Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU

Disusun oleh :

Nabila Syifa (30901700055)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2020/2021
I. KONSEP DASAR

A. Pengertian

Tuberkulosis atau TB paru merupakan suatu penyakit yang dapat

menular, TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.

Tb paru menginfeksi organ paru paru manusia yang ditandai dengan

terbentuknya granuloma dan dapat menimbulkan nekrosis jaringan. Gejala

utama dari penyakit TB paru adalah penderita mengalami batuk berdahak

selama 2 minggu, keluhan ini dapat disertai dengan dahak yang bercampur

dengan darah, sesak nafas, berat badan yang menurun, malaise, dan

berkeringat dimalam hari (Kemenkes, 2018).

Indonesia merupakan negara peringkat ke 3 yang mempunyai

penduduk dengan pendertia TB paru terbesar di dunia (Agatha &

Bratadiredja, 2019). Target yang diinginkan pemerintah pada tahun 2020

adalah penderita TB paru dapat berkurang sebanyak 30% dari jumlah

penderita di tahun 2014. Sehingga pada tahun 2035 harapannya TB paru

dapat dieliminasi dan tahun 2050 Indonesia menjadi negara yang bebas

TB paru ( Kemenkes, 2018).

Tb paru sendiri terdiri dari beberapa klasifikasi. Klasifikasi

tersebut dapat berdasarkan dari organ yang terinfeksi, hasil pemeriksaan

dahak mikiroskopis, keparahan penyakit dan berdasarkan riwayat

pengobatan sebelumnya ( Werdhani, 2014).

1. Klasifikasi Tb Paru berdasarkan organ yang terinfeksi :

a. Tuberculosis paru : hanya menginfeksi jaringan

parenkim paru.

b. Tuberculosis ekstra paru : menginfeksi organ lain

selain paru, seperti pleura, selaput otak,

pericardium, tulang, persendian dan lain lain.

2. Klasifikasi tb paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak

mikroskopis :

a. Tb paru BTA positif


1) Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen

dahak SPS hasilnya BTA psoitif

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

dan hasil foto toraks dada menggambarkan

Tb paru

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

dan biakan kuman Tb positif

4) 1 atau lebih Spesimen dahak SPS hasilnya

positif setelah 3 spesimen dahak sebelumnya

hasilnya negative dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian obat antibiotika non OAT

b. Tb paru BTA negatif

1) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA negatif

2) Foto toraks abnormal menunjukkan

gambaran tuberculosis

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian obat

antibiotika non OAT

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter

untuk diberi pengobatan

3. Klasifikasi Tb paru berdasarkan tingkat keparahan penyakit

a. Tb paru BTA negative foto toraks positif

b. Tb ekstra- paru

4. Klasifikasi Tb paru berdasarkan riwayat pengibatan

sebelumnya

a. Kasus baru : pasien belum pernah diobati dengan

OAT atau sudah pernah menelan Oat kurang dari 1

bulan

b. Kasus kambuh (relaps) : pasien yang sebelumnya

terinfeksi Tb, dan kemudian sudah dinyatakan


sembuh lalu didiagnosa kembali dengan BTA

positif

c. Kasus putus berobat ( default/ drop out/ DO):

Pasien Tb yang sudah berobat dan putus berobat

selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

d. Kasus gagal (failure): pasien yang hasil

pemeriksaan dahaknya tetap postf atau kembali

postif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan

e. Kasus pindahan (transfer in) : pasien yang

dipindahkan dari UPK yang memiliki register Tb

lain untuk melanujtkan pengobatannya

f. Kasus lain : semua kasus yang tidak memenuhi

ketentuan diatas.

B. Etiologi

Tb paru merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis memiliki

panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm dan memiliki lapisan lipid. Suatu

bakteri aerob tahan asam yang menginfeksi penderitanya melalui udara

dengan cara inhalasi partikel kecil berdiameter 1-5 mm yang mencapai

alveolus. Droplet dapat keluar saat penderita berbicara, batuk, tertawa,

bersin bahkan menyanyi. Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan

oksigen untuk hidup, bakteri aerob akan menggunakan glukosa dan zat

organik lainnya untuk dioksidasi menghasikan CO2, H2O dan sejumlah

energi lainnya ( Black & Hawks, 2014).

C. Patofisiologi

Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia

melalui saluran pernafasan dan juga pencernaan manusia. Pada saat

penderita Tb paru bersin atau batuk bakteri keluar dari mulut dalam

bentuk droplet dalam jumlah 3000 droplet dan menyebar di udara. Setelah

Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh dan sampai kedala


alveolus, bakteri tersebut akan mengaktifkan reaksi peradangan. Leukosit

kemudian akan memfagosit bakteri Mycobacterium tuberculosis akan

tetapi tidak dapat membunuh bakteri tersebut. Sehingga alveolus akan

mengalami konsolidasi dan akan menimbulkan gejala pneumonia akut.

Tugas leukosit kemudia digantikan oleh makrofag, pada beberapa kasus

makrofag tidak sanggup untuk membunuh semua bakteri dan bakteri akan

bereplikasi didalam makrofag sampai membentuk koloni. Lokasi pertama

koloni Mycobacterium tuberculosis terbentuk disebut dengan fokus

promer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran

limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang

mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di

kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena ( Werdhani, 2014)..

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa

inkubasi TB. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi

pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya

belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan

sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB

primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons

positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih

negatif. ( Werdhani, 2014).


D. Pathways

Pasien TB yang Udara yang tercemar Individu yang Kurangnya informasi


bersin atau batuk bakteri M. rentan terkait tb paru
Tuberculosis

Masuk ke Kurang
dalam paru pengetahuan

Muncul reaksi
hipertermia
inflamasi

Penumpukan eksudat
dalam alveolus

Produksi sekret
Tuberkel berlebih

Meluas Mengalami Bersin


Sekret sulit untuk
perkejuan
dikeluarkan

Penyebaran
Rentan terjadi
hematogen Klasifikasi penyabaran infeksi
limfogen Ketidakefektifan
kepada orang lain
bersihan jalan
nafas
Perfusi di paru
Peritoneum &
terganggu
difusi O2

Gangguan
Asam lambung pertukaran gas
meningkat

Mual,
anoreksia

Perubahan nutrisi
kurang darikebutuhan
tubuh
E. Manifestasi Klinik

1. Gejala umum / sistemik :

a. Batuk batuk selama lebih dari 3 minggu dan dapat

disertai darah

b. Demam yang berlangsung lama, dirasakan saat

malah hari disertai dengan keringat.

c. Menurunnya nafsu makan dan berat badan penderita

d. Malaise, lemah

2. Gejala khusus :

a. Dapat disertai nyeri dada jika terdapat cairan

didalam rongga pleura

b. Dapat terjadi gejala infeksi tulang jika Tb

menginfeksi tulang penderita

c. Pada anak anak dapat menyerang selaput pelindung

otak yang kemudian disebut sebagai meningitis dan

memiliki gejala demam tinggi, dan mengalami

penurunan kesadaran serta kejang kejang

F. Penatalaksanaan Tb Paru

1. Integrasi layanan TBC berpusat pada pasien dan upaya

pencegahan Tb

a. Diagnosis TBC sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT

bagi semua dan penapisan TBC secara sistematis bagi

kontak dan kelompok populasi berisiko tinggi.

b. Pengobatan untuk semua pasien TBC, termasuk untuk

penderita resistan obat dengandisertai dukungan yang

berpusat pada kebutuhan pasien (patient-centred support).

c. Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TBC

yang lain.

d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok

rentan dan berisiko tinggi serta pemberian vaksinasi untuk

mencegah TBC.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas

a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan

kebutuhan layanan dan pencegahan TBC.

b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial

kemasyarakatan dan pemberi layanan kesehatan baik

pemerintah maupun swasta.

c. Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health

coverage) dan kerangka kebijakan lain yang mendukung

pengendalian TBC seperti wajib lapor, registrasi vital, tata

kelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian

infeksi.

d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain

untuk mengurangi dampak determinan sosial terhadap

TBC.

e. Intensifikasi riset dan inovasi

f. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat

alat, metode intervensi dan strategi baru pengendalian TB.

g. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan

kegiatan dan merangsang inovasiinovasibaru untuk

mempercepat pengembangan program pengendalian TB.

(Infodatin Kemenkes, 2018).

G. Pemeriksaan Penunjang Tb Paru

1. Pemeriksaan diagnostik

2. Pemeriksaan sputum : pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu

dahak sewaktu pagi dan sewaktu (SPS).

3. Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum). Positif jika ditemukan

bakteri yang tahan asam

4. Skin test (mantoux)

Hasil skin test mantoux dibagi menjadi 5


a. Indurasi 0-5 mm (diameternya) maka mantoux negative /

hasilnya negative

b. Indurasi 6-9 mm maka hasilnya meragukan

c. Indurasi 10-15 mm artinya hasilnya mantoux positif

d. Indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat

e. reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan

berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi

limfosit yakni persenyawaan antara antibody dan antigen

tuberculin

5. Rontgen dada : Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru

bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan

cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan Tuberkulosis

meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.

6. Pemeriksaan kultur jaringan

7. Biopsi jaringan paru : menunjukkan adanya sel sel besar yang

artinya telah terjadi nekrosis

8. Pemeriksaan elektrolit

9. Analisa Gas Darah

10. Pemeriksaan fungsi paru : Turunnya kapasitas vital, meningkatnya

ruang fungsi, meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total

paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi

parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura

(akibat dari tuberkulosis kronis) (Zainita, 2019).

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Data pengenalan keluarga : Data yang dikumpulkan berupa nama

kepala keluarga, alamat lengkap, komposisi keluarga, tipe

keluarga, latar belakang , budaya, identitas, agama, status, kelas

sosial dan rekreasi keluarga.

2. Data perkembangan sejarah keluarga: Data yang perlu dikaji antara

lain lahan perkembangan keluarga saat ini,diisi berdasarkan data


umur anak pertama dan tahap perkembangan yang belum

terpenuhi.

3. Data lingkungan : Data yang perlu dikaji adalah karakteristik

rumah, karakteristik tetangga, dan komunitas. Data komunitas

terdiri atas tipe penduduk, tipe hunian rumah, sanitasi, jalan dan

pengangkutan sampah. Karakteristik demografi tetangga dan

komunitas antara lain kelas sosial, etnis, pekerjaan dan bahasa

sehari-hari. Selanjutnya, data yang perlu dikaji adalah mobilitas

geografi keluarga yang meliputi berapa lama keluarga tinggal

ditempat itu. Adakah riwayat pindah rumah.

4. Data fungsi keluarga : Ada lima fungsi keluarga yaitu

a. Fungsi afektif digunakan untuk pengkajian pada kebutuhan

keluarga dan responnya

b. Fungsi sosialisasi digunakan untuk mengetahui bagaimana

keluarga menerapkan disiplin, penghargaan, dan hukuman.

c. Fungsi perawatan kesehatan digunakan untuk mengkaji

keyakinan dan nilai perilaku keluarga untuk kesehatan nya.

d. Fungsi ekonomi

e. Fungsi reproduksi

5. Data koping keluarga : Data yang perlu dikaji adalah stressor

keluarga

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi

2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus

3. Hipertermia b.d proses penyakit (mis. Infeksi)

C. Rencana Tindakan

Diagnosa (SDKI) Kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama : latihan
keperawatan selama 3x24 jam batuk efektif
efektif b.d proses infeksi diharapkan bersihan jalan Observasi
nafas meningkat dengan  Identifikasi
kriteia hasil : kemampuan batuk
 Batuk efektif  Monitor adanya
meningkat retensi sputum
 Produksi sputum  Monitor tanada dan
menurun gejala infeksi saluran
 Frekuensi nafas nafas
membaik Terapeutik
 Pola nafas membaik  Atur posisi semi
fowler / fowler
 Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien
 Buang sekret pada
tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
 Anjurkan mengulangi
tarik nafas dalam
hingga 3 kali
 Anjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik nafas
dalam yang ke 3
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu
Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama : pematauan
perubahan membrane keperawatan selama 3x24 jam respirasi
alveolus diharapkan pekaran gas Observasi
meningkat dengan kriteia  Monitor frekuensi
hasil : irama kedalaman dan
 Dyspnea menurun upaya nafas
 Bunyi nafas tambahan  Monitor pola nafas
menurun  Moitor kemampuan
 Pola nafas membaik batuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
Terapeutik
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Infromasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama : manajemen
keperawatan selama 3x24 jam hipertermia
penyakit (mis. Infeksi) diharapkan termoregulasi Observasi
membaik dengan kriteia hasil:  Identifikasi penyebab
 Menggigil menurun hipertermia
 Suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh
 Takikardia menurun Terapeutik
 Sediakan lingkungan
yang dingin
 Longgarkan pakaian
 Berikan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolabirasi pemberian
cairan elektrolit dan
intravena jika perlu
Daftar Pustaka
Agatha, Alda A; Bratadiredja, Marline A. (2019). Review : Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien
Dalam Pengobatan TBC Paru. Farmaka , 385-389.

Indah, M. (2018). Infodatin Tuberkulosis . Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Kesehatan, K. (2015). Infodatin Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

Werdhani, R. A. (2019). Patofosiologi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Okupasi dan keluarga FK UI.

Zainita. (2019). TB Paru. Poltekkes Yogya.

Anda mungkin juga menyukai