NIM: 2301959331
Kelas: LB53
1. Buat tabel aspek perpajakan (pendapatan dan biaya serta laba yang dikenakan pajak) untuk bank
umum (disertai peraturan perpajakan yang terkait )
Jawab:
Jawab:
Pendapatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Penghasilan yang diperoleh oleh bank sebagian
(Pasal 4A, PMK-255/PMK.03/2008, dan PP 131 besar dari selisih antara bunga yang dibayar
Tahun 2000) kepada deposan dan bunga yang diperoleh dari
kreditur dan atas jasa penyaluran kredit ini tidak
dikenakan PPN. penghitungan PPh pasal 25
(angsuran PPh) dihitung secara triwulan sesuai
dengan laporan triwulan bank bersangkutan,
sehingga dapat terjadi PPh pasal 25 yang nilainya
bervariasi dalam 1 tahun tersebut. selain itu
terdapat pula kewajiban untuk melakukan
pemotongan PPh pasal 4(2) terkait dengan
penghasilan bunga yg diperoleh oleh para
deposan.
Kewajiban Perpajakan Bank Perkreditan Rakyat Penghasilan yang diperoleh oleh bank Sebagian
(BPR) – PPh Pasal 25 besar dari selisih antara bunga yang dibayar
kepada deposan dan bunga yang diperoleh dari
kreditur dan atas jasa penyaluran kredit ini tidak
dikenakan PPN.
Jenis-jenis penghasilan
1. Bank Umum Devisa - Transaksi perdagangan ekspor, baik dari
hasil ekspor barang dan jasa
- Hasil dari penanaman modal di luar negeri
- Penghasilan dari tenaga kerja Indonesia
dari luar negeri
- Pariwisata
- Pinjaman luar negeri
2. Bank umum non devisa - Transfer uang keluar negeri
- Jual beli valuta asing
- Transaksi eksport import
3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) - Himpunan dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Penghasilan atas bagi hasil simpanan dan
deposito
- Tertumpu pada margin antara pendapat
bunga kredit yang diberikan
- Penempatan pada bank lain, termasuk
penempatan Bank Indonesia dalam
Bentuk Sertifikasi Bank Indonesia.
4. Buat tabel mengenai jenis2 penghasilan dari : a. Asuransi umum / kerugian, b. asuransi jiwa c.
asuransi dwiguna
Jawab:
Jenis-jenis penghasilan
1. Asuransi umum / kerugian - Pendapatan underwriting: komponen
perhitungannya terdiri dari premi bruto,
dikurangi premi asuransi,
dikurangi/ditambah kenaikan/penurunan
premi yang belum merupakan
pendapatan.
- Premi bruto yang diperoleh dari
tertanggung, agen broker, maupun dari
perusahaan asuransi lain dan perusahaan
reasuransi.
- Premi reasuransi bagian dari premi bruto
yang dikeluarkan atau merupakan
kewajiban kepada pihak resuradur
berdasarkan treaty maupun non treaty
- Pendapatan dan beban Non underwriting
2. Asuransi jiwa - laba underwiting yang berasal dari selisih
pricing dengan realisasi klaim
- hasil investasi di atas imbal hasil yang
diberikan kepada nasabah
- laba dari pengeluaran atau biaya, yakni
biaya actual dalam pricing lebih kecil dari
yang ada di dalam produknya
- laba reasuransi
- management fee yang banyak diperoleh
dari produk unit-linked
3. Asuransi dwiguna - Nasabah akan mendapatkan sejumlah
uang tertentu di periode-periode yang
telah disepakati dan uang pertanggungan
yang akan turun ke ahli waris jika nasabah
meninggal dunia
- Tertanggung mendapatkan uang tunai
premi dengan persentase yang lebih tinggi
(di atas 4% dari total premi yang telah
dibayarkan)
5. Aspek PPh dari sudut nasabah asuransi (premi yang dibayarkan kepada asuransi jiwa / kerugian /
dwiguna dan aspek perpajakan untuk penerimaan klaim dari penggantian asuransi kerugian, asuransi jiwa
dan asuransi dwiguna (disertai dengan perturan terkait)
Jawab:
Aspek PPh dari sudut nasabah asuransi: Pengenaan premi asuransi ini sendiri masuk ke dalam perhitungan
PPh 21, dengan tarif 5% sampai dengan 30%.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PPh No.36 tahun 2008 pasal 6 dan 9 disebutkan bahwa:
• Besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha antara: premi asuransi.
• Premi asuransi Kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
Beberapa premi asuransi yang masuk dalam perhitungan PPh 21 di antaranya premi asuransi atas Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Dan dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pajak badan bukan kepada wajib pajak orang pribadi.
Iuran JKK dibayar seluruhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran yang harus dibayar berdasarkan
pada kelompok jenis usaha dan risiko sebagai berikut:
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang
meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Pengusaha wajib menanggung iuran program Jaminan
Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.
c. Jaminan Kesehatan
Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan sebesar 5% dari gaji per bulan. Sebanyak 4%
dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.
Aspek perpajakan untuk penerimaan klaim dari penggantian asuransi merupakan penambah penghasilan
bagi badan/perusahaan dan diperhitungkan melalui pajak badan. Penggantian dari asuransi tidak
termasuk dalam yang dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (3) huruf e UU Nomor 36
Tahun 2008. Untuk barang yang tidak dapat dipakai lagi karena musibah seperti kebakaran, tidak
diterbitkan faktur pajak keluaran sepanjang barang tersebut tidak dilakukan penyerahan yang terutang
PPN, apabila dilakukan penyerahan yang terutang PPN maka harus menerbitkan faktur pajak keluaran
sesuai dengan ketentuan tentang penyerahan yang terutang PPN.
6. Buat paper singkat untuk asuransi dwi guna
Jawab:
BAB I: PENDAHULUAN
Perusahaan asuransi merupakan lembaga keuangan nonbank yang mempunyai peranan yang
tidak jauh berbeda dari bank pada umumnya, yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang diberikan
kepada masyarakat dalam mengatasi resiko yang akan terjadi di masa yang akan datang. Namun,
pemerintah mengatur pengenaan pajak penghasilan bagi klaim asuransi selain karena sakit, kecelakaan,
cacat, dan kematian. Sehingga, asuransi dwiguna berpotensi terkena PPh. Ketentuan ini tercantum dalam
omnibus law Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja. Beleid itu mengubah ketentuan UU
36/2008 tentang PPh, yakni di Pasal 4 ayat 93) poin e.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan paper singkat ini adalah untuk membahas lebih dalam mengenai asuransi
dwiguna dan pembahasan mengenai aspek perpajakan asuransi dwiguna.
Berdasarkan uraian dari lata belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam paper
singkat ini adalah:
Asuransi dwiguna adalah salah satu jenis arusansi jiwa yang memberikan jumlah uang
pertanggungan saat tertanggung meninggal dalam periode tertentu, sekaligus memberikan seluruh uang
pertanggungan jika ia masih hidup pada masa akhir pertanggungan jika ia masih hidup pada masa akhir
pertanggungan. Asuransi ini disebut sebagai asuransi dwiguna karena memberikan dua manfaat sekaligus.
Secara matematika, dwiguna ini merupakan jumlah antara asuransi berjangka dengan asuransi dwiguna
murni. Produk ini berguna bagi calon pemegang polis yang ingin tertanggung terlindung dari dampak
keuangan karena kematian dini.
2.2 Manfaat Asuransi Dwiguna
1) Nasabah memiliki hak untuk klaim sejumlah dana nilai tunai tanpa harus menunggu masa kontrak
berakhir. Namun pengambilan Uang Pertanggungan (UP) harus sesuai dengan perjanjian yang
dibuat di awal.
2) Klaim dapat diajukan tidak hanya atas dasar terjadinya risiko meninggal dunia. Anda juga dapat
mengambil nilai tunai yang ada untuk dana pendidikan anak, misalnya saat buah hati hendak
masuk kuliah, hingga dana pensiun.
3) Saat kontrak berakhir dan Tertanggung masih hidup, premi yang dibayarkan tidak akan gugur
atau hilang. Uang yang selama ini dibayarkan kepada perusahaan penyedia jaminan dalam bentuk
premi bisa diberikan kembali kepada pemilik polis dalam bentuk nilai tunai sesuai dengan
perjanjian yang disepakati di awal.
Klaim asuransi dwiguna (endowment) berpotensi dikenakan pajak penghasilan (PPh). Pada
peraturan terbaru, lini asuransi tersebut dikecualikan sebagai objek pajak pada aturan terbaru. Berlakunya
aturan tersebut dinilai dapat berpotensi dalam menurunkan minat masyarakat untuk berasuransi.
Pada Undang-undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja menjelaskan potensi mengenai
pengecualian objek pajak. Ketentuan tersebut mengubah sejumlah isi dari beleid sebelumnya yakni UU
36/2008 tentang Perubahan Keempat atas UU 1/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Sebelumnya,
pasal 4 ayat 3 huruf (e) menjabarkan objek pajak yang dikecualikan bagi pembayaran dari perusahaan
asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa.
Kemudian, ketentuan ini diubah dalam pasal 111 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Pasal 4 ayat
3(e) pada UU 36/2008 kini menjadi pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau
karena meninggalnya orang yang tertanggung dan pembayaran asuransi beasiswa. Dalam hal ini, asuransi
dwiguna merupakan objek pajak yang dikecualikan dihapus.
Direktur Eskekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togas Pasaribu menilai bahwa jika
mengacu kepada ketentuan omnibus law maka terdapat pemotongan PPh terhadap suatu polis, meskipun
besaran dan mekanisme perhitungannya masih belum jelas.
Penggunaan PPh pada asuransi dwiguna tersebut akan menggerus minat masyarakat untuk
berasuransi. Pemberlakuan pajak pada asuransi dwiguna akan berpotensi terjadinya pemberlakuan pajak
ganda/ pajak dua kali, yaitu oleh perusahaan asuransi pada saat menjual unit investasi dan oleh nasabah
dari hasil pengembangan dana yang selama ini dibayarkan secara rutin.
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan
Asuransi dwiguna memberikan kepastian nilai tunai yang nilainya sesuai dengan kesepakatan
awal, Pembayaran premi asuransi jumlahnya tetap, dan dibayarkan dalam periode yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Klaim asuransi dwiguna berpotensi dikenakan pajak penghasilan (PPh), lini asuransi tersebut
dikecualikan sebagai objek pajak pada aturan terbaru. Potensi mengenai pengecualian objek pajak
dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. Ketentuan tersebut mengubah
sejumlah ini dari sebelumnya yakni UU 36/2008 tentang Perubahan Keempat atas UU 7/1983 tentang
Pajak Penghasilan (PPh). Berlakunya aturan tersebut dinilai akan menurunkan minat masyarakat untuk
berasuransi.
Referensi:
https://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=14320
https://www.online-pajak.com/tips-pph21/pajak-atas-premi-asuransi
https://investor.id/finance/pajak-klaim-asuransi-dwiguna-akan-turunkan-minat-berasuransi