Anda di halaman 1dari 13

TERAPI ATAU PENGOBATAN DOA TERHADAP PASIEN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komplementer


Dosen pengampu Ns. Mohammad Nur, S.Kep., M.Si

Disusun oleh :
Indah Ayu Rosikin
33411801017
3A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI MADURA

i
TAHUN PELAJARAN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum wr. wb.

Alhamdulillah…puji syukur, kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang


telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga makalah tentang
“Terapi Atau Pengobatan Doa Terhadap Pasien” ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya.
Kami sebagai penulis mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada kedua
orang tua kami, teman-teman serta tidak lupa dosen pengampu yang senantiasa
memberikan dukungan. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan bagi para pembaca, dapat dijadikan sebagai pedoman, acuan
serta petunjuk bagi pembaca dalam administrasi pendidikan maupun profesi
keguruan.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki masih sangat minim. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah kedepannya. Akhir kata kami sampaikan terimakasih.

Wassalamua’laikum wr. wb.

Pamekasan, 25 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1 Definisi Terapi Do’a.......................................................................................3
2.2 Kegunaan Terapi Do’a....................................................................................3
2.3 Jenis-Jenis Terapi Do’a...................................................................................4
2.4 Mekanisme Terapi Do’a.................................................................................4
2.5 Tahap-Tahap Terapi Do’a...............................................................................5
BAB III PENUTUP.....................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................8
3.2 Saran...............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terapi Komplementer dalam beberapa tahun terakhir semakin berkembang
dan merupakan bagian yang penting dalam pemberian pelayanan kesehatan
khususnya di negara Indonesia. Pada berbagai sarana pelayanan kesehatan tidak
sedikit pasien yang akan bertanya tentang terapi komplementer dan alternatif
pada petugas kesehatan seperti dokter maupun perawat. Karena masyarakat
beranggapan bahwa terapi komplementer merupakan salah satu pilihan
pengobatan yang dapat dilakukan. Menurut WHO (World Health Organization),
pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan
berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia seperti
minuman jamu tidak dapat dikategorikan sebagai terapi komplementer tetapi
merupakan pengobatan tradisonal. Terapi komplementer merupakan suatu
kumpulan dari berbagai macam sistem pengobatan dan perawatan kesehatan,
praktik dan produk yang secara umum tidak menjadi bagian dari pengobatan
konvensional (Widyastuti, 2008).
Sebagai upaya dalam meningkatkan pelayanan keperawatan, maka terapi
komplementer akan semakin berkembang pula sebagai bentuk pengobatan dan
pencegahan terhadap penyakit. Maka dari itu perawat harus mampu mengetahui
jenis-jenis terapi komplementer yang dapat digunakan dan salah satu diantaranya
adalah prayer terapi (terapi berdo’a). Terapi berdo’a merupakan bagian dari
terapi spiritual yang yang sangat penting dalam mengatasi penyakit kronis dan
mengancam jiwa, krisis medis, dan penyakit gangguan kejiwaan (Balboni et al.,
2013) (Sabki, Zarrina, Basirah, & Muhsin, n.d.). Agama/spiritual pasien tidak
hanya penting untuk dipenuhi, hal itu juga dikaitkan dengan peningkatan kualitas
hidup pasien dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan medis (Mcmillan
& Johnston, 2017; Zollfrank et al., 2015).
Terapi do’a merupakan bagian dari terapiutik dalam kesehatan dan
penyembuhan. Banyaknya bukti-bukti ilmiah yang mendukung tentang terapi
do’a seperti yang dilakukan oleh (Barnum,2006; O’Brien, 2007) menyatakan
bahwa orang yang mengaku beriman dan selalu berdo’a pada umumnya lebih
sehat, hidup lebih lama, dan memiliki tingkat penyakit yang lebih rendah, lebih
cepat sembuh dan memiliki tingkat gangguan emosi yang rendah dan memiliki
kesehatan yang lebih baik dari yang tidak melakukannya (Barbara Cherry, 2014)

1
Pemberian terapi do’a merupakan perawatan spritual yang membutuhkan
partisipasi semua anggota tim perawatan paliatif, seperti dokter, perawat,
pemeluk agama, pekerja sosial dan dapat melibatkan bidan dalam melakukan
tindakan kebidanan(Vallurupalli et al., 2012) (Mccabe & Jacka, n.d.). Untuk
mengevaluasi perawatan spiritual dalam perawatan, diperlukan pemahaman dan
penelitian yang menggambarkan peran agama/spiritual pasien yang menerima
perawatan dan persepsi pasien terhadap perawat dalam memberikan perawatan
terapi berdo’a. Sehingga perawatan spiritual lewat terapi berdo’a memberi
manfaat kepada pasien secara emosional dan dapat memperkuat hubungan
terapeutik dengan tenaga kesehatan serta dapat mengoptimalkan kemandirian
pasien dan keluarga agar memungkinkan untuk menghadapi proses
perkembangan penyakit secara normal dengan rasa sakit seminimal mungkin
(Vilalta, Valls, Porta, & Vin˜as, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi terapi do’a?
2. Apa kegunaan dari terapi do’a?
3. Apa saja jenis-jenis do’a?
4. Bagaimana mekanisme terapi do’a?
5. Bagaimana tahap-tahap terapi do’a?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui terapi do’a.
2. Untuk mengetahui kegunaan dari terapi do’a.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis do’a.
4. Untuk mengetahui mekanisme terapi do’a.
5. Untuk mengetahui tahap-tahap terapi do’a.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Terapi Do’a


Menurut Pusat Nasional Pengobatan Komplementer dan Alternatif telah
mengidentifikasikan bahwa do’a merupakan bagian dari terapi komplementer.
Therapy do’a berasal dari kata “therapy” yang dalam bahasa inggris bermakna
pengobatan dan penyembuhan sedangkan do’a dalam bahasa latin disebut
precarius, yang berarti memperoleh dengan memohon. Definisi do’a juga dapat
didefinisikan secara sederhana yaitu percakapan dengan Tuhan Yang pengasih
dan terapi adalah penyembuhan atau usaha. Terapi disebut juga dengan interaksi
antara dua pihak atau lebih yang satu adalah professional penolong dan yang
lainnya adalah "petolong” (orang yang ditolong) dengan catatan bahwa interaksi
itu menuju pada perubahan atau penyembuhan. Perubahan itu dapat berupa
perubahan rasa, pikir, perilaku, kebiasaan yang ditimbulkan dengan adanya
tindakan profesional penolong dengan latar ilmu perilaku dan teknik-teknik
usaha yang dikembangkannya (Snyder & Lindquist, 2008).
Definisi do’a secara etimologis berasal yang berasal dari kata bahasa Arab
(da’a- yad’uu – du’aa-an) yang berarti memohon atau meminta. Kata do’a juga
mempunyai beberapa makna atau arti lain yang merujuk kepada ayat-ayat Al-
Quran dan Al-Hadist. Menurut Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Bada’I’ul Fawa’id
menerangkan bahwa do’a merupakan permohonan untuk segala sesuatu yang
bermanfaat dan tuntutan untuk menjauhkan segala sesuatu yang mendatangkan
kemudharatan. Do’a adalah memanjatkan suatu permohonan kepada Tuhan
Pencipta alam agar dia memberikan pertolongan dan bantuan-Nya. Do’a
merupakan salah satu sarana ibadah dan mengingat Yang Maha Kuasa, bahkan
merupakan otak dari semua ibadah yang ada. Sesungguhnya dalam do’a ada
kelapangan hati dan penawaran bagi segala keraguan, keresahan, dan bencana
(Sambas & Sukayat, 2003).
Do’a adalah pernyataan segala hal keinginan kita kepada Tuhan, do’a
merupakan autosugesti yang dapat mendorong seorang berbuat sesuai dengan
yang dido’akan dan bila dipanjatkan dengan sungguh-sungguh berpengaruh pada
perubahan jiwa dan badan (Budianto, 2009).

2.2 Kegunaan Terapi Do’a


Do’a telah digunakan untuk orang-orang yang memiliki semua jenis
penyakit, dari semua kelompok usia, dan dari semua budaya. Di sejumlah survei,

3
do’a telah menjadi terapi komplementer yang paling sering digunakan. Tujuan
do’a yaitu untuk menilai interaksi pikiran tubuh dan roh, perawat dapat menilai
lebih banyak secara holistik dari pada hanya mengukur status fisiologis atau
psikologis. Misalnya, psikologis dan spiritual yang dapat diukur adalah
kepuasan, kesejahteraan secara keseluruhan, dan orang terkait bahwa mereka
lebih tenang (Johnson, 2018; Sabki et al., n.d.; Snyder & Lindquist, 2008).

2.3 Jenis-Jenis Terapi Do’a


1. Adoration : Mengakui kebesaran dari Yang Lebih Tinggi, Do’a bisa berupa
kalimat dzikir kepada Allah, dan puji-pujian.
2. Colloquial : Berkomunikasi secara informal dengan Higher Being.
3. Directed : Meminta hasil tertentu.
4. Intercessory : Berkomunikasi dengan Yang Lebih Tinggi untuk orang lain
yang memiliki kebutuhan.
5. Lementation : Berkomunikasi dengan Yang Lebih Tinggi selama berkabung.
6. Nondirected : Meminta hal terbaik terjadi dalam situasi tertentu.
7. Petition : Meminta Lebih Tinggi untuk permintaan pribadi.
8. Ritual : Menggunakan kata-kata yang ditetapkan dan / atau praktik sering
dalam iman agama tertentu.
9. Thanksgiving : Menawarkan rasa syukur kepada Yang Lebih Tinggi untuk
permintaan atau hadiah yang diterima.

2.4 Mekanisme Terapi Do’a


Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa secara keseluruhan
terapi do’a berhubungan dengan kesehatan emosional dan spirirtual. Penggunaan
do’a di beberapa studi ini dikaitkan dengan kesehatan rohani dan kemampuan
untuk menganggap arti positif dari penyakitnya (Mcmillan & Johnston, 2017).
Ketika seseorang berdo’a akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa optimisme
(harapan kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai, dan merasakan
kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga mengakibatkan rangsangan ke
hipotalamus untuk menurunkan produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor).
CRF ini selanjutnya akan merangsang kelenjar pituitary anterior untuk
menurunkan produksi ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormon). Hormon ini
yang akan merangsang kortek adrenal untuk menurunkan sekresi kortisol.
Kortisol ini yang akan menekan sistem imun tubuh sehingga mengurangi tingkat
kecemasan (Budianto, 2009).

4
Pemberian terapi do’a sebagai salah satu terapi psikoreligius merupakan
terapi modalitas yang dapat dilakukan sebagai terapi tambahan atau
komplementer. Menurut (Hawari, 2006), terapi psikoreligius dapat
membangkitkan harapan (hope), rasa percaya diri (self confidence) dan keimanan
(faith) pada diri seseorang. Hal ini senada dengan penelitian yang mengenai
terapi psikoreligius untuk menurunkan tingkat stres pada pasien halusinasi
mendapatkan data objektif tentang perasaan lebih tenang, emosi lebih terkendali,
dan tidak gelisah. Aspek religiusitas mengandung unsur meditasi dan relaksasi
sehingga sebagai mekanisme koping yang dapat membangkitkan ketahanan
tubuh seseorang secara alami. Secara biologis orang dengan tingkat religiusitas
tinggi memliki kadar CD-4 (limfosit T helper) yang tinggi, ini menunjukkan
tingginya daya tahan imunologi seseorang (Budianto, 2009; Hawari, 2006).

2.5 Tahap-Tahap Terapi Do’a


Berikut tahap-tahap psikoterapi do’a (Kuswardani, 2009), yaitu :
1. Tahap Kesadaran.
Sebagai hamba Inti dari terapi ini adalah pembangkitan kesadaran,
kesadaran terhadap kehambaan dan kesadaran akan kelemahan sebagai
manusia. Bentuk kesadaran ini akan menghantarkan seseorang yang berdo’a
berada pada keadaan lemah. Tanpa adanya kesadaran akan kelemahan diri
ini maka kesungguhan dalam berdo’a sulit dicapai. Hakikat berdo’a adalah
meminta, yang meminta derajatnya harus lebih rendah dari pada yang
dimintai. Untuk itu sebelum seseorang berdo’a diharuskan untuk
merendahkan diri dihadapan Allah. Bentuk kesadaran diri ini dapat
dilakukan dengan melihat kepada diri sendiri misalnya melihat jantung
bahwa jantung itu bergerak bukan kita yang menggerakkan, darah yang
mengalir bukan atas kehendak kita, atau juga dapat melihat masalah yang
sedang dihadapi, ketidakberdayaan, ketidakmampuan mengatasi hal ini
dimunculkan dalam kesadaran sehingga bukan nantinya dapat menimbulkan
sikap menerima dan sikap pasrah. Pada tahap ini seseorang juga disadarkan
akan gangguan kejiwaan atau penyakit yang dialami. Penyakit tersebut
bukan ditolak namun diterima sebagai bagian dari diri kemudian dimintakan
sembuh kepada Allah.
2. Tahap Penyadaran akan Kekuasaan Kepada Allah.
Selanjutnya setelah diri sadar akan segala kelemahan dan segala
ketidakmampuan diri maka pengisian dilakukan yaitu dengan menyadari
kebesaran Allah kasih sayang dan terutama adalah maha penyembuhnya.

5
Allah. Tahap ini juga menimbulkan pemahaman tentang hakikat sakit yang
dialami bahwa sakit berasal dari Allah dan yang akan menyembuhkan adalah
Allah. Penyadaran akan kekuasaan Allah ini dapat dilakukan dengan melihat
bagaimana Allah menggerakkan segala sesuatu, menghidupkan segala
sesuatu. Tahap ini juga dapat menumbuhkan keyakinan kita kepada Allah
atas kemampuan Allah dalam menyembuhkan. Bagaimana seseorang dapat
berdo’a kalau dirinya tidak mengenal atau meyakini bahwa Sang Penyembuh
tidak dapat menyembuhkan. Yakin juga merupakan syarat mutlak dari suatu
do’a karena Allah sesuai dengan prasangka hambanya, jika hambanya
menyangka baik maka Allah baik demikian pula sebaliknya.
Kegagalan utama terhadap jawaban Allah atas do’a yang kita
panjatkan kepada Allah adalah keraguan kita. Seringkali ketika berdo’a
namun hati mengatakan “dikabulkan tidak ya” atau mengatakan “mudah-
mudahan dikabulkan”, kalimat ini maksudnya tidak ingin mendahului Allah
tapi sebenarnya adalah meragukan Allah dalam mengabulkan do’a kita. Ada
perbedaan antara mendahului kehendak Allah dengan keyakinan yang
ditujukan kepada Allah. Jika mendahului biasanya menggunakan kata
seharusnya begini, harus begini, tapi jika yakin kita optimisme akan
kehendak Allah dan tidak masuk pada kehendak Allah. Sebagai contoh bila
kita berdo’a “Ya Allah hilangkan kesedihan hati saya”, maka kita yakin
kepada Allah bahwa Allah memberikan kesembuhan. Hal yang penting juga
adalah afirmasi terhadap do’a yang kita panjatkan kalau berdo’a harus yakin
dikabulkan tidak ada alasan lain untuk tidak yakin selain dikabulkan. Sebab
Allah akan mengabulkan apa yang kita yakini dari pada apa yang kita baca
dalam do’a kita.
3. Tahap Komunikasi.
Setelah sadar akan kelemahan dan penyakit yang dialami, dan sadar
akan kebesaran Allah maka selanjutnya adalah berkomunikasi dengan Allah
sebagai bagian penting dari proses terapi.
4. Permohonan Do’a Kesembuhan terhadap apa yang dialami.
Permohonan do’a bukanlah permintaan yang memaksa Allah untuk
mengabulkan. Untuk itu do’a yang dipanjatkan harus disertai dengan
kerendahan hati, dengan segenap sikap butuh kepada Allah. Posisi hamba
yang berdo’a adalah meminta dia tidak berhak untuk memaksa, hamba tadi
hanya diberi wewenang untuk meyakini bahwa do’anya dikabulkan bukan
memaksa Allah untuk mengabulkan, dan

6
5. Tahap menunggu diam namun hati tetap mengadakan permohonan kepada
Allah.
Do’a merupakan bentuk komunikasi antara yang meminta dan yang
memberi. Ketika proses permintaan sudah disampaikan maka proses
pemberian (dijawabnya do’a) harus ditunggu karena pemberian atau
dijawabnya bersifat langsung. Syarat untuk dapat menerima jawaban ini
adalah dengan sikap rendah diri, terbuka, dan tenang (tidak tergesa-gesa).
Sikap ini akan dapat menangkap kalam Allah (jawaban do’a) yang tidak
berbentuk ucapan tidak berbentuk huruf tapi berbentuk pemahaman
pencerahan, ilham (enlightment), atau berbentuk perubahan perubahan emosi
dari tidak tenang menjadi tenang, dari sedih menjadi hilang
kesedihannya.Tahap ini merupakan tahap respon yang diberikan oleh Allah
kepada kita sebagai jawaban do’a yang kita panjatkan. Tahap ini juga
disertai dengan sikap pasrah total kepada Allah mengikuti apa maunya Allah
dan apa kehendak Allah, sikap ini akan dapat menangkap jawaban Allah
(Purwanto, 2007).

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Pusat Nasional Pengobatan Komplementer dan Alternatif telah
mengidentifikasikan bahwa do’a merupakan bagian dari terapi komplementer.
Therapy do’a berasal dari kata “therapy” yang dalam bahasa inggris bermakna
pengobatan dan penyembuhan sedangkan do’a dalam bahasa latin disebut
precarius, yang berarti memperoleh dengan memohon.
Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa secara keseluruhan
terapi do’a berhubungan dengan kesehatan emosional dan spirirtual. Penggunaan
do’a di beberapa studi ini dikaitkan dengan kesehatan rohani dan kemampuan
untuk menganggap arti positif dari penyakitnya (Mcmillan & Johnston, 2017).
Ketika seseorang berdo’a akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa optimisme
(harapan kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai, dan merasakan
kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga mengakibatkan rangsangan ke
hipotalamus untuk menurunkan produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor).

3.2 Saran
1. Perawat berperan aktif dalam pemberian terapi do’a pada pasien dengan
masalah kesehatan dan kecemasan sebagai intervensi yang dapat menduung
proses penyembuhan pasien.
2. Perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian (evidencebased practice)
agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi keperawatan yang lebih baik. maka
dibutuhkan penelitian berkelanjutan tentang do’a :
a. Eksplorasi tentang dampak do’a hasil kesehatan perlu mencerminkan
banyak budaya dan agama di dunia.
b. Eksplorasi do’a yang digunakan dan dampak dari jenis-jenis do’a.
c. Setiap do’a pasien perlu dikembangkan sesuai kebutuhan

8
DAFTAR PUSTAKA

Balboni, M. J., Sullivan, A., Amobi, A., Phelps, A. C., Gorman, D. P., Zollfrank, A.,
… Balboni, T. A. (2013). Why is spiritual care infrequent at the end of life?
spiritual care perceptions among patients, nurses, and physicians and the role of
training. Journal of Clinical Oncology, 31(4), 461 –467.
https://doi.org/10.1200/JCO.2012.44.6443.

Budianto, M. (2009). Pengaruh terapi religius do’a kesembuhan terhadap penurunan


tingkat kecemasan pasien preoperasi di ruang rawat inap rumah sakit mardi
rahayu kudus di susun oleh mesah budianto.

Hawari, D. (2006). Pendekatan holistik pada Gangguan Jiwa Sizofrenia. Jakarta: FK


UI.

Johnson, K. A. (2018). Prayer : A Helpful Aid in Recovery from Depression.


Journal of Religion and Health. https://doi.org/10.1007/s10943-018-0564-8.

Kuswardani, I. (2009). Terapi Kultural dan Spiritual Penyakit Jantung Koroner, 1 –


12. Lee-Poy, M., Stewart, M., Ryan, B. L., & Brown, J. B. (2016). Asking
patients about their religious and spiritual beliefs Cross-sectional study of
family physicians Recherche Questionner les patients sur leurs croyances
religieuses et spirituelles Une étude transversale auprès de médecins de famille.
Canadian Family Physician, 62, 555–561.

Mccabe, P., & Jacka, J. (n.d.). THERAPIES IN NURSING AND.

Mcmillan, K., & Johnston, E. (2017). Hospitalized Patients ’ Responses to Offers of


Prayer. Journal of Religion and Health. https://doi.org/10.1007/s10943-017-
0454-5.

Sabki, Z. A., Zarrina, C., Basirah, S., & Muhsin, S. (n.d.). Islamic Integrated
Cognitive Behavior Therapy : A Shari ’ ah- Compliant Intervention for
Muslims with Depression.

Sambas, S., & Sukayat, T. (2003). Quantum Do’a Membangun Keyakinan Agar
Do’a TAk Terhijab dan Mudah dikabulkan. Bandung: Mizan Media Utama.

Snyder, M., & Lindquist, R. (2008). Complementary/ alternative Therapies in


Nursing. (Sp. P. Company, Ed.). New York.

Snyder, M., & Lindquist, R. (2010). Complementary / Alternative Therapies in


Nursing Six Edition (6th ed.). New York: S. Pringer Publishing Company.

Vallurupalli, M., Lauderdale, K., Balboni, M. J., Phelps, A. C., Block, S. D., Ng, A.
K., … Balboni, T. A. (2012). The Role of Spirituality and Religious Coping in
the Quality of Life of Patients With Advanced Cancer Receiving Palliative
Radiation Therapy. J Support Oncol, 10(2), 81 –87.
https://doi.org/10.1016/j.suponc.2011.09.003.

The Vilalta, A., Valls, J., Porta, J., & Vin˜as, J. (2014). Evaluation of Spiritual Needs
of Patients with Advanced Cancer in a Palliative Care Unit. Journal of
Palliative Medicine, 17(5), 592–600. https://doi.org/10.1089/jpm.2013.0569.

9
Widyastuti. (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200.

10

Anda mungkin juga menyukai