Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


VENTILATOR

NAMA : YENI NURAENI


NPM : 18200100049

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA 2021
A. PENGERTIAN
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
Ventilator adalah suatu alat mekanis yang mampu membantu pernafasan. Ventilator
berfungsi membantu seseorang untuk memenuhi oksigen paru, mengeluakan
karbondioksida dalam tubuh, membantu pasien untuk lebih mudahbernafas, membantu
pasien yang kehilangan kemampuan bernafas. Ventilator menyalurkan gas ke paru-paru
dengan menggunakan tekanan positif pada tingkat tertentu. Jumlah gas disampaikan
dapat dibatasi oleh waktu, tekanan atau volume. Durasi bisa dikontrol dengan waktu,
tekanan atau aliran (Smeltzer, et al., 2010)
B. TUJUAN PEMASANGAN VENTILATOR
1. Memberikan kekuatan mekanispada system paru untuk mempertahankan ventilasi
yang fisiologis
2. Membantu otot nafas yang lelah/lemah
3. Memperbaiki ventilasi paru
4. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas
C. INDIKASI PEMASANGAN VENTILATOR
1. Kegagalan pernapasan
a. Apnea / Respiratory Arrest/ henti napas
b. Ketidakadekuatan ventilasi
c. Ketidakadekuatan oksigenasi
d. Insufisiensi pernafasankronis
2. Penurunan fungsi jantung
a. Pernapasan bekerja secara minimal
b. Penurunan asupan oksigen
3. Disfungsi neurologis
a. Hipoventilasi
b. Pasien koma dengan GCS <8
c. Ketidakmampuan untuk melindungi jalan napas

Parameter Nilai
Frekuensi pernafasan < 10 kali/menit (penurunan kendali
pernapasan)
Frekuensi nafas lebih dari 35 kali/menit
Kapasitas Vital <10-20 ml/kg (cadangan pernafasan buruk)
Tekanan inspirasi <20 cm H2) atau cenderung menurun
Gas Darah Arteri
PH <7,25
PaCo2 >50 mmHg
PaO2 <50 mmHg dengan terapi oksigen
Gradien pirau A-a ≥ 300 mmHg
≥ 25-30
Asukultasi Dada Penurunan atau taka da bunyi nafas
Irama dan frekuensi Jantung Nadi > 120, Disritmia
Aktivitas Kelelahan berat, penurunan toleransi
aktivitas
Status mental Kacau mental, delirium, somnolen
Observasi fisik Penggunaan otot aksesori, kelelahan, kerja
pernapasan berat

D. KLASIFIKASI KERJA VENTILATOR


1. Ventilator tekanan negatif
Mengeluarkan tekanan negative pada dada eksternal. Dengan mengurangi
tekanan intrathoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam
paru-paru sehingga memeuhi volumenya. Pada jenis ini digunakan terutama pada
gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovascular seperti
polymyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis.
Penggunaan tak sesuai untuk pasienyang tak stabil atau pasien yang kondisinya
membutuhakn perubahan ventilasi sering
2. Ventilator tekanan positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk
mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi
endrotrakeal atau trakeostomi.Ventilator ini secaar luas digunakan pada klien
dengan penyakit paru primer. Jenis ini ada 3, yaitu:

a. Time Cycled
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit).
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2. Ventilator mengakhiri atau
mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan.Bantuan yang diberikan
berdasarkan waktu. Biasa digunakan pada neonatus dan bayi.
b. Volume Cycled
Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang
ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
Ventilator ini mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah
ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien, siklus ventilator mati
dan ekhalasi terjadi secata pasif. Merukan jenis yang paling banyak
digunakan.
c. Pressure Cycled
Ventilator yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai.
Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai
tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai dan kemudian
siklus mati.Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan
ekspirasi terjadi dengan pasif.Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain
paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien
yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
E. MODE VENTILATOR
1. CMV ( Continous Mechanical Ventilation)
Disebut juga dengan modus control. Karena pada modus ini pasien menerima
volume dan ferkuensi pernafasan sesuai dengan yang telah diatur. Sedangkan
pasien tak dapat bernafas sendiri.
2. ACV ( Assist Control Ventilation)
Pada modus in pasien menerima volume dari mesin dan bantuan nafas, tetapi
hanya sedikit. Pasien diberikan kesempatan untuk bernafas spontan. Total jumlah
pernafasan dan volume semenit ditentukan oleh pasien sendiri.

3. IMV ( Intermitent Mandatory Ventilation)


Pasien menerima volume and frekuensi pernapasan dari ventilator.
Keuntungannya adalah pasien diberikan kesempatan untuk bernafas sendiri.
4. Pressure Support
Modus ini memberikan bantuan ventilasi dengan cara memberikan tekanan. Pada
saat pasien inspirasi, mesin memberikan bantuan nafas sesuai dengan tekanan
positif yang telah ditentukan. Modus ini sangat baik untuk digunakan pada
proses penyapihan pasien dari penggunaan ventilator.
5. SIMV ( Syncronous Intermitent Mandatory Ventilation)
Modus ini sama dengan IMV, hanya pada modus ini bantuan pernafasan dari
sesuaikan kapan terjadi pernafasan pasien sendiri
6. CPAP ( Continous Positif Airway Pressure)
Pemberian tekanan positif pada jalan nafas untuk membantu ventilasi selama
siklus pernafasan. Pada modus ini frekuensi pernafasan dan volume tidal
ditentukan oleh pasien sendiri
7. PEEP ( Positif End Expiratory Pressure)
Digunakan untuk mempertahankan tekanan jalan nafas pada akhir ekspirasi
sehingga meningkatkan pertukaran gas didalam alveoli. Pemakaian PEEP
dianjurkan adalah 5-15 cm H2O

F. PARAMETER VENTILATOR
1. FiO2 (Fraksi Oksigen inspirasi)
FiO2 diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.Pemberian FiO2 sebaiknya
diberikan serendah mungkin tetapi memberikan PaO2 yang adekuat. Prinsipnya
adalah mendapatkan PaO2 yang lebih besar dari 60mmHg
2. Volume tidal
Volume tidal adalah jumlah udara yang keluar masuk setiap kali pernafasan.
Normalnya adalah 8-12cc/kgBB
3. Frekuensi pernafasan
<10 kali/ menit (penurunan kendali pernafasan)Frekuensi napas lebih dari 35 kali per
menit
4. Perbandingan inspirasi dan ekspirasi ( I:E Ratio)
5. Untuk menentukan perbandingan antara waktu inspirasi dan ekspirasi. Normal I : E
adalah 1:2

6. Batas tekanan (Pressure Limit)


Pengaturan pada parameter ini bertujuan untuk membatasi tekanan yang
diberikan dalam mencapai volume tidal. Pressure limit diberikan pada 10-15 cm H 2O
diatas tekanan yang dikeluarkan pasien.
7. Sensitivitas
Diberikan agar pasien merangsang mesin untuk memberikan nafas. Sensitivitas
tidak diberikan jika ventilator dalam modus control. Jika pasien diharapkan
untuk merangsang mesin maka sensitivitas diatur pada -2 cmH2
8. Alarm
Alarm ventilator bekerja atau berbunyi berarti mengindikasikan terjadinya suatu
masalah. Mekanisme kerja alarm pada ventilator antara lain:
a. Oksigen
Alarm akan berbunyi jika FiO2 menyimpang dari settingan awal.
Penyebab Penatalaksanaan
Settingan FiO2 diubah-ubah dan Mengubah settingan FiO2 sesuai dengan
tidak sesuai dengan nilai yang nilai yang diharapkan
diharapkan
Analyzer oksigen error Mengkalibrasi analyzer
Gangguan pada sumber oksigen Mengkoreksi gangguan yang trejadi

b. Pressure
1) High pressure limit
High pressure limitbiasanya disetting 10 cmHg di atas PIP pasien rata-
rata.
Alarm akan berbunyi jka tekanan meningkat dimanapun selama masih di
sirkuit ventilator
Penyebab Penatalaksanaan
Peningkatan hambatan aliran Luruskan selang nafas ventilator. Auskultasi
gas suara nafas dan berikan bronkodilator jika
diperlukan
Penurunan compliance paru Turunkan flow rate/VT/gunakan control
mode

Pasien melawan ventilator Disconnect dari ventilator, lakukan bagging.


(fighting) Jika resfiratoty distress tidak ada, maka
masalahnya ada pada ventilator. Jika ada
usaha nafas dari pasien, gunakan SIMV

2) Low inspiratory pressure


Biasanya diatur 5-10 cmHg di bawah PIP. Alarm akan berbunyi, jika tekanan
di sistem lebih rendah dari settingan.
Penyebab Penatalaksanaan
Gangguan pada sambungan Koreksi kebocoran atau saluran yang lepas
pasien dengan ventilator

3) Low O2 pressure
Alarm akan aktif jika tekanan oksigen tidak adekuat.
Penyebab Penatalaksanaan
Gangguan pada tekanan Cek sambungan sumber oksigen dan
sumber oksigen/gangguan rekoreksi. Jika sumber oksigen bermasalah
sumber oksigen lakukan bagging dengan sumber oksigen
portable

4) Low air pressure


Alarm akan aktif jika tekanan sumber udara tidak adekuat
Penyebab Penatalaksanaan
Kehilangan sumber Cek sambungan dengan sumber udara. Jika
udara/kehilangan tekanan karena turunnya tekanan ventilator tidak
dalam sumber udara berfungsi, lakukan ventilasi secara manual.

5) Low PEEP/CPAP
Parameter alarm PEEP/CPAP biasanya diatur 3-5 cmHg di bawah settingan
PEEP/CPAP yang digunakan
Penyebab Penatalaksanaan
Kerusakan pada sirkuit Evaluasi dan koreksi sumber kerusakan
ventilator

c. Volume
1) Rendahnya volume tidal ekspirasi atau minute ventilation.
Penyebab Penatalaksanaan
Tidak tersambungnya ventilator Kebocoran bisa bersumber dari mulut atau
system dengan pasien (cth: alat koreksi sirkuit.
terlepas dari pasien) terjadi Tanda dan gejala pada pasien: hipoksemia
kebocoran udara dan hiperkapnia.
Kebocoran bisa juga karena malposisi alat
pada jalan nafas, udara dapat ditambahkan
pada cuff.
Jika kebocoran tidak dapat diperbaiki
dalam
waktu seingkat, maka reset kembali
parmeter
alarm (VT) untuk mnegkompensasai
volume
yang hilang
Pasien dalam penggunaan Kaji penyebab penurunan compliance paru
ventilator dengan PC mode, atau penurunan resistensi jalan nafas.
pasien dengan penurunan Kaji tanda dan gejala kelelahan otot nafas
complience, penurunan resistensi pada pasien: RR, pola nafas irreguler,
atau kelelahan penggunaan otot-otot akseoris pernafasan.
Meningkatkan tekanan inspirasi untuk
mendapatkan VT yang cukup,
meningkatkan
jumlah nafas bantuan, atau mengubah
mode
ventilator menjadi volume cycled mode
Mencapai tekanan batas atas Gangguan disebabkab karena tingginya
tekanan tertinggi karena tekanan inspiras
ventilatormembuang sisa VT
Sensor dalam kondisi basah, Keringkan sensor dan susun kembal
menyebabkan tidak akuratnya
pengukuran volume ekspirasi

Tidak cukupnya aliran gas Awasi/Kaji adanya waktu inspirasi yang


memanjang dengan mengontrol I:E ratio.
Kemudian perbaiki dengan meningkatkan
aliran udara (flow rate)

2) Tingginya volume tidal ekspirasi atau minute ventilation


Penyebab Penatalaksanaan
Meningkatnya RR atau tidal Cari alasan/penyebab pasien mengalami
volume peningkat
an volume ekspirasi:kecemasan,
nyeri, hipoksemia, asidosisi metabolik yang
dikarenakan menurunnya perfusi jaringan,
kehilangan HCO
3
melalui abdominal drain.
Cari penyebab kecemasan, penyebab
hipoksemia, kontro nyer

Pengaturan ventilator yang Mengatur kembali settingan VT dan RR atau


tidak sesuai alarm parameter pada ventilator

Adanya kebisingan yang Keluarkan cairan dari selang ventilator


berlebihan (misal:adanya air sesegera mungkin
pada selang) dapat
menyebabkan kesalahan dalam
intepretasi.

d. Apnea
Alarm akan diaktifkan atau berbunyi ketika tidak ada ekshalasi.
Penyebab Penatalaksanaan
Tidak terdeteksinya usaha Kaji pernafasan pasien.Jika pasien tidak
nafas spontan dari pasien bernafas, lepas ventilator dan ganti dengan
bantuan nafas manual (bagging). Jika nadi
tidak teraba, cari bantuan dan lakukan RJP

Lepasnya sambungan sensor Periksa sambungan sensor dan hubungkan


ekshalasi kembali dengan ventilator

e. I:E ratio
Alarm I:E ratio akan berbunyi jika I:E ratio mencapai 1:3 atau dibawah 1:1,5.
Normalnya I:E ratio adalah 1:2.
Penyebab Penatalaksanaan
Tidak sesuainya volume tidal, Tidak sesuainya volume tidal, peak
peak inspiratory flow rate dan inspiratory flow rate dan respiratory rate
respiratory rate control control

f. Gangguan pada mesin ventilator


Penyebab Penatalaksanaan
Lepasnya sambungan kabel ke Cek sambungan listrik
sumber listrik

Rusaknya tekanan udara Cek sumber tekanan udara dan oksigen


danoksigen dan cek sambungan

Disfungsinya microproccesor Disconnect ventilator dan berikan


bantuan ventilasi secara manual

G. KOMPLIKASI
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak
tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada Kardiovaskuler
a. Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung
terhambat venous return menurun maka cardiac output menurun.
b. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibat tekanan (+) sehingga darah berkurang, cardiac output
menurun.

c. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi ex oksigenasi.


2. Pada Paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara
vaskuler.
b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
g. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h. Kerusakan jalan nafas bagian atas
3. Pada Sistem Saraf Pusat
a. Vasokonstriksi cerebral
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat
dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari
hipoventilasi.
c. Gangguan tidur
d. Gangguan kesadaran
4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, illeus
b. Perdarahan lambung
5. Gangguan psikologi
Dengan memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
mengenai ventilator, kondisi pasien dan lingkungan secara umum sangat
bermanfaat. Memberikan penjelasan prosedur setiap kali dilakukan untuk
mengurangi ansietas dan membiasakan klien dengan rutinitas rumah sakit.
Klien mungkin menjadi menarik diri atau depresi selama ventilasi mekanik
terutama jika berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan tentang
kemajuannya pada klien, bila memungkinkan pengalihan perhatian seperti
menonton TV, bermain musik atau berjalan-jalan jika sesuai dan memungkinkan
dilakukan. Teknik penurunan stress (pijatan punggung, tindakan relaksasi)
membantu melepaskan ketegangan dan memampukan klien untuk menghadapi
ansietas dan ketakutan akan kondisi dan ketergantungan pada ventilator.

6. Pada organ lain


a. Akibat cardiac output menurun perfusi ke organ lainpun akan menurun seperti,
hepar, ginjal, otak dan segala akibatnya.
b. Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah yang kembali dariotak terhambat TIK
meningkat.
H. PROSEDUR PEMBERIAN VENTILATOR
Sebelum memasang ventilator pada pasien.Lakukan tes paru pada ventilator untuk
memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah
sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2. Volume tidal: 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir
ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru dan
untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan
terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan
oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)
I. FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILATOR
1. Napas Spontan
a. Diafragma dan otot intercostalis berkontraksi rongga dada mengembang terjadi
tekanan (-) aliran udara masuk ke paru dan berhenti pada akhir inspirasi
b. Fase ekspirasi berjalan secara pasif
2. Pernapasan dengan ventilasi mekanik
a. Udara masuk ke dalam paru karena ditiup, sehingga tekanan rongga thorax
(+)
b. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif
c. Ekspirasi berjalan pasif.
J. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA KLIEN DENGAN
VENTILATOR
1. Pencegahan infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial dapat dicegah, setiap melakukan tindakan keperawatan
menggunakan prinsip aseptik dan antiseptik.

2. Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan
rendamenandakan adanyapemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah
menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap dan
harus dipasang dalam kondisi siap
3. Humidifasi dan Suhu
Ventilator yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus
ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas
level yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi air
dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 37 0C pada ujung sirkuit ventilasi
mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama dengan suhu tubuh. Pada kasus
hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370C -380C
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan
luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan
akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien
kurang dari 360C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman. Humidifikasi
yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan melalui
wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air. Pada kasus penggunaan
ventilator yang singkat tidak lagi menggunakan kedua system diatas, tetapi
humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung sirkuit ventilator.
4. Perawatan Jalan Nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan
penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini
membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi. Selanjutnya selain
terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya peningkatan
tekanan inspirasi (Respirasi rate) yang menandakan adanya perlengketan/penyempitan
jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan pengisapan. Fisioterapi dada
sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat mempermudah
pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping, fibrasing perubahan
posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.

5. Perawatan Selang Endotrakeal


Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi,
kinking (ETT tertekuk) dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate
jangan diabaikan. Penggantian plester fiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan
karena ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-
tanda lecet/ iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang
endotrakeal. Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel
sesuai ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga
memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi. Penggunaan pipa penyanggah
sirkuit pada ventilator dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari
beban sirkuit yang berat. Bila pasien terpasang ventilator dalam waktu yang lama
perlu di pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelum
nya kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.
6. Tekanan Cuff Endotrakeal.
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi
dan kelebihan tekanan pada dinding trakea. Pada pasien dengan ventilator,
tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan
tidal volume. Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk
mencegah terjadinya nekrosis pada trakea.
7. Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya ventilator dukungan nutrisi harus
diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek
samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi
paru dan kematian. Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, nutrisi
enteral dapat diberikan melalui Nasogastric Tube (NGT) yang dimulai dengan
melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post
laparatomy dengan reseksi usus. Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk
diberikan nutrisi melalui enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
8. Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan ventilator perawatan mata itu sangat penting
dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf
mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang,
kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma.
Edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan ventilator bila tekanan vena
meningkat. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.

K. PENYAPIHAN (WEANING)
Penyapihan adalah proses untuk melepaskan bantuan ventilasi mekanik yang dilakukan
secara bertahap.
a. Syarat-syarat Penyapihan
a. Proses penyakit yang menyebabkan pamasangan ventilator sudah dapat
diatasi/kurangi
b. Pasien dalam keadaan sadar
c. Hemodinamik stabil dan normal
d. Pada pemberianPEEP tidak lebih dari 5 cm H2O atau pada FiO2 50% dapat
mempertahankan PaO2≥60 mmHg
e. PaCO2 < 45mmHg
f. Volume tidal >10-15 cc/kgBB
g. Kapasitas vital paru > 10cc/kg/BB atau 2 kali lebih besar dari volum tidal
h. Volum semenit < 10L/menit
i. Tekanan maksimum inpirasi <20 H2O
j. Laju pernafasan kurang dari 25 kali/menit
k. Secara psikologis pasien sudah siap
b. Metode Penyapihan
a. Metode T.Piece
Teknik penyapihan dengan menggunakan suatu alat yang bentuknya seperti
huruf T. pemberian oksigen harus lebih tinggi 10% dari oksigen saat
penggunaan ventilator. Pasien dinyatakan siap diekstubasi jka penggunaan T
Piece lebih banyak dari penggunaan ventilator.keuntungannya adalah proses
penyapihan lebih cepat.
b. Metode SIMV
Metode dengan cara mengurangi bantuan ventilasi dengan cara mengurangi
frekuensi pernafasan yang diberikan oleh mesin. Dengan metode ini pasien
dapat melatih otot –otot pernapasan, lebih aman dan pasien tak merasakan
ketakutan, tapi kerugiannya berlangsung lambat
c. Metode PSV
Dengan cara mengurangi jumlah tekanan yang diberikan ventilator.

c. Prosedur Penyapihan
a. Beritahu pasien tentang rencana weaning, cara, perasaan tak enak pada awal
weaning. Lakukan support mental pada pada pasien terutama yang sudah
mengguanakan ventilator dalam waktu lama
b. Obat-obat sedasi diminimalkan
c. Lakukan pada pagi atau siang hari dimana masih banyak stah ICU dan
kondisi pasien stabil
d. Bersihkan jalan nafas, posisikan senyaman mungkin
e. Gunakan T piece atau CPAP dengan FiO2 sesuai semula
f. Monitoring : keluhan subjektif, nadi, frekuensi nafas, irama jantung, kerja nafas dan
saturasi oksigen
g. Analisa gas darah 30 menit setelah prosedur
h. Dokumentasi : teknik weaning respon pasien, dan lamanya weaning.
L. MONITORING KLIEN DENGAN VENTILATOR
1. Monitoring tanpa alat:
a. Frekuensi nafas
b. Pola nafas.
c. Gerak nafas kanan kiri
d. Tanda hipoksia
e. Kerja otot nafas tambahan
f. Komunikasi penilaian kesadaran, kekooperatifan klien
g. Mencegah data palsu
2. Monitoring dengan alat:
a. Saturasi oksigen
b. End tidal CO (alat copnogram)
c. Frekuensi nafas
d. FiO2
e. Tekanan jalan nafas
f. Expiratory minute volume/tidal volume
g. PEEP

M. ANALISA GAS DARAH (AGD)


Analisa gas darah (AGD) atau arterial blood gas (ABG) test adalah tes darah yang diambil
melalui pembuluh darah arteri untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan
tingkat asam basa (pH) di dalam darah.
Analisa gas darah umumnya dilakukan untuk memeriksa fungsi organ paru yang menjadi
tempat sel darah merah mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke seluruh
tubuh.Selain itu, tes ini dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi organ jantung dan
ginjal, serta gejala yang disebabkan oleh gangguan distribusi oksigen serta karbon
dioksida, atau keseimbangan pH dalam darah, seperti mual, sesak napas, dan penurunan
kesadaran. Tes ini juga dilakukan pada pasien yang sedang menggunakan alat bantu
napas untuk memonitor efektivitasnya.
1. Indikasi dan Kontraindikasi Analisa Gas Darah
Analisa gas darah dilakukan untuk mengukur kadar asam basa (pH) untuk mengetahui
bila darah terlalu asam (asidosis) atau basa (alkalosis), serta untuk mengetahui apakah
tekanan oksigen dalam darah terlalu rendah (hipoksia), atau karbon dioksida terlalu
tinggi (hiperkarbia). Kondisi tersebut dapat berkaitan dengan sistem metabolisme
tubuh atau sistem pernapasan. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan perubahan
tersebut, antara lain:
a. Asma.
b. Cystic fibrosis.
c. Penyakit paru obstruktif kronis.
d. Pneumonia.
e. Penyakit jantung.
f. Penyakit ginjal.
g. Gangguan metabolisme.
h. Trauma kepala atau leher yang memengaruhi pernapasan.
i. Infeksi berat atau sepsis.
j. Gangguan tidur.
k. Ketoasidosis diabetik.
l. Keracunan zat kimia atau overdosis obat.
m. Pasien yang menggunakan alat bantu pernapasan. 
2. Peringatan Analisa Gas Darah
Ada beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Salah satunya
adalah gangguan pembuluh darah, seperti penyakit arteri perifer atau terbentuknya
saluran abnormal (fistula) pada pembuluh arteri, baik yang timbul karena penyakit
atau sengaja dibuat untuk akses cuci darah (cimino). Pada keadaan tersebut, sebaiknya
sampel darah arteri diambil dari tempat lain. Selain itu, bila ada gangguan setempat
pada tempat pengambilan darah, seperti infeksi, luka bakar, atau bekas luka, juga
diharapkan berhati-hati sebelum melakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan analisis gas darah
Penderita gangguan pembekuan darah, baik karena penyakit atau karena pemberian
obat, seperti antikoagulan, berisiko menimbulkan hematoma setelah tindakan
pengambilan darah. Terdapat juga kondisi-kondisi yang menyulitkan perawat atau
dokter untuk mengambil sampel darah dari pembuluh arteri, misalnya bila pasien
kurang kooperatif, memiliki denyut nadi yang lemah, atau tremor.
3. Sebelum Analisa Gas Darah
Tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan pasien sebelum menjalani analisa
gas darah. Dokter atau perawat akan melakukan Allen test atau pemeriksaan
kelancaran aliran pembuluh darah dengan menekan pembuluh darah di pergelangan
tangan selama beberapa detik.
Jika pasien sedang diberikan tambahan oksigen, dokter akan melepaskan selang
oksigen kurang lebih 20 menit sebelum melakukan tes analisa gas darah. Namun, hal
tersebut dapat dilakukan bila pasien tidak sepenuhnya bergantung pada oksigen
tambahan tersebut.
Untuk kondisi tertentu, dokter akan memberikan bius lokal untuk mengebaskan rasa
nyeri yang dapat terjadi saat jarum ditusukkan ke dalam pembuluh darah arteri.
4. Prosedur Analisa Gas Darah
a. Sebagai langkah awal analisa gas darah, dokter akan mensterilkan titik
pengambilan sampel darah, seperti pergelangan tangan, lipat siku, atau lipat paha,
dengan cairan antiseptik.
b. Setelah menemukan pembuluh darah arteri, yaitu pembuluh darah yang
berdenyut, dokter akan memasukkan jarum suntik melalui kulit menuju pembuluh
darah tersebut. Jumlah darah yang diambil biasanya 1 mL.
c. Setelah sampel darah sudah diambil, jarum suntik akan dilepas secara perlahan
dan area suntik akan ditutup perban. Untuk mengurangi potensi pembengkakan,
tekan area suntik selama beberapa menit setelah jarum suntik dilepas. Sampel
darah akan segera dibawa ke laboratorium untuk melalui proses analisa.
5. Sesudah Analisa Gas Darah
Pasien akan merasa nyeri dan tidak nyaman pada saat pengambilan darah hingga
beberapa menit setelahnya, karena pembuluh darah arteri cukup sensitif. Pasien
disarankan tidak langsung meninggalkan ruangan untuk memantau hal yang mungkin
terjadi, seperti pusing, mual, atau pingsan sesaat setelah darah diambil.
Biasanya, pasien dapat menerima hasil tes sekitar 15 menit setelah pengambilan darah.
Jika diperlukan analisa lebih lanjut, hasil akan diberikan kepada dokter yang merujuk.
6. Hasil Analisa Gas Darah
a. Hasil analisa gas darah umumnya meliputi pengukuran terhadap beberapa hal,
antara lain:
b. Asam basa (pH) darah, yaitu dengan mengukur jumlah ion hidrogen dalam darah.
Jika pH darah di bawah normal dikatakan lebih asam, sementara jika pH di atas
nilai normal maka darah dikatakan lebih basa.
c. Saturasi oksigen, yaitu pengukuran jumlah oksigen yang dibawa oleh hemoglobin
di dalam sel darah merah.
d. Tekanan parsial oksigen, yaitu pengukuran tekanan oksigen yang larut di dalam
darah. Pengukuran ini dapat menentukan seberapa baik oksigen dapat mengalir
dari paru ke dalam darah.
e. Tekanan parsial karbon dioksida, yaitu pengukuran tekanan karbon dioksida yang
larut di dalam darah. Pengukuran ini menentukan seberapa baik karbon dioksida
dapat dikeluarkan dari tubuh.
f. Bikarbonat, yaitu zat kimia penyeimbang yang membantu mencegah pH darah
menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
g. Berdasarkan unsur pengukuran tersebut, ada dua jenis hasil analisa gas darah,
yaitu normal dan abnormal (tidak normal).
h. Hasil normal. Hasil analisa gas darah dikatakan normal jika:
1) pH darah arteri: 7,35-7,425
2) Tingkat penyerapan oksigen (SaO2): 94-100%.
3) Tekanan parsial oksigen (PaO2): 75-100 mmHg.
4) Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2): 35-45 mmHg.
5) Bikarbonat (HCO3): 22-26 mEq/L.
i. Hasil abnormal dapat menjadi indikator dari kondisi medis tertentu. Berikut ini
beberapa kondisi medis yang mungkin terdeteksi melalui analisa gas darah.
7. Risiko Analisa Gas Darah
Prosedur analisa gas darah jarang menimbulkan efek samping. Efek samping yang
umumnya dialami pasien adalah rasa nyeri atau iritasi di area suntik ketika proses
pengambilan darah.
Efek samping lain yang mungkin dialami pasien setelah menjalani prosedur AGD,
antara lain:
a. Perdarahan atau pembengkakan di area suntikan.
b. Penggumpalan darah di bawah kulit (hematoma).
c. Pusing.
d. Pingsan.
e. Infeksi pada area kulit yang disuntik.
N. CARA MUDAH MEMBACA ANALISA GAS DARAH
Petugas kesehatan seringkali  kesulitan dalam membaca hasil analisa gas darah (BGA).
Kesalahan dalam menginterpretasinya seringkali menyebabkan kesalahan diagnosis.
Berikut terdapat beberapa cara mudah dalam membaca hasil BGA:
1. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH
darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg.
Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L.
Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2
asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut
asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka
kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik
alkalosis.
5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah
dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu
sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan
HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis
respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya
kompensasi dari sistem metabolik.
6. Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka
menunjukkan terjadinya hipoksemia.

Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang
berlawanan, maka kita bisa menggunakan akronim ROME.
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan
sebaliknya.
Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan
sebaliknya.

O.  INTERPRETASI HASIL

Terdapat 5 parameter pokok dalam pembacaan AGD yang penting untuk diagnosa
keadaan akut dan memulai terapi adalah : PaO2, pH, PaCO2, SaO2 dan HC03-.
    pH
    PaCO2         = (merefleksikan keadaan asam) tekanan yang ditimbulkan oleh CO2 yang
larut di dalam darah. PaCO2 merupakan parameter fungsi respirasi dan dapat
digunakan untuk menentukan cukup tidaknya ventilasi alveolar.
    PaO2          = Tekanan parsial O2 dalam darah / kemampuan paru untuk memberikan
O2 ke darah.
    HCO3-       = ion dalam larutan, bukan merupakan gas. Kadarnya dikontrol oleh ginjal
    BE             = (Base Excess) kadar bikarbonat ion (HCO3- ) dalam darah yang berlebih
atau kurang
    SaO2          = Saturasi Oksigen= Persentase kejenuhan ikatan 1,34 ml O 2 dalam 1gr
Hb.
KOMPONEN NILAI NORMAL HASIL INTERPRETASI
pH 7,35 – 7, 45 <7,35 Asidosis
<7,45 Alkalosis
PaO2 80 – 100 mmHg 60-80 mmHg Mild Hypoxemia
40-60 mmHg Moderate Hypoxemia
<40 mmHg Severe Hypoxemia
>100 mmHg Hyperoxygenation
PaCO2 35 –  45 mmHg <35 mmHg Hyperventilation
>45 mmHg Hypoventilation
SaO2 95-100 % <95 % Hyperventilation Anemia
HCO3- 22 –  26 mEq <22 or > 26 Kompensasi untuk  asam
mEq basa imbalance
Langkah-langkah:
a.             Tentukan acidosis atau alkalosis : baca pH.
pH normal = 7,35 – 7,45
Asidosis    ≤ 7,35
Alkalosis   ≥ 7,45
b.            Tentukan penyebab primer dari acidosis atau alkalosis :
Baca PaCO2: jika menyimpang searah dengan pH → respiratorik
Baca HCO3- : jika menyimpang searah dengan pH → metabolik
c.             Tentukan apakah sudah ada kompensasi.
Jika PaCO2 atau HCO3-  sudah menyimpang ke arah yang berlawanan dengan pH
berarti sudah ada kompensasi.
Kompensasi ada 2, yaitu:
a.             Terkompensasi Penuh       :
1)            pH normal :  (7,35 – 7,39 ) = Asidosis terkompensasi penuh
                              (7,41 – 7,45) = Alkalosis terkompensasi penuh
2)            Perubahan PaCO2  atau HCO3- :      PaCO2 & HCO3- ↑
                                                                     PaCO2 & HCO3- ↓
b.            Terkompensasi sebagian   
1)            Perubahan pH di luar rentang normal
2)            Perubahan PaCO2  atau HCO3-  =    PaCO2 & HCO3- ↑
      PaCO2 & HCO3- ↓
Jenis Gangguan pH PCO2 HCO3

Asidosis respiratorik akut ↓ ↑ N


Asidosis respiratorik terkompensasi sebagian ↓ ↑ ↑
Asidosis respiratorik terkompensasi  penuh N ↑ ↑
 Asidosis metabolik akut ↓ N ↓
 Asidosis metabolik terkompensasi sebagian ↓ ↓ ↓
 Asidosis metabolik terkompensasi penuh N ↓ ↓
Asidosis respiratorik dan metabolic ↓↓ ↑ ↓
Alkalosis respiratorik akut ↑ ↓ N
Alkalosis respiratorik tekompensasi sebagian ↑ ↓ ↓
Alkalosis respiratorik terkompensasi penuh N ↓ ↓
Alkalosis metabolik akut ↑ N ↑
Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian ↑ ↑ ↑
Alkalosis metabolic terkompensasi penuh N ↑ ↑
Alkalosis metabolik dan respiratorik ↑↑ ↓ ↑

DAFTAR PUSTAKA

Pierce, Lynelle N.B. (1995). Guide to mechanical ventilation and intensive respiratory care,
1stedition. Philadelphia: WB. Saunders Company)

Pilbeam, P. Susan. (1998). Mechanikal ventilation Physiological and clinical


application. 3rded. Philadelphia : Mosby.

Sanders, K. Jordan. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum. 5thed. Philadelphia:


Saunders.

Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner & Suddarth's
Textbook of Medical-Surgical Nursing(12th Ed.). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai