknik pernafasan yang tepat, ajarkan menghindari cidera saat

aktivitas, dan ajarkan teknik latihan sesuai kemampuan, ajarkan latihan

pernafasan dan pendinginan yang tepat.

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018) pada diagnosa resiko

jatuh intervensi utama untuk diagnosa resiko jatuh adalah pencegahan jatuh
163

dengan tindakan observasi identifikasi faktor risiko jatuh, identifikasi risiko

jatuh setidaknya sekali setiap shift, identifikasi faktor lingkungan yang

meningkatkan risiko jatuh, hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala

Fall morse scale, berg balance score, monitor kemampuan berpindah diri

dari tempat tidur ke kursi roda. Tindakan teraupetik atur tempat tidur pada

posisi terendah pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi

terkunci, pasang handrail tempat tidur, atur tempat tidur mekanis pada posisi

terendah, gunakan alat bantu berjalan, dekatkan bel pemanggil dalam

jangkauan pas. Tindakan edukasi anjurkan memanggil perawat jika

membutuhkan bantuan untuk berpindah, anjurkan menggunakan alas kaki

yang tidak licin, anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh,

anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan

saat berdiri, ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil

perawat

Intervensi pendukung menurut SIKI 2018 salah satunya adalah dengan

dukungan mobilisasi yaitu dengan tindakan observasi identifikasi adanya

nyeri atau keluhan fisik lainnya, identifikasi toleransi fisik melakukan

pergerakan, monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

mobilisasi, monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi. Tindakan

terupetik fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu, fasilitasi melakukan

mobilitas fisik, libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan. Tindakan edukasi jelaskan tujuan dan prosedur

mobilisasi, anjurkan melakukan mobilisasi, ajarkan mobilisasi sederhana

yang harus dilakukan.


164

Kesimpulan intervensi yang diberikan sesuai dengan teori berdasarkan

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018). Namun bebebrapa

intervensi tidak dapat diberikan pada Ny. E dikarenakan pemberian intervensi

keperawatan disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan pasien. Terdapat

intervensi kolaborasi yang tidak dapat diberikan pada pasien dikarenakan

pasien berada dilingkungan rumah.

Berdasarkan intervensi keperawatan yang telah dilakukan tidak

ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan praktik lapangan.

4.2 Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari pertama tanggal 30

November 2019, untuk masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah

yaitu mengucapkan salam, mengingatkan kontrak, menjelaskan tujuan,

mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, memonitor kadar

glukosa darah (hasil GDS: 247 mg/dl), memonitor tanda dan gejala

hiperglikemia, memberikan asupan cairan oral air putih, menganjurkan

konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau

memburuk, menganjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah

lebih dari 250 mg/dl, menganjurkan monitor kadar gula darah secara mandiri,

menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.

Pada masalah gangguan mobilitas fisik tindakannya yaitu

mengidentifikasi pengetahuan dan pengalaman aktivitas fisik sebelumnya,

mengidentifikasi jenis aktivitas fisik, mengidentifikasi kemampuan pasien

beraktivitas, memonitor tanda vital sebelum latihan TD: 150/80, pernafasan:

21x/i, N:82x/i, s: 36.2o C, GDS: 245 dan sesudah latihan Tekanan darah

150/90 penafasan 21x/i, nadi 86x/I, s : 36o C, GDS : 220. Memotivasi untuk
165

memulai aktivitas fisik, memotivasi menjadwalkan program aktivitas fisik

dari regular menjadi rutin (aktivitas fisik dilakukan selama 2 kali seminggu

dengan durasi 30 menit), memberikan reinforcement jika aktivitas fisik sesuai

dengan jadwal yang telah ditentukan bersama, melibatkan keluarga dalam

merencanakan dan memelihara program aktivitas fisik, menjelaskan manfaat

aktivias fisik, mengajarkan teknik latihan sesuai kemampuan.

Untuk tindakan dimasalah keperawatan yang ketiga resiko jatuh yaitu

mengidentifikasi faktor risiko jatuh, mengidentifikasi risiko jatuh sekali setiap

pertemuan, mengidentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko

jatuh, menghitung risiko jatuh dengan menggunakan skala berg balance

scale: skore 6 resiko jatuh sedang, menggunakan alat bantu berjalan pasien

menggunakan tongkat, menganjurkan menggunakan alas kaki yang tidak

licin, menganjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh.

mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi

toleransi fisik melakukan pergerakan, memonitor frekuensi jantung dan

tekanan darah sebelum memulai mobilisasi TD: 150/80, pernafasan: 21x/i,

N:82x/i, s: 36.2o C, GDS: 245 dan sesudah latihan Tekanan darah 150/90

penafasan 21x/i, nadi 86x/I, s : 36o C, GDS : 220, memonitor kondisi umum

selama melakukan mobilisasi, memfasilitasi melakukan mobilitas fisik,

melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

pergerakan, menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, enganjurkan

melakukan mobilisasi, mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus

dilakukan : senam kaki diabetik.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kedua tanggal 2

Desember 2019 untuk masalah resiko ketidakstabilan kadar gula darah adalah
166

mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, memonitor kadar

glukosa darah (hasil GDS: 237 mg/dl), memonitor tanda dan gejala

hiperglikemia, menganjurkan untuk konsultasi dengan medis jika tanda dan

gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk.

Untuk masalah gangguan mobilitas fisik pada hari kedua tindakannya

yaitu mengidentifikasi pengetahuan dan pengalaman aktivitas fisik

sebelumnya, mengidentifikasi jenis aktivitas fisik, mengidentifikasi

kemampuan pasien beraktivitas, memonitor tanda vital sebelum latihan TD:

140/80, pernafasan: 20x/i, N:80x/i, s: 36.3o C, GDS: 237 dan sesudah latihan

Tekanan darah 150/90 penafasan 21x/i, nadi 84x/I, suhu: 36,4 o C, GDS :

218. Memotivasi untuk memulai aktivitas fisik, memberikan reinforcement

jika aktivitas fisik sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan bersama,

melibatkan keluarga dalam merencanakan dan memelihara program aktivitas

fisik, mengajarkan teknik latihan sesuai kemampuan.

Untuk tindakan dimasalah keperawatan resiko jatuh pada hari kedua

yaitu mengidentifikasi faktor risiko jatuh, mengidentifikasi risiko jatuh sekali

setiap pertemuan, menghitung risiko jatuh dengan menggunakan skala berg

balance scale: skore 6 resiko jatuh sedang, menggunakan alat bantu berjalan

pasien menggunakan tongkat, menganjurkan menggunakan alas kaki yang

tidak licin, mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya,

mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan, memonitor frekuensi

jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi TD: 140/80,

pernafasan: 20x/i, N:80x/i, s: 36.3o C, GDS: 237 dan sesudah latihan Tekanan

darah 150/90 penafasan 21x/i, nadi 84x/I, s : 36,4 o C, GDS : 218, memonitor

kondisi umum selama melakukan mobilisasi, memfasilitasi melakukan


167

mobilitas fisik, menganjurkan melakukan mobilisasi, mengajarkan mobilisasi

sederhana yang harus dilakukan : senam kaki diabetik.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari ketiga tanggal 5

Desember 2019, untuk masalah resiko ketidakstabilan kadar gula darah

adalah mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, memonitor

kadar glukosa darah (hasil GDS: 224 mg/dl), memonitor tanda dan gejala

hiperglikemia, menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.

Untuk masalah gangguan mobilitas fisik pada hari ketiga tindakannya

yaitu mengidentifikasi jenis aktivitas fisik, mengidentifikasi kemampuan

pasien beraktivitas, memonitor tanda vital sebelum latihan TD: 130/80,

pernafasan: 18x/i, N:80x/i, s: 36.3o C, GDS: 224 dan sesudah latihan Tekanan

darah 150/90 penafasan 21x/i, nadi 84x/i, suhu: 36,4o C, GDS: 196 mg/dl,

melibatkan keluarga dalam merencanakan dan memelihara program aktivitas

fisik, mengajarkan teknik latihan sesuai kemampuan.

Untuk tindakan dimasalah keperawatan resiko jatuh pada hari ketiga

yaitu mengidentifikasi faktor risiko jatuh, menghitung risiko jatuh dengan

menggunakan skala berg balance scale: skore 40 resiko jatuh sedang,

memonitor Ny. E dalam menggunakan tongkat, mengidentifikasi adanya

nyeri atau keluhan fisik lainnya, memonitor frekuensi jantung dan tekanan

darah sebelum memulai mobilisasi TD: 130/80, pernafasan: 18x/i, N:80x/i, s:

36.3o C, dan sesudah latihan Tekanan darah 150/90 mmhg penafasan 21x/i,

nadi 84x/i, suhu 36,4o C, mg/dl, memonitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi, memonitor Ny. E dalam melakukan mobilisasi sederhana yang

harus dilakukan yaitu senam kaki diabetik selama 30 menit


168

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari keempat tanggal 9

Desember 2019, untuk masalah resiko ketidakstabilan kadar gula darah

adalah mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, memonitor

kadar glukosa darah (hasil GDS: 204 mg/dl), memonitor tanda dan gejala

hiperglikemia, menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.

Untuk masalah gangguan mobilitas fisik pada hari keempat tindakannya

yaitu mengidentifikasi kemampuan pasien beraktivitas, memonitor tanda vital

sebelum latihan TD: 140/90, pernafasan: 20x/i, N:82x/i, s: 36 o C, GDS: 204

dan sesudah latihan Tekanan darah 150/90 penafasan 21x/i, nadi 80x/i, s:

36,4o C, GDS: 178 mg/dl. memotivasi untuk tetap melakukan aktivitas fisik

senam kaki diabetik, melibatkan keluarga dalam merencanakan dan

memelihara program aktivitas fisik, mengajarkan teknik latihan sesuai

kemampuan.

Tindakan keperawatan didiagnosa keperawatan resiko jatuh pada hari

keempat yaitu menghitung risiko jatuh dengan menggunakan skala berg

balance scale: skore 47 resiko jatuh sedang, menggunakan alat bantu berjalan

pasien menggunakan tongkat, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah

sebelum memulai mobilisasi TD: 140/90, pernafasan: 20x/i, N:82x/i, s: 36o C,

GDS: 204 dan sesudah latihan Tekanan darah 150/90 penafasan 21x/i, nadi

80x/i, s: 36,4o C, GDS: 178 mg/dl, memonitor kondisi umum selama

melakukan mobilisasi, memonitor Ny. E dalam melakukan mobilisasi

sederhana yang harus dilakukan yaitu senam kaki diabetik selama 30 menit.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari kelima tanggal 12

Desember 2019, untuk masalah resiko ketidakstabilan kadar gula darah

adalah mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, memonitor


169

kadar glukosa darah (hasil GDS: 195 mg/dl), memonitor tanda dan gejala

hiperglikemia, menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga.

Tindakan keperawatan pada diagnosa gangguan mobilitas fisik pada hari

kelima tindakannya yaitu mengidentifikasi kemampuan pasien beraktivitas,

memonitor tanda vital sebelum latihan TD: 140/80 mmhg, pernafasan: 18x/i,

N:82x/i, suhu: 36.4oC, GDS: 195 dan sesudah latihan tekanan darah 150/80

penafasan 21x/i, nadi 84x/i, suhu 36,4oC, GDS: 166 mg/dl. memotivasi untuk

tetap melakukan senam kaki diabetik, melibatkan keluarga dalam memelihara

program aktivitas fisik.

Tindakan keperawatan resiko jatuh pada hari kelima yaitu menghitung

risiko jatuh dengan menggunakan skala berg balance scale: skore 52 resiko

rendah, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

mobilisasi Tekanan Darah: 140/90, pernafasan: 20x/i, N:82x/i, s: 36o C, GDS:

195 dan sesudah latihan Tekanan darah 150/90 penafasan 21x/i, nadi 80x/i, s:

36,4oC, GDS: 166 mg/dl, memonitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi, memonitor Ny. E dalam melakukan mobilisasi sederhana yang

harus dilakukan yaitu senam kaki diabetik selama 30 menit

Hal ini sesuai dengan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh

Trisnawati (2018) Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Lansia Tn. R Dengan

Kasus Risiko Jatuh Melalui Penerapan Senam Kaki Di Komunitas RW II

Kelurahan Lolong Belanti peneliti menerapkan senam kaki diabetik sebanyak

9 kali dalam 3 minggu sabagai implementasi pencegahan jatuh dan

memperbaiki sirkulasi ekstremitas bwah pada Tn. R yang mengalami

neuropaty diabetik.
170

Ingkel Marloni (2019) dengan judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan

pada Ny. S.H Dengan Diabetes Melitus Penerapan Senam Kaki Diabetik di

Wisma Bougenville Upt. Panti Penyantun Lansia Budi Agung Kupang

didapatkan penerapan implementasi senam kaki diabetik selama 3 minggu

dengan waktu 30 menit pada Ny. S.H pada diagnosa hambatan mobilitas fisik

akibat neurpati.

Kesimpulan berdasarkan implementasi yang telah diberikan, terdapat

beberapa implementasi yang tidak dilakukan pada hari berikutnya hal ini

dikarenakan implementasi diberikan sesuai dengan kondisi pasien dan

perkembangan kesehatan yang dialami oleh pasien.

Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan tidak ditemukan adanya

kesenjangan antara teori dan praktik.

4.3 Evaluasi Keperawatan

Setelah 5 hari memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan konsep

teori, evaluasi keperawatan yang dilakukan pada hari pertama tanggal 30

November 2019 pada diagnosa resiko ketidak stabilan kadar gula darah

adalah: Data subjektif klien mengatakan sudah menderita DM sudah 7 tahun

dan jarang melakukan pemeriksaan kadar gula darah dan akan melakukan

kunjungan ke puskesmas untuk melakukan pengecekan kadar gula darah,

klien mengatakan mengerti cara pengelolaan DM dengan melakukan aktivitas

fisik dan mengatur pola makan. Data objektif Kes. Composmentis, Klien

tampak berjalan menggunakan alat bantu karena kaki klien mengalami

neuropaty perifer, klien tampak paham dengan penjelasan tentang DM, klien

tampak mengerti tentang kepatuhan diet dan olahraga, GDS 245 mg/dl,
171

Tekanan darah: 150/80, pernapasan 21x/i, N: 82x/i, suhu 36.2 oC, Klien

tampak paham cara pencegahan hiperglikemia. Assessment maasalah resiko

ketidakstabilan kadar glukosa darah belum teratasi, Planning: intervensi

dilanjutkan.

Untuk gangguan mobilitas fisik pada hari pertama data subjektif: klien

mengatakan selalu menggunakan alas kaki saat berjalan dan harus

menggunakan alat bantu seperti tongkat sapu, klien mengatakan tidak ada

nyeri pada kaki hanya terasa kebas dan lemas pada area kaki, klien mampu

melakukan perpindahan sendiri secara perlahan, klien belum pernah

melakukan aktivitas fisik. Data Objektif klien mengalami hambatan

melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan berjalan, Keluarga klien

tampak paham dengan aktivitas fisik yang di programkan, Klien berjalan

masih menggunakan tongkat, Kekuatan otot ekstremitas bawah 4.

Assessment: masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi. Planning:

intervensi dilanjutkan.

Untuk resiko jatuh pada hari pertama klien mengatakan mengerti cara

pencegahan jatuh klien mengatakan jalan belum stabil karena kaki masih

kesemutan, klien mengatakan masih membutuhkan tongkat dan sandal untuk

berjalan. Data objektif keadaan umum baik, klien tampak mengalami

kesulitan berjalan, skor BBS : 33 Resiko Jatuh sedang, tidak ada keluhan

nyeri, kaki terasa keram dan kebas, klien tampak menggunakan alat bantu

berjalan, Klien mengikuti dengan antusias saat diajarkan senam kaki diabetik,

anggota keuarga tampak mengerti cara pencegahan jatuh, Sebagian aktivitas

klien masih dibantu oleh keluarga, TTV sebelum latihan: TD: 150/80,

pernapasan: 21x/i, nadi: 82x/i suhu: 36.2o C, GDS: 245, Klien tampak paham
172

dengan senam kaki diabetik, Klien menyetujui penjadwalan senam kaki

diabetik seminggu 2 kali. Tekanan darah sesudah latihan: 150/90 pernapasan:

21x/i, N: 86x/i, suhu 36o C, GDS: 220. Assesment masalah resiko jatuh belum

teratasi. Planning intervensi dilanjutkan.

Evaluasi keperawatan yang dilakukan dihari kedua tanggal 2 Desember

2019 pada diagnosa resiko ketidak stabilan kadar gula darah adalah: Data

subjektif klien mengatakan sudah melakukan kunjungan ke Puskesmas untuk

kontrok gula darah, masih pusing saat berdiri lama, kakinya masih kebas,

pandangan sedikit kabur dan sudah membatasi makanan manis. Data objekif

klien tampak berjalan menggunakan alat bantu tongkat, klien mengerti

tentang kepatuhan olahraga, Kadar gula darah 237 mg/dl, TD: 140/80

pernapasan: 20x/i, Nadi: 80x/i, suhu:36.3oC. Assessment: masalah Resiko

Ketidakstabilan kadar glukosa darah belum teratasi, Planning intervensi

dilanjutkan.

Evaluasi pada masalah gangguan mobilitas fisik dihari kedua adalah data

subjektif klien mengatakan masih menggunakan alas kaki saat berjalan dan

harus menggunakan alat bantu seperti tongkat sapu, klien mengatakan kaki

masih terasa kebas dan lemas pada area kaki, klien mampu melakukan

perpindahan sendiri secara perlahan, klien mengatakan sering melakukan

senam kaki diabetik sehabis bangun tidur, data objektif klien mengalami

kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, aktivitas sebagian dibantu anaknya

Klien berjalan masih menggunakan tongkat, Kekuatan otot ekstremitas bawah

4. Assessment msalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi, Planning

intervensi dilanjutkan.
173

Evaluasi pada hari kedua dengan diagnosa resiko jatuh yaitu data

subjekif klien mengatakan jalan belum stabil karena kaki masih kesemutan,

masih membutuhkan tongkat dan sandal untuk berjalan, klien mengatakan

tidak ada jatuh. Data objektif keadaan umum baik, klien tampak masih

mengalami kesulitan berjalan, berjalan menggunakan tongkat, skor BBS: 37

Resiko Jatuh sedang, tidak ada keluhan nyeri, kaki terasa keram dan kebas,

klien menggunakan sandal saat berjalan didalam rumah dan diluar rumah,

klien melakukan senam kaki diabetik dengan baik sesuai dengan arahan,

keluarga ikut berpartisipasi untuk melakukan senam kaki diabetik, Sebagian

aktivitas klien masih dibantu oleh keluarga, TTV sebelum latihan: tekanan

darah 140/80, pernapasan : 20x/i, nadi: 80x/I suhu : 36.3 o C, GDS : 237

mg/dl, dan TTV sesudah latihan tekanan darah 150/90 pernapasan: 21x/I,

Nadi: 84x/I, suhu:36,4o C, GDS : 218 mg/dl. Assessment masalah resiko jatuh

belum teratasi. Planning: intervensi dilanjutkan.

Evaluasi tindakan keperawatan pada hari ketiga tanggal 5 desember

2019 pada diagnosa resiko ketidakstabilan kadar gula darah yaitu data

subjektif klien mengatakan masih pusing saat berdiri lama, kakinya sudah

tidak terlalu kebas lagi, pandangan sudah tidak kabur, sudah rutin melakukan

aktivitas fisik setiap pagi dan mau tidur. Data objektif klien tampak berjalan

menggunakan alat bantu tongkat, klien masih mengalami neuropaty, Kadar

gula darah 224 mg/dl, tekanan darah 130/80 mmHg, pernpasan 18x/i, nadi:

80x/i, suhu: 36.3oC, Klien tampak paham cara pencegahan hiperglikemia,

Assessment masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah belum

teratasi, planning intervensi dilanjutkan.


174

Evaluasi hari ketiga pada diagnosa gangguan mobilitas fisik didapatkan

data subjektif klien mengatakan sudah tidak menggunakan sandal saat

berjalan dan kadang kadang masih menggunakan alat bantu seperti tongkat

sapu, kaki masih terasa kebas dan lemas pada area kaki, klien mampu

melakukan perpindahan sendiri secara perlahan, klien mengatakan sering

melakukan senam kaki diabetik sehabis bangun tidur secara mandiri. Data

objektif klien mengalami hambatan melakukan aktivitas sehari-hari karena

kesulitan berjalan, aktivitas sebagian masih dibantu anaknya. Klien berjalan

masih menggunakan tongkat, kekuatan otot ekstremitas bawah 4.

Assessement masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi, Planning

intervensi dilanjutkan.

Evaluasi hari ketiga pada diagnosa resiko jatuh didapatkan data subjektif

yaitu klien mengatakan kram sudah berkurang, maish menggunakan tongkat

saat berjalan, klien mengatakan tidak ada kejadian jatuh. Data objektif klien

tampak masih berjalan menggunakan tongkat, skor BBS: 40 Resiko Jatuh

sedang, klien melakukan senam kaki diabetik dengan baik sesuai dengan

arahan, keluarga ikut berpartisipasi untuk melakukan senam kaki diabetik,

Sebagian aktivitas memasak, menyuci masih dibantu oleh keluarga. TTV

sebelum latihan: tekanan darah: 130/80, pernapasan: 18x/i, nadi: 80x/i, suhu:

36.3o C, GDS: 224 mg/dl, tanda vital sesudah latihan: tekanan darah 150/90

mmHg, pernapasan: 21x/i, nadi: 84x/i suhu 36,4o C, GDS: 196 mg/dl.

Assessment masalah resiko jatuh belum teratasi, Planning intervensi

dilanjutkan.

Evaluasi pada hari keempat tanggal 9 Desember 2019 pada diagnosa

resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah didapatkan data subjektif klien


175

mengatakan jarang pusing lagi jika berdiri lama, klien mengatakan kakinya

masih kebas, klien mengatakan sering melakukan senam kaki diabetik saat

bangun tidur. Data objektif Kes. Composmentis, Klien tampak berjalan

menggunakan alat bantu tongkat, klien masih mengalami neuropaty perifer,

Kadar gula darah 204 mg/dl, tekanan darah: 140/90 mmHg, pernapasan:

20x/i, Nadi: 82x/i, suhu: 36o C, klien tampak paham cara pencegahan

hiperglikemia. Assessment masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa

darah belum teratasi, Planning intervensi dilanjutkan.

Evaluasi hari keempat diagnosa gangguan mobilitas fisik didapatkan

data subjektif klien mengatakan sudah tidak menggunakan sandal saat

berjalan, klien mengatakan kadang-kadang masih berjalan dengan tongkat,

klien mengatakan kebas pada kaki sudah berkurang. Sudah dapat digerakkan

seperti bisaa secara perlahan, klien mampu melakukan perpindahan sendiri

secara aman, klien mengatakan sering melakukan senam kaki diabetik sehabis

bangun tidur secara mandiri. Data objektif klien mengalami hambatan

melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan berjalan, klien sudah mulai

membantu memasak ketring namun tidak semuanya, Klien dapat berjalan

tanpa tongkat, kekuatan otot ekstremitas bawah 4, Assessment msalah

gangguan mobilitas fisik belum teratasi, Planning intervensi dilanjutkan.

Evaluasi hari keempat diagnosa resiko jatuh didaparkan data subjektif

klien mengatakan kesemutan berkurang, kadang kadang masih berjalan

dengan tongkat, klien mengatakan tidak ada kejadian jatuh. Data objektif

keadaan umum baik, klien tampak masih berjalan menggunakan tongkat, skor

BBS: 47 Resiko Jatuh rendah, klien melakukan senam kaki diabetik dengan

baik sesuai dengan arahan, keluarga ikut berpartisipasi untuk melakukan


176

senam kaki sebelum latihan tekanan darah 140/90 mmHg, pernapasan 20x/i,

nadi: 82x/i suhu 36o C, GDS 204 mg/dl. TTV sesudah latihan Tekanan darah

150/90, pernapasan 21x/i, Nadi: 80x/i suhu 36,4o C, GDS: 178 mg/dl.

Assessment masalah resiko jatuh belum teratasi, Planning intervensi

dilanjutkan.

Evaluasi keperawatan pada diagnosa resiko ketidak stabilan kadar gula

darah yang dilakukan pada hari kelima tanggal 12 Desember 2019 didapatkan

data subjektif klien mengatakan sudah tidak pusing lagi jika berdiri lama,

klien mengatakan kakinya sudah tidak kebas/keram, pandangan mata sudah

tidak kabur. Data objektif klien tidak terdapat tanda dan gejala hiper glikemia,

Kadar gula darah 195 mg/dl, TD: 140/80 mmHg, pernapasan 18x/i, Nadi:

83x/i suhu 36.4o C, klien tampak paham cara pencegahan hiperglikemia,

Assessment masalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah sudah

teratasi, Planning intervensi dihentikan.

Evaluasi keperawatan hari kelima pada diagnosa gangguan mobilitas

fisik didapatkan data subjektif yaitu klien mengatakan sudah tidak

menggunakan sandal saat berjalan, sudah mampu berjalan tanpa alat bantu,

kebas pada kaki sudah tidak ada, kaki dudah dapat digerakkan seperti bisaa

secara perlahan, klien mampu melakukan perpindahan sendiri secara aman,

sering melakukan senam kaki diabetik sehabis bangun tidur secara mandiri,

sudah mampu melakukan aktivitas seperti bisaa, bekerja memasak ketring,

dan rutin melakukan senam kaki diabetik. Data objektif klien mampu

melakukan aktivitas sehari hari, klien sudah dapat bekerja, Klien tampak

dapat berjalan tanpa tongkat, Keseimbangan baik, tampak tidak ada kelainan

berjalan, kekuatan otot ekstremitas bawah 5, Klien tampak melakukan senam


177

kaki diabetik dengan baik, Assessment gangguan mobilitas fisik sudah

teratasi, Planning intervensi dihentikan.

Evaluasi keperawatan pada hari kelima diagnosa resiko jatuh didapatkan

data subjektif klien mengatakan kaki masih kesemutan namun sudah

berkurang, klien mengatakan masih membutuhkan tongkat dan sandal untuk

berjalan, klien mengatakan tidak ada kejadian jatuh, keadaan umum baik,

klien dapat berjalan tanpa menggunakan tongkat, skor BBS: 52 Resiko Jatuh

rendah. Data Objektif klien tampak tidak menggunakan sandal saat didalam

rumah, Klien melakukan senam kaki diabetik dengan baik sesuai dengan

arahan, tidak ada kejadian jatuh, klien mampu menjaga keseimbangan dengan

baik TTV sebelum latihan tekanan darah: 140/80 mmHg, Pernapasan: 18x/i,

Nadi: 83x/i, suhu 36.4o C, GDS: 195 mg/dl dan TTV sesudah latihan tekanan

darah 150/80 mmHg, pernapasan 21x/i Nadi: 84x/i, suhu: 36,4o C, GDS : 166

mg/dl, kejadian jatuh tidak terjadi. Assessment masalah resiko teratasi,

Planning intervensi dihentikan.

Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan oleh Trisnawati (2018) yang

berjudul Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Lansia Tn.R Dengan Kasus

Risiko Jatuh Melalui Penerapan Senam Kaki Di Komunitas RW II Kelurahan

Lolong Belanti Kecamatan Padang Utara Tahun 2018 didapatkan hasil

evaluasi akhir asuhan keperawatan pada Tn.R menunjukkan bahwa asuhan

keperawatan yang diberikan telah memberikan dampak positif bagi kondisi

Tn.R, yaitu terjadinya peningkatan pengetahuan pada Tn.R tentang risiko

jatuh dan pencegahannya serta adanya perubahan perilaku pencegahan jatuh

dan adanya perubahan nilai skor keseimbangan sebelum intervensi


178

didapatkan nilai skor 38 setelah diberikan intervensi didapatkan nilai skor 47

dari nilai total skor normal 56.

Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan Ingkel Marloni (2019) dengan

judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Ny. S.H Dengan Diabetes

Melitus Penerapan Senam Kaki Diabetik di Wisma Bougenville Upt. Panti

Penyantun Lansia Budi Agung Kupang didapatkan hasil evaluasi pasien

mengatakan ekstremitas sudah tidak keram, berjalan tanpa menggunakan

tongkat dan tubuh sudah tidak lemas. Masalah keperawatan hambatan

mobilitas fisik teratasi. Masalah resiko ketidak stabilan kadar glukosa darah

dan resiko jatuh tidak terjadi selama perawatan.

Latihan senam kaki dapat dilakukan secara teratur dengan posisi berdiri,

duduk, dan tidur, dengan cara menggerakan kaki dan sendi-sendi kaki. Peran

perawat adalah membimbing pasien untuk melakukan senam kaki secara

mandiri. Dengan melakukan senam kaki maka dapat menyebabkan pemulihan

fungsi saraf perifer dengan menghambat reduktase aldosa yang

mengakibatkan meningkatnya NADPH (Nicotinamide Adenine Dinucleotide

Fosfat Hidroksida). Peningkatan NADPH dapat berkonstribusi dalam

meningkatkan sintesis nitrat oksida (NO), dimana nitrat oksida (NO) dapat

menghilangkan hipoksia pada saraf perifer. Peningkatan endotel yang berasal

dari nitrat oksida (NO) juga dapat mengakibatkan pemulihan fungsi saraf

pada pasien diabetes perifer neuropati (Tarwoto, dkk 2012 daam Yulita,

2019).

Kesimpulan berdasarkan hasil evaluasi melalui tindakan keperawatan

yang telah diberikan dari tiga diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan

didapatkan evaluasi pada masalah keperawatan resiko ketidakstabilan kadar


179

gula darah mengalami perubahan menjadi normal dari 247 mg/dl menjadi 166

mg/dl. Masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik teratasi ditandai

dengan perbaikan kekuatan otot dari 4 menjadi 5 dan kemampuan dalam

beraktivitas membaik. Sedangkan masalah keperawatan resiko jatuh tidak

adanya kejadian jatuh selama perawatan, Ny. E mengalami perubahan skore

resiko jatuh dari 33 dengan interprestasi resiko jatuh sedang menjadi 52

dengan interprestasi resiko jatuh rendah, Ny. E tidak menggunakan alat bantu

berjalan dan menyatakan pandangan mata sudah tidak kabur.

Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan tidak ditemukan

adanya kesenjangan antara teori dan praktik lapangan.

4.4 Penerapan Terapi Senam Kaki Diabetik

Penerapan terapi non farmakologi atau terapi komplementer yang

diberikan pada Ny. E yaitu terapi senam kaki diabetik diberikan selama 3

minggu sebanyak 5 kali kunjungan. Alternatif senam kaki diberikan karena

selain mudah dilakukan terapi senam kaki ini tidak memerlukan biaya yang

banyak namun memiliki manfaat yang banyak.

Penerapan terapi senam kaki diabetes diberikan selama 30 menit pada

Ny. E dilakukan pada pagi hari selama 3 minggu dan menganjurkan klien

untuk tetap melakukan senam kaki diabetik secara mandiri. Pemeriksaan

kadar gula darah sewaktu dan vital sign dilakukan pada saat sebelum dan

sesudah Ny. E melakukan terapi senam kaki diabetik.

Adapun langkah-langkah melakukan senam kaki yang peneliti berikan

pada Ny. E adalah sebagai berikut:

a. Perawat mencuci tangan


180

b. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan klien duduk tegak di

atas bangku dengan kaki menyentuh lantai dan tidak bersandar

c. Dengan meletakkan tumit di lantai, jari-jari kedua kaki diluruskan ke atas

lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam

d. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat telapak kaki ke

atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki

diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan

kanan secara bergantian.

e. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan

buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki

f. Jari-jari kaki diletakkan di lantai. Tumit diangkat dan buat gerakan

memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki

g. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakkan jari-jari ke depan

turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan.

h. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan

gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai

i. Angkat kedua kaki lalu luurskan. Ulangi langkah ke-8, namun gunakan

kedua kaki secara bersamaan.

j. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakkan

pergelangan kaki ke depan dan ke belakang.

k. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki,

tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara

bergantian

l. Letakkan sehelai koran di lantai. Bentuklah koran tersebut menjadi seperti

bola dengan kedua kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran
181

seperti semula menggunakan kedua kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali

saja.

Setelah diberikan terapi senam kaki diabetik 30 menit selama 3 minggu,

pasien mengatakan pandangannya sudah tidak kabur, kakinya tidak terasa

kebas lagi, sudah mampu berjalan tanpa menggunakan alat bantu seperti

tongkat sapu dan tidak menggunakan sandal meskipun didalam rumah,

telapak kaki klien mampu digerakkan tidak kaku lagi. Pasien mengatakan

sudah tidak pusing apabila berdiri lama, keseimbangan membaik walaupun

tanpa menggunakan alat bantu jalan. Hasil pengkajian dari instrument Berg

Balance Scale sebelum: 33 dengan intervensi resiko jatuh sedang menjadi 52

resiko jatuh rendah dengan demikian dapat diartikan terdapat penurunan skor

resiko jatuh pada lansia dengan komplikasi neuropatidiabetik yang

melakukan terapi senam kaki diabetik.

Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan oleh Trisnawati (2018) yang

berjudul Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Lansia Tn.R Dengan Kasus

Risiko Jatuh Melalui Penerapan Senam Kaki Di Komunitas RW II Kelurahan

Lolong Belanti Kecamatan Padang Utara Tahun 2018 didapatkan hasil

evaluasi akhir adanya perubahan perilaku pencegahan jatuh dan adanya

perubahan nilai skor keseimbangan sebelum intervensi didapatkan nilai skor

38 setelah diberikan intervensi didapatkan nilai skor 47 dari nilai total skor

normal 56.

Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan Ingkel Marloni (2019) dengan

judul Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Ny. S.H Dengan Diabetes

Melitus Penerapan Senam Kaki Diabetik di Wisma Bougenville Upt. Panti

Penyantun Lansia Budi Agung Kupang didapatkan hasil pada resiko jatuh
182

tidak terjadi selama penerapan senam kaki diabetik. Masalah gangguan

mobilitas fisik teratasi.

Senam kaki diabetik adalah suatu kegiatan atau latihan yang dilakukan

oleh klien diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu

melancarkan peredaran darah bagian kaki dan resiko jatuh. memaparkan

manfaat melakukan senam kaki diabetes adalah sebagai berikut: memperbaiki

sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil kaki, mencegah terjadinya

kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, mengatasi

keterbatasan pergerakan sendi (Nuraini 2016).

Margaretta (2017) menyatakan frekuensi diberikan terapi senam kaki

sebanyak 2 kali perminggu selama 30 menit atau lebih secara teratur dan

tidak berlebihan. Pemberian pelatihan senam kaki diabetes melitus sangat

efektif sehingga membantu meningkatkan sensitivitas kaki dan menurunkan

resiko jatuh pada lansia DM.

Treatment senam kaki ini dilakukan tiap 3 hari sekali sesuai dengan

anjuran ADA (2014 dalam Santosa, 2016), bahwa olah raga dengan cara

resisten training dilakukan 2 kali perminggu dan tersebar di setidaknya 3

hari/minggu, sehingga pelaksanaan senam kaki secara kontinyu sangat

dianjurkan pada penderita DM diluar aktivitas rutin sehari-hari.

Senam kaki dianjurkan untuk penyandang DM yang mengalami

gangguan sirkulasi darah dan neuropathy. Senam kaki digunakan sebagai

latihan pasien DM agar memperlancar peredaran darah di ektremitas bawah,

menguatkan otot kaki, mencegah kelainan bentuk pada kaki dan mengatasi

keterbatasan gerak sendi. Kontraindikasi pada senam ini adalah tidak

diperbolehkan pada pasien DM yang mengalami dipsnea atau nyeri dada serta
183

pada pasien yang mempunyai gangguan metabolisme. Latihan fisik tidak

diperbolehkan untuk pasien dengan gangguan persendian seperti inflamasi

dan gangguan muskuloskeletal seperti trauma dan injuri (Margareta, 2017).

Menurut Ningrum, dkk (2020) senam kaki diabetik dapat dimanfaatkan

untuk perbaikan sensitivitas kaki pasien diabetes mellitus yang megalami

neuropati diabetik, menurunkan kadar glukosa dalam darah, memperbaiki

nilai Ankle Brachial Index, mengurangi nilai resiko jatuh serta dapat

mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah

bagian kaki.

Kesimpulan terapi senam kaki diabetik dapat di berikan pada pendirta

diabetes mellitus type II dengan pemberian terapi sebanyak 2 kali/minggu

selama 30 menit. Setelah diberikan terapi senam kaki diabeitk pada Ny. E

didapatkan hasil skore resiko jatuh menggunakan instrument berg balance

scale berkurang dari 33 dengan interprestasi resiko jatuh sedang menjadi 52

dengan interprestasi resiko jatuh ringan. Selain itu, keluhan kaki kebas,

berjalan menggunakan tongkat, kepala pusing, dan pandangan mata kabur

sudah tidak muncul pada evaluasi hari terakhir. Terdapat perbedaan waktu

dalam pemberian terapi dimana peneliti memberikan dengan teori yang ada.

Peneliti memberikan terapi senam kaki diabetik selama 3 minggu dikarenakan

pada hari kelima kunjungan masalah keperawatan sudah teratasi dan keluhan

sudah tidak ada. Hal ini dikarenakan Ny. E sering melakukan senam kaki

diabetik secara mandiri dirumah setelah bangun tidur.

Berdasarkan penerapan terapi senam kaki diabetik pada lansia dengan

diabetes mellitus tidak didapatkan kesenjangan hasil antara teori dan praktik

lapangan.

Anda mungkin juga menyukai