Anda di halaman 1dari 10

Nama: Selly Presillia

NIM: 2301959331

Kelas: LB53

Mata Kuliah: Taxation Management & Strategy

1. Buat tabel aspek perpajakan (pendapatan dan biaya serta laba yang dikenakan pajak) untuk bank
umum (disertai peraturan perpajakan yang terkait )

Jawab:

1. Pendapatan Bunga Bunga kredit diperoleh dari kegiatan penyaluran


(PSAK 21 poin 20) kredit yang merupakan bisnis utama bank umum.
Pendapatan bunga kredit diakui secara akrual,
kecuali untuk pendapatan bunga atas aktiva
produktif yang diklasifikasi sebagai non
performing (kurang lancar, diragukan, dan macet)
diakui secara tunai (cash basis)

Bunga yang diterima oleh bank umum selain


berasal dari kredit juga berasal dari bunga
penempatan dana kepada bank lain (Giro,
Deposito, Obligasi dan surat pengakuan utang
lainnya dan bunga dari investasi surat berharga,
misalnya obligasi atau SBI.
2. Pendapatan berupa fee based income Pendapatan dan beban yang berkaitan dengan
(PSAK 31 poin 27) jangka waktu diakui selama jangka waktu
tersebut. Pendapatan dan beban yang tidak
berkaitan dengan jangka waktu diakui pada saat
terjadinya transaksi dalam periode yang
bersangkutan.
3. Jenis Biaya Bank Umum (UU Perbankan
Nomor 10 tahun 1998)
a. Biaya Utama berupa biaya bunga dan Biaya bunga timbul pada bank umum karena
provisi komisi beberapa sebab, yaitu :
- Dana pihak ketiga yang ditempatkan di
bank tersebut
- Pinjaman bank kepada pihak ketiga
- Surat berharga yang diterbitkan oleh
bank dan dijual kepada pihak ketiga

b. Biaya Operasional lainnya Biaya operasional lainnya adalah biaya yang


dikeluarkan untuk menjalankan operasi
perusahaan tetapi bukan merupakan biaya utama
berupa biaya bunga. Berdasarkan struktur laba
rugi bank-bank BUMN tahun 2006, dibandingkan
dengan total biaya perusahaan, maka porsi biaya
operasional lainnya rata-rata 32%, sedangkan
biaya bunga sebagai biaya utama rata-rata 58%.
Biaya operasional lainnya biasanya terdiri dari:
a. Beban Personalia
terdiri dari:
- Gaji dan upah yang dibayarkan kepada
pegawai
- Tunjangan
- Pendidikan dan pelatihan pegawai
Termasuk dalam gaji dan upah adalah gaji dan
kompensasi lainnya yang dibayarkan
kepada direksi dan dewan komisaris.
b. Beban administrasi dan umum
- Penyusutan aktiva tetap
- Biaya sewa mesin, peralatan,
kendaraan, ruang/gedung
- Teknologi informasi adalah
sehubungan
dengan software komputer,
termasukperawatan, pemeliharaan,
dan perbaikan.
- Perbaikan dan pemeliharaan mesin,
peralatan, kendaraan, bangunan
- Komunikasi
- Listrik dan air
- Transportasi
- Jasa profesional
- Penelitian dan pengembangan
c. Beban Promosi
Beban promosi ini antara lain biaya
pemasangan iklan di media massa dan
biaya pemasaran. Beban promosi akan
dibahas lebih lanjut dalam
kegiatan marketing.
d. Kerugian penurunan nilai surat berharga
e. Kerugian transaksi mata uang asing

c. Biaya Non Operasional Biaya non operasional merupakan offset dari


penghasilan non operasional yang diperoleh bank
umum karena kegiatan usaha lain diluar koridor
UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998. Biaya non
opersional lain timbul sehubungan dengan
perolehan pendapatan non opersional sebagai
akibat keberadaan aset atau transaksi yang sangat
jarang dilakukan oleh bank umum. Misalnya,
karena bank mempunyai asset gedung yang
menganggur, maka gedung dapat sewakan
kepada pihak lain, atau karena bank umum
mempunyai aktiva yang kurang produktif /
menganggur, maka asset tersebut dijual kepada
pihak lain.
4. Kegiatan usaha Bank Umum yang merupakan a. Memindahkan uang untuk kepentingan
penyerahan jasa yang terutang PPN bukan nasabah
(Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009) b. Melakukan penempatan dana dari
nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat
di bursa efek
c. Menerima pembayaran dari tagihan atas
surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak
ketiga
d. Menyediakan tempat untuk menyimpan
barang dan surat berharga
e. Melakukan kegiatan penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak
f. Membeli dan menjual untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya
g. Melakukan kegiatan lain yang lazim
dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan UU Perbankan dan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Peraturan Bank Umum yang terkait 1. Undang - Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
2. Undang - Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan atas Undang Undang -
Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-121/PJ/2010 Tentang
Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan
Nilai Atas Kegiatan Usaha Perbankan
2. Buat tabel aspek perpajakan (pendapatan dan biaya serta laba yang dikenakan pajak) untuk bank
perkreditan rakyat / BPR (disertai peraturan perpajakan yang terkait )

Jawab:

Pendapatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Penghasilan yang diperoleh oleh bank sebagian
(Pasal 4A, PMK-255/PMK.03/2008, dan PP 131 besar dari selisih antara bunga yang dibayar
Tahun 2000) kepada deposan dan bunga yang diperoleh dari
kreditur dan atas jasa penyaluran kredit ini tidak
dikenakan PPN. penghitungan PPh pasal 25
(angsuran PPh) dihitung secara triwulan sesuai
dengan laporan triwulan bank bersangkutan,
sehingga dapat terjadi PPh pasal 25 yang nilainya
bervariasi dalam 1 tahun tersebut. selain itu
terdapat pula kewajiban untuk melakukan
pemotongan PPh pasal 4(2) terkait dengan
penghasilan bunga yg diperoleh oleh para
deposan.
Kewajiban Perpajakan Bank Perkreditan Rakyat Penghasilan yang diperoleh oleh bank Sebagian
(BPR) – PPh Pasal 25 besar dari selisih antara bunga yang dibayar
kepada deposan dan bunga yang diperoleh dari
kreditur dan atas jasa penyaluran kredit ini tidak
dikenakan PPN.

Perhitungan PPh Pasal 25 dihitung secara triwulan


sesuai dengan laporan triwulan bank yang
bersangkutan, sehingga dapat terjadi PPh pasal 25
yang nilainya bervariasi dalam 1 tahun tersebut.
Selain itu terdapat juga kewajiban untuk
melakukan pemotongan PPh pasal 23 terkait
dengan penghasilan bunhga yang diperoleh oleh
para deposan.

Laporan keuangan pajak penghasilan wajib


dilakukan oleh setiap lembaga termasuk bank
perkreditan rakyat seperti yang telah disebutkan
dalam pengertian bank perkreditan rakyat di atas.
Pembayaran PPh diperiksa langsung oleh OJK dan
diawasi Direktotar Jenderal Pajak.
Biaya Bank Perkreditan Rakyat 1. Pajak Penghasilan berupa PPh 21: gaji,
upah, honorarium, insentif & imbalan
lainnya; PPh 22; PPh Pasal 2: penghasilan
bunga yang diperoleh deposan; PPh 25
dan PPh Final
2. Biaya Operasional Lainnya yaitu yang
dikeluarkan untuk menjalankan operasi
perusahaan tetapi bukan merupakan
biaya utama berupa biaya bunga.
Laba Bank Perkreditan Rakyat 1. Spread Effect
2. Pendapatan bunga
Peraturan Bank Perkreditan Rakyat yang terkait 1) Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-
121/PJ./2010 disebutkan bahwa
perlakuan pajak atas kegiatan usahan
bank BPR sama dengan bank umum
2) PMK Nomor 86/PMK.05/2007
3) Undang – Undang Republik Indonesia No
10 Tahun 1998
3. Buat tabel mengenai jenis2 penghasilan dari : a. Bank umum Devisa b. bank umum non devisi c. Bak
Perkreditan Rakyat (BPR)
Jawab:

Jenis-jenis penghasilan
1. Bank Umum Devisa - Transaksi perdagangan ekspor, baik dari
hasil ekspor barang dan jasa
- Hasil dari penanaman modal di luar negeri
- Penghasilan dari tenaga kerja Indonesia
dari luar negeri
- Pariwisata
- Pinjaman luar negeri
2. Bank umum non devisa - Transfer uang keluar negeri
- Jual beli valuta asing
- Transaksi eksport import
3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) - Himpunan dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Penghasilan atas bagi hasil simpanan dan
deposito
- Tertumpu pada margin antara pendapat
bunga kredit yang diberikan
- Penempatan pada bank lain, termasuk
penempatan Bank Indonesia dalam
Bentuk Sertifikasi Bank Indonesia.

4. Buat tabel mengenai jenis2 penghasilan dari : a. Asuransi umum / kerugian, b. asuransi jiwa c.
asuransi dwiguna

Jawab:

Jenis-jenis penghasilan
1. Asuransi umum / kerugian - Pendapatan underwriting: komponen
perhitungannya terdiri dari premi bruto,
dikurangi premi asuransi,
dikurangi/ditambah kenaikan/penurunan
premi yang belum merupakan
pendapatan.
- Premi bruto yang diperoleh dari
tertanggung, agen broker, maupun dari
perusahaan asuransi lain dan perusahaan
reasuransi.
- Premi reasuransi bagian dari premi bruto
yang dikeluarkan atau merupakan
kewajiban kepada pihak resuradur
berdasarkan treaty maupun non treaty
- Pendapatan dan beban Non underwriting
2. Asuransi jiwa - laba underwiting yang berasal dari selisih
pricing dengan realisasi klaim
- hasil investasi di atas imbal hasil yang
diberikan kepada nasabah
- laba dari pengeluaran atau biaya, yakni
biaya actual dalam pricing lebih kecil dari
yang ada di dalam produknya
- laba reasuransi
- management fee yang banyak diperoleh
dari produk unit-linked
3. Asuransi dwiguna - Nasabah akan mendapatkan sejumlah
uang tertentu di periode-periode yang
telah disepakati dan uang pertanggungan
yang akan turun ke ahli waris jika nasabah
meninggal dunia
- Tertanggung mendapatkan uang tunai
premi dengan persentase yang lebih tinggi
(di atas 4% dari total premi yang telah
dibayarkan)

5. Aspek PPh dari sudut nasabah asuransi (premi yang dibayarkan kepada asuransi jiwa / kerugian /
dwiguna dan aspek perpajakan untuk penerimaan klaim dari penggantian asuransi kerugian, asuransi jiwa
dan asuransi dwiguna (disertai dengan perturan terkait)

Jawab:

Aspek PPh dari sudut nasabah asuransi: Pengenaan premi asuransi ini sendiri masuk ke dalam perhitungan
PPh 21, dengan tarif 5% sampai dengan 30%.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU PPh No.36 tahun 2008 pasal 6 dan 9 disebutkan bahwa:

• Besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha antara: premi asuransi.
• Premi asuransi Kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai
penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.

Beberapa premi asuransi yang masuk dalam perhitungan PPh 21 di antaranya premi asuransi atas Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kesehatan, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Dan dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pajak badan bukan kepada wajib pajak orang pribadi.

Rincian tarif PPh 21 untuk premi asuransi:

a. Jaminan Kecelakaan kerja

Iuran JKK dibayar seluruhnya oleh perusahaan. Besarnya iuran yang harus dibayar berdasarkan
pada kelompok jenis usaha dan risiko sebagai berikut:

• Kelompok I: premi sebesar 0,24% x upah kerja sebulan.


• Kelompok II: premi sebesar 0,54% x upah kerja sebulan.
• Kelompok III: premi sebesar 0,89% x upah kerja sebulan.
• Kelompok IV: premi sebesar 1,27% x upah kerja sebulan.
• Kelompok V: premi sebesar 1,74% x upah kerja sebulan.
b. Jaminan Kematian

Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris peserta program BPJS Ketenagakerjaan yang
meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Pengusaha wajib menanggung iuran program Jaminan
Kematian sebesar 0,3% dari gaji atau upah.

c. Jaminan Kesehatan

Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan sebesar 5% dari gaji per bulan. Sebanyak 4%
dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pegawai.

Aspek perpajakan untuk penerimaan klaim dari penggantian asuransi merupakan penambah penghasilan
bagi badan/perusahaan dan diperhitungkan melalui pajak badan. Penggantian dari asuransi tidak
termasuk dalam yang dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (3) huruf e UU Nomor 36
Tahun 2008. Untuk barang yang tidak dapat dipakai lagi karena musibah seperti kebakaran, tidak
diterbitkan faktur pajak keluaran sepanjang barang tersebut tidak dilakukan penyerahan yang terutang
PPN, apabila dilakukan penyerahan yang terutang PPN maka harus menerbitkan faktur pajak keluaran
sesuai dengan ketentuan tentang penyerahan yang terutang PPN.
6. Buat paper singkat untuk asuransi dwi guna

Jawab:

Aspek Perpajakan Asuransi Dwiguna

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perusahaan asuransi merupakan lembaga keuangan nonbank yang mempunyai peranan yang
tidak jauh berbeda dari bank pada umumnya, yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang diberikan
kepada masyarakat dalam mengatasi resiko yang akan terjadi di masa yang akan datang. Namun,
pemerintah mengatur pengenaan pajak penghasilan bagi klaim asuransi selain karena sakit, kecelakaan,
cacat, dan kematian. Sehingga, asuransi dwiguna berpotensi terkena PPh. Ketentuan ini tercantum dalam
omnibus law Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja. Beleid itu mengubah ketentuan UU
36/2008 tentang PPh, yakni di Pasal 4 ayat 93) poin e.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan paper singkat ini adalah untuk membahas lebih dalam mengenai asuransi
dwiguna dan pembahasan mengenai aspek perpajakan asuransi dwiguna.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari lata belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam paper
singkat ini adalah:

1) Apa yang dimaksud asuransi dwiguna?


2) Apa saja manfaat asuransi dwiguna?
3) Mengapa asuransi dwiguna berpotensi terkena pajak?
4) Apa dampak yang ditimbulkan bila asuransi dwiguna kena pajak?

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuransi Dwiguna

Asuransi dwiguna adalah salah satu jenis arusansi jiwa yang memberikan jumlah uang
pertanggungan saat tertanggung meninggal dalam periode tertentu, sekaligus memberikan seluruh uang
pertanggungan jika ia masih hidup pada masa akhir pertanggungan jika ia masih hidup pada masa akhir
pertanggungan. Asuransi ini disebut sebagai asuransi dwiguna karena memberikan dua manfaat sekaligus.
Secara matematika, dwiguna ini merupakan jumlah antara asuransi berjangka dengan asuransi dwiguna
murni. Produk ini berguna bagi calon pemegang polis yang ingin tertanggung terlindung dari dampak
keuangan karena kematian dini.
2.2 Manfaat Asuransi Dwiguna

1) Nasabah memiliki hak untuk klaim sejumlah dana nilai tunai tanpa harus menunggu masa kontrak
berakhir. Namun pengambilan Uang Pertanggungan (UP) harus sesuai dengan perjanjian yang
dibuat di awal.
2) Klaim dapat diajukan tidak hanya atas dasar terjadinya risiko meninggal dunia. Anda juga dapat
mengambil nilai tunai yang ada untuk dana pendidikan anak, misalnya saat buah hati hendak
masuk kuliah, hingga dana pensiun.
3) Saat kontrak berakhir dan Tertanggung masih hidup, premi yang dibayarkan tidak akan gugur
atau hilang. Uang yang selama ini dibayarkan kepada perusahaan penyedia jaminan dalam bentuk
premi bisa diberikan kembali kepada pemilik polis dalam bentuk nilai tunai sesuai dengan
perjanjian yang disepakati di awal.

2.3 Asuransi Dwiguna Berpotensi Kena Pajak

Klaim asuransi dwiguna (endowment) berpotensi dikenakan pajak penghasilan (PPh). Pada
peraturan terbaru, lini asuransi tersebut dikecualikan sebagai objek pajak pada aturan terbaru. Berlakunya
aturan tersebut dinilai dapat berpotensi dalam menurunkan minat masyarakat untuk berasuransi.

Pada Undang-undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja menjelaskan potensi mengenai
pengecualian objek pajak. Ketentuan tersebut mengubah sejumlah isi dari beleid sebelumnya yakni UU
36/2008 tentang Perubahan Keempat atas UU 1/1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Sebelumnya,
pasal 4 ayat 3 huruf (e) menjabarkan objek pajak yang dikecualikan bagi pembayaran dari perusahaan
asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa.

Kemudian, ketentuan ini diubah dalam pasal 111 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Pasal 4 ayat
3(e) pada UU 36/2008 kini menjadi pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau
karena meninggalnya orang yang tertanggung dan pembayaran asuransi beasiswa. Dalam hal ini, asuransi
dwiguna merupakan objek pajak yang dikecualikan dihapus.

Direktur Eskekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togas Pasaribu menilai bahwa jika
mengacu kepada ketentuan omnibus law maka terdapat pemotongan PPh terhadap suatu polis, meskipun
besaran dan mekanisme perhitungannya masih belum jelas.

2.4 Dampak yang Ditimbulkan Bila Asuransi Dwiguna Kena Pajak

Penggunaan PPh pada asuransi dwiguna tersebut akan menggerus minat masyarakat untuk
berasuransi. Pemberlakuan pajak pada asuransi dwiguna akan berpotensi terjadinya pemberlakuan pajak
ganda/ pajak dua kali, yaitu oleh perusahaan asuransi pada saat menjual unit investasi dan oleh nasabah
dari hasil pengembangan dana yang selama ini dibayarkan secara rutin.
BAB III: PENUTUP

Kesimpulan

Asuransi dwiguna memberikan kepastian nilai tunai yang nilainya sesuai dengan kesepakatan
awal, Pembayaran premi asuransi jumlahnya tetap, dan dibayarkan dalam periode yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Klaim asuransi dwiguna berpotensi dikenakan pajak penghasilan (PPh), lini asuransi tersebut
dikecualikan sebagai objek pajak pada aturan terbaru. Potensi mengenai pengecualian objek pajak
dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja. Ketentuan tersebut mengubah
sejumlah ini dari sebelumnya yakni UU 36/2008 tentang Perubahan Keempat atas UU 7/1983 tentang
Pajak Penghasilan (PPh). Berlakunya aturan tersebut dinilai akan menurunkan minat masyarakat untuk
berasuransi.

Referensi:

https://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=14320

https://www.online-pajak.com/tips-pph21/pajak-atas-premi-asuransi

https://investor.id/finance/pajak-klaim-asuransi-dwiguna-akan-turunkan-minat-berasuransi

Anda mungkin juga menyukai