Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Callista Roy


2.1.1. Biografi Sister Caliista Roy
Menurut Sudarta (2015) Sister Calista Roy dilahirkan di Los Angeles, 14
Oktober 1939 sebagai anak kedua dari keluarga Fabien Roy. Di usianya yang
ke 14, ia mulai bekerja di rumah sakit umum sebagai petugas pantry, lalu
menjadi pekarya, dan akhirnya sebagai tenaga perawat. Kemudian ia
bergabung dengan Sisters of Saint Joseph of Carondelet. Ia mendapat gelar
Bachelor of Arts bidang keperawatan dari Mount St. Mary’s College, Los
Angeles tahun 1963. Disusul dengan Master di bidang perawatan pediatric
dari university of California, Los Angeles di tahun 1966. Selain itu juga
memperoleh gelar Master dan PhD bidang Sosiologi pada 1973 dan 1977.

Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan pada


tahun 1964. Model ini banyak digenakan sebagai falsafah dasar dan model
konsep dalam pendidikan keperawatan. Model adaptasi Roy adalah system
model yang esensial dalam keperawatan (Asmadi, 2008).

2.1.2. Asumsi Dasar Model Adaptasi Callista Roy


Menurut Asmadi (2008) adapun asumsi-asumsi dasar yang dianut dalam
model adaptasi Roy, antara lain :
2.1.2.1. Individu adalah makhluk bio-psiko-sosial yang merupakan suatu
kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan sehat jika ia mampu
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, dan
sosialnya.
2.1.2.2. Setiap orang selau menggunakan koping, baik yang bersifat positif
maupun negatif, untuk dapat beradaptasi. Kemampuan adaptasi
seseorang dipengaruhi tiga komponen, yaitu penyebab utama

10
11

perubahan kondisi dan situasi, keyakinan, dan pengalaman dalam


beradaptasi.
2.1.2.3. Setiap individu berespons terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan
akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri atau
kemandirian, serta kemampuan melakukan peran danfungsi secara
optimal guna memelihara integritas diri. Kebutuhan fisiologis,
menurut roy, meliputi oksigenasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan
dan elektrolit, makana, tidur dan istirahat, pengaturan suhu dan
hormone, dan fungsi tambahan. Kebutuhan konsep diri yan positif
berfokus pada persepsi diri yang meliputi kepribadian, norma, etika,
dan keyakinan sesoerang. Kemandirian lebih difokuskan pada
kebutuhan dan kemampuan melakukan interaksi social, termasuk
kebutuhan akan dukungan orang lain. Peran dan fungsi optimal lebih
difokuskan pada perilaku individu dalam menjalankan peran dan
fungsi yang diembannya.
2.1.2.4. Individu selalu berada dalam rentang sehat-sakit yang berhubungan
erat dengan keefektifan koping yang dilakukan guna mempertahan
kan kemampuan adaptasi.

Selain itu, asumsi dasar model adaptasi Roy menurut Sudarta (2015) :
2.1.2.1 Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan social yang terus-
menerus berinteraksi dengan lingkungan.
2.1.2.2 Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi
perubahan-perubahan biopsikososial.
2.1.2.3 Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas
kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan
respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
2.1.2.4 Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan
yang lainya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi
rangsangan baik positif maupun negatif.
12

2.1.2.5 Sehat dan sakit merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari
kehidupan manusia.

2.1.3. Sistem Adaptasi Callista Roy


Sistem adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai
kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap
bagian-bagiannya.Tingkat atau kemampuan adaptasi seseorang ditentukan
oleh tiga hal, yaitu Input, control dan out-put, dengan penjelasan sebagai
berikut :
2.1.3.1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagi stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energy dari lingkungan yang
dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan
stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual (Sudarta, 2015).
a. Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal
menghadapi system manusia yang efeknya lebih segera (Alligot
& Tomey, 2010).
b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara
bersamaan.(Sudarta, 2015) di mana stimulus kontekstual
merupakan semua factor lingkungan yang hadir kepada
seseorang dari dalam tetapi bukan pusat dari atensi dan energy
seseorang (Alligot & Tomey, 2010).
c. Stimulus residual adalah factor lingkungan dalam tanpa system
manusia yang mempengaruhi dalam situasi arus yang tidak jelas
(Alligot & Tomey, 2010). Stimulus residual yaitu ciri-ciri
tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapu
sukar untuk diobservasi meliputi kepercayaan, sikap, sifat
individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu hal ini
member proses belajar untuk toleransi (Sudarta, 2015).
13

Contohnya adalah keyakinan, sikap dan sifat individu yang


berkembang sesuai dengan pengalaman masa lalu (Asmadi,
2008).

2.1.3.2. Kontrol
Proses control seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme
koping yang digunakan, dibagi menjadi :
a. Subsistem regulator.
Subsystem regulator merupakan renspons system kimiawi, saraf
atau endokrin, otak dan medulla spinalis yang diteruskan sebagai
prilaku atau respons (Asmadi, 2008). Subsystem regulator
mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input
stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator
system adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah
respon neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural
dan brain system dan spinal cord yang diteruskan sebagai prilaku
output dari regulator system. Banyak proses fisiologis yang dapat
dinilai sebagai prilaku regulator subsitem (Sudarta, 2015).
b. Subsistem kognator
Mekanisme kognator berhubungan dengan fungsi otak dalam
memproses informasi, penilaian dan emosi (Asmadi, 2008).
Stimulus untuk subsistem kognator dapat ekstenal maupun
internal. Prilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi
stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator control
proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses
informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dewngan proses internal dalam memolih atensi,
mencatat dan mengingat, belajar berkolerasi dengan proses
imitasi, reinfoecement (penguatan) dan insight (pengertian yang
mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau
14

analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari


keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang (Sudarta,
2015).

2.1.3.3. Output
Output dari suatu system adaptasi adalah prilaku yang dapat
diamati, diukur, atau dapat dikemukakan secara subjektif. Output
pada system ini dapat berupa respons adaptif ataupun respons
maladaptive (Asmadi, 2008). Output dari suatu system adalah
prilaku yang dapat diamati, diukur atau secara subjektif dapat
dilaporkan baik berasal dari dalam maupun diluar. Prilaku ini
merupakan umpan balik untuk sitem. Roy mengkategorikan
output sebagi respon yang tidak maladaptive. Respon yang adaptif
dapat meningkatkan integritas seseorang tersebut mampu
melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup,
perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon
yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy
telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan
proses control seseorang sebagai adaptif system. Beberapa
mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetic
(missal sel darah putih) sebagai sitem pertahan terhadap bakteri
yang menyerang tubuh (Sudarta, 2015).

2.1.4. Objek Utama dalam Keperawatan Callista Roy


Menurut Sudarta (2015) menjelaskan bahwa menurut Roy terdapat empat
objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu :
2.1.4.1. Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keprawatan)
Menurut Roy manusia bersifat holistic, yang mempunyai system
adaptif. Sebagai system yang adaptif, manusia dijelaskan sebagai
keseluruahan dengan bagian-bagian fungsi sebagai kesatuan dari
beberapa tujuan. System manusia meliputi orang-orang sebagai
15

individu atau dalam kelompok, termasuk keluarga, organisasi,


komunitas dan social sebagai sebuah keseluruhan (Alligot &
Tomey, 2010). Roy mengatakan bahwa penerima jasa asuhan
keperawatan individu, keluarga, kelompok komunitas atau social.
Masing-masing dilakukan oleh perawat sebagai sitem adaptasi
yang holistic dan terbuka. System terbuka tersebut berdampak
terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian,
energy antara system dan lingkungan dicirikan oleh perubahan
internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus
mempertahankan integritas dirinya, dimana setiap individu secara
kontinyu berdaptasi (Nursalam, 2016).

Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sitem adaptif.


Sebagai system adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic
sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, out put dan
prosees umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping
yang dimanifestasikan dengan cara-cara adaptasi. Lebih spesifik
manusia didefinisikan sebagai sebuah system adaptif dengan
aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi
dalam empat cara-cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan interdependensi. Dalam model adaptasi
keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu system yang hidup,
terbuka dan adaftif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan
perubahan lingkungan. Sebagai system adaftif manusia dapat
digambarkan dalam istilah karakteristik system, jadi manusia
dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan antara unit
fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk
beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sitem adaptasi
adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan
lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus
termasuk variable standar yang berlawanan yang umpan baliknya
16

dapat dibandingkan. Variable standar ini adalah stimulus internal


yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang
stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang
biasa dilakukan. Proses control manusia sebagai suatu system
adaptasi adalah mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang
telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem
kognator. Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dalam
hubungannya terhadap empat efektor atu cara-cara adaptasi yaitu :
fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen
(Sudarta, 2015).

2.1.4.2. Keperawatan
Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa
pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik
sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan
social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk
pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan
kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan
melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit
oleh individu (Alligood & Tomey, 2006 dalam Nursalam, 2016)

Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkat


kan respons adaptasi berhubungan dengan empat mode respon
adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input
tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang
atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi
seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh
stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu
respons yang diberikan secar langsung terhadap ancaman/input
yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya tergantung tingkat
perubahan yang berdampak pada seseorang. Stimulus kontekstual
17

adalah semua stimulus lainseseorang baik internal maupun


eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur,
dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual
adalah karakteristi/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul
relevan dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara
objektif (Sudarta, 2015).

2.1.4.3. Konsep Sehat


Roy memandang kesehatan merupakan sebuah kelanjutan dari
meninggal dan kesehatan yang ekstrim yang buruk ke level
tertinggi dan puncak dari kesehatan (Alligot & Tommy, 2010). Dia
menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses
dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasi secara
keseluruhan, fisik, mental dan social. Itegritas adaptasi individu
dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi
tujuan memper tahankan dan reproduksi (Nursalam, 2016). Sakit
adalh suatu kondisi ketidak mampuan individu untuk beradaptasi
terhadap rangsangan yang berasal dari dalm dan dari luar individu.
Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh
individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping)
tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan
dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan,
pekerja an, usia, budaya, dan lain-lain (Sudarta, 2015).

2.1.4.4. Konsep lingkungan


Stimulus dari individu dan stimulus sekitarnya merupakan unsure
penting dalam lingkungan. Roy mendifinisikan lingkungan sebagai
semua kondisi yang berasal dari internal dan ekternal, yang
mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku
seseorang dan kelompok (Nursalam, 2016). Lingkungan eksternal
dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima
18

individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan


lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh
individu (berupa pengalaman, kemampuan emosional,
kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul)
yang berasal dari tubuh individu. Manifestasi yang tampak akan
tercermin dari prilaku individu sebagai respons. Dengan
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat
dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengirangi
resiko akibat dari lingkungan sekitar (Sudarta, 2015).

2.1.5. Fungsi model Callista Roy


Empat fungsi model yang dikembangkan oleh roy terdiri dari :
2.1.5.1. Fisiologis
Menurut Nursalam (2016) secara fisiologis dapat dilihat dari
beberapa hal berikut :
a. Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen
berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.
b. Nutrisi: menggambarkan pola penggunaan nutrient untuk
memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.
c. Eliminasi: menggambarkan pola eliminasi.
d. Aktivitas dan istirahat: menggambarkan pola aktivitas, latihan,
istirahat dan tidur.
e. Integritas kulit: menggambarkan pola fisiologis kulit.
f. Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensori perceptual
berhubungan dengan panca indra.
g. Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fsiologis
penggunaan cairan dan elektrolit.
h. Fungsi neurologis: menggambarkan pola control neurologis,
pengaturan dan intelektual.
i. Fungsi endokrin: menggambarkan pola control dan pengaturan
termasuk respons stress dan system reproduksi.
19

2.1.5.2. Konsep diri (psikis)


Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri. Konsep diri
adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar Komponen
konsep diri antara lain identitas, citra tubuh, harga diri, dan peran
diri (Potter dan Perry, 2005). Konsep diri didefinisikan sebagai
semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat
seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain. Konsep diri seseorang tidak
terbentuk waktu lahir melainkan harus dipelajari (Murwani, 2009).

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian


individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1991, dalam
Murwani, 2009). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir,
tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam
dirinya sendiri, dengan orang terdekat. Berdasarkan pendapat di atas
maka peneliti menyimpulkan bahwa konsep diri adalah pengetahuan
individu tentang dirinya.

Model konsep ini mengidentifikasi pola nilai, kepercayaaan dan


emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian
ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik,
individual, dan moral-etik (Sudarta, 2015).

Menurut Potter dan Perry (2005) komponen konsep diri antara lain:
a. Identitas
Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan
dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam
berbagai situasi. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah
20

dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik. Ciri-ciri
identitas diri:
1) Memahami diri sendiri sebagai organisme yang utuh, berbeda,
dan terpisah dari orang lain.
2) Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat.
3) Mengakui jenis kelamin sendiri.
4) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan masa yang akan
datang.
5) Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu
keserasian dan keselarasan.
6) Mempunyai tujuan hidup yang bernilai dan dapat direalisasikan.
b. Citra tubuh
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik
secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan
dan sikap yang ditujukan pada tubuh.
c. Harga diri
Harga diri adalah rasa tentang nilai nilai diri. Rasa ini adalah
suatu evaluasi dimana seseorang membuat atau memper tahankan
diri. Orang perlu merasa berharga dalam hidupnya dan hal ini
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Harga diri dapat
diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri. Aspek utama harga
diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi, orang lain dan mendapat
penghargaan dari orang lain.
d. Peran diri
Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah
diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Peran adalah
perilaku yang didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui
sosialisasi.
21

2.1.5.3. Fungsi peran (Sosial)


Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima
oleh keluarga, komunitas dan kultur. Peran adalah perilaku yang
didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi (Potter dan
Perry, 2005). Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi
social seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran
ganda yang dijalankannya (Nursalam, 2016).

2.1.5.4. Interdependent
Interdependent mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia,
kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui
hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok
(Sudarta, 2015). Hubungan interdependent meliputi kemauan dan
kemampuan untuk memberi kepada yang lain dan menerima dari
aspek-aspek mereka yang memberikan, seperti cinta, respek, nilai,
pengasuhan, pengetahuan, kemampuan-kemampuan, komitmen-
komitmen yang memiliki materi, waktu dan bakat (Alligot &
Tommy, 2010)

2.2 Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Adapun pengertian Keluarga dalam Salvari Gusti ADP (2013) adalah sebagai
berikut :
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri,
atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
(UU No.10 tahun 1992)

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-
masing yang merupakan bagian dari keluarga. (Friedman, 1998)
22

Keluarga adalah kumpulan anggota rumah tangga yang saling berhubungan


melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. (WHO, 1969)

2.2.2 Fungsi Keluarga


Menurut Salvari Gusti ADP (2013) adapun fungsi keluarga menurut
Friedman, 1998 adalah sebagai berikut :
2.2.2.1 Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengerjakan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
2.2.2.2 Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial rumah untuk berhubungan
dengan orang lain diluar rumah.
2.2.2.3 Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
2.2.2.4 Fungsi ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi
untuk memenihi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
2.2.2.5 Fungsi perawatan / pemeliharaan kesehatan (the health care function)
yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

2.2.3 Karakteristik Keluarga


2.2.3.1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
2.2.3.2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
2.2.3.3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran social : Suami, istri, anak, kakak dan adik.
23

2.2.3.4. Mempunyai tujuan yaitu : Menciptakan dan mempertahankan budaya


dan meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota
(Efendy, 2008).

2.2.4 Struktur Keluarga


Adapun struktur keluarga menurut Salvari Gusti ADP (2013) adalah sebagai
berikut :
2.2.4.1. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ayah
2.2.4.2. Maltrilinier
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ibu
2.2.4.3. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.
2.2.4.4. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
2.2.4.5. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga
dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami istri.

2.2.5 Tipe-tipe Keluarga


2.2.5.1. Tipe Keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti (Nuclear Family)
Adlah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang
diperoleh dari keturunannya atau adpsi atau keduanya
24

b. Keluarga Besar (Extended family)


Adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih
mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi, saudara
sepupu, dll)
c. Keluarga bentukan kembali (Dyadic family)
Adalah keluarga yang baru yang terbentuk dari pasangan yang
telah cerai atau kehilangan pasangannya.
d. Orang tua tunggal (single parent family)
Adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan
anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
e. The Singgel adult living alone
Adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
f. The unmarried teenage mother
Adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan
g. Keluarga usila (niddle age/aging couple)
Adalah suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau keduanya-
duanya bekerja atau tinggal dirumah, anak-anaknya sudah
meninggalkan rumah karena sekolah / perkawinan / meniti karir.
2.2.5.2. Tipe Keluarga Non Tradisional
a. Commune family
b. Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan
anak hidup bersama dalam satu rumah tangga.
c. Homoseksual
Adalah dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu
rumah tangga.

2.2.6 Tugas – Tugas Keluarga


Keluarga memiliki tugas-tugas yang pada prinsipnya dilaksanakan oleh
masing masing anggota keluarga. Menurut Efendy (2008) ada delapan tugas
pokok keluarga, yaitu :
2.2.6.1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
25

2.2.6.2. Pemeliharaan sumber daya yang ada dalam keluarga.


2.2.6.3. Pembagian tugas masing-masing anggotanyasesuai kedudukanya
masing-masing.
2.2.6.4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
2.2.6.5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
2.2.6.6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
2.2.6.7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih
luas.
2.2.6.8. Memberikan dukungan, dorangan dan semangat pada anggota
keluarga.

2.3 Dukungan Keluarga


2.3.1 Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu
yang diperoleh dari keluarganya yang dapat dipercaya sehingga seseorang
akan tahu bahwa keluarganya memperhatikan, menghargai dan mencintai
nya. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, anak dan untuk Indonesia dapat meluas
mencakup saudara dari kedua belah pihak. Dalam semua tahap, dukungan
keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan kepandaian dan
akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam
kehidupan (Coben dan Syme, dalam Setiadi, 2008).

Dukungan keluarga dalah suatu proses hubungan dengan lingkungan


sosialnya yang dapat diakses oleh keluarga yang dapat bersifat mendukung
dan memberikan pertolongan kepada anggota keluarga. (Friedman, 2010)

Dukungan keluarga adalah bantuan, kepedulian, atau kesediaan seseorang


yang diberikan kepada anggota keluarganya. Bantuan tersebut dapat
berupabantuan fisik atau psikologis seperti perasaan dicintai, dihargai atau
diterima (Sarason dalam Tarwoto, 2010).
26

2.3.2 Manfaat Dukungan Keluarga


Manfaat dukungan keluarga menurut Azizah (2014) antara lain :
2.3.2.1 Sosial Support tidak hanya berwujud dalam bentuk dukungan moral,
melainkan dukungan spiritual ldan dukungan material.
2.3.2.2 Meringankan beban bagi anggota keluarga yang sedang menjalani
masalah/persoalan, sehingga dapat membantu ketaatan/kepatuhan
dalam pengobatan.
2.3.2.3 Dukungan keluarga yang diberikan merupakan suatu dorongan untuk
mengobarkan semangat hidupnya, menyadarkan bahwa masih ada
orang lain yang peduli, sehingga penderita merasa dirinya sangat
berarti apabila patuh dalam pengobatan.
Bagaimana dukungan keluarga dapat memberikan kenyamanan fisik dan
psikologis kepada individu dapat dilihat bagaimana dukungan keluarga
mempengaruhi kejadian dan efek stress pasien. Lieberman (1992 dalam
Azizah 2014) mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat
menurunkan kecendrungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan
stress. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi denganorang lain dapat
memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut dan
oleh karena itu akan mengurangi potensi timbulnya stress.

2.3.3 Bentuk dukungan keluarga


Sedangkan menurut House Smet (1994 dalam Setiadi, 2008) setiap bentuk
dukungan keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain :
2.3.3.1 Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat
digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan yang
dihadapi, meliputi pemberi nasihat, pengarahan, ide-ide, informasi
yang dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang
lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama.
2.3.3.2 Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi
dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati,
cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang
27

yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban


sendiri tapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau
mendengarkan segala keluhan, bersimpati dan empati terhadap
persoalan yang dihadapi atau bahkan mau membantu memecahkan
masalah yang sedang dihadapinya.
2.3.3.3 Bantuan instrumental, bantuan dalam bentuk ini bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan
dengan persoalan yang dihadapinya atau menolong secara langsung
kesulitan yang dihadapi misalnya dengan menyediakan peralatan
lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang
dibutuhkan dan lain-lain.
2.3.3.4 Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan
seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari
penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana
pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang yang berkaitan dengan
dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu
adalah penilaian yang positif .

Adapun bentuk dukungan keluarga ada empat (Friedman dalam Setiadi,


2008):
2.3.3.1 Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber
pertolongan yang praktis dan konkrit.
2.3.3.2 Dukungan informasional, yaitu keluarga yang berfungsi sebagai
sebuah kolektor dan desminator (penyebar informasi).
2.3.3.3 Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai
sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan
masalah dan sebagai sumber dan vasilitator identitas keluarga.
2.3.3.4 Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang
aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penugasaan emosional.
28

2.4 Harga Diri


2.4.1 Definisi Harga diri
Menurut Jaya (2015) harga diri adalah penilaian diri terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisis seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri.

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan


menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian
ideal diri atau cita-cita/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga
(Dalami, 2009).

Harga diri adalah penilaian individu akan harga dirinya, yaitu bagaimana
standard penampilan dirinya dibandingkan dengan standar dan penampilan
orang lain dan dengan ideal dirinya sendiri (Potter & Perry, 2010).

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri


Adapun faktor-faktor mempengaruhi harga diri menurut Kusumawati (2011)
:
2.3.2.1. Ideal diri: harapan, tujuan, nilai, dan standar perilaku yang
didetapkan.
2.3.2.2. Interaksi dengan orang lain.
2.3.2.3. Norma social.
2.3.2.4. Harapan orang terhadap dirinya dan kemampuan dirinya untuk
memenuhi harapan tersebut.
2.3.2.5. Harga diri tinggi: seimbang antar ideal diri dengan konsep diri.
2.3.2.6. Harga diri rendah: adanya kesenjangan antara ideal diri dengan
konsep diri.

2.4.3 Aspek Harga Diri


Moslow dan Globe (1994, dalam Yulvira, 2012) secara khusus
mengemukakan aspek harga diri meliputi :
29

2.4.3.1 Rasa dianggap mapu dan berguna bagi orang lain, yaitu
ditunjukan oleh kemampuan individu bahwa dirinya merasa
mapu dan memiliki sikap optimis dalam menghadapi masalah
kehidupan.
2.4.3.2 Rasa dihormati, yaitu seseorang yang dihormati oleh orang lain
merasa bahwa dirinya berhrga, percaya diri serta mapu
menghargai dirinya sendiri.
2.4.3.3 Rasa dibutuhkan oleh orang lain, yaitu seseorang dibutuhkan
oleh orang lain akan merasa dirinya diterima oleh
lingkungannya.
2.4.4 Copersmith (dalam Ghufron, & Rini, 2010) membagi harga diri empat aspek
sebagai berikut:
2.4.4.1 Kekuasaan (Power)
Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol tingkah laku orang
lain. Kemampuan ini ditandai adanya pengakuan dan rasa
hormat yang diterima individu dari orang lain.
2.4.4.2 Keberatian (Significance)
Adanya kepedulian, penilaian, penilaian, dan afeksi yang
diterima individu dari orang lain.
2.4.4.3 Kebijakan (Virtue)
Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh
ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang tidak diperbolehkan.
2.4.4.4 Kemampuan (Competence)
Sukses memenihi kebutuhan prestasi
2.4.5 Dalami (dalam Yulvira, 2012) menyebutkan empat aspek harga diri meliputi
:
2.4.5.1 Nilai pribadi, yang diartikan sebagai harga diri ditentukan oleh
nilai-nilai pribadi yang diyakini individu sebagai nilai-nilai yang
sesuai dengan dirinya.
30

2.4.5.2 Kepemimpinan-popularitas, yaitu individu yang memiliki harga


diri yang tinggi cenderung dan kemampuan yang dituntut dalam
kepemimpinan (leadership).
2.4.5.3 Penerimaan dari orang lain dan keluarga yang positif.
2.4.6 Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Menurut Ghufron dan Rini (2011) factor yang mempengaruhi harga diri
meliputi :
2.3.3.1. Faktor jenis kelamin
Wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pada pria
seperti perasaan kurang mampu.
2.3.3.2. Intelegensi
Intelegensi sebagai gambaran lengkap kapasitas funsional individu
sangat erat berkaitan dengan prestasi karena pengukuran
intelegensi selalu berdasarkan kemampuan akademis. Selanjutnya,
dikatakan individu dengan harga diri yang tinggi memiliki skor
intelegensi yang lebih baik, dan selalu berusaha keras.
2.3.3.3. Kondisi Fisik
Individu dengan harga diri fisik yang menarik cenderung memiliki
harga diri yang lebih dibandingkan dengan kondisi fisik yang
kurang menarik.
2.3.3.4. Lingkungan keluarga
Peran keluarga sangat menentukan bagi perkembangan harga diri
anak.
2.3.3.5. Lingkungan social
Pembentukan harga diri seseorang yang menyadari dirinya berhasil
atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan,
penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya.
2.4.7 Ciri-ciri Harga Diri Tinggi
Menurut Braden (1987, dalam Ghufron & Rini, 2011) ciri-ciri harga diri
tinggi meliputi :
31

2.3.4.1. Mampu mengulangi kesengsaraan dan kemalangan hidup, lebih


tabah dan ulet, lebih mampu melawan suatu kelelahan, kegagalan,
dan keputus asaan.
2.3.4.2. Cenderung lebih berambisi.
2.3.4.3. Memiliki kemungkinan untuk lebih kreatif dalam pekerjaan dan
sebagai sarana untuk menjadi lebih berhasil.
2.3.4.4. Meliki kemungkinan untuk lebih dalam dan besar dalam membina
hubungan interpersonal (tampak) dan tampak lebih gembira dalam
menghadapi realitas.

2.4.8 Ciri-ciri Harga Diri Rendah


Menurut Kusumawati (2011) adapun cirri-ciri harga diri rendah adalah
sebagai berikut :
2.4.8.1 Perasaan bersalah/penyesalan.
2.4.8.2 Menghukum diri.
2.4.8.3 Merasa gagal.
2.4.8.4 Gangguan hubungan interpersonal.
2.4.8.5 Mengkritik diri sendiri dan orang lain.
2.4.8.6 Menganggap diri lebih penting dari orang lain.
Selain itu, menurut Dalami (2009) tanda gejala harga diri rendah yaitu :
2.3.5.1 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat
tindakan penyakit
2.3.5.2 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (misalnya ini tidak akan terjadi
jika saya segera ke rumah sakit), menyalahkan, mengejek dan
mengkritik diri sendiri.
2.3.5.3 Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bias, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
2.3.5.4 Gangguan hubungan social seperti menarik diri, klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
2.3.5.5 Percaya diri kurang, klien sukar dalam mengambil keputusan
misanya tentang memilih alternative tindakan.
32

2.3.5.6 Mencedrai diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

2.4.9 Prilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah


Prilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah menurut Stuart dan
Sudden (1998 dalam jaya, 2015)
2.4.9.1 Mengkritik diri sendiri dan atau orang lain
2.4.9.2 Penurunan produktivitas
2.4.9.3 Destruksi yang diarahkan pada orang lain
2.4.9.4 Gangguan dalam berhubungan
2.4.9.5 Rasa diri penting yang berlebihan
2.4.9.6 Perasaan tidak mampu
2.4.9.7 Rasa bersalah
2.4.9.8 Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan
2.4.9.9 Perasaan negative mengenai gambaran diri
2.4.9.10 Ketegangan peran yang dirasakan
2.4.9.11 Pandangan hidup yang bertentangan
2.4.9.12 Keluhan fisik
2.4.9.13 Penolakan terhadap kemampuan personal
2.4.9.14 Destruksi terhadap diri sendiri
2.4.9.15 Pengurangan diri sendiri
2.4.9.16 Menarik diri secara social
2.4.9.17 Penyalahgunaan zat atau obat
2.4.9.18 Menarik diri dari realitas dan khawatir
33

2.5 Kerangka Konsep

Model Adaptasi Roy Identitas Diri


 Fungsi Fisiologis
Citra Tubuh
 Konsep Diri
Harga
Harga Diri
Diri
 Fungsi Peran
 Interdependent Peran Diri

Dukungan Keluarga
- Dukungan
emosional
- Dukungan
informasional Harga Diri
- Dukungan
penilaian
- Dukungan
Instrumental

Variabel Independen Variabel dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka hipotesis penelitian ini adalah ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien menggunakan
pendekatan teori Sister Callista Roy di RSUD Ulin Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai