Anda di halaman 1dari 38

GAMBARAN SKRINING IBU HAMIL BERISIKO PREEKLAMPSIA DI PUSKESMAS

GARUDA TAHUN 2021

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan

SRI NOVIA LESTARI


2118088

FAKULTAS KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan di definisikan


sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dilanjutkan dengan nidasi
atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal
akan berlangsung selama 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender
internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung
dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester
ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawiroharjo, 2014)

Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat.


Sekarang ini secara umum sudah diterima bahwa setiap kehamilan membawa resiko bagi
ibu. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan
berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya, serta dapat
mengancam jiwanya. Dari wanita hamil di Indonesia, sebagian besar akan mengalami
komplikasi atau masalah yang bisa menjadi fatal. (Hernawati dkk, 2017)
Pemeriksaan dan pengawasan terhadap ibu hamil sangat perlu dilakukan secara
teratur. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan se optimal mungkin fisik dan mental ibu dan
anak selama dalam kehamilan. Selain itu juga untuk mendeteksi dini adanya komplikasi
dan penyakit yang biasanya dialami oleh ibu hamil sehingga hal tersebut dapat dicegah
atau diobati sehingga angka morbidita dan mortalitas ibu dan bayi dapat berkurang.
(Hernawati dkk, 2017)
Kasus kegawatdarutan Obstetri ialah kasus yang apabila tidak segera ditangani
akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya. Kasus ini
menjadi penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi baru lahir. Dari sisi obstetric empat
penyebab kematian ibu, janin dan bayi baru lahir ialah Perdarahan, infeksi, hipertensi dan
preeclampsia/eklampsia, serta persalianan macet (distosia) (Prawirohardjo, 2014)
Pre-eklamsia dan eklamsia merupakan masalah kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus karena preeklamsi merupakan penyebab kematian ibu hamil dan
perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang. Sampai saat ini preeklamsia dan
eklamsia masih merupakan “the disease of theories” karena angka kejadian preeklamsia-
eklamsia tetap tinggi dan mengakibatkan morbiditas dan mortalitas maternal yang tinggi
(Manuaba, 2010).
Pre eklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeclampsia dapat dibagi menjadi
preeclampsia ringan dan preeclampsia berat. Pembagian preeklampsi menjadi berat dan
ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali
ditemukan penderita dengan preeclampsia ringat dapat mendadak mengalami kejang dan
jatuh dalam koma (Prawirohardjo, 2014)
Gambaran klinik preeclampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-
kadang sukar untuk menemukan gejala preeclampsia mana yang timbul lebih dahulu.
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeclampsia ialaah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam
urutan diatas dapat dianggap bukan preeclampsia. (Prawirohardjo, 2014)
Faktor resiko preeklampsia meliputi usia, nulipara, lingkungan, kondisi sosial
ekonomi, seasonal influences, obesitas, kehamilan ganda, usia ibu,
hiperhomocysteinemia, gangguan metabolis dan preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya (Cunningham, 2014)
Pre eklampsia – eklampsia merupakan penyumbang angka kematian ibu dan janin
ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Di Indonesia masalah hipertensi dalam kehamilan
masih menjadi salah satu penyebab kematian maternal. Berdasarkan kematian maternal 5
region (Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Indonesia bagian Timur) yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Indonesia
menunjukkan bahwa eklamsia merupakan penyebab tertinggi kematian maternal dalam
kelompok hipertensi dalam kehamilan. (Irianti.et.al, 2015)
Preeklampsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2014). Preeklampsia dikelompokkan menjadi
preeklampsia tanpa gejala berat dan preeklampsia berat, dimana preeklampsia tanpa
gejala berat ditandai dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan proteinuria ≥300 mg/24
jam. Sementara preeklampsia berat ditandai dengan tekanan darah ≥160/110 mmHg
disertai proteinuria >5g/24 jam (POGI, 2016)
Terdapat beberapa karakteristik ibu hamil yang dapat dijadikan skrining
preeclampsia kehamilan dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), karakteristik
tersebut dibagi menjadi 2 diantaranya adalah Risiko sedang dan Risiko tinggi. Risiko
sedang diantaranya adalah multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru, kehamilan
dengan teknologi reproduksi berbantu (bayi tabung, obat induksi ovulasi), umur ibu
diatas 35 tahun, Nulipara, multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya lebih dari 10
tahun, riwayat preeclampsia pada ibu atau saudara perempuan, obesitas sebelum hamil,
Mean Arterial Pressure >90 mmHg, Proteinuria (urin celup > +1 pada 2 kali pemeriksaan
berjarak 6 jam atau segera kuantitatif 300mg/24 jam). Sedangkan karakteristik ibu hamil
dengan risiko tinggi diantaranya adalah multipara dengan riwayat preeklampsi
sebelumnya, kehamilan multiple atau gemeli, diabetes dalam kehamilan, hipertensi
kronik, penyakit ginjal, penyakit auto imun, anti phospholipid syndrome. (Kemenkes RI,
2020)
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan upaya kesehatan ibu. aki adalah rasio kematian ibu selama masa kehamilan,
persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau
pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di
setiap 100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes RI, 2019)
Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai
derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Secara umum terjadi penurunan
kematian ibu selama periode 1991-2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran
hidup. walaupun terjadi kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun tidak
berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil supas tahun 2015 memperlihatkan angka
kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs. Gambaran AKI di Indonesia dari
tahun 1991 hingga tahun 2015. (Kemenkes RI, 2019)
Target penurunan AKI ditentukan melalui tiga model Average Reduction Rate
(ARR) atau angka penurunan rata-rata kematian ibu seperti Gambar 5.2 berikut ini. Dari
ketiga model tersebut, Kementerian Kesehatan menggunakan model kedua dengan rata-
rata penurunan 5,5% pertahun sebagai target kinerja. Berdasarkan model tersebut
diperkirakan pada tahun 2030 AKI di Indonesia turun menjadi 131 per 100.000 kelahiran
hidup. (Kemenkes RI, 2019)
Angka kematian ibu (AKI) adalah salah satu indikator yang dapat
menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Menurut data World Health
Organization (WHO), angka kematian ibu di dunia pada tahun 2015 adalah 216 per
100.000 kelahiran hidup atau diperkirakan jumlah kematian ibu adalah 303.000 kematian
dengan jumlah tertinggi berada di negara berkembang yaitu sebesar 302.000 kematian.
Angka kematian ibu di negara berkembang 20 kali lebih tinggi dibandingkan angka
kematian ibu di negara maju yaitu 239 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan di negara
maju hanya 12 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (WHO, 2015).
Menurut Ertiana.et,al (2019) Preeklampsia merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal. Prevalensi kejadian preeklampsia sekitar 5%- 15%
dari keseluruhan kehamilan di dunia. Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi
preeklamsia adalah usia berisiko. Pada usia berisiko lebih rentan mengalami berbagai
penyakit, salah satunya preeklamsia
Jumlah kematian ibu tahun 2019 berdasarkan data dan informasi profil kesehatan
Indonesia sebanyak 4.221 kasus kematian ibu. Menurun 5 kasus dibandung tahun 2018
yaitu sebanyak 4.221 kasus. Penyebab kematian ibu di Indonesia masih di dominasi oleh
perdarahan 1.280 kasus (30,3%), Hipertensi dalam kehamilan 1.006 kasus (23,8%) ,
infeksi 207 kasus (4,9%) gangguan sistem peredaran darah 200 kasus (4,7%), gangguan
metabolic 157 kasus (3,7%) dan lain-lain 1.311 kasus (31,6%). (Profil Kesehatan
Indonesia,2019)
Jumlah kematian ibu tahun 2019 berdasarkan pelaporan profil kesehatan
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sebanyak 684 kasus atau 74,19 per 100.000 KH,
menurun 16 kasus dibandingkan tahun 2018 yaitu 700 kasus. Penyebab kematian ibu di
Jawa Barat masih di dominasi oleh 33,19% perdarahan, 32,16% hipertensi dalam
kehamilan 3,36% infeksi 9,80% gangguan sistem peredaran darah (jantung), 1,75%
gangguan metabolic dan 19,74% penyebab lainnya. (Profil Dinkes Jawa Barat, 2018)
Di Provinsi Jawa Barat kematian ibu yang disebabkan oleh hipertensi dalam
kehamilan terjadi sebanyak 220 kasus dan kasus hipertensi kehamilan terbanyak berada
di kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bogor yaitu sebanyak 26 kasus. (Dinkes Jawa
Barat, 2019)
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 10 Kabupaten/Kota dengan
kematian ibu tertinggi, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Kabupaten Garut,
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Bandung, Kota Depok, Kabupaten Cirebon dan Kota Bandung. (Profil Dinkes, 2018)
Terjadi 29 kasus kematian ibu sepanjang tahun 2019 di Kota Bandung. Jumlah
kematian ibu di tahun 2019 tidak berbeda dengan jumlah kematian ibu di tahun
sebelumnya. Bila diamati perbandingan jumlah kematian ibu di Kota Bandung sejak
tahun 2014, tidak banyak mengalami perubahan. (Profil Dinkes Kota Bandung, 2019)
Terdapat beragam penyebab kematian ibu di Kota Bandung tahun 2019. Penyebab
kematian ibu tersebut antara lain perdarahan (11 kasus), hipertensi pada kehamilan (6
kasus), gangguan system peredaran darah (3 kasus), ganguan metabolik (1 kasus), serta
terdapat 8 kasus dengan penyebab lain-lain. Kecamatan dengan jumlah kematian ibu
terbanyak berturut-turut ada di Kecamatan Regol (6 kasus), Cidadap (5 kasus), Coblong
(4 kasus). Sebanyak lima belas kecamatan tidak terjadi kasus kematian ibu selama tahun
2019. (Profil Dinkes Kota Bandung, 2019)
Jumlah ibu hamil yang memeriksakan kandungan/ Antenatal Care di wilayah
kerja puskesmas Garuda per Juni-Desember 2020 terdapat 804 ibu hamil, diantaranya ada
(14,67%) 118 ibu hamil yang mengalami preeclampsia.
1.2 Identifikasi Masalah
Menurut penelitian Idaman. M.et.al (2019:210) di Indonesia, angka kejadian
preeklampsia/ eklampsia berkisar antara 6%-8% pada seluruh wanita hamil. Preeklampsia
sering mempengaruhi wanita hamil dengan usia muda/nulipara dan wanita hamil dengan
usia yang lebih tua memiliki risiko lebih besar untuk mengalami preeklampsia.
Jumlah ibu hamil yang memeriksakan kandungan/ Antenatal Care di wilayah
kerja puskesmas Garuda per Juni-Desember 2020 terdapat 804 ibu hamil, diantaranya ada
(14,67%) 118 ibu hamil yang mengalami preeclampsia.
Terjadi 29 kasus kematian ibu sepanjang tahun 2019 di Kota Bandung. Jumlah
kematian ibu di tahun 2019 tidak berbeda dengan jumlah kematian ibu di tahun
sebelumnya. Bila diamati perbandingan jumlah kematian ibu di Kota Bandung sejak
tahun 2014, tidak banyak mengalami perubahan. (Profil Dinkes Kota Bandung, 2019)
Terdapat beragam penyebab kematian ibu di Kota Bandung tahun 2019. Penyebab
kematian ibu tersebut antara lain perdarahan (11 kasus), hipertensi pada kehamilan (6
kasus), gangguan system peredaran darah (3 kasus), ganguan metabolik (1 kasus), serta
terdapat 8 kasus dengan penyebab lain-lain. . (Profil Dinkes Kota Bandung, 2019)
Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat di identifikasi masalah yang ada, yaitu
masih adanya kematian ibu yang disebabkan oleh Hipertensi dalam kehamilan
(Preeklampsi) terutama di Provinsi Jawa Barat khusunya di Kota Bandung yaitu kematian
yang disebabkan oleh preeclampsia berjumlah 6 kasus.
Preeklamsi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan menjadi sasaran
pertama untuk menurunkan angka kematian ibu karena dapat dilakukan deteksi dini dan
pencegahan. Deteksi dini dapat dilakukan dengan melakukan skrining/ penapisan awal
preeclampsia pada ibu hamil .
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Skrining Ibu Hamil Berisiko
Preeklampsia di Puskesmas Garuda Tahun 2021?”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran Karakteristik Ibu
Hamil berisiko Pre Eklampsia berdasarkan skrining Preeklampsia pada buku KIA
Puskesmas Garuda.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian diatas :
a. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil berisiko preeclampsia
berdasarkan paritas.
b. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil berisiko preeclampsia
berdasarkan Umur ibu hamil.
c. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil berisiko preeclampsia
berdasarkan Jarak dengan kehamilan sebelumnya.
d. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil berisiko preeclampsia
berdasarkan IMT sebelum hamil.
e. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil berisiko preeclampsia
berdasarkan Riwayat Preeklampsia.
f. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil berisiko preeclampsia
berdasarkan Jumlah Janin dalam Kehamilan (Gemeli).
g. Mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil berisiko preeclampsia
berdasarkan Penyakit penyerta ibu hamil.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuktikan teori tentang skrining
ibu hamil yang berisiko preeclampsia yang di antaranya adalah multipara dengan
kehamilan oleh pasangan baru,umur ibu diatas 35 tahun, nulipara, multipara
dengan jarak kehamilan sebelumnya lebih dari 10 tahun, riwayat preeclampsia
pada ibu atau saudara perempuan, obesitas sebelum hamil, riwayat preeklampsi
sebelumnya, kehamilan multiple atau gemeli, diabetes dalam kehamilan,
hipertensi kronik enyakit ginjal
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Institusi Pelayanan Kesehatan (Puskesmas Garuda)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi faktor resiko
terjadinya Preeklampsia pada ibu hamil.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi,
perbandingan, serta referensi bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Institusi Institut Kesehatan Rajawali
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas
wawasan mahasiswa jurusan kebidanan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah kelainan multi sistemik yang terjadi pada kehamilan
yang ditandai dengan adanya hipertensi dan edema, serta dapat disertia
proteinuria, biasanya terjadi pada usia kehamilan 20 minggu ke atas atau dalam
triwulan ketiga kehamilan, tersering pada kehamilan 37 minggu, ataupun dapat
terjadi segera sesudah persalinan. Preeclampsia merupakan sindroma spesifik
kehamilan yang terutama berkaitan dengan berkurangnya perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel, yang bermanifestasi dengan adanya peningkatan
tekanan darah dan proteinuria. Preeclampsia dapat berkembang dari ringan,
sedang, sampai dengan berat, yang dapat berlanjut menjadi eklampsia. [ CITATION
Dia18 \l 14345 ]
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai
dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi
sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi dan proteinuria pada usia kehamilan
diatas 20 minggu. Edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal. (POGI, 2014).
Sedangkan Cunningham et al., (2005) mendefinisikan preeklampsia adalah
sindrom kehamilan spesifik yang ditandai dengan penurunan perfusi organ secara
sekunder hingga terjadinya aktivasi vasospasme dan endotel.
Preeklampsia mempunyai gambaran klinik bervariasi dan komplikasinya
sangat berbahaya pada saat kehamilan, persalinan dan masa nifas. Gambaran
klinis yang utama dan harus terpenuhi adalah terdapatnya hipertensi dan
proteinuria, karena organ target yang utama terpengaruhi adalah ginjal
(glomerular endoteliosis). Patogenesisnya sangat kompleks, dipengaruhi oleh
genetik, imunologi, dan interaksi faktor lingkungan (Pribadi, A., et al, 2015)
Superimposed preeclampsia adalah kondisi dimana ditemui gejala dan
tanda hipertensi yang disertai dengan munculnya proteinuria setelah kehamilan 20
minggu ke atas, pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi kronis.
Penderita Pre Eklampsi Berat (PEB) yang menunjukkan gejala maupun tanda kea
rah kejang (tanda prodromal akan terjadinya kejang) disebut imoending eklampsia
atau imminent eklampsia atau PEB dengan ancaman eklampsia. Tanda-tanda
ancaman eklampsia dapat berupa nyeri kepala hebat, gangguan virus, muntah,
nyeri epigastrium, serta kenaikan tekananan darah yang progresif. [ CITATION
Dia18 \l 14345 ]
Eklampsia adalah kondisi dimana pasien memenuhi kriteria preeclampsia,
dengan disertai kejang atau kejang yang tidak diketahui penyebabnya, yang bukan
merupakan kelainan neurologis misalnya epilepsy, yang bisa disertai penurunan
kesadaran, pada wanita dengan preeclampsia. [ CITATION Dia18 \l 14345 ]
Eklampsia di definisikan sebagai kondisi kejang yang berhubungan
dengan preeclampsia. Preeklampsia berat didsefinsikan sebagai preeclampsia
dengan hipertensi berat dengan tekanan darah diastolic ≥110 mmHg, tekanan
darah sistolik ≥160 mmHg dan atau dengan gejala, dan atau kerusakan biokimia
dan atau hematologis. [ CITATION Dia18 \l 14345 ]
Eklampsia merupakan satu atau lebih bangkitan kejang yang berhubungan
dengan preeclampsia. Hal ini dapat terjadi sekalipun tekana darah masih dalam
batas normal.[ CITATION Dia18 \l 14345 ]
The American College of Obstetrician and Gynecologists
mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan atas empat kategori sebagai
berikut : (1) preeclampsia atau kehamilan mengindiksi preeclampsia/ pregnancy
induced eclampsia (PIE) didefinisikan sebagai triad hipertensi, proteinuria dan
edema umum, yang berkembang setelah minggu ke 20 kehamilan; (2) Hipertensi
kronis adalah adanya hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan dan berlanjut
sampai pasien dalam keadaan amil; (3) Superimposed eclampsia, yang merupakan
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah selama kehamilan, yang
disertai oroteinuria dan atau edema, pada gravida yang sebelumnya sudah
menderita hipertensi; (4) Hipertensi gestasional transient, atau edema pada
gravida yang sebelumnya normotensive, dimana sampai dengan 10 hari pasca
persalinan, tekanan darah akan kembali normal seperti sedia kala. [ CITATION
Dia18 \l 14345 ]
2.1.2 Etiologi Preeklampsia
Penyebab pasti etiologic dan predisposisi hingga saat ini belum diketahui
secara pasti, namun beberapa studi menyimpulkan bahwa penyebab tercetusnya
preeclampsia adalah factor keabnormalan invasi troplobas pada uterus,
ketidaksesuaian imunologi antara ibu dan janin, kegagalan beradaptasi sistem
kardiovaskuler, factor infeksi pada kehamilan serta genetic (Irianti.et.al, 2015)
Ketidaknormalan invasi tropoblas (placenta) menjadi salah satu factor
pencetus trekuat, dimana infasi dari sel-sel desidua oleh sinsitiotroplobas pada
bagian arteri spiralis myometrium, menyebabkan hilangnya jaringan
muskuloelastis yang akan menyebabkan pembuluh darah berdilatasi dan
mengurangi kemampuan kontraksi. Tekanan pada sistem alirah darah
myometrium menjadi rendah. Di lain sisi suplai darah dari plasenta menuju janin
haruslah adekuat. Karenanya untuk dapat menghasilkan perfusi yang adekuat,
penyesuaian diri yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan tekanan darah untuk
menghindari terjadinya hipoksia pada placenta. (Irianti.et.al, 2015)
Studi lain memperkuat teori, bahwa kejadian inflasi placenta abnormal
tersebutt disebabkan oleh respon imun maternal, dimana terjadinya respon
penolakan antigen janin yang didapatkan dari ayah yang akan saling bertentangan
dengan sistem imun maternal. Sistem imun maternal ini akan memicu pelepasan
factor perusak sel endotel, dimana sel endotel dianggao sebagai benda asing yang
akan mengganggu kestabilan tubuh ibu. Akibatnya, sel endotel akan membentuk
endothelium yang akan melapisi sistem kardiovaskuler dan rongga serosa ibu
yang berfungsi sebagai sistem transport kapiler serta mencegah terjadinya
pembentukan bekuan darah, sehingga akan menimbulkan vasospasme dan
peningkatan tekanan darah, koagulasi abnormal dan thrombosis serta peningkatan
vermiabilitas endothelium. Hal ini menimbulkan perpindahan cairaan dari
intraseluler menuju ekstraseluler (oedema), protein urine dan hypovolemia.
Perfusi placenta yang abnormal pun dapat diperberat dengan penyakit penyerta
lain seperti diabetes mellitus atau trombofilia (Irianti et.al, 2015)
2.1.3 Diagnosis Preklampsia
Menurut Irianti.et.al (2015:), penegakan diagnosis preeclampsia dibagi menjadi 2
yaitu preeclampsia ringan dan berat.
2.1.3.1 Preeklampsia Ringan
Preeclampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasopasmes pembuluh
darah dan ativasi endotel. (Prawirohardjo, 2018)
Diagnosis preeclampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Berikut kriteria dari preeklampsi ringan :
a. Hipertensi : sistolik ≥140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30 mmHg dan
kenaikan diastolic ≥15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria
preeclampsia.
b. Proteinuria : ≥300mg/ 24 jam atau ≥ 1+dipstick
c. Edema : edema local tidak dimasukan dalam kiteria preeclampsia,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
(Prawirohardjo, 2018)

2.1.3.2 Preeklampsia Berat


Preeclampsia berat ialah preeclampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan tekanan darah sitolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/ 24
jam.
Preeclampsia digolongkan berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut.
a. Tekanan darah sitolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b. Proteinuria lebih 5g/24 jam atau 4= dalam pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e. Gangguan visus dam serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
f. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
g. Edema paru-paru dan sianosis.
h. Hemolisis mikroangiopatik.
i. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mmᶟ atau penurunan trombosir
dengan cepat.
j. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) : peningkatan kadar
alanine dan aspartate aminotransferase.
k. Pertumbuhan janin intrauterine yang terlambat.
l. Sindrom HELLP.

Preeclampsia berta dibagi menjadi (a) preeclampsia berat tanpa impending


eclampsia dan (b) preeclampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut
impending eclampsia bila preeclampsia berat disertai gejala-gejala subjektif
berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium
dan kenaikan progresif tekanan darah. (Prawirohardjo, 2018)

2.1.4 Faktor-Faktor Preeklampsia Menurut Buku KIA


2.1.4.1 Faktor Resiko Sedang
2.1.4.1.1 Multipara Dengan Kehamilan Oleh Pasangan Baru
Preeklampsia tampaknya berhubungan erat dengan paradigma
“ayah baru” atau primipaternitas, yang dipengaruhi oleh sistem
imunologi berkaitan dengan interaksi ayah dan ibu. Sebuah studi
melaporkan bahwa baik pada primipara maupun multipara dengan
pasangan baru, yang terjadi konsepsi pada 4 bulan pertama kohabitasi
seksual (hidup bersama secara seksual), akan menimbulkan risiko
berkembangnya hipertensi dalam kehamilan (insiden 40-50%). Risiko
tersebut menurun secara linier menjadi sangat rendah setidaknya
dengan kohabitasi seksual selama 1 tahun, periode waktu terpapar
sperma lebih sedikit akan meningkatkan risiko preeklampsia pada
wanita. Studi lain melaporkan bahwa primipaternitas tampaknya
memiliki risiko terjadinya peeklampsia, hanya pada wanita yang tidak
memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya. Sedangkan risiko
berulangnya preeklampsia pada kehamilan berikutnya tidak
dipengaruhi oleh pasangan baru. [ CITATION Dik19 \l 14345 ]
2.1.4.1.2 Ibu Hamil dengan Umur ≥ 35 Tahun
Salah satu faktor risiko yang berpengaruh dalam kejadian
preeklampsia ialah usia maternal. Penelitian di Finland menyatakan
bahwa insiden preeklampsia meningkat 1,6x lebih banyak pada ibu
hamil di usia tua dibanding ibu hamil yang berusia lebih muda.
Mekanisme terjadinya hal ini belum banyak dibicarakan, namun
dipercaya berhubungan dengan proses penuaan pada pembuluh darah
pada uterus. Hal ini sejalan degan pernyataan Taddei et al, bahwa
proses penuaan berhubungan dengan disfungsi endotel baik pada grup
9 dengan normotensi maupun grup dengan hipertensi esensial.
Perubahan ini disebabkan oleh ketidakseimbangan pada jalur nitrit
oksida dan produksi stress oksidatif yang berlangsung progresif,
dimana disfungsi endotel yang diakibatkan oleh penurunan jumlah
nitrit oksida dan peningkatan stress oksidatif merupakan indikator
awal dari kerusakan atherotrombitik dan penyakit kardiovaskular
[ CITATION Mel12 \l 14345 ]
2.1.4.1.3 Nulipara
Berdasarkan paritas, diyakini paritas 0 adalah faktor risiko
preeklampsia, dimana kelainan ini lebih umum terjadi pada
primigravida. Hal ini diduga karena pada kehamilan pertama
cenderung terjadi kegagalan pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta sehingga timbul respon imun yang tidak
menguntungkan. Penelitian terhadap data German Perinatal
QualityRegistry menemukan bahwa angka kejadian preeklampsia
lebih tinggi pada kelompok paritas 0 atau kehamilan pertama,
yakni 3,1%, dibandingkan dengan pada kehamilan selanjutnya
yang hanya 1,5%.3 Penelitian lain menemukan bahwa risiko
terjadinya preeklampsia pada kehamilan pertama adalah 4,1%,
sedangkan akan berkurang pada kehamilan berikutnya menjadi
1,7%. [ CITATION Siq16 \l 14345 ]
Auman (1986), menyatakan ibu hamil dengan gravida 1
maupun >3 berisiko untuk mengalami preeklampsia. Berdasarkan
teori immunologik yang disampaikan Sudhaberata (2005), pada
kehamilan pertama terjadi pembentukan “blocking antibodies”
terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna sehingga terjadi
intoleransi ibu terhadap plasenta dan menyebabkan hipertensi,
sedangkan pada kehamilan>3 merupakan kondisi rentan bagi ibu
hamil untuk mengalami berbagai keadaan komplikasi salah
satunya preeklampsia.

Menurut penelitian yang dilakukan Rosalind S, et al (2010)


bahwa ibu dengan kehamilan pertama, sebesar 3,9% berisiko
menderita preeklampsia, kehamilan kedua sebesar 1,7%, dan
meningkat pada kehamilan lebih dari tiga sebesar 2,8%.
Preeklampsia sering mengenai perempuan nullipara atau
primigravida, karena mereka terpapar vili korialis untuk pertama
kalinya atau terpaparnya vili korialis dalam jumlah yang sangat
berlimpah seperti pada kehamilan kembar atau mola hidatidosa.
Ibu hamil dengan umur>35 tahun akan menghadapi risiko yang
lebih besar untuk menderita preeklampsia (Cunningham, 2007).

2.1.4.1.5 Multipata Dengan Jarak Kehamilan Sebelumnya > 10 Tahun


Hubungan antara risiko terjadinya dengan interval/jarak
kehamilan lebih signifikan dibandingkan dengan risiko yang
ditimbulkan dari pergantian pasangan seksual. Risiko pada
kehamilan kedua atau ketiga secara langsung berhubungan dengan
waktu persalinan sebelumnya. Ketika intervalnya lebih dari 10
tahun, maka risiko ibu tersebut mengalami preeklampsia adalah
sama dengan ibu yang belum pernah melahirkan. Dibandingkan
dengan wanita dengan jarak kehamilan dari 18 hingga 23 bulan,
wanita dengan jarak kehamilan lebih lama dari 59 bulan secara
signifikan meningkatkan risiko preeklampsia (1,83; 1,72-1,94) dan
eklampsia (1,80; 1,38-2,32). [ CITATION Mus19 \l 14345 ]
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia,
memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan
sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki resiko preeklampsia
hampir sama dengan nullipara. Robillard, dkk melaporkan bahwa
resiko preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya
interval dengan kehamilan pertama. [ CITATION Van18 \l 14345 ]
2.1.4.1.6 Riwayat Preeklampsia Pada Ibu atau Saudara Perempuan
Insiden risiko terjadinya preeclampsia adalah 20-40% pada
seorang anak wanita, yang ibunya memiliki riwayat preeclampsia
sebelumnya; sedangkan risiko terjadinya preeclampsia adalah 11-
37% untu pada pasien yang memiliki saudara perempuan dengan
riwayat preeclampsia, serta risiko 22-47% pada pasien yang
memiliki saudara perempuan kembar dengan riwayat
preeclampsia. [ CITATION Dia18 \l 14345 ]
2.1.4.1.7 Obesitas Sebelum Hamil (IMT > 30 kg/m2)

IMT adalah rumus yang sederhana untuk menentukan


status gizi, terutama yang berkaitan dengan kelebihan dan
kekurangan berat badan. Rumus menentukan IMT adalah sebagai
berikut:

IMT = Berat Badan (dalam kg) / Tinggi Badan2 (dalam meter)


Klasifikasi IMT di Indonesia sudah disesuaikan dengan
karakteristik Negara berkembang. Perbedaan karakteristik menjadi
penyebab tidak bisa disamaratakan IMT di Negara maju dengan
Negara berkembang. Sehingga diambil kesimpulan batas ambang
IMT di Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT

Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 –
18,4
Normal 18,5 –
25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 –
Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0
>27,0

Obesitas adalah kondisi IMT yang masuk ketaegori gemuk


(kelebihan berat badan tigkat berat). Obesitas sebelum hamil dan
IMT saat pertama kali ANC merupakan faktor risiko preeklampsia
dan risiko ini semakin besar dengan semakin besarnya IMT pada
wanita hamil karena obesitas berhubungan dengan penimbunan
lemak yang berisiko munculnya penyakit degeneratif. Obesitas
adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.
Obesitas dapat memicu terjadi nya preeklampsia melalui pelepasan
sitokin-sitokin inflamasi dari sel jaringan lemak, selanjutnya
sitokin menyebabkan inflamasi pada endotel sistemik. Peningkatan
IMT sebelum hamil meningkatkan risiko preeklampsia 2,5 kali
lipat dan peningkatan IMT selama ANC meningkatkan risiko
preeklampsia sebesar 1,5 kali lipat. [ CITATION Mus19 \l 14345 ]
Berdasarkan studi Omar risiko preeklampsia pada
kehamilan preterm menikat signifikan sejalan dengan peningkatan
obesitas selama kehamilan (RR 5.23, 95% CI: 3.86-7.09, P
<0.001). Berdasarkan penelitian Babah, subyek preeklampsia
ditemukan memiliki IMT yang lebih tinggi (30,04 ± 6,06 kg / m2 )
dibandingkan dengan wanita hamil normotensif (28,08 ± 2,97
kg/m2 ). Menggunakan tekanan darah arteri rata-rata sebagai
indikator keparahan penyakit, dengan cut-off dari 125 mmHg,
ditemukan bahwa preeklampsia berat memiliki IMT lebih tinggi
(30,18 ± 6.49 kg/m2 ) dibandingkan dengan wanita dengan bentuk
ringan dari penyakit (29,83 ± 5,48 kg/m2 ) tetapi perbedaan ini
tidak signifikan secara statistik (P = 0,2131). [ CITATION Mus19 \l
14345 ]
2.1.4.2 Faktor Resiko Tinggi
2.1.4.2.1 Multipara dengan Riwayat Preeklampsia Sebelumnya
Riwayat preeklampsia/hipertensi merupakan faktor risiko
preeklampsia yang dikategorikan risiko tinggi. Sebuah penelitian
melaporkan bahwa riwayat preeklampsia merupakan faktor utama
yang meningkatkan risiko sebesar 7 kali lipat. Ibu hamil dengan
riwayat preeklampsia berkaitan dengan tingginya kejadian
preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal
yang buruk. Penelitian lain melaporkan bahwa riwayat
preeklampsia merupakan prediktor independen yang baik
terjadinya preeklampsia, yaitu meningkatkan risiko sebesar 5,46
kali lipat. Sedangkan riwayat hipertensi meningkatkan risiko
preeklampsia sebesar 2,34 kali lipat. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa insiden hipertensi kronik lebih besar pada ibu yang
preeklampsia dibandingkan ibu hamil normal[. Sebuah studi
melaporkan bahwa ibu dengan riwayat preeklampsia berisiko 4,05
kali menderita preeklampsia berat dan 6,84 kali berisiko terjadi
preeklampsia dini (kurang dari 34 minggu). Studi lain melaporkan
kaitannya riwayat waktu munculnya preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya dengan risiko preeklampsia berulang pada kehamilan
sekarang. Preeklampsia onset dini (sebelum UK 34 minggu), onset
sedang (UK 34-46 minggu) dan onset lambat (> 36 minggu)
masingmasing berisiko menimbulkan preeklampsia berulang pada
kehamilan berikutnya (dengan waktu onset yang sama) sebesar
25,2 kali, 19,7 kali dan 10,3 kali dibandingkan dengan ibu hamil
yang tidak memiliki riwayat preeklampsia [9]. Studi lain
melaporkan risiko berulangnya preeklampsia pada persalinan
kedua juga berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat
persalinan pertama. 38,6% preeklampsia berulang jika persalinan
pertama pada usia kehamilan 28 minggu atau kurang, 29,1 %
berulang jika persalinan pertama pada usia kehamilan 29-32
minggu, 21,9 % berulang jika persalinan pertama pada usia
kehamilan 33-36 minggu dan hanya 12,9 % berulang jika
persalinan pertama pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih.
[ CITATION Dik191 \l 14345 ]
2.1.4.2.2 Kehamilan Multiple
Menurut [ CITATION Dik19 \l 14345 ] Sebuah studi dengan
mengontrol variabel confounding melaporkan bahwa kehamilan
multipel berisiko 2,96 kali terjadinya preeklampsia, 3,17 kali
berisiko menderita preeklampsia berat dan 12,72 kali berisiko
menderita preeklampsia dini/sebelum usia kehamilan 34 minggu.
Ukuran plasenta yang lebih besar menyebabkan risiko
preeklampsia pada kehamilan kembar lebih besar dari kehamilan
tunggal. Sebuah studi melaporkan bahwa kehamilan kembar
dikorionik memiliki proporsi yang lebih besar dalam
perkembangan preeklampsia dipandingkan dengan kehamilan
kembar monokorionik, khususnya preeklampsia ringan.
Sedangkan menurut (Nurul.R, 2016) Penelitian yang
dilakukan oleh Atikasari (2009) yang berjudul faktor-faktor yang
berhubungan dengan preeklamsia pada ibu hamil di rumah sakit
Islam Sultan Agung Semarang. Hasil penelitiannya didapatkan
nilai p- value= 0,086 sehingga tidak ada hubungan kehamilan
ganda dengan kejadian preeklamsia. Dari hasil penelitian ini
masih rendahnya kehamilan ganda pada ibu hamil di rumah sakit
Islam Sultan Agung.Dengan nilai OR=2.66 yaitu ibu yang
memiliki kehamilan ganda mempunyai peluang 2.66 kali yang
mengalami kehamilan ganda di bandingkan yang tidak mengalami
kehamilan ganda. Kehamilan ganda atau kehamilan kembar
adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan kembar
adalah satu kehamilan dengan dua janin. Kehamilan kembar dapat
memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap bayi dan ibu.
Pertumbuhan janin ganda lebih sering mengalami gangguan
dibandingkan janin tunggal seperti kejadian preeklamsia akibat
adanya beban penambahan sirkulasi darah kejanin (Purwanto,
2009). Peneliti berasumsi bahwa faktor resiko kejadian
preeklamsi adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis
sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya,
riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan,
kegemukan, dan mengandung lebih dari satu orang bayi. Oleh
karena ibu kehamilan kembar merupakan penyebab terjadinya
preeklamsi. Namun dalam penelitian ini tidak adanya faktor risiko
kehamilan ganda dengan kejadian preeklamsi hal ini disebabkan
karena masih rendahnya kehamilan ganda pada ibu bersalin.
2.1.4.2.3 Diabetes Dalam Kehamilan
Preeklamsia cenderung terjadi pada wanita yang menderita
diabetes melitus karena diabetes merupakan penyakit yang dapat
menjadi faktor pencetus terjadinya preeklamsia(Manuaba, 1998).
Penyakit diabetes melitus hampir 50% yang terjadi pada wanita
hamil berkembang menjadi preeklamsi (Varney,2006). Hal ini
terjadi karena saat hamil, plasenta berperan untuk memenuhi
semua kebutuhan janin. Pertumbuhan janin dibantu oleh hormon
dari plasenta, namun hormon-hormon ini juga mencegah kerja
insulin dalam tubuh ibu hamil. Hal ini disebut dengan resistensi
insulin atau kebal insulin. Resistensi insulin membuat tubuh ibu
hamil sulit untuk mengatur kadar gula darah sehingga glukosa
tidak dapat diubah menjadi energi dan menumpuk di dalam darah
keadaan ini menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi.
(Kurniasari, 2015)
Preeklamsia yang terjadi pada ibu dengan diabetes melitus
terjadi karena adanya peningkatan produksi deoksikortikosteron
(DOC) yang dihasilkan dari progesterone didalam plasma dan
meningkat tajam selama trimester ketiga. Ibu dengan diabetes
kehamilan terdapat peningkatan insiden hipertensi dan
preeklamsia yang akan memperburuk perjalanan persalinan serta
peningkatan resiko diabetes tipe II di kemudian hari. (Kurniasari,
2015)
Faktor resiko utama diabetes maternal adalah berat badan
yang berlebih dan peningkatan berat badan yang melebihi batas
normal selama hamil (Varney, 2006:635). Peningkatan angka
diabetes maternal pada ibu hamil terjadi sebagai akibat dari
kurangnya aktifitas fisik pada ibu hamil (Varney, 2006). Selain
itu, kejadian diabetes melitus dipengaruhi oleh produksi hormon
plasenta yaitu HPL (Human Plasenta Lactogen) yang akan
meningkatkan resistensi sel terhadap insulin sehingga muncul
kondisi diabetes. Efek puncak HPL terjadi pada usia kehamilan
sekitar 26 hingga 28 minggu (Varney, 2006). Adanya hubungan
yang signifikan antara diabetes melitus dengan kejadian
preeklamsia dapat digunakan sebagai tindak lanjut untuk
dilakukannya penyuluhan kepada ibu hamil lebih intensif sebagai
upaya peningkatan pengetahuan pendidikan kesehatan ibu hamil,
memberikan pendidikan kepada calon ibu hamil yang telah
merencanakan kehamilan untuk mempersiapkan kondisi ibu baik
fisik maupun psikologi. Seorang ibu hamil yang apabila memiliki
riwayat dan atau sedang menderita diabetes melitus sebaiknya
memulai kehamilan disaat kadar gula darah normal dan
melakukan pemantauan berat badan ibu sebelum dah selama
hamil. Selain itu, penyuluhan kepada ibu hamil untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan secara teratur dan menjaga nutrisinya
selama hamil dengan makanan yang bergizi dan seimbang sangat
penting untuk mencegah terjadinya peningkatan berat badan
berlebih selama hamil. [ CITATION Dev15 \l 14345 ]
2.1.4.2.4 Hipertensi Kronik
Salah satu faktor predisposi terjadinya preeklampsia atau
eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit
vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian
besar kehamilan dengan hipertensi esensial berlangsung normal
sampai cukup bulan. Pada kira-kira sepertiga diantara para wanita
penderita tekanan darahnya tinggi setelah kehamilan 30 minggu
tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan kenaikan
yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia
atau lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri
epigastrium, muntah, gangguan visus (Supperimposed
preeklampsia), bahkan dapat timbul eklampsia dan perdarahan
otak. (Prawirohardjo, 2011)
Hipertensi kronis yaitu jika muncul sebelum kehamilan
atau pada usia kehamilan dibawah 20 minggu, tekanan darah
sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg. Apabila
hipertensi didiagnosa selama kehamilan, terapi tidak kunjung
menurun hingga pasca partum. Hipertensi berlanjut berlanjut
menjadi superimposed preeclamsia ketika sedang hamil. Pada ibu
yang mengalami hipertensi kronis insiden dapat mencapai 25%.
Faktor risiko yang terkait dengan perkembangan hipertensi pada
ibu hamil yaitu congenital, grandemultigravida, janin besar,
kehamilan dengan janin besar, morbit obesitas. Sedangkan
klasifikasinya yaitu hipertensi kronis, preeklampsia dan
eklampsia, preekalmpsia pada hipertensi kronis, hipertensi
transparan. Sedangkan menurut (Manuaba: 2010: 335) kehamilan
dengan hipertensi dapat berlangsung sampai aterm tanpa gejala
menjadi preeklampsia tidak murni. Hanya sekitar 20% dapat
menjadi preeklampsia / eklampsia tidak murni (superimposed)
yang disertai gejala proteinuria, edema, dan terdapat keluhan
nyeri epigastrium, sakit kepala, penglihatan kabur, dan mual serta
muntah. [ CITATION Wid17 \l 14345 ]
2.1.4.2.5 Penyakit Ginjal
Preeklampsia lebih sulit didiagnosis pada wanita dengan
kelainan dasar proteinuria dan hipertensi, gambaran sindroma
preeklampsia mencakup memburuknya hipertensi dan proteinuria
secara bermakna (dua kali lipat), diiringi dengan penurunan
jumlah platelet atau peningkatan enzim hati. Biasanya sindroma
ini muncul pada trimester ketiga, namun pada perempuan dengan
penyakit ginjal kronik, risiko lebih besar pada trimester kedua.
Risiko buruk pada kehamilan berhubungan dengan derajat
disfungsi ginjal. [ CITATION Din19 \l 14345 ]
Pada kehamilan normal, ginjal bekerjakeras untuk melayani
sirkulasi cairan dan darah yang jumlahnya sangat besar.
Pembesaran atau pelebaran ginjal dan pembuluh darah akan
membuat ginjal mampu bekerja ekstra. Pada wanita hamil, ginjal
dipaksa bekerja keras sampai ke titik dimana ginjal tak mampu
lagi memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Wanita hamil
dengan gagal ginjal kronik akan memiliki ginjal yang semakin
memburuk status dan fungsinya. Beberapa tanda yang
menunjukan menurunya fungsi ginjal antara lain hipertensi yang
semakin menghebat dan terjadinya peningkatan jumlah produk
buangan yang sudah disaring oleh ginjal di dalam darah (seperti
potassium, urea dan keratin). Ibu hamil yang menderita sakit
ginjal dalam jangka waktu lama biasanya juga menderita tekanan
darah tinggi. Ibu hamil dengan riwayat ginjal atau tekanan darah
tinggi kronik memiliki resiko lebih besar mengalami preeklamsia.
[ CITATION Nin16 \l 14345 ]
2.2 Skrining Pada Ibu Hamil Trimester I

Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 10-12%
kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi kehamilan patologis.
Kehamilan patologis sendiri tidak terjadi secara mendadak karena kehamilan dan efeknya
terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur. Deteksi dini
gejala dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah
terjadinya gangguan yang serius terhadap kehamilan ataupun keselamatan ibu hamil.
Faktor predisposisi dan adanya penyakit sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga
dapat dilakukan berbagai upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat baik
terhadap kehamilan dan keselamatan ibu maupun bayi yang di kandungnya.
(Prawirohardjo, 2014)

Setiap ibu hamil memiliki risiko akan terjadinya komplikasi atas kehamilannya, maka
setiap ibu hamil dianjurkan mengunjungi bidan/dokter sedini mungkin semenjak ia
merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Hal ini bertujuann
untuk meminimalisir adanya komplikasi, kelainan atau penyakit dalam kehamilan,
persalinan dan nifas. (Hernawati dan Kamila, 2017)

Untuk dapat melaksanakan kewenangan pada masa kehamilan seorang bidan


harus memiliki kompetensi sebagai pemberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk
mengoptimalkan kesehatan selama kehamilan yang meliputi : deteksi, pengobatan atau
rujukan komplikasi tertentu. (Irianti.et.al, 2015)
Kunjungan awal kehamilan adalah kunjungan yang dilakukan oleh ibu hamil ke
pelayanan kesehatan pada trimester pertama, yaitu pada minggu pertama kehamilan
hingga minggu ke-12.
Tujuan dari kunjungan awal kehamilan yaitu sebagai berikut.
a. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.
b. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah ataupun obstetric
selama kehamilan.
c. Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kegiatan menghadapi
komplikasi. Membantu ibu untu menyusui dengan sukses, menjalankan
puerpurium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
(Dartiwen dan Nurhayati, 2019)

Tujuan skrining adalah untuk melaukan deteksi dini suatu keadaan yang abnormal
dan untuk membuat diagnose banding. Skrining merupakan fungsi utama seorang bidan
dalam melakukan asuhan kebidanan. Tindakan yang umum dilakukan oleh bidan adalah
melakukan srining secara berkala pada ibu untuk mendeteksi setiap penyimpangan dari
keadaan normal. Hernawati dan Kamila, 2017)

Deteksi dini dengan menggunakan pendekatan antenatal care melalui anamnesa


untuk mengetahui karakteristik dan riwayat maternal dan dikombinasi dengan
serangkaian pemeriksaan biofisik dan biokimia yang efektif dilakukan adalah pada onset
awal dari penyakit preeklampsi yaitu pada trimester pertama kehamilan terutama pada
umur kehamilan 11-13 minggu karena kondisi potensial ini dapat dicegah dengan terapi
profilaksis menggunakan aspirin dosis rendah yang dimulai sejak umur kehamilan 16
minggu. Sedangkan skrining tahap kedua yang dilakukan pada usia kehamilan 30-33
minggu bertujuan untuk menentukan waktu kelahiran apakah pada umur kehamilan 34
minggu atau setelah itu. Dengan monitoring ketat ini melalui diagnosis dini dari tanda
klinis penyakit ini secara potensial dapat meningkatkan kondisi perinatal dimana akan
dapat ditentukan apakah ibu hamil tersebut perlu diberikan obat antihipertensi atau segera
dilakukan terminasi. (Lindayani, 2018:51)

2.3 Peran Bidan dalam Skrining dan Penatalaksanaan Awal Preeklampsi


Menurut WHO, peran dokter dan bidan dalam praktek klinik dapat menurunkan
angka kematian ibu. Dokter dan bidan adalah garda terdepan untuk mendeteksi
kemungkinan resiko komplikasi kehamilan, mendorong program KB, melakukan asuhan
antenatal terfokus, pencegahan abortus tidak aman, pertolongan persalinan oleh tenaga
terampil, rujukan dini tepat waktu kasus gawat darurat obstetric dan pertolongan segera –
adekuat kasus gawat darurat obstetric di rumah sakit rujukan. Tenaga penolong
persalinan yang terampil pada saat sebelum, selama dan sesudah persalinan terbukti
mempunyai peran dalam menurunkan kematian ibu. (Pulungan.et.al, 2020:6)

Pengetahuan menyeluruh seorang bidan mengenai tanda dan gejala adanya


komplikasi kehamilan sangat diperlukan untuk mengenali penyimpangan dari kondisi
normal. Dengan demikian, seorang bidan dapat melakukan skrining pada ibu hamil untuk
mendeteksi kondisi yang abnormal. Hernawati dan Kamila, 2017)

Bidan maupun dokter harus melakukan anamnesa yang lengkap untuk dapat
menentukan apakah ibu hamil memiliki faktor risiko terjadinya pre eklampsia atau tidak.
Faktor risiko ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu faktor risiko yang kuat dan sedang.
Faktor risiko yang kuat antara lain : mengalami pre eklampsia / hipertensi pada
kehamilan sebelumnya, adanya penyakit ginjal kronis, hipertensi, diabetes tipe 1 atau 2,
gangguan auto imun termasuk lupus eritematosus atau sindrom antifosfolipid. Sedangkan
faktor risiko sedang antara lain kehamilan pertama, usia 40 tahun keatas, jarak kehamilan
> 10 tahun, indeks massa tubuh ≥ 35 kg/m2 , polycystic ovarium syndrome, adanya
riwayat keluaraga yang mengalami PE (ibu kandung/saudara kandung) dan kehamilan
kembar 5 , penggunaan teknologi reproduksi, pasangan baru. (Lindayani, 2018:49)
Berdasarkan trias penyebab kematian ibu (Preeklampsia, perdarahan dan infeksi)
maka intervensi kunci yang dapat dilakukan oleh peran petugas kesehtan adalah (Chalid,
2016) :
a. Pencegajan preeclampsia melalui penguatan asuhan antenatal terfokus, antara
lain dengan mendeteksi kemungkinan risiko, edukasi, pengenalandini tanda
bahaya kehamilan.
b. Penatalaksanaan preeclampsia dan eklampsia dengan penatalaksanaan awal
dan manajemen kegawatdaruratan (dengan penggunaan magnesium sulfat).
(Pulungan.et.al, 2020:6)

Menurut Hernawati dan Kamila (2017:104) penatalaksanaan yang dapat


dilakukan untuk mengatasi preeclampsia diantaranya adalah.

a. Rawat jalan
1) Istirahat baring (tidur miring)
2) Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
3) Beri obat sedative ringan (jika tidak istirahat) : tablet fenobarbital 3x30 mg
per oral selama dua hari.
4) Roboransia.
5) Kunjungan ulang tiap 1 minggu
b. Jika rawat inap
Pada kehamilan preterm (kurang dari 37 minggu)
1) Jika tekanan darah mencapai normotensive selama perawatan persalinan di
tunggu sampai aterm.
2) Bila tekanan darah turun tetapi belum mencapai non-motensif selama
perawatan maka kehamilannya dapat di akhiri pada kehamilan lebih dari
37 minggu.

Pada kehamilan aterm : persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan


untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
2.4 Kerangka Teori Multipara dengan riwayat
Preeklampsi pada kehamilan
sebelumnya

Paritas Multipara dengan pasangan baru

Nulipara
Obesitas
Sebelum hamil

Usia Ibu

Diabetes
Penyakit Hipertensi Kronik

Penyakit Ginjal
Preeklampsia Kehamilan multiple

Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya > 10


tahun

Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara


perempuan

Gambar 2.2 Gambar Kerangka Teori Penelitian


(Kemenkes RI, 2020)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini termasuk jenis penelitian Deskriptif merupakan rancangan
penelitian yang sederhana berupa sampling survey dan merupakan rancangan penelitian
non-eksperimental. Oleh kaena itu, rancangan ini tidak membutuhkan kelompok control
dan hipotesis yang spesifik. (Budiarto, 2004)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester 1 yang
memeriksakan kandungannya ke puskesmas Garuda dan teknik pengambilan sample
dengan teknik Total sampling. Pengolahan dan analisis data menggunakan Analisis
Univariat.
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Menurut Lusianaet dkk (2015), Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian
dan visualisasi konsep-konsep serta variable-variabel yang akan dikur (diteliti), kerangka
konsep penting untuk dirumukan, hal ini agar memperoleh gambaran secara jelas kearah
mana penelitian itu berjalan, atau data apa yang dikumpulkan.
Berdasarkan landasan teori, maka Kerangka konsep penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Paritas
2. Umur ibu
3. Jarak kehamilan
4. Obesitas sebelum hamil Preeklampsia
5. Riwayat preeklampsi
6. Gemeli
7. Penyakit ibu
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti
3.3 Variabel Penelitian
Variable penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Kerlinger (1973) menyatakan bahwa
variable adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari. (Lusiana.dkk, 2015)

Penelitian ini menggunakan variabel tunggal . Variabel tunggal adalah variabel


yang hanya mengungkapkan untuk dideskripsikan unsur atau faktor - faktor yang didalam
setiap gejala yang termasuk variabel tersebut (Firmansyah, 2013). Variabel dalam
penelitian ini adalah skrining ibu hamil berisiko preeclampsia (Paritas, jarak kehamilan
Umur ibu, Obesitas sebelum hamil, Riwayat preeklampsi, Gemeli, dan Penyakit ibu) dan
preeclampsia.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan


menghindarkan perbedaan interprestasi serta membatasi ruang lingkup variable. Variable
yang dimasukkan dalam definisi operasional adalah variable kunci atau penting yang
dapat diukur secara operasional dan dapat dipertanggung jawabkan. (Lusiana.dkk, 2015)

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat / Hasil Ukur Skala


operasional Cara Ukur
Ukur
Preeklampsi Preeklamsia Lembar 1. Tidak berisiko Ordinal
adalah kondisi
a anamnes preeklampsia
peningkatan
tekanan darah a 2. Berisiko sedang
disertai preeclampsia
dengan
3. Berisiko tinggi
adanya
protein dalam preeclampsia
urine
Paritas Paritas adalah Lembar 1. Nulipara Nomina
banyaknya
anamnes 2. Multipara l
kelahiran
hidup yang a 3. Grandemultipar
dipunyai oleh
a
seorang
perempuan
Multipara Seorang Lembar 1. Ya Nomina
wanita yang
dengan anamnes 2. Tidak l
pernah
pasangan melahirkan a
bayi yang
baru
viable untuk
beberapa kali
oleh pasangan
baru
Jarak Jarak Lembar 1. Jarak kehamilan Nomina
kehamilan
kehamilan anamnes ibu > 10 tahun l
adalah suatu
suatu ruang a 2. Jarak kehamilan
sela antara
<10 tahun
kehamilan
sebelumnya
dengan
kehamilan
sekarang
Usia Ibu Usia Lembar 1. High Risk Ordinal
responden
anamnes 2. Low Risk
pada tahun
ini. a
Dikategorikan
menjadi: 1.
High risk =
> 35 tahun 2.
Low risk =
usia 20 – 35
tahun
Riwayat Preeklampsia Lembar 1. Ya Nomina
yang pernah
Preeklampsi anamnes 2. Tidak l
dialami oleh
ibu a
sebelumnya
atau dialami
oleh saudara
perempuan/ib
u
Obesitas (IMT > 30 Lembar 1. Ya Nomina
kg/m2)
sebelum anamnes 2. Tidak l
sebelum hamil
hamil a
Gemeli Ibu hamil Lembar 1. Ya Nomina
atau
anamnes 2. Tidak l
melahirkan
bayi a
kembar atau
lebih
dari satu
Penyakit Penyakit yang Lembar 1. Ya Nomina
diderita oleh
penyerta Ibu anamnes 2. Tidak l
ibu sebelum
kehamilan a
diantaranya
adalah
diabetes,
hipertensi
kronik

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian merupakan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmojo, 2010). Sedangkan menurut (Setiawan, 2011) populasi adalah wilayah
generasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemidian ditari kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester 1 yang memeriksakan
kehamilannya di Puskesmas Garuda.
3.5.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian kebidanan keriteria
sampel meliputi keriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria tersebut menentukan dapat dan
tidaknya sampel yang digunakan (Hidayat, 2014).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan
Total sampling yaitu cara penetapan jumlah sampel dengan cara mengambil atau
menggunaan semua anggota populasi menjadi sampel, dengan catatan bahwa jumlah
sampel tersebut <100. (Tohardi, 2019)
3.6 Teknik Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan Data Primer. Data Primer
adalah data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiono, 2019).
3.6.1 Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena. Secara spesifik semua
fenomena ini disebut variable penelitian. Yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian ini formulir pengumpulan data dan identitas subjek dan
form skrining preeklampsi di buku KIA.
3.6.2 Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang diambil merupakan data sekunder dan data
primer yang yang dipeoleh peneliti secara langsung yang kemudian dipilih sesuai
kriteria yang telah ditentukan berdasarkan kelengkapan variabel yang diteliti. Cara
pengumpulan data yaitu pertama-tama peneliti mengumpulkan data jumlah ibu
hamil dan ibu hamil yang mengalami preeklampsi di puskesmas garuda dengan
cara mencari data sekunder, kemudian data primer dikumpulkan melalui form
skrining preeklampsi. Untuk mengetahui gambaran ibu hamil yang berisiko
preeclampsia.
3.6.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian jenis penelitian Deskriptif merupakan
suatu metode penelitian yang dilakukan degan tujuan umtuk mengetahui
gambaran atau deskripsi tentang suatu masalah kesehatan, baik yang berupa faktor
risiko maupun faktor efek. Dalam rancangan ini responden yang melakukan
antenatal care dilakukan anamnesa juga pemeriksaan fisik. Kemudian, dinilai
responden termasuk ke dalam ibu hamil berisiko tinngi preeklampsi, berisiko
rendah preeklampsi atau tidak berisiko. Prosedur pengambilan data yang
dilakukan yaitu mengidentifikasi masalah yang ada setelah melakukan penelitian
dilokasi penelitian, setelah masalah teridentifikasi selanjutnya peneliti memasukan
surat keterangan sebagai izin, pengambilan data awal, mengidentifikasi masalah
yang berhubungan dengan krteria yang diteliti, masalah yang telah diidentifikasi
kemudian peneliti melakukan penyusunan materi proposal dalam seminar rencana
penelitian dan disetujui oleh pada dosen pembimbing dan penguji untuk
melanjutkan tahap penelitian, peneliti mengajukan surat izin penelitian.
Tempat pelaksanaan penelitian dilaksanakan di UPT Puskesmas Garuda,
Kota Bandung dengan objek penelitian difokuskan pada ibu hamil. Pembagian
informed consent dan lembar kesediaan menjadi responden ibu hamil. Setelah
selesai penelitian dilakukan peneliti memasukan surat keterangan yang
menyatakan bahwa telah selesai melakukan penelitian.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yangsudah
dimasukan yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel - variabel yang
diteliti (Sugyiono, 2016). Pengolahan data dilakukan secara manual kemudian
dilakukan tahapan - tahapan sebagai berikut :
a. Editing
Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengmpulan data atau
setelah data terkumpul.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori.
c. Data entry
Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam
master tabel atau database komputer.
d. Cleaning
Apabila semua data atau hasil dari setiap dataatau responden selesai dimasukan,
perlu di cek kembaliuntuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
kelengkapan dan sebagainya (Hidayat, 2014).
3.7.2 Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa data untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakterikstik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Analisis univariat yang digunakan penelitian ini untuk menunjukan karakteristik
ibu hamil berisiko preeclampsia.
f
P= ×100 %
n
Keterangan:
P = Presentasi
f = Frekuensi
p = Populasi (Notoatmodjo, 2010).
3.8 Tempat dan Waktu Penelitian
3.8.1 Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di UPT Puskesmas Garuda Kota Bandung.
3.8.2 Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April-Mei tahun 2021
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, D. Penyakit ginjal kronis pada kehamilan. Jurnal Kesehatan Andalas 2010;8(3): 708-17.

Ardiningrum.et,al Perbedaan kadar magnesium dalam serum pada wanita. Jurnal Undip 2019
Mei 6.

Asmana.et. al Hubungan usia dan paritas dengan kejadian preeklampsia berat di rumah sakit
achmad mochtar bukittinggi tahun 2012-2013. Jurnal Kesehatan Andalas 2016;
5(3):640-6.

Cunningham, et al. 2014. Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta: EGC.

Kurniasari, F. A. Hubungan usia, paritas dan diabetes mellitus pada kehamilan dengan kejadian
preeklamsia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas rumbia kejadian preeklamsia
pada ibu hamil. Jurnal Kesehatan Holistik 2015; 9(3): 142-50.
Yuliani, S. H. Distribution of preeclampsia risk factors in pregnant woman distribution of
preeclampsia risk factors in pregnant woman. Jurnal Kebidanan 2019; 9(2) 135-42.
Dinas Kesehatan Jawa Barat,. Profil Dinas Kesehatan Jawa Barat Tahun 2019,Jawa Barat:
Dinkes Jawa Barat; 2019

Dinas Kesehatan Kota Bandung. Profil Kesehatan Kota Bandung 2019. Bandung: Dinas
Kesehatan Kota Bandung; 2019

Ertiana.et. Hubungan Usia dengan Kejadian Preeklamsia pada Ibu Hamil di RSUD Kabupaten
Kediri Tahun 2018, Midwiferia Jurnal Kebidanan 2019 4 Oktober; 5(2):1-7.

Hardiyanti.et.al Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap luaran maternal dan perinatal pada ibu
hamil di usia Tua. Jurnal Medika Muda 2019
Irianti, B. Asuhan kehamilan berbasis bukti. Jakarta: Penerbit Sagung Seto; 2015

Nuryawan, B. S. Manajemen anestesi pada kehamilan sistemik lupus eritematosus. Jurnal


komplikasi anestesi, 2018 3 Agustus;5(3):91-103.

Hernawati dan Kamila. Kegawatdarutan maternal dan neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media;
2017
Kementrian Kesehatan Repbulik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019; 2019

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Jakarta:
Katalog dalam terbitan Kemenkes RI; 2020

Khairani.et,al. Karakteristik kehamilan dengan lupus eritematosus sistemik di RSUP dr. kariadi
semarang . Jurnal Kedokteran Diponegoro Mei 2018;7(2):1457-70.
Kusumawati, W. Gambaran faktor-faktor risiko kejadian preeklampsia pada ibu bersalin dengan
preeklampsia. Jurnal Kebidanan Oktober 2017;6(2):139-14
Lalenoh, D. C. Preeklampsia Berat dan Eklampsia ; Tatatlaksana Anestesia Perioperatif.
Yogyakarta: Penerbit Deepublish; 2018
Muslika, E. M. Preeklampsia dan kejadian bayi berat lahir rendah pada kehamilan aterm di
RSUD wates kulon progo tahun 2017. Jurnal Poltekkes Jogja 23 Juli 2019
Nurul ZA.et,al. Pengaruh umur, kehamilan ganda dan gravida pada kejadian preeklampsia di
rumah sakit umum meuraxa banda aceh tahun 2015 . Journal of Healthcare Technology
and Medicine 2016; 2(2) 115-26.
POGI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran ketuban pecah dini. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal; 2016

Pulungan.et.al. Ilmu obstetri dan ginekologi untuk kebidanan. Medan : Yayasan Kita Menulis;
2020

Prawirohardjo, S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014

Rahmawati, N. Hubungan riwayat penyakit dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil di
RSUD panembahan senopati Bantul Yogyakarta 2016. Jurnal Universitas Aisyiyah
Yogyakarta 24 Desember 2016:1-57
Syahriana. Analisis mean arterial pressure, roll over test, indeks. (Tesis) Jurnal Unhas 2018
Yuliani.et.al Distribution of preeclampsia risk factors in pregnant woman. Jurnal Kebidanan 7
Oktober 2019; 9(2):135-41.

WHO. World Health Statistic Report 2015. Geneva: World Health Organization; 2015.
Nama Ibu :

Nama Suami :

Tanggal HPHT :

Skrining Preeklampsia pada usia kehamilan < 20 minggu


Kriteria Risiko sedang Risiko tinggi
Anamnesis
Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
Umur ≥ 35 tahun
Nulipara
Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya > 10
Tahun
Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
Perempuan
Obesitas sebelum hamil (IMT > 30 kg/m2)
Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
Kehamilan multiple
Diabetes dalam kehamilan
Hipertensi kronik
Penyakit ginjal
Pemeriksaan Fisik
Keterangan Sistem Skoring:
Ibu hamil dilakukan rujukan bila ditemukan sedikitnya
• 2 risiko sedang dan atau,
• 1 risiko tinggi
* Manifestasi klinis APS antara lain : keguguran berulang, IUFD, kelahiran premature
** MAP dihitung setiap kali kunjungan ANC

Centang pilihan yang sesuai

Kesimpulan : ………………………………………………………………………………
Bilamana ibu berisiko preeklamsi maka pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pemeriksaan nifas
dilaksanakan di Rumah Sakit.

Lakukan rujukan terencana pada ibu hamil dengan kondisi yang disebutkan di atas (tidak perlu menunggu inpartu)

Anda mungkin juga menyukai