MAKALAH
Disusun oleh :
Indah Ayu Rosikin
33411801017
3A
i
TAHUN PELAJARAN 2020-2021
KATA PENGANTAR
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki masih sangat minim. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah kedepannya. Akhir kata kami sampaikan terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1 Definisi Terapi Do’a.......................................................................................3
2.2 Kegunaan Terapi Do’a....................................................................................3
2.3 Jenis-Jenis Terapi Do’a...................................................................................4
2.4 Mekanisme Terapi Do’a.................................................................................4
2.5 Tahap-Tahap Terapi Do’a...............................................................................5
BAB III PENUTUP.....................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................8
3.2 Saran...............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pemberian terapi do’a merupakan perawatan spritual yang membutuhkan
partisipasi semua anggota tim perawatan paliatif, seperti dokter, perawat,
pemeluk agama, pekerja sosial dan dapat melibatkan bidan dalam melakukan
tindakan kebidanan(Vallurupalli et al., 2012) (Mccabe & Jacka, n.d.). Untuk
mengevaluasi perawatan spiritual dalam perawatan, diperlukan pemahaman dan
penelitian yang menggambarkan peran agama/spiritual pasien yang menerima
perawatan dan persepsi pasien terhadap perawat dalam memberikan perawatan
terapi berdo’a. Sehingga perawatan spiritual lewat terapi berdo’a memberi
manfaat kepada pasien secara emosional dan dapat memperkuat hubungan
terapeutik dengan tenaga kesehatan serta dapat mengoptimalkan kemandirian
pasien dan keluarga agar memungkinkan untuk menghadapi proses
perkembangan penyakit secara normal dengan rasa sakit seminimal mungkin
(Vilalta, Valls, Porta, & Vin˜as, 2014).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui terapi do’a.
2. Untuk mengetahui kegunaan dari terapi do’a.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis do’a.
4. Untuk mengetahui mekanisme terapi do’a.
5. Untuk mengetahui tahap-tahap terapi do’a.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
do’a telah menjadi terapi komplementer yang paling sering digunakan. Tujuan
do’a yaitu untuk menilai interaksi pikiran tubuh dan roh, perawat dapat menilai
lebih banyak secara holistik dari pada hanya mengukur status fisiologis atau
psikologis. Misalnya, psikologis dan spiritual yang dapat diukur adalah
kepuasan, kesejahteraan secara keseluruhan, dan orang terkait bahwa mereka
lebih tenang (Johnson, 2018; Sabki et al., n.d.; Snyder & Lindquist, 2008).
4
Pemberian terapi do’a sebagai salah satu terapi psikoreligius merupakan
terapi modalitas yang dapat dilakukan sebagai terapi tambahan atau
komplementer. Menurut (Hawari, 2006), terapi psikoreligius dapat
membangkitkan harapan (hope), rasa percaya diri (self confidence) dan keimanan
(faith) pada diri seseorang. Hal ini senada dengan penelitian yang mengenai
terapi psikoreligius untuk menurunkan tingkat stres pada pasien halusinasi
mendapatkan data objektif tentang perasaan lebih tenang, emosi lebih terkendali,
dan tidak gelisah. Aspek religiusitas mengandung unsur meditasi dan relaksasi
sehingga sebagai mekanisme koping yang dapat membangkitkan ketahanan
tubuh seseorang secara alami. Secara biologis orang dengan tingkat religiusitas
tinggi memliki kadar CD-4 (limfosit T helper) yang tinggi, ini menunjukkan
tingginya daya tahan imunologi seseorang (Budianto, 2009; Hawari, 2006).
5
Allah. Tahap ini juga menimbulkan pemahaman tentang hakikat sakit yang
dialami bahwa sakit berasal dari Allah dan yang akan menyembuhkan adalah
Allah. Penyadaran akan kekuasaan Allah ini dapat dilakukan dengan melihat
bagaimana Allah menggerakkan segala sesuatu, menghidupkan segala
sesuatu. Tahap ini juga dapat menumbuhkan keyakinan kita kepada Allah
atas kemampuan Allah dalam menyembuhkan. Bagaimana seseorang dapat
berdo’a kalau dirinya tidak mengenal atau meyakini bahwa Sang Penyembuh
tidak dapat menyembuhkan. Yakin juga merupakan syarat mutlak dari suatu
do’a karena Allah sesuai dengan prasangka hambanya, jika hambanya
menyangka baik maka Allah baik demikian pula sebaliknya.
Kegagalan utama terhadap jawaban Allah atas do’a yang kita
panjatkan kepada Allah adalah keraguan kita. Seringkali ketika berdo’a
namun hati mengatakan “dikabulkan tidak ya” atau mengatakan “mudah-
mudahan dikabulkan”, kalimat ini maksudnya tidak ingin mendahului Allah
tapi sebenarnya adalah meragukan Allah dalam mengabulkan do’a kita. Ada
perbedaan antara mendahului kehendak Allah dengan keyakinan yang
ditujukan kepada Allah. Jika mendahului biasanya menggunakan kata
seharusnya begini, harus begini, tapi jika yakin kita optimisme akan
kehendak Allah dan tidak masuk pada kehendak Allah. Sebagai contoh bila
kita berdo’a “Ya Allah hilangkan kesedihan hati saya”, maka kita yakin
kepada Allah bahwa Allah memberikan kesembuhan. Hal yang penting juga
adalah afirmasi terhadap do’a yang kita panjatkan kalau berdo’a harus yakin
dikabulkan tidak ada alasan lain untuk tidak yakin selain dikabulkan. Sebab
Allah akan mengabulkan apa yang kita yakini dari pada apa yang kita baca
dalam do’a kita.
3. Tahap Komunikasi.
Setelah sadar akan kelemahan dan penyakit yang dialami, dan sadar
akan kebesaran Allah maka selanjutnya adalah berkomunikasi dengan Allah
sebagai bagian penting dari proses terapi.
4. Permohonan Do’a Kesembuhan terhadap apa yang dialami.
Permohonan do’a bukanlah permintaan yang memaksa Allah untuk
mengabulkan. Untuk itu do’a yang dipanjatkan harus disertai dengan
kerendahan hati, dengan segenap sikap butuh kepada Allah. Posisi hamba
yang berdo’a adalah meminta dia tidak berhak untuk memaksa, hamba tadi
hanya diberi wewenang untuk meyakini bahwa do’anya dikabulkan bukan
memaksa Allah untuk mengabulkan, dan
6
5. Tahap menunggu diam namun hati tetap mengadakan permohonan kepada
Allah.
Do’a merupakan bentuk komunikasi antara yang meminta dan yang
memberi. Ketika proses permintaan sudah disampaikan maka proses
pemberian (dijawabnya do’a) harus ditunggu karena pemberian atau
dijawabnya bersifat langsung. Syarat untuk dapat menerima jawaban ini
adalah dengan sikap rendah diri, terbuka, dan tenang (tidak tergesa-gesa).
Sikap ini akan dapat menangkap kalam Allah (jawaban do’a) yang tidak
berbentuk ucapan tidak berbentuk huruf tapi berbentuk pemahaman
pencerahan, ilham (enlightment), atau berbentuk perubahan perubahan emosi
dari tidak tenang menjadi tenang, dari sedih menjadi hilang
kesedihannya.Tahap ini merupakan tahap respon yang diberikan oleh Allah
kepada kita sebagai jawaban do’a yang kita panjatkan. Tahap ini juga
disertai dengan sikap pasrah total kepada Allah mengikuti apa maunya Allah
dan apa kehendak Allah, sikap ini akan dapat menangkap jawaban Allah
(Purwanto, 2007).
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Pusat Nasional Pengobatan Komplementer dan Alternatif telah
mengidentifikasikan bahwa do’a merupakan bagian dari terapi komplementer.
Therapy do’a berasal dari kata “therapy” yang dalam bahasa inggris bermakna
pengobatan dan penyembuhan sedangkan do’a dalam bahasa latin disebut
precarius, yang berarti memperoleh dengan memohon.
Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa secara keseluruhan
terapi do’a berhubungan dengan kesehatan emosional dan spirirtual. Penggunaan
do’a di beberapa studi ini dikaitkan dengan kesehatan rohani dan kemampuan
untuk menganggap arti positif dari penyakitnya (Mcmillan & Johnston, 2017).
Ketika seseorang berdo’a akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa optimisme
(harapan kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai, dan merasakan
kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga mengakibatkan rangsangan ke
hipotalamus untuk menurunkan produksi CRF (Cortictropin Releasing Factor).
3.2 Saran
1. Perawat berperan aktif dalam pemberian terapi do’a pada pasien dengan
masalah kesehatan dan kecemasan sebagai intervensi yang dapat menduung
proses penyembuhan pasien.
2. Perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian (evidencebased practice)
agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi keperawatan yang lebih baik. maka
dibutuhkan penelitian berkelanjutan tentang do’a :
a. Eksplorasi tentang dampak do’a hasil kesehatan perlu mencerminkan
banyak budaya dan agama di dunia.
b. Eksplorasi do’a yang digunakan dan dampak dari jenis-jenis do’a.
c. Setiap do’a pasien perlu dikembangkan sesuai kebutuhan
8
DAFTAR PUSTAKA
Balboni, M. J., Sullivan, A., Amobi, A., Phelps, A. C., Gorman, D. P., Zollfrank, A.,
… Balboni, T. A. (2013). Why is spiritual care infrequent at the end of life?
spiritual care perceptions among patients, nurses, and physicians and the role of
training. Journal of Clinical Oncology, 31(4), 461 –467.
https://doi.org/10.1200/JCO.2012.44.6443.
Sabki, Z. A., Zarrina, C., Basirah, S., & Muhsin, S. (n.d.). Islamic Integrated
Cognitive Behavior Therapy : A Shari ’ ah- Compliant Intervention for
Muslims with Depression.
Sambas, S., & Sukayat, T. (2003). Quantum Do’a Membangun Keyakinan Agar
Do’a TAk Terhijab dan Mudah dikabulkan. Bandung: Mizan Media Utama.
Vallurupalli, M., Lauderdale, K., Balboni, M. J., Phelps, A. C., Block, S. D., Ng, A.
K., … Balboni, T. A. (2012). The Role of Spirituality and Religious Coping in
the Quality of Life of Patients With Advanced Cancer Receiving Palliative
Radiation Therapy. J Support Oncol, 10(2), 81 –87.
https://doi.org/10.1016/j.suponc.2011.09.003.
The Vilalta, A., Valls, J., Porta, J., & Vin˜as, J. (2014). Evaluation of Spiritual Needs
of Patients with Advanced Cancer in a Palliative Care Unit. Journal of
Palliative Medicine, 17(5), 592–600. https://doi.org/10.1089/jpm.2013.0569.
9
Widyastuti. (2008). Terapi komplementer dalam keperawatan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), 53–57. https://doi.org/10.7454/jki.v12i1.200.
10