Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun oleh:
Louis Regan
406182076

Pembimbing:
dr. Fauzan Abdillah, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
PERIODE 19 April – 16 Mei 2021

1
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 28 tahun
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 8 November 1993
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status Perkawinan : menikah
Agama : Katolik
Alamat : Jl, Grogol, Jakarta barat

1.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 23 April 2021, pukul
10.00 WIB di Poli THT-KL RSSW.
Keluhan Utama:
Keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 minggu lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke Poli THT RS Sumber Waras dengan keluhan keluar cairan dari
telinga kiri sejak 2 minggu SMRS. Cairan yang keluar berwarna kuning keruh,
konsistensi encer, tidak berbau, dan tidak ada darah. Keluhan disertai dengan nyeri
pada telinga kirinya. Nyeri pada telinga dirasakan hilang timbul. Keluhan
pendengaran berkurang tidak dirasakan pasien. Selama 2 minggu ini pasien belum
mengobati keluhan. Ibu pasien mengatakan ada riwayat keluar cairan dari telinga
kiri 4 tahun yang lalu, saat itu sudah diobati. Beberapa waktu lalu ibu pasien
mengatakan pasien mengalami batuk pilek namun saat ini sudah sembuh. Keluhan
demam disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien mengalami keluhan serupa 4 tahun yang lalu

2
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat penyakit paru dan jantung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Riwayat keluhan serupa di keluarga disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat penyakit paru dan jantung disangkal

Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah menerima pengobatan apapun.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
Frekuensi nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36.5oC
Frekuensi pernafasan : 20 kali/menit
Antopometri:
Berat badan : 35 kg
Tinggi badan : 115 cm
Status Gizi : IMT 26.9 kg/m2, status gizi normal

Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam terdistirbusi merata
Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm, reflex cahaya +/+, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik -/-
THT : Sesuai dengan status lokalis

3
Leher : Pembesaran kelenjar limfe -/-, pembesaran kelenjar parotid -/-
Thorax:
Cor : a. Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi: ictur cordis tidak teraba
c. Perkusi: batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : a. Inspeksi: simteris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi (-)
b. Palpasi: stem fremitus kanan dan kiri samat kuat
c. Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi: SNV +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Tampak datar, bising usus (+) normal, timpani seluruh kuadran,
supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, edema --/--, CRT <2detik

Status Lokalisata
TELINGA
A. DAUN TELINGA Kanan Kiri
1. Bentuk : Normotia Normotia
2. Peradangan : - -
3. Sikatriks : - -
4. Keloid : - -
5. Fistel preaurikula : - -
6. Fistel retroaurikula : - -
7. Abses retroaurikula : - -
8. Nyeri tarik daun telinga: - -
9. Nyeri tekan tragus : - -
10. Nyeri tekan mastoid : - -

B. LIANG TELINGA Kanan Kiri


1. Ukuran: : Lapang Lapang
2. Hiperemis : - -
3. Sekret/jenisnya : - +, serosa

4
4. Furunkel : - -
5. Serumen : - -
6. Benda asing : - -
7. Massa tumor : - -
8. Eksostose : - -
9. Jaringan granulasi : - -

C. MEMBRAN TIMPANI Kanan Kiri


1. Bentuk : Utuh Tidak intak
2. Warna : Putih seperti Mutiara Putih
3. Refleks cahaya : + (arah jam 5) -
4. Perforasi : - +, sentral
5. Atrofi : - -
6. Bercak putih : - -
7. Bulging : - -
8. Retraksi : - -

HIDUNG
RINOSKOPI ANTERIOR
A. INSPEKSI HIDUNG LUAR Kanan Kiri
1. Bentuk : Normal Normal
2. Frog nose : - -
3. Ragaden : - -
4. Depresi tulang hidung : - -
5. Udara pernapasan : Simetris Simetris
B. PALPASI
1. Nyeri tekan hidung & SPN: - -
C. VESTIBULUM NASI Kanan Kiri
1. Furunkel : - -
2. Laserasi : - -
3. Bekuan darah : - -

5
D. KAVUM NASI Kanan Kiri
1. Ukuran : Lapang Lapang
2. Sekret dan jenis : - -
3. Konka nasi media : Eutrofi Eutrofi
4. Meatus nasi media : Normal Normal
5. Konka nasi inferior : Eutrofi Eutrofi
6. Meatus nasi inferior : Normal Normal
7. Septum nasi : Normal Normal
8. Warna mukosa hidung : Merah muda Merah muda
9. Benda asing : - -
10. Massa tumor : - -

OROFARING
1. Gigi geligi : normal, tidak terdapat karies
2. Warna mukosa orofaring : merah muda
3. Lidah : lidah kotor (-), beslag (-)
4. Arkus faring anterior : normal
5. Arkus faring posterior : normal
6. Tonsila palatina : T1/T1, tidak hiperemis
7. Kripta tonsil : normal, tidak melebar
8. Detritus tonsil : (-)
9. Dinding posterior faring : normal, granul (-)
10. Warna mukosa dinding posterior faring : merah muda
11. Gerakan palatum mole : ada

KELENJAR GETAH BENING KEPALA LEHER


1. Servikal : tidak terdapat pembesaran KGB
2. Submental : tidak terdapat pembesaran KGB
3. Submandibula : tidak terdapat pembesaran KGB

6
PEMERIKSAAN PENDENGARAN & KESEIMBANGAN
Kanan Kiri
1. Tes Penala:
a. 256 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. 512 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. 1024 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. 2048 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Tes Rinne : - -
3. Tes Weber : Lateralisasi ke kiri
4. Tes Bing : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. Tes Fungsi Keseimbangan: Tidak dilakukan
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Audiometri 4/4/21  penurunan pendengaran (tuli ringan)

1.5 RESUME
Pasien anak laki-laki berusia 7 tahun dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak
2 minggu SMRS. Cairan yang keluar berwarna kuning keruh, konsistensi encer, tidak
berbau, dan tidak ada darah. Keluhan disertai dengan nyeri pada telinga kirinya. Nyeri
pada telinga dirasakan hilang timbul. Keluhan pendengaran berkurang tidak dirasakan
pasien. Selama 2 minggu ini pasien belum mengobati keluhan. Ibu pasien mengatakan
ada riwayat keluar cairan dari telinga kiri 4 tahun yang lalu, saat itu sudah diobati. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan otoskop didapatkan perforasi membran timpani dan secret serosa telinga
kiri, tes weber lateralisasi ke telinga kiri dan audiometri tuli konduktif derajat tuli ringan
pada telinga kiri.

7
1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
◦ Otitis media supurasi kronik aktif tipe jinak aurikel sinistra
◦ Tuli konduktif derajat ringan aurikel sinistra

Diagnosis Banding :-

1.7 TATALAKSANA
Farmakologi :
Ofloxacin 2 dd 1
Non Farmakologi:
-

1.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Gambar 2.1 Anatomi bagian-bagian telinga.


 Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga atau pinna, liang telinga dan
membran timpani. Pinna terdiri dari tulang rawan elastis berwarna kuning yang
tertutup kulit tetapi untuk lobulus, yang murni merupakan jaringan areolar
berlemak. Tragus terletak pada anterior meatus eksternal dan merupakan
proyeksi mirip lidah. Dan mendapat perdarahan arteri ke aurikel yang berasal
dari auricular posterior dan arteri temporal superfisial.1
Meatus akustikus eksternus (saluran telinga) pada orang dewasa
memiliki panjang sekitar 2,5 cm. Sepertiga terluar saluran telinga adalah tulang
rawan dan medial dua pertiga tulang, tetapi keduanya bertemu secara miring
karena itu perlunya traksi pada pinna untuk meluruskan saluran pada otoscopy.
Hanya sepertiga bagian luar memiliki kelenjar sebacea dan folikel rambut.
Persarafan pinna dan saluran telinga eksternal terdiri dari saraf kranial V, VII,
IX dan X, auricular besar (C2 dan 3) dan oksipital yang lebih rendah (C2)
semuanya berkontribusi.
Membran timpani, selaput berbentuk kerucut yang memisahkan telinga
bagian luar dan tengah. Diameternya sekitar 1 cm dan luasnya 85 mm², yang

9
hanya 55 mm² efektif secara fisiologis dan memiliki puncak yang bernama
umbo. Pada keadaan normal berwarna pearly abu-abu, dari pars tensa akan
menunjukkan refleks cahaya kecuali dalam keadaan meradang. Di atas prosesus
lateral malleus, membrannya tipis dan disebut pars flaccida (bagian lembek).
Tidak memiliki serat radial dan melingkar ada disisa membran, yang disebut
pars tensa (bagian tegang).1

Gambar 2.2 Anatomi aurikula (pinna)

Gambar 2.3 Anatomi membran timpani.


 Telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari tulang pendengaran, otot pendengaran dan saraf serta
dapat digambarkan menjadi kotak yang terdiri dari 6 sisi:1
a. Tegmen timpani (dinding atas) memisahkan rongga timpani dari duramater
b. Dinding jugular (dinding bawah) dibentuk oleh lapisan tulang yang
memisahkan cavum timpani dengan vena jugularis

10
c. Dinding membran (dinding lateral) dibentuk hampir seluruhnya oleh
membran timpani; superior, itu dibentuk oleh dinding tulang lateral reses
epitympanic. Pegangan malleus melekat pada membran timpani, dan
kepalanya meluas ke reses epitympanic
d. Dinding labirin (dinding medial) memisahkan cavum timpani dari telinga
dalam. Ini juga menampilkan tanjung dinding labirin
e. Dinding mastoid (dinding posterior) memiliki bukaan di bagian
superiornya, menghubungkan cavum timpani ke sel mastoid.
f. Dinding karotis (dinding anterior) memisahkan rongga timpani dari saluran
karotis superior, ia memiliki pembukaan tuba eustacius dan kanal untuk
tensor tympani.
Tulang – tulang pendengaran terdiri dari tiga tulang, malleus, incus, dan
stapes. Malleus melekat pada membran timpani dengan gagangnya dan umbo.
Stapes difiksasi oleh tendon stapedius dan ligamentum annular, yang
memungkinkan untuk tetap bergetar ditepi jendela oval dan merupakan tulang
terkecil dalam tubuh 2,5 mg. Incus kurang stabil, hampir melayang di antara
dua tulang sebelumnya. Ini berartikulasi dengan kepala malleus melalui sendi
sinovial dan dengan stapes melalui prosesnya yang panjang, dan proses pendek
posteriornya memberikan dukungan ligamen lebih lanjut.1
Otot – otot yang berhubungan dengan tulang pendengaran ialah stapedius
dan otot tensor tympani, dimana kedua otot tersebut meredam atau menahan
gerakan tulang pendengaran dan meredam gerakan (getaran) dari membran
timpani. Tensor timpani, otot yang menempel ke dalam pegangan malleus dan
menarik pegangan secara medial, yang meregangkan membran timpani,
sehingga mengurangi amplitudo. Hal ini cenderung untuk mencegah kerusakan
pada telinga dalam ketika terpapar suara keras.1
Tuba eustachius menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring,
berperan dalam proteksi telinga dari infeksi saluran napas atas, membersihkan
sekret telinga tengah dan ventilasi untuk mempertahankan tekanan telinga
tengah agar sama dengan tekanan lingkungan. Tuba eustachius memiliki dua
bagian, yaitu bagian medial yang mudah kolaps dan bagian lateral yang kaku

11
dan selalu paten, sehingga udara dapat dengan mudah mengalir melaluinya,
namun sulit untuk disedot keluar.1

Gambar 2.4 Anatomi dinding telinga tengah.1


 Telinga dalam
Telinga bagian dalam memiliki bentuk yang berbelit-belit sehingga disebut
sebagai labirin dan berisi organ vestibulocochlear yang berkaitan dengan
penerimaan suara dan pemeliharaan keseimbangan.1
 Koklea adalah bagian berbentuk labirin dari tulang yang berisi saluran
koklea dan merupakan bagian dari telinga dalam yang berkaitan dengan
pendengaran. Didalam koklea terdapat skala vestibule sebelah atas, skala
timpani di bawah dan di antara keduanya skala media. Labirin membran,
diisi dengan endolimf (satu-satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang
tinggi kalium dan rendah natrium). Lalu pada skala vestibule dan timpani
berisi cairan perilimf (tinggi natrium dan rendah kalium).
 Terletak di atas membran basilar, dari dasar ke puncak, adalah organ corti,
yang berisi organel esensial dari mekanisme pendengaran saraf perifer.
Organ Corti mengandung satu baris sel rambut bagian dalam dan tiga baris
sel rambut luar. Dasar ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung
bawah sel rambut. Dari permukaan superior sel-sel rambut memproyeksikan
stereocilia yang melekat pada mantel agar-agar, aseluler, atasnya, agak
datar yang disebut membran tektor. Membran tectorial ini disekresikan dan
didukung oleh platform yang ditempatkan secara medial yang disebut
limbus.
 Vestibule adalah ruang oval kecil (panjang sekitar 5 mm) yang berisi utricle
dan saccule dan bagian-bagian alat penyeimbang. Utrikel dan sakula

12
keduanya mengandung makula yang ditutupi dengan sel-sel rambut. Sel-sel
rambut di atasnya adalah lapisan agar-agar ke mana proyek silia, dan dalam
lapisan ini agar-agar adalah otolith yang mengandung kalsium, yang
memiliki kepadatan lebih berat daripada endolymph. Otolit ini ditarik oleh
gravitasi, dan gaya geser ini membengkokkan silia sel-sel rambut dan
menstimulasi reseptor.
 Canalis semicircularis (anterior, posterior, dan lateral) berkomunikasi
dengan vestibule tulang labirin. Kanal-kanal terletak posterosuperior dari
vestibul tempat mereka membuka; mereka diatur pada sudut yang tepat satu
sama lain. Setiap kanal setengah lingkaran membentuk kirakira dua pertiga
lingkaran dan berdiameter sekitar 1,5 mm, kecuali pada salah satu ujung di
mana terdapat pembengkakan, ampula tulang. Kanal hanya memiliki lima
lubang ke vestibul karena kanal anterior dan posterior menjadi satu.
Tersembunyi di dalam kanal adalah ductus semicircularis.

2.2 OMSK

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi)
dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer
atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani
atau sekurang- kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada
anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK
adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel2,4.

2.2.1 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain

13
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafasatas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid
kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosatelinga
tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 5
• Fase aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal
pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa
yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi,
atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit,
dimana kadang-kadang adanya sekret yangberpulsasi diatas kuadran posterosuperior.

• Fase tidak aktif / fase tenang

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala
lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :

 Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis

 Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis

 Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi

 Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia

14
 Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral
lebihsering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi
yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom
adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari
lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
6

1. Kongenital

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis


(1965) adalah:

 Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.

 Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan


embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah
menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih
sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada
apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral,
dan gangguan keseimbangan.

2. Didapat.

Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi.


Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan komponen
telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi
telinga tengah kembali normal. Area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior
pars tensa membrane timpani. Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya
membuang lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk
kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan
pada akhirnya membentuk kolesteatoma. Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang
sempit menjadi sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak
mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat

15
kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang
berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai
lilin. Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa
pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya
suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama
pada perforasi marginal.7
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat
terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol tidak
memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua
kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.Granuloma
kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada
sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa
dan jaringan granulomatosa.

Gambar 2.5 Gambaran Kolesteatoma

16
Perforasi Membran Tympani

Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang


menyebabkan hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani.
Membran timpani adalah organ pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus
pandang dan fleksibel sesuai dengan fungsinya yang menghantarkan energy berupa
suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran berupa getaran dan impuls-impuls ke
otak. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti infeksi, trauma fisik
atau pengobatan sebelumnya yang diberikan.

Menurut letaknya :

Bentuk perforasi membran timpani adalah :

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan


postero-superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired


cholesteatoma.

4. Perforasi postero-superior

Menurut luasnya perforasi

1. Perforasi kecil

2. perforasi sedang

3. perforasi luas ( subtotal -- total)

17
2.2.2 Epidemiologi

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan
orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik
Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi
yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang
walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu
metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang
dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang
pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah
3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1

2.2.3 Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden
OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi
telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:

1. Lingkungan

2. Genetik

18
3. Otitis media sebelumnya.

4. Infeksi

5. Infeksi saluran nafas atas

6. Autoimun

7. Alergi

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

2.2.4 Patofisiologi

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal


menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media).1
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup
danakan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu
infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah
sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.1

Gambar 2.5 Gambaran Kolesteatoma

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari

19
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit
dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu,
adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa
telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel
peradangan pada telinga tengah.1
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1

2.2.5 Manifestasi Klinis

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi
atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu

20
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan Pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db
ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaranmenghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.9
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa
terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli
saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret,terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin
oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.

4. Vertigo

21
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan


penunjang sebagai berikut1,3 :
Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.


Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas3

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran

 Normal : -10 dB sampai 26 dB

 Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

 Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

 Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

 Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

22
 Tuli total : lebih dari 90 dB.

Pemeriksaan Radiologi.

1. Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen3.

2. Proyeksi Mayer atau Owen,


Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran
tulang- tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah
kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur3.
9. Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas


memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat2,3
10. Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan


kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom3.

2.2.7 Tatalaksana

Terapi OMSK memerlukan waktu ama dan harus berulang. Pengobatan


penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Bila didiagnosis kolesteatoma, maka
mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat- obatan dapat digunakan untuk
mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, dimana

23
pengobatanannya dibagi atas:
 Konservatif

 Pembedahan

Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)

Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan
menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media yang buruk
untuk pertumbuhan kuman.

Pemberian antibiotik topikal

Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada
gangguan vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit mencapai
sasaran optimal. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik adalah berdasarkan
kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes telinga
dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan
kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di
pasaran saat ini banyak mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh
sebab itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada
OMSK yang sudah tenang.
Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah:

1. Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak aktif
mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-masing
kuman adalah sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%),
Bacillus sp. (62,23%), Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp.
(14,23%).

24
2. Polimiksin B atau Polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas,


E.coli,Klebsiella, dan Enterobakter tetapi tidak efektif (resisten) terhadap
kuman Gram positif seperti Proteus dan B. Fragilis dan toksik terhadap ginjal
dan susunan saraf.
3. Gentamisin

Gentamisisn adalah antibiotika derivat aminoflikosida dengan spektrum yang


luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif. Saah satu
bahaya dari pemberian gentamisin tetes telinga adalah kemungkinan terjadinya
kerusakan telinga dalam. Telah diketahui bahwa pemberian gentamisin secara
sistemik akan menyebabkan efek ototoksik.
4. Ofloksasin

Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan
positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada OMSK
dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah
ditemukan 30 menit setelah pemberian solutio ofloksasin 0,3%. Berdasarkan
penelitian, pemakain tetes siprofloksasin lebih berhasil dan lebih murah
dibandingkan tetes kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek ototoksik.
Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara tunggal tanpa antibiotik
oral.

Antibiotik oral

Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin


sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah
resisten terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian
antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret.
Terapi antibiotika sistemik yang dianjurkan pada OMSK adalah:

1. Pseudomonas: aminogliosida + karbenisilin

2. P. Mirabilis: ampisilin atau sefalosporin

25
3. P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin

4. Klebsiella: sefalosporin atau aminoglikosida

5. E.coli: ampisilin atau sefalosporin

6. S.aureus antis-stafilikokus: penisiln, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

7. Streptokokus: penisilin, sefalosforin, ertiromisin, sminoglikosida

Jenis pembedahan OMSK

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:1

1. Mastoidektomi sederhana (simple MAstoidectomy).

Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruangan mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.1
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteotoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
tympani dibersihkan dari semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial. Fungsi pendengaran tidak di perbaiki. Kerugian operasi ini adalah
pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus dating
dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran
berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering
permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar

3. Mastoidektomi radikal dengan Modifikasi

26
4. Miringoplasti.

5. Timpanoplasti

Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik didalam telinga


tengah dan diikuti rekontruksi system konduksi suara pada telinga
tengah.Timpanoplasti diajukan pertama kali oleh Wullstein tahun 1953 yang
kemudian membagi timpanoplasti menjadi V tipe pada tahun 1956. Tujuan dari
timpanoplasti itu sendiri ialah mengembalikan fungsi telinga tengah , mencegah
infeksi berulang dan memperbaiki pendengaran. Tujuan lainnya membersihkan
semua jaringan patolgis dimana anatomi dari meatus eksternus termasuk sulkus
timpani utuh. Kavum mastoid dibuka untuk menghindari system aerasi yang
tertutup. Aerasi dapat diperoleh dengan membersihkan penyumbatan antara
kavum tympani, antrum, dan system sel mastoid.

Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan


yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias ditenangkan dengan
pengobatan medikamentosa.
Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus
dilakukan juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi
dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau
tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.1

2.2.8 Komplikasi dan Prognosis


Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk
menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi
tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian
organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan
komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi
suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada
OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah

27
yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi.
Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding
pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :

1. Komplikasi terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut

2. Gejala prodromal tidak jelas

3. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang
serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah
Komplikasi
1. Abses Subperiosteal

Abses subperiosteal adalah komplikasi ekstrakranial dari OMK yang paling


sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel
udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi
sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent,
tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi
phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat lebih sering pada
anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan pada otitis kronis dengan
dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum,
mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang
telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan
dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses
subperiosteal atau abses Bezold.
2. Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses subperiosteal
secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid terkena
pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang
di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai
massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari
sel-sel udara di ujung mastoid, ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan
orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung.

28
Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks,
selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis vena
mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan mastoiditis
yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi
dari OMK dengan cholesteatoma.
Diagnosis

CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis
dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di
leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis
saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat
dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung
mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.

3. Facial Paralysis

Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA,


OMK tanpa cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi
dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak
langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau
tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan
saraf pecah, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering
terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya
singkat dengan pengobatan yang tepat.
Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering
menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih
buruk.
Diagnosis

Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau
kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang
sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT
dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan

29
terapi dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat
mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal
tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.

4. Meningitis

Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru
komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap
merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah
menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era
postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda:
penyebaran hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga
tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui
erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga kemungkinan, meningitis
otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.
Diagnosis

Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda


peringatan oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan
komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah;
iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu
diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk,
ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi,
pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat penting. Antibiotik spektrum
luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan selama tes diagnostik
sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan peningkatan
karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang
dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang
signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.

5. Abses Otak

30
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari
otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda
dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu
merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena
dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen
sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua
kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus
temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya
mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada
patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga
tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala
seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala,
atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun
kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai
kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status
mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga
adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis

Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan


keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT
scan atau MRI kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk
abses otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik
mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi berharga tentang erosi
tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan penyebab abses dan
pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses
parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan
untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti tekanan
intrakranial meningkat.

31
BAB III
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi


kronis yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai
dengan perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang
timbul. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita
OMSK. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya cairan dari telinga
kanan yang kumat-kumatan, dimana sekret awalnya berwarna putih, encer dan
tidak berbau, kemudian menjadi agak kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga
mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada telinga kanan. Pasien juga mengeluhkan
pendengaran pada telinga kanan menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan
tulang- tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun
dapat pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli
campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi
sampai dengan efektif ke fenestra ovalis.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari
hasil pemeriksaan didapatkan perforasi sentral pada membran timpani. Dalam proses
penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa ke dalam
telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah ini ke daerah atik
mengakibatkan pembentukan kantong dan kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini
akan menekan tulang-tulang di sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya
destruksi tulang, yang ditandai dengan sekret yang kental dan berbau. Prinsip
pengobatan pasien OMSK benigna tenang adalah tidak memerlukan pengobatan,
dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.

32
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 8th ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2018
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
3. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
4. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
5. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis
media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39
Available from URL: http://www.jneuro.org/
6. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a
community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial.
Medical Journal of Australia. 2003. Available from URL:
http://www.mja.com.au/
7. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal
of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
8. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication of
chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of
Otorhinolaringology. 2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/
9. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitus–investigation and management. BMJ.
1997. available from URL: http://www.bmj.org/

34
35
.

36
37
38
39
40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai