Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM PAJAK

Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur

hubungan antara pemeringtah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai

pembayar pajak.

Dalam hukum pajak diatur mengenai :

1. Siapa-siapa yang menjadi subjek pajak

2. Objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak

3. Kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah

4. Timbul dan hapusnya hutang pajak

5. Cara penagihan pajak

6. Cara mengajukan keberatan dan banding

Menurut Santoso Brotodihardjo, hokum panajak atau yang disebut juga

dikenal sebagai hukum fiskal merupakan aturan – aturan yang meliputi

wewenang atau hak pemerintah dalam mengambil kekayaaan seseorang dan

memberikannya kembali ke masyarakat melalui kas Negara. Dalam hal ini,

hokum pajak merupakan hokum public yang mengatur hubungan orang

pribadi atau badan hukum yang memiliki kewajiban untuk menunaikan pajak

(wajib pajak) dengan Negara.


B. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

Kedudukan dan hubungan hukum pajak dengan hukum lainnya dapat

digambarkan sebagai berikut :

Hukum Perdata
Hukum Tata Negara

Hukum ADministrasi
Hukum
(Hukum Tata Usaha)

Hukum Publik Hukum Pajak

Hukum Pidana
R. Santoso Brotodiharjo menyatakan bahwa hukum pajak termasuk

hukum publik. Hukum publik merupakan bagian dari tata tertib hukum yang

mengatur hubungan antara penguasa dan warganya. Hukum publik memuat

cara-cara untuk mengatur pemerintah. Menurutnya, yang termasuk termasuk

hukum publik antara lain, hukum tata negara, hukuim pidana, hukum

administratif, sedangkan hukum pajak merupakan bagian dari hukum

administratif. Meski demikian tidak berarti bahwa hukum pajak berdiri

sendiri terlepas dari hukum pajak lainnya (seperti hukum perdata dan hukum

pidana).
R. Santoso Brotodiharjo juga menyatakan bahwa hukum pajak

berkaitan dengan hukum perdata. Hukum perdata merupakan bagian dari

keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antara orang-orang pribadi.

Kebanyakan hukum pajak mencari dasar kemungkinan pemungutannya atas

kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan perbuatan-perbuatan hukum yang

tercakup dalam kehidupan perdata, seperti pendapatan, kekayaan, perjanjian

penyerahan, pemindahan hak warisan, dan seterusnya. Adanya kaitan antara

hukum pajak dan hukum perdata ditunjukan dengan banyaknya istilah-istilah

hukum p[erdata yang digunakan dalam perundang-udangan perpajakan.

Sebagai contoh, dalam hukum pajak terdapat ketentuan bahwa lex specialis

(peraturan yang istimewa) harus diberi tempat yang lebih utama dari lex

generalis ( peraturan yang umum) ketentuan ini di berlakukan pula dalam

undang-undang atau peraturan yang lain, bahwasannya dalam setiap

penafsirannya maka yang pertama-tama dianut adalah lex specialis.

Hukum pajak juga berkaitan dengan hukum pidana. Hukum pidana,

seperti yang telah tercantum dalam KUHP merupakan suatu keseleruhan

sistemmatis yang juga berlaku peristiwa-peristiwa pidana yang di uraikan

diluar KUHP. Hak untuk menyimpang dari peraturan-peraturan yang

tercantum dalam KUHP di Indonesia telah diperoleh pembuat ordonansi

semenjak 16 Mei 1927, dan kesempatan ini banyak digunakan karena

kenyataan bahwa peraturan administratif pun banyak memerlukan sanksi-

sanksi yang menjamin untuk ditaati oleh khalayat umum demikian pula dalam

peraturan pajak, terdapat sanksi-sanksi yang bersifat khusus.


C. SISTEMATIKA HUKUM PAJAK

Hukum pajak dibagi menjadi dua, yaitu hukum pajak formal dan

hukum pajak material.

Hukum pajak formal merupakan peraturan – peraturan mengenai

berbagai cara untuk mewujudkan hukum material menjadi suatu

kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara – cara penyelenggaraan

mengenai penetapan suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah terhadap

penyelenggarannya, kewajiban para Wajib Pajak (sebelum dan sesudah

menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga, dan prosedur

pemungutannya.

Hukum pajak formal memuat ketentuan ketentuan yang

mendukung ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk

melaksankan atau merealisasikan ketentuan hukum material.

Setelah reformasi perpajakan tahun 1983, ketentuan hukum pajak

formal dimuat dalam Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan disusul dengan Undang –

Undang nomor 17 Tahun 1997 Tentang Badan Penyelesaian Sengketa

Pajak dan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan

Pajak dengan Surat Paksa. Ketiga undang – undang ini memuat ketentuan

yang berlaku untuk semua pajak, baik Pajak Penghasilan maupun Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang atsa Barang Mewah.

Sistem ini membuat ketentuan pajak menjadi lebih sederhana, karena

ketentuan yang berlaku sma cukup diatus sekali saja, sehingga dalam
undang – undang Pajak Penghasilan maupun undang – undang Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, ketentuan

hukum formal ini tidak perlu diatur dan cukup menunjuk kepada pasal –

pasal dan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1994 dan Undang –

Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan terakhir dengan Undang – Undang

Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan dan disusul dengan Undang – Undang Nomor 14 Tahun

2002 tentang Pengadilan Pajak dan Undang – Undang Nomor 19 Tahun

1997 yang telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 19 Tahun

2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Undang – Undang

Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, kecuali jika ada hal –

hal khusus akan menyimpang dari ketentuan hukum formal, maka hal ini

harus dimuat dalam undang – undang pajak yang bersangkutan.

Dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam Undang –

Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur mengenai

hal – hal berikut :

1. Surat Pemberitahuan (SPT, baik masa maupun tahunan).

2. Surat Setoran Pajak (SSP).

3. Surat Ketetapan Pajak (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/SKPKB,

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan/SKPKBT, Surat

Ketetapan Pajak Lebih Bayar/SKPLB, dan Surat Ketetapan Pajak

Nihil/SKPLB.
4. Surat Tagihan.

5. Pembukuan dan Pemeriksaan.

6. Penyidikan.

7. Surat Paksa.

8. Keberatan dan banding.

9. Sanksi administratif, sanksi pidana, dan lain – lain.

Dalam ketentuan hukum formal yang diatur dalam undang –

undang pengadilan pajak mengatur mengenai hal – hal berikut :

1. Sengketa Pajak.

2. Banding dan gugatan.

3. Susunan pengadilan pajak.

4. Hukum acara.

5. Pembuktian.

6. Pelaksanaan putusan, dan lain – lain.

Dalam ketentuan formal yang diatur dalam undang – undang

penagihan pajak dengan Surat Paksa antar lain mengatur mengenai hal –

hal berikut :

1. Penagihan pajak.

2. Juru sita pajak.

3. Penagihan seketika dan sekaligus.

4. Surat paksa.

5. Penyitaan.
6. Lelang.

7. Pencegahan dan penyanderaan.

8. Gugatan, dan lain – lain.

Ketentuan hukum formal selanjutnya dilengkapi dengan peraturan

pelaksanaaan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah,

Keputusan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur

Jendral Pajak, Surat Edaran Dirjen Pajak.

Karena Ketentuan hukum formal sudah diatur secara terpisah

dalam Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1994 kemudian

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan terakhir kali dengan

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan, maka dalam undang – undang pajak yang

bersangkutan (Undang – Undang Nmor 7 Tahun 1983 sebagaimana yang

telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1991 dan Undang

- Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan terakhir Undang – Undang Nomor

17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dan Undang – Undang Nomor 8

Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang – Undang

Nomor 11 tahun 1994 dan terakhir kali dengan Undang – Undang Nomor

18 Tahun 2002 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah), hanya dimuat ketentuan – ketentuan hukum pajak

material.
Hukum Pajak Material adalah hukum pajak yang memuat

mengenai :

1. Subjek Pajak.

2. Wajib pajak.

3. Objek Pajak.

4. Tarif Pajak

Hukum pajak material merupakan norma – norma yang

menjelaskan keadaaan, perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus

dikenakan pajak, siapa yang harus dikenakan pajak, dan berapa besar

pajaknya. Dengan kata lain, hukum pajak material mengatur tentang

timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak beserta hubungan hukum

antara pemerintah dan Wajib Pajak. Termasuk dalam hukum pajak

material adalah peraturan yang memuat kenaikan, denda, sanksi atau

hukuman, dan cara – cara pembebasan dan pengembalian pajak, serta

ketentuan yang memberi hak tagihan utama kepada fiskus.

Dalam undang – undang pajak yang bersangkutan dapat juga

dimuat ketentuan hukum formal, jika ketentuan ini menyimpang dari

ketentuan umum hukum pajak formal yang telah diatur.

Apabila dalam undang – undang pajak khusus memuat hal – hal

yang bertentangan dengan hukum formal, maka hal ini harus diatur

kembali dalam undang – undang pajak yang bersangkutan.


Undang – Undang yang memuat hukum pajak material dan formal adalah

sebagai berikut :

1. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB).

2. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

3. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana yang telah

diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 6
    Bab 6
    Dokumen6 halaman
    Bab 6
    Paula Yunita Endarsari
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen6 halaman
    Bab 5
    Paula Yunita Endarsari
    Belum ada peringkat
  • Standar Auditing
    Standar Auditing
    Dokumen3 halaman
    Standar Auditing
    Paula Yunita Endarsari
    Belum ada peringkat
  • Standar Jasa Lainnya
    Standar Jasa Lainnya
    Dokumen3 halaman
    Standar Jasa Lainnya
    Paula Yunita Endarsari
    Belum ada peringkat