Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Pencemaran lingkungan disebabkan oleh beragam faktor. Namun, faktor terbesarnya


adalah manusia. Sadar atau tidak, kita telah berkontribusi dalam proses pencemaran
lingkungan. Mulai dari pertambahan jumlah penduduk yang tak terkendali, banyaknya
sumber-sumber zat pencemaran sehingga alam tak mampu menetralisir. Ada dua jenis
bahan dalam pencemaran:

1. Degradable, yaitu polutan yang dapat diuraikan kembali atau dapat diturunkan
sifat bahayanya ke tingkat yang dapat diterima oleh proses alam. Contohnya
adalah kotoran manusia atau hewan dan limbah tumbuhan.
2. Non-Degradable, yaitu polutan yang tidak dapa diuraikan oleh kemampuan
proses alam itu sendiri. Contohnya merkuri, timah hitam, arsenik, dan lain-lain.

Selain itu banyak juga aktivitas sehari-hari yang tanpa disadari menjadi factor
rusaknya lingkungan, diantaranya Penggunaan kantong plastik secara massif,
Pembuangan sampah dan limbah deterjen ke sungai, Penggunaan AC berlebih,
Pembuangan limbah elektronik yang tak sesuai aturan, Pembakaran hutan, Penggunaan
kendaraan pribadi sehingga menimbulkan lebih banyak polusi, Pembuangan limbah
pabrik atau kotoran ke sungai, Penebangan hutan yang mengakibatkan hutan tak mampu
menyerap karbon-dioksida lebih banyak, dan lain-lain.

Polusi air dapat disebabkan oleh beberapa jenis pencemar sebagai berikut:
Pembuangan limbah industri, sisa insektisida, dan pembuangan sampah domestik,
misalnya, sisa detergen mencemari air. Buangan industri seperti Pb, Hg, Zn, dan CO,
dapat terakumulasi dan bersifat racun. Bila terjadi pencemaran di air, maka terjadi
akumulasi zat pencemar pada tubuh organisme air. Akumulasi pencemar ini semakin
meningkat pada organisme pemangsa yang lebih besar. Sumber lainnya yaitu:

1. Bahan Anorganik: Timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg),
kromium (Cr), nikel (Ni), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan kobalt (Co)
2. Bahan Kimia: Pewarna tekstil, pestisida, dan lain – lain
3. Bahan Organik: Berbentuk limbah yang dapat diuraikan oleh mikroba yang akan
memicu meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air
4. Cairan Berminyak

Sungai Karang Mumus, Samarinda, Kaltim


Sungai Karang Mumus adalah nama anak sungai yang membelah Kota
Samarinda, Kalimatan Timur. Sungai Karang Mumus merupakan anak Sungai Mahakam
yang memiliki panjang aliran 34,7 kilometer diwilayah Kota Samarinda. Sungai Karang
Mumus menjadi satu jalur transportasi air bagi warga yang berada di daerah aliran sungai
(DAS) Karang Mumus. Selain itu juga menjadi sumber aktivitas seperti mencuci, mandi ,
industri dan aktivitas lainnya.
Air sungai Karang Mumus tidak layak lagi untuk digunakan akibat pencemaran
limbah. Jenis limbah yang mencemari sungai itu, pencemaran limbah rumah tangga,
limbah industri, limbah pasar pagi dan limbah manusia yang melebih ambang normal.
Sebenarnya sungai tersebut memiliki beberapa anak sungai seperti sungai Lubang
Putang, sungai Siring, sungai Lantung, sungai Muang, sungai Selindung, sungai Bayur,
sungai Lingai, dan sungai Bengkuring. Bagi masyarakat, sungai Karang Mumus
merupakan urat nadi dalam menggerakkan sektor ekonomi, sosial dan budaya serta sarana
transportasi penting untuk mengakses kota-kota lainnya di Kalimantan Timur.
Keberadaan sungai Karang Mumus tak terlepas dari perkembangan Kota
Samarinda. Pada awalnya masuk pendatang orang-orang Bugis Wajo dan Kerajaan Gowa
memilih bermukim di seberang muara Karang Mumus lalu berkembang menjadi Kota
Samarinda seperti saat ini.
Sekitar tahun 1980-an kondisi sungai Karang Mumus masih terbilang bersih dan
belum tercemar. Masih banyak ditemui paran nelayan yang menangkap ikan di sungai itu.
Terdapat pula rumah-rumah rakit berada di bantaran sungai yang dihuni oleh para
nelayan.
Kini semua telah berubah akibat perkembangan Kota Samarinda yang sangat
pesat membuat lahan kota berkurang, sedangkan peningkatan penduduk di Samarinda
meningkat sangat cepat. Banyak lahan kosong dipemukiman Karang Mumus
dimanfaatkan untuk tempat tinggal dan menjadi kawasan lingkungan kumuh.
Pemukiman di sepanjang aliran Sungai Karang Mumus adalah pemukiman padat
penduduk yang sebagian besar warganya masih memanfaatkan air sungai untuk
kebutuhan hidup sehari-hari. Sebut saja MCK alias mandi, cuci dan kakus.
Setiap hari tak terhitung masyarakat yang menunaikan prosesi membuang
“limbah perut”nya ke sungai. Belum lagi limbah rumah tangga berupa limbah sampah
(baik padat maupun cair) seperti bungkus makanan, air sabun, air bekas cucian yang
mengandung zat kimia dan lainnya.
Selain itu, daerah aliran sungai dimanfaatkan juga untuk berbagai jenis usaha
diantaranya usaha pasar segiri, perbengkelan dan berbagai jenis pabrik. Salah satu jenis
usaha yang cukup banyak adalah pengolahan tahu dan tempe. Kurang lebih 20 pabrik
pengolahan tahu dan tempe tersebar di sepanjang aliran sungai yang memanfaatkan air
sungai Karang Mumus untuk kegiatan usahanya.
Disayangkan beberapa perusahaan yang tersebar di sepanjang aliran sungai
Karang Mumus langsung membuang limbahnya ke sungai Karang Mumus tanpa
melakukan pengolahan terlebih dahulu. Kondisi itu ditambah oleh pemerintah yang
bertanggung jawab dalam masalah tersebut kurang memperhatikan keadaan
sungai. Bayangkan jika dihitung dalam sehari, seminggu dan tahunan berapa banyak
jumlah limbah yang masuk ke dalam sungai Karang Mumus.
Pencemaran sungai itu saat ini merupakan kondisi air sungai terkontaminasi
limbah industri, limbah peternakan, limbah rumah tangga, bahan kimia serta unsur yang
bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia. Kondisi sungai karang mumus kini
yang sedang sakit.
Sungai yang sakit tentu terlihat “merana” dan tidak enak dipandang. Kondisi
sungai kotor, warna air coklat kehitaman, sampah bertebaran. Selain itu, indera
penciuman juga akan merasakan dampak dari pencemaran ini, karena sampah yang
menumpuk terlalu lama akan mengeluarkan aroma kurang sedap.
Air yang tercemar pasti membawa kerugian tidak hanya bagi manusia namun
juga bagi makhluk hidup lainnya. Tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme
berbahaya dari pembusukan sampah yang dapat menimbulkan penyakit. Air yang
beracun, berbahaya bila digunakan untuk keperluan sehari-hari. Belum lagi terganggunya
keseimbangan ekosistem di dalam air dan di bantaran sungai yang bisa berdampak bagi
kehidupan manusia.
Jika pencemaran terus berlanjut, akan berdampak kepada berkurangnya populasi,
bahkan ancaman kepunahan ikan khas Samarinda dan makin berkembangnya jenis ikan
sapu-sapu yang menandakan pencemaran sungai. Pada akhirnya pohon-pohon penyangga
di bantaran sungai Karang Mumus bakal terus berkurang karena digunakan untuk
membangun permukiman. Dampak-dampak tersebut tentu sangat merugikan kehidupan
kita.
Meski sudah demikian parah dampak pencemaran dan kerussakan sungai maupun
daerah aliran sungai, sebagian besar warga tidak sadar akan dampak dari membuang
limbah sembarangan ke sungai. Padahal ini akan sangat berpengaruh pada kualitas air
sungai. Tercemarnya aliran sungai tidak dapat dihindari yang kemudian akan membawa
dampak buruk bagi kehidupan manusia. Mengingat kedudukan air sebagai salah satu
elemen terpenting dari kehidupan, maka mulailah dengan menuntut diri untuk sadar akan
keharusan menjaga dan merawat sungai.

Upaya Pengendalian dan Penanggulangan Pencemaran Air

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan


Perlindungan Lingkungan Hidup, pengawasan merupakan bagian dari mekanisme
penegakan hukum. Tujuan utama pengawasan adalah memantau, mengevaluasi dan
menetapkan status ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(“PPLH”), perizinan lingkungan, serta kewajiban pengelolaan dan pemantauan
lingkungan dalam dokumen lingkungan hidup. Dalam hubungannya dengan kualitas air,
pengawasan memiliki nilai penting sebagai berikut:

1. Memastikan pengendalian pencemar yang masuk ke sumber-sumber air dari


pencemar tertentu (point sources) berjalan sesuai izin, dengan mematuhi
ketentuan yang dipersyaratkan.
2. Memverifikasi akurasi informasi swapantau, pengujian dan pemantauan yang
diberikan kegiatan dan/atau usaha dalam laporannya.

Pengendalian pencemaran air sendiri hanya menjadi satu bagian dari keseluruhan
kerangka  pengelolaan kualitas air, mencakup upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan baku mutu air. Sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum, pengawasan
berada di hilir.

Kerangka besar pengendalian pencemaran air diatur dalam Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, yang
sejalan dengan UU No. 32 Tahun 2009. Dari kerangka tersebut, dapat dipahami
pengawasan dan penegakan hukum merupakan rangkaian instrumen dalam pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Jika perintah-perintah tersebut dijalankan,
maka dapat mereduksi tingkat pencemaran atas ketidaktaatan usaha dan/atau kegiatan
secara signifikan.
Pengawasan dilakukan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap Izin Lingkungan. Hal ini menunjukan bahwa Izin Lingkungan merupakan
objek pengawasan. Secara garis besar, izin memuat persyaratan, kewajiban, dan larangan
yang diemban oleh pemegang izin dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Sedangkan pengawasan dilakukan untuk memastikan pemegang izin dalam menjalankan
usaha dan/atau kegiatannya tetap menaati persyaratan dan kewajiban dan tidak
melakukan larangan yang tercantum dalam izin. Maka dari itu, penting bagi pejabat
pengawas untuk memperhatikan kewajiban-kewajiban, persyaratan-persyaratan, dan
larangan-larangan yang dimuat dalam izin yang terkait dengan pembuangan air limbah.

Bentuk upaya sederhana pertisipasi masyarakat dlm mengurangi


pencemaran air

1. Tidak membuang sampah ke sungai


2. Mengelola limbah rumah tangga terlebih dahulu
3. Membersihkan eceng gondok secara rutin
4. Membersihkan apa saja yang dapat menghambat aliran sungai

Anda mungkin juga menyukai