PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran
dalam pendidikan. Sesuai peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor
41 tahun 2007 tentang standar proses menyebutkan bahwa “standar proses untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
penelitian dan pengawasan proses belajar.
Di setiap akhir semester, guru diharuskan membuat penilaian untuk seluruh kelompok mata
pelajaran dengan soal yang sesuai dengan standar kompetensi dasar yang terdapat dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan. Semakin baik guru membuat instrumen penilaian maka
semakin baik pula kualitas pembelajaran dari mata pelajaran yang diampu. Para guru di
sekolah seharusnya membuat instrumen penilaian pembelajaran dengan baik. Semakin
banyak instrumen yang dibuat, maka semakin banyak pula para peserta didik berlatih dan
menjawab soal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi hasil belajar ?
2. Apa saja tujuan evaluasi hasil belajar ?
3. Apa fungsi evaluasi hasil belajar ?
4. Apa saja syarat evaluasi yang efektif ?
5. Apa saja bentuk dan teknik evalusai hasil belajar ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi evaluasi hasil belajar.
2. Mengetahui tujuan evaluasi hasil belajar.
3. Mengetahui fungsi dari evaluasi hasil belajar.
4. Mengetahui syarat-syarat evaluasi yang efektif.
5. Mengetahui macam-macam bentuk dan teknik evalusai hasil belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti halnya contoh hasil pengukuran diatas,tidak ada artinya bila tidak
dibandingkan dengan norma tertentu untuk memberikan penilaian.Misalnya dari hasil
pengukuran tersebut diatas untuk memberikan penilaian dipergunakan norma yaitu
7.Skor 7 ini untuk menetapkan baik-buruknya atau tinggi-rendahnya kemampuan
menguasai mata pelajaran kimia.Adapun hasil penilaiannya sebagai berikut :
Wilda termasuk anak cukup pandai,Bima termasuk anak bodoh, Farras temasuk anak
sangat pandai,Husna dan fauzi termasuk anak sedang,seto temasuk anak kurang
pandai.Sangat pandai,cukup pandai,sedang,kurang pandai,dan bodoh merupakan hasil
penilaian.Skor diatas norma dinilai baik atau tinggi sedang di bawah norma dinilai
kurang atau rendah.Jadi apabila kita akan mengadakan penilaian,maka kita harus
mempunyai norma sebagai pendamping terhadap hasil pengukuran.
Norma,secara garis besar ada dua macam norma yaitu norma abstrak dan
norma konkrit.Norma abstrak adalah normayang hanya ada pada benak si penilai
sehingga tidak dapat diketahui oleh orang lain.Sedangkan norma konkrit adalah
norma nyata yang dapat diamatai oleh orang lain dan dapat dipergunakan oleh orang
lain pula.Norma konkrit ada dua macam yaitu norma ideal dan norma kelompok atau
rerata.Norma ideal adalah skor maksimal sebagai patokan atau norma,sedangkan
norma kelompok ditentukan berdasarkan hasil rerata skor pengukuran.
Dari kedua pendapat tersebut dapat dipahami bahwa evaluasi mutlak dilakukan dan
merupakan kewajiban bagi setiap guru dalam setiap saat melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Jahja Qohar Al-Haj, mengemukakan bahwa fungsi evaluasi dari sisi siswa
secara individual, dan dari segi program pengajaran.
a. Dilihat dari segi siswa secara individu, evaluasi berfungsi sebagai: mengetahui
tingkat pencapaian siswa dalam suatu proses pembelajaran yaitu:
1) Menetapkan keefektifan pengajaran dan rencana kegiatan.
2) Memberi basis Laporan kemajuan siswa
3) Menetapkan kenaikkan dan kelulusan
b. Dilihat dari segi program pengajaran, evaluasi berfungsi:
1) Memberi dasar pertimbangan kenaikan dan promosi siswa.
2) Memberi dasar penyusunan dan penempatan kelompok siswa yang
homogen.
3) Diagnosis dan remedial pekerjaan siswa.
4) Memberi dasar pembimbingan dan penyuluhan.
5) Dasa pemberian angka dan rapor bagi kemajuan belajar siswa.
6) Memberi motivasi belajar bagi siswa.
7) Mengidentifikasi dan mengkaji kelainan siswa.
8) Menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam masyarakat
9) Untuk mengadministrasi sekolah
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam mengadakan kegiatan evaluasi dalam
proses pendidikan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:194-198) terurai sebagai
berikut :
1. Kesahihan
Kesahihan menggantikan kata validitas (validity) yang dapat diartikan sebagai
ketepatan evaluasi mengevaluasi apa yang seharusnya di evaluasi. untuk
memperoleh hasil evaluasi yang sahih, dibutuhkan insturmen yang
memiliki/memenuhi syarat-syarat kesahihan suatu instrumental evaluasi.
Kesahihan instrument evaluasi diperoleh melalui hasil pemikiran dan hasil
pengalaman.
2. Keterandalan
Keterandalan evaluasi berhubungan dengan masalah kepercayaan, yakni tingkat
kepercayaan bahwa suatu instrument evaluasi mampu memberikan hasil yang
tepat. Gronlund dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:196) mengemukakan bahwa,
“keterandalan menunjukkan kepada konsistensi (keajegan) pengukuran yakni
bagaimana keajegan skor tes atau hasil evaluasi lain yang berasal dari pengukuran
yang satu ke pengukuran yang lain”. Dengan kata lain, keterandalan dapat kita
artikan sebagai tingakat kepercayaan keajegan hasil evaluasi yang diperoleh dari
suatu instrument evaluasi.
3. Kepraktisan
Kepraktisan evaluasi dapat diartikan sebagai kemudahan-kemudahan yang ada
pada instrument evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi/ memperoleh hasil, maupun kemudahan dalam menyimpanya.
Sementara menurut Arikunto dan Jabar (2010:8-9) evaluasi memiliki ciri-ciri dan
persyaratan sebagai berikut :
1. Proses kegiatan penelitian tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku
bagi penelitian pada umumnya.
2. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis yaitu
memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari
beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam
menunjang kinerja dari objek yang dievaluasi.
3. Agar dapat mengetahui secar rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu
adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi
keberhasilan program.
4. Menggunakan standar, Kiteria, atau tolak ukur sebagai perbandingan dalam
menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan.
5. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi
bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan.
6. Agar informasi yang diperoleh dapat menggambarkan kondisi nyata secara rinci
untuk mengetahui bagian mana dari program yang belum terlaksana, maka perlu ada
identifikasi komponen yang dilanjutkan dengan identifikasi subkomponen, sampai
pada indikator dari program evaluasi.
7. Standar, kriteria, atau tolak ukur diterapkan pada indicator, yaitu bagian yang
paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari
proses kegiatan.
8. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan
akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.
Secara garis besar ada dua macam bentuk penilaian, yaitu bentuk tes subjektif dan
bentuk tes objektif. Berikut penjelasannya:
1. Tes Subjektif
Tes subjektif ini biasa disebut juga sebagai tes essay atau essay examination. Yang
dimaksud dengan tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, yang
jawabannya merupakan karangan (essay) atau kalimat yang panjang-panjang. Tes esai
merupakan bentuk penilaian yang paling dikenal dan banyak digunakan oleh guru-guru
disekolah dari dulu sampai sekarang. Umumnya tes esai ini berjumlahkan lima sampai
sepuluh item soal saja. [1]
Menurut sejarah yang ada lebih dahulu itu adalah bentuk tes subjektif ini / tes esai.
Akan tetapi karena bentuk ini banyak kelemahan-kelemahan, maka para ahli pendidikan
berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk yang lain, yaitu tes objektif.[2]
Meskipun demikian, tidak berarti bentuk esai ditinggalkan sama sekali. Bentuk esai
dapat digunakan untuk mengukur kegiatan belajar yang sulit diukur oleh bentuk objektif.
Dilihat dari luas sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk esai atau bisa juga
disebut uraian, dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas ( restricted
respons items )dan uraian bebas ( extented respons items ).[3]
a. Uraian bebas
artinya butir soal itu hanya menyangkut masalah utama yang dibicarakan tanpa
memberikan arahan tertentu dalam menjawabnya.[4]
b. Uraian Terbatas
artinya peserta didik diberi kebebasan untuk menjawab soal yang ditanyakan,
namun arah jawaban dibatasi sedemikian rupa sehingga kebebasan tersbut menjadi
bebas yang terarah.[6]
2. Tes Objektif
Tes Objektif sering juga disebut tes dikotomi ( dichotomously scored item ) karena
jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif
karena penilaiannya objektif. Siapapun yang mengoreksi jawaban tes ini maka hasilnya
akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif terdiri atas
beberapa bentuk, yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi
jawaban atau jawaban singkat. Sebagaimana dikemukakan oleh Witherington ( 1952 )
bahwa , “There are many varietes of there new test, but four kinds are in most common
use, true false, multiple-choice, completion, matching”.[8]
Tes benar salah adalah butir soal atau tugas yang berupa pernyataan yang jawabannya
menggunakan pilihan pernyataan benar atau salah. Alternatif jawaban bisa berbentuk :
· Benar-salah
· Setuju-tidak setuju
· Baik-tidak baik
Tes pilihan ganda ini umumnya terdiri atas kalimat pokok yang berupa
pernyataan yang belum lengkap dan diikuti oleh empat sampai lima kemungkinan jawaban
yang dapat melengkapi pernyataan tersebut. Pelajar harus memilih salah satu diantara
kemungkinan jawaban tersebut.
c. Tes Menjodohkan
Tes menjodohkan ini sering dikenal dengan sebutan tes matching, tes mencari pasangan,
tes menyesuaikan, tes mencocokkan, dan tes mempertandingkan. Jadi dalam tes ini
disediakan dua kelompok bahan dan peserta didik harus mencari pasangan yang sesuai
antara kelompok pertama dengan kelompok kedua sesuai petunjuk yang diberikan dalam
tes tersebut.
Tes ini sering dikenal dengan tes completion, dimana tes ini berbentuk pernyataan
yang salah satunya dikosongkan. Tugas peserta didik ialah mengisi jawaban pada kata-
kata yang kosong tersebut.
Istilah “tehnik” dapat diartikan sebagai “alat”. Jadi dalam istilah tehnik evaluasi
hasil belajar terkandung arti alat-alat (yang dipergunakan dalam rangka melakukan)
evaluasi hasil belajar.[11] Secara garis besar ada dua kelompok tehnik evaluasi yang dapat
digunakan oleh seorang guru dalam usahanya mencari informasi yang diperlukan. Kedua
kelompok tersebut yaitu tes dan non tes. Pertama, tehnik evaluasi menggunakan cara tes,
yang didalamnya berupa satu set atau lebih item pertanyaan atau pernyataan yang relevan
dengan tujuan tes yang digunakan oleh seorang guru. Kedua, tehnik evaluasi yang juga
banyak digunakan didalam kelas adalah tehnik evaluasi melalui nontes. Tes ini tidak
menggunakan item pertanyaan atau pernyataan seperti disebutkan diatas, tetapi tes ini
mengguanakan metode lain untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan.[12]
1. Tehnik Tes
a. Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa perancis kuno
yang berarti piring untuk untuk menyisihkan logam-logam mulia.
Adapun dari segi istilah, menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya
berjudul Psychological Testing, yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang
mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat
betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah
laku individu. Adapun menurut Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul Esseintial of
Psychological Testing, tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk
membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih. Sedangkan menurut Drs. Amir Daien
Indrakusuma didalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pendidikan mengatakan bahwa Tes
adalh suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data
atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh
dikatakan tepat dan cepat.
Dari definisi-definisi tersebut di atas kiranya dapat dipahami bahwa dalam dunia
evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara (yang dapat dipergunakan)
atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang
pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa
pertanyaan-pertanyaan (yang harus dijawab), atau perintah-perintah (yang harus
dikerjakan), sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat
dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi, nilai mana dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai atau dibandingkan dengan nilai standar
tertentu.
c. Penggolongan Tes
Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan,
tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan.
Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur perkembangan
belajar peserta didik, tes dapat dibedakan menajadi enam golongan: 1) Tes Seleksi, 2) Tes
Awal, 3) Tes Akhir, 4) Tes Diagnostik, 5) Tes Formatif, 6) Tes Sumatif.
a) Tes Seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan istilah “Ujian Saringan” atau “Ujian Masuk”. Tes ini
dilakukan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes digunakan untuk
memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang
mengikuti tes.
b) Tes Awal
Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-test. Tes jenis ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetaui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan
telah dapat dikuasai oleh para peserta didik. Jadi tes awal adalah tes yang dilaksanakan
sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik. Karena itu maka butir-butir
soalnya dibuat yang mudah-mudah.
c) Tes Akhir
Tes akhir sering dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah
dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para peserta didik.
d) Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menetukan secara tepat jenis
kesukaran yang yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran
tertentu. Dengan diketahuinya jenis-jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik itu
maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya berupa pengobatan (theraphy) yang tepat.
Tes diagnostik juga bertujuan ingin menemukan jawab atas pertanyaan “Apakah peserta
didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk
dapat menerima pengetahuan selanjutnya?”
Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan
tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit dipahami siswa. Tes jenis ini dapat
dilaksanakan secara lisan, tertulis, perbuatan atau kombinasi dari ketiganya.
Sesuai dengan nama tes itu sendiri (diagnose=pemeriksaan), maka jika hasil pemeriksaan
itu menunjukkan bahwa tingkat penguasaan peserta didik yang sedang diperiksa itu
termasuk rendah maka harus diberi bimbingan secara khusus agar mereka dapat
memperbaiki tingkat penguasaannyaterhadap mata pelajaran tertentu.
e) Tes Formatif
Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh
manakah peserta didik telah terbentuk sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah
ditentukan setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Perlu diketaui bahwa istilah “formatif” itu berasal dari kata “form” yang berarti “bentuk”.
Materi dari tes formatif ini pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan pelajaran
yang telah diajarkan. Butir-butir soalnya terdiri atas butir-butir soal baik yang termasuk
kategori mudah maupun yang termasuk kategori sukar.
f) Tes Sumatif
Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan
program pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan istilah “Ulangan
Umum”. Dimana hasilnya digunakan untuk mengisi nilai rapor atau mengisi ijazah. Tes
sumatif ini pada umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang telah diberikan
selama satu catur wulan atau satu semester. Dengan demikian materi tes sumatif itu jauh
lebih banyak ketimbang materi tes formatif.
Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis, agar semua siswa memperoleh soal yang
sama. Butir-butir soal yang dikemukakan dalam tes sumatif ini ini pada umumnya juga
lebih sulit atau lebih berat daripada butir-butir soal tes formatif.
Dengan tehnik nontes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan
dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan
secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket
(questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis).
Tehnik nontes ini pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka
mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup (affective domain) dan
ranah keterampilan (psychomotoric domain), sedangkan tehnik tes sebagaimana telah
dikemukakan sebelum ini, lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar
peserta didik dari segi ranah proses berfikirnya(cognitive domain).[19]
a. Pengamatan (observation)
Pengamatan atau observasi adalah suatu tehnik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Atau bisa juga
diartikan sebagai sebuah cara menghimpun data yang dilakukan oleh guru kepada peserta
didiknya dengan cara pengamatan yang teliti dan mencatat hasil pengamatan secara
sistematis.
2) Observasi sistematik, yaitu observasi dimana faktor –faktor yang diamati sudah didaftar
secara sistematis, dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi
partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada diluar kelompok.
3) Observasi eksperimental, observasi ini terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam
kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsure-unsur penting dalam situasi
sedemikian rupa sehingga situasi dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.[20]
b. Wawancara (interview)
Wawancara adalah tehnik evaluasi yang menekankan adanya pertemuan secara
langsung antara evaluator dengan yang dievaluasi.[21]
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
2) Interview bebas, yakni materi yang ditanyakan bebas dan tidak terstruktur akan tetapi
mempunyai tujuan, serta responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.
c. Angket (questionnaire)
Angket juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka penilaian hasil belajar.
Berbeda dengan wawancara dimana penilai berhadapan secara langsung dengan peserta
didik atau dengan pihak lainnya, maka dengan menggunakan angket pengumpulan data
sebagai bahan penilaian hasil belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga.
a) Kuesioner langsung
a) Kuesioner tertutup
b) Kuesioner terbuka.
Berbagai informasi diatas tadi bukan tidak mungkin pada suatu saat tertentu sangat
diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar
terhadap peserta didiknya.[22]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Mahirah B. 2017. Evaluasi belajar peserta didik. Makassar:UIN Alaudin
Makasar.1(2).
Al-Haj, Jahja Qohar. Evaluasi Pendidikan Agama, Cet. I; Jakarta: Ciawi Jaya, 1985.