Anda di halaman 1dari 3

4.

Faktor Penyebab KDRT

Menurut hasil SPHPN Tahun 2016 mengungkapkan terdapat 4 faktor penyebab terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan yaitu faktor
individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi.

- Faktor Individu
Perempuan yang menikah secara siri, kontrak, dan lainnya berpotensi 1,42 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang menikah secara
resmi diakui negara melalui catatan sipil atau KUA.
Perempuan yang sering bertengkar dengan suami beresiko 3,95 kali lebih tinggi mengalami
kekerasan, dibandingkan yang jarang bertengkar dengan suami. Perempuan yang sering
menyerang suami terlebih dahulu juga beresiko 6 kali lebih besar mengalami kekerasan
dibandingkan yang tidak pernah menyerang suami lebih dahulu.
- Faktor Pasangan

Perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain beresiko 1,34 kali lebih besar mengalami
KDRT, perempuan yang suaminya berselingkuh dengan perempuan lain cenderung mengalami
kekerasan 2,48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak berselingkuh.

Suami menggangur beresiko 1,36 kali lebih besar melakukan KDRT. Faktor suami yang pernah
minum miras, cenderung 1,56 kali dan suami suka mabuk minimal seminggu sekali, beresiko
2,25 kali lebih besar mengalami KDRT dibandingkan yang tidak pernah mabuk.

Perempuan yang memiliki suami pengguna narkotika tercatat 45,1% mengalami kekerasan fisik,
35,6% mengalami kekerasan seksual, 54,7% mengalami kekerasan fisikdan/seksual, 59,3%
mengalami kekerasan ekonomi, 61,3% mengalami kekerasan emosional/psikis, dan yang paling
tinggi yaitu 74,8%.

- Faktor Ekonomi

Perempuan yang berasal dari rumahtangga pada kelompok 25% termiskin memiliki risiko 1,4
kali lebih besar mengalami KDRT dibandingkan kelompok 25% terkaya. Aspek ekonomi
merupakan aspek yang lebih dominan menjadi faktor kekerasan pada perempuan dibandingkan
dengan aspek pendidikan.
- Faktor Sosial-Budaya

Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan memiliki risiko 1,2 kali lebih besar mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah
perdesaan.

(https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-
kdrt-kenali-faktor-penyebabnya)

Pada Ibu Hamil

- Selain itu pada ibu hamil akibat tidak terpenuhinya kebutuhan suami semasa istri hamil
dan nifas merupakan penyebab utama yang mempengaruhi tindakan kekerasan suami.
Pada mmasa kehamilan, kondisi istri secara fisik maupun psikologis serta seksual dalam
keadaan lemah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan suami secara maksimal.

(https://ugm.ac.id/id/berita/2638-ketidakmampuan-melayani-kebutuhan-suami-penyebab-
kekerasan-pada-wanita-hamil-nifas)

- Faktor risiko utama yang tampaknya meningkatkan prevalensi KDRT dalam kehamilan
adalah riwayat kekerasan [19,22,27,28] wanita yang termasuk dalam kelompok minoritas
[29–31], terutama tingkat pendidikan yang rendah dan kombinasi dengan tingkat sosial
ekonomi yang rendah [24,29,30], penyalahgunaan zat [29,31-37] dan, usia remaja
[17,38,39].

Ditinjau dari ciri-ciri utama pelaku adapun faktor risiko yang meningkatkan kejadian kekerasan
dalam kehamilan; kekuasaan dan kontrol [40,41] dan penyalahgunaan zat [19,20].

Faktor yang terkait dengan peningkatan kekerasan dalam kehamilan terkait dengan keadaan dan
kondisi kehamilan. Kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan yang idak direncanakan
merupakan faktor terpenting [19,42,43].

(Antoniou E. Women's Experiences of Domestic Violence during Pregnancy: A Qualitative

Research in Greece. Int J Environ Res Public Health. 2020;17(19):7069. Published 2020 Sep 27.
doi:10.3390/ijerph17197069)
8. Pemulihan KDRT

Upaya pemulihan korban Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan
dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Pasal 1 ayat 1 ialah
segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya baik
secara fisik maupun psikis.
(Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama
Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga)

Pemulihan korban berdasarkan kepada Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga:
- UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 39
Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari:
a. Tenaga kesehatan;
b. Pekerja sosial;
c. Relawan pendamping; dan/atau

d. Pembimbing rohani.

- UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 40


1. Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya
2. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan
merehabilitasi kesehatan korban.

(Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan


Dalam Rumah Tangga)

Anda mungkin juga menyukai