HD 17
HD 17
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah yang penuh dengan toksin dan
limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.
Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% – 9 gr% siap-siap tranfusi
C. PERALATAN
1. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan
dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk
membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang
mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa
(klirens).
2. Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum
normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring.
Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan
potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat
menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik
komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya
untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian
multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat
pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol
rasio konsentrat-air.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian
dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk
membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan
dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan
anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan
normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah.
Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki
tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada
keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat
diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam
kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang
meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan
pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan
diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun
bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang
diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.
Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien,
membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.
Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering
membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena
pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan
oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
E. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1. Perawatan sebelum hemodialisa
a) Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
b) Kran air dibuka
c) Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
d) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e) Hidupkan mesin
f) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g) Matikan mesin hemodialisis
h) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
j) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
B.Persiapan pasien
a) Menimbang berat badan
b) Mengatur posisi pasien
c) Observasi keadaan umum
d) Observasi tanda-tanda vital
e) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah
satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
i. Dengan interval A-V shunt / fistula simino
ii. Dengan external A-V shunt / schungula
iii. Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
F. Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang
dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat
menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan
berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
Cttn:
PERSIAPAN SIRKULASI
Contoh :
∑ NaCl yang dipakai membilas : 1000 cc
∑ NaCl yang ada didalam mat kan : 750 cc
Jadi volume priming : 1000 cc – 750 cc = 250 cc
Lihat reaksi :
Warna biru : – / negatif
Warna hijau : + / positif
Warna kuning : + / positif
Warna coklat : +/ positif
a. Sarana hubungan sirkulasi/ akses sirkulasi :Dengan internal A-V shunt/ fistula cimino
b. Pasien sebelumnya dianjurkan cuci lengan & tangan
Teknik aseptic + antiseptic : bethadine + alcohol
c. Anestesi local (lidocain inj, procain inj)
Punksi vena (outlet). Dengan AV fistula no G.14 s/d G.16/ abocath, fiksasi, tutup dengan kasa
steril
d. Berikan bolus heparin inj (dosis awal)
Punksi inlet (fistula), fiksasi, tutup dengan kassa steril
Den
gan eksternal A-V shunt (Schibner)
Desinfektan
Klem kanula arteri & vena
Bolus heparin inj (dosis awal)
Tanpa 1 & 2 (femora dll)
Desinfektan
Anestesi local
Punksi outlet/ vena (salah satu vena yang besar, biasanya di lengan).
Bolus heparin inj (dosis awal)
Fiksasi, tutup kassa steril
Punksi inlet (vena/ arteri femoralis)
Raba arteri femoralis
Tekan arteri femoralis
0,5 – 1 cm ke arah medialVena femoralis
Anestesi lokal (infiltrasi anetesi)
Vena femoralis dipunksi setelah anestesi lokal 3-5 menit
Fiksasi
Tutup dengan kassa steril
Memulai hemodialisis:
a. Ujung ABL line dihubungkan dengan punksi inlet
b. Ujung VBL line dihubungkan dengan punksi outlet
c. Semua klem dibuka, kecuali klem infus set 100 ml/m, sampai sirkulasi darah terisi darah
semua.4.Jalankan pompa darah (blood pump) dengan Qb
d. Pompa darah (blood pump stop, sambungkan ujung dari VBL dengan punksi outlet
e. Fiksasi ABL & VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
f. cairan priming diampung di gelas ukur dan jumlahnya dicatat (cairan dikeluarkan sesuai
kebutuhan) .
g. Jalankan pompa darah dengan Qb = 100 ml/m, setelah 15 menit bisa dinaikkan sampai 300
ml/m (dilihat dari keadaan pasien)
h. Hubungkan selang-selang untuk monitor : venous pressure, arteri pressure, hidupkan air/ blood
leak detector
i. Pompa heparin dijalankan (dosis heparin sesuai keperluan). Heparin dilarutkan dengan NaCl
j. Ukur TD, Nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/ lemah lakukan mengukur TD, N,
lebih sering.
k. Isi formulir HD antara lain : Nama, Umur, BB, TD, S, N, P, Tipe GB, Cairan priming yang
masuk, makan/minum, keluhan selama HD, masalah selama HD.
CATATAN !!!!
1. Permulaan HD posisi dialyzer terbalik setelah dialyzer bebas udara posisi kembalikan ke posisi
sebenarnya.
2. Pada waktu menghubungkan venous line dengan punksi outlet, udara harus diamankan lebih
dulu
3. Semua sambungan dikencangkan
4. Tempat-tempat punksi harus harus sering dikontrol, untuk menghindari terjadi perdarahan dari
tempat punksi.
Mesin
Cara memberikan
Kontinus
Intermiten (biasa diberikan tiap 1 jam sampai 1 jam terakhir sebelum HD selesai)
Heparinisasi umum
Kontinus :
Dosis awal : ……. U
Dosis selanjutnya : …… U
Intermitten :
Dosis awal : …… U
Dosis selanjutnya : ……. U
Heparinisasi regional
Dosis awal : …… U
Dosis selanjutnya : ….. U
Protamin : …. U
Heparin : protamin = 100 U : 1 mg
Heparin & protamin dilarutkan dengan NaCl.
Heparin diberikan/ dipasang pada selang sebelum dializer.
Protamin diberikan/ dipasang pada selang sebelum masuk ke tubuh/ VBL.
Heparinisasi minimal
Syarat-syarat :
Dialyzer khusus (kalau ada).
Qb tinggi (250 – 300 ml/m)
Dosis heparin : 500 U (pada sirkulasi darah).
Bilas dengan NaCl setiap : ½ – 1 jam
Banyaknya NaCl yang masuk harus dihitung
Jumlahnya NaCl yang masuk harus dikeluarkan dari tubuh, bisa dimasukkan ke dalam program
ultrafiltrasi
CATATAN
Dosis awal : diberikan pada waktu punksi : sirkulasi sistem
Dosis selanjutnya: diberikan dengan sirkulasi (maintenance) ekstra korporeal.
PASIEN
KU pasien
TTV
Perdarahan
Tempat punksi inlet, outlet
Keluhan/ komplikasi hemodialisis
CATATAN :
Obat menaikkan TD ( tu. pend hipotensi berat) : Efedrin 1 ampul + 10 cc aquadest kmd disuntik
2 ml/IV
Persiapan alat :
Kain kasa/ gaas steril
Plester
Verband gulung
Alkohol/ bethadine
Antibiotik powder (nebacetin/ cicatrin)
Bantal pasir (1-1/2 keram) : pada punksi femoral
Cara bekerja
CATATAN :
1. Cairan pendorong/ pembilas (NaCl) sesuai dengan kebutuhan , kalau perlu di dorong dengan
udara ( harus hati-hati)
2. Penekanan bekas punksi dengan 3 jari sekitar 10 menit
3. Bekas punksi femoral lebih lama, setelah perdarahan berhenti, ditekan kembali dengan bantal
pasir
4. Bekas punksi arteri penekanan harus tepat, lebih lama
5. Memakai teknik aseptik dan antiseptik
SCRIBNER
Pre Hemodialis
Pada pre hemodialisis, kegiatan perawatan meliputi : menghidupkan mesin, meyediakan alat-
alat, memasang alat pada mesin, sirkulasi cairan NaCl pada mesin, mengawasi penimbangan
berat badan pasien, mengukur suhu badan, mengukur tekanan darah dan menghitung denyut
nadi.
Intra Hemodialisa
Pada tahap pemasangan alat dan selama pemasangan, kegiatannya meliputi : desinfeksi
daerah penusukan, pemberian anestesi lokal (kalau perlu), penusukan jarum, pemasukan
heparin (bolus), selanjutnya menyambung jarum pada arteri blood line. Lalu menekan tombol
BFR, membuka klem venous dan arteri blood line, memprogram penurunan berat badan, waktu
pelaksanaan, venous pressure, kecepatan aliran heparin dan UFR. Kemudian menghubungkan
heparin contnous ke sirkulasi, monitoring pernafasan, makan dan minum, pengaturan posisi
tubuh, monitoring alat-alat dan kelancaran sirkulasi darah, mengukur tekanan darah dan
menciptakan suasana ruangan untuk mengisi kegiatan pasien selama hemodialisis
berlangsung.
Post Hemodialisis
Pada tahap penghentian hemodialisis meliputi : penghentian aliran darah, mencabut jarum inlet
dan menekan bekas tusukan sambil menunggu sampai aliran darah pada venous blood line
habis. Langkah selanjutnya adalah mencabut jarum out line dan menekan bekas tusukan,
mengganti gaas bethadine dan fiksasi dengan plester. Setelah penghentian hemodialisis,
dilakukan pengukuran tekanan darah, mengukur suhu, mengawasi penimbangan berat badan,
membereskan alat-alat dan dilanjutkan dengan desinfeksi alat.
Semua kegiatan baik pada tahap pre hemodialisis selama pemasangan dan penghentian
hemodialisis dilakukan oleh perawat kecuali penimbangan berat badan dan minum yang pada
beberapa pasien dilakukan sendiri. Disamping itu beberapa pasien telah dapat melaporkan
pada perawat apabila ada ketidakberesan pada mesin atau akses vaskular, setelah mencoba
mengatasi sendiri.
Sistem pencatatan dan pelaporan yang dijalankan dalam bentuk lembaran observasi pasien
yang berisi tentang : TTV sebelum atau selama dan sesudah HD, BB sebelum dan sesudah
HD, dosis heparin, program penurunan BB , priming dan keluhan pasien setelah HD.
Pembuatan rencana perawatan pasien sudah berjalan dimana dalam pengkajian meliputi data
fisik dan psikososial. Data psikososial yang dikaji sebatas pada adanya rasa cemas dan bosan.
Intervensi
Intervensi keperawatan yang dilakukan mengarah kepada pemberian bantuan sepenuhnya. Hal
ini dapat terlihat dari kegiatan :