Disusun oleh:
Louis Regan
406182076
Pembimbing:
dr. Fauzan Abdillah, Sp. THT-KL
1
BAB I
LAPORAN KASUS
1.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 23 April 2021, pukul
10.00 WIB di Poli THT-KL RSSW.
Keluhan Utama:
Keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 minggu lalu.
2
Riwayat alergi disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit paru dan jantung disangkal
Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah menerima pengobatan apapun.
Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam terdistirbusi merata
Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm, reflex cahaya +/+, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik -/-
THT : Sesuai dengan status lokalis
3
Leher : Pembesaran kelenjar limfe -/-, pembesaran kelenjar parotid -/-
Thorax:
Cor : a. Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
b. Palpasi: ictur cordis tidak teraba
c. Perkusi: batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : a. Inspeksi: simteris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi (-)
b. Palpasi: stem fremitus kanan dan kiri samat kuat
c. Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi: SNV +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Tampak datar, bising usus (+) normal, timpani seluruh kuadran,
supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, edema --/--, CRT <2detik
Status Lokalisata
TELINGA
A. DAUN TELINGA Kanan Kiri
1. Bentuk : Normotia Normotia
2. Peradangan : - -
3. Sikatriks : - -
4. Keloid : - -
5. Fistel preaurikula : - -
6. Fistel retroaurikula : - -
7. Abses retroaurikula : - -
8. Nyeri tarik daun telinga: - -
9. Nyeri tekan tragus : - -
10. Nyeri tekan mastoid : - -
4
4. Furunkel : - -
5. Serumen : - -
6. Benda asing : - -
7. Massa tumor : - -
8. Eksostose : - -
9. Jaringan granulasi : - -
HIDUNG
RINOSKOPI ANTERIOR
A. INSPEKSI HIDUNG LUAR Kanan Kiri
1. Bentuk : Normal Normal
2. Frog nose : - -
3. Ragaden : - -
4. Depresi tulang hidung : - -
5. Udara pernapasan : Simetris Simetris
B. PALPASI
1. Nyeri tekan hidung & SPN: - -
C. VESTIBULUM NASI Kanan Kiri
1. Furunkel : - -
2. Laserasi : - -
3. Bekuan darah : - -
5
D. KAVUM NASI Kanan Kiri
1. Ukuran : Lapang Lapang
2. Sekret dan jenis : - -
3. Konka nasi media : Eutrofi Eutrofi
4. Meatus nasi media : Normal Normal
5. Konka nasi inferior : Eutrofi Eutrofi
6. Meatus nasi inferior : Normal Normal
7. Septum nasi : Normal Normal
8. Warna mukosa hidung : Merah muda Merah muda
9. Benda asing : - -
10. Massa tumor : - -
OROFARING
1. Gigi geligi : normal, tidak terdapat karies
2. Warna mukosa orofaring : merah muda
3. Lidah : lidah kotor (-), beslag (-)
4. Arkus faring anterior : normal
5. Arkus faring posterior : normal
6. Tonsila palatina : T1/T1, tidak hiperemis
7. Kripta tonsil : normal, tidak melebar
8. Detritus tonsil : (-)
9. Dinding posterior faring : normal, granul (-)
10. Warna mukosa dinding posterior faring : merah muda
11. Gerakan palatum mole : ada
6
PEMERIKSAAN PENDENGARAN & KESEIMBANGAN
Kanan Kiri
1. Tes Penala:
a. 256 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
b. 512 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. 1024 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
d. 2048 Hz : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. Tes Rinne : - -
3. Tes Weber : Lateralisasi ke kiri
4. Tes Bing : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. Tes Fungsi Keseimbangan: Tidak dilakukan
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Audiometri 4/4/21 penurunan pendengaran (tuli ringan)
1.5 RESUME
Pasien anak laki-laki berusia 7 tahun dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak
2 minggu SMRS. Cairan yang keluar berwarna kuning keruh, konsistensi encer, tidak
berbau, dan tidak ada darah. Keluhan disertai dengan nyeri pada telinga kirinya. Nyeri
pada telinga dirasakan hilang timbul. Keluhan pendengaran berkurang tidak dirasakan
pasien. Selama 2 minggu ini pasien belum mengobati keluhan. Ibu pasien mengatakan
ada riwayat keluar cairan dari telinga kiri 4 tahun yang lalu, saat itu sudah diobati. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan otoskop didapatkan perforasi membran timpani dan secret serosa telinga
kiri, tes weber lateralisasi ke telinga kiri dan audiometri tuli konduktif derajat tuli ringan
pada telinga kiri.
7
1.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja :
◦ Otitis media supurasi kronik aktif tipe jinak aurikel sinistra
◦ Tuli konduktif derajat ringan aurikel sinistra
Diagnosis Banding :-
1.7 TATALAKSANA
Farmakologi :
Ofloxacin 2 dd 1
Non Farmakologi:
-
1.8 PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
hanya 55 mm² efektif secara fisiologis dan memiliki puncak yang bernama
umbo. Pada keadaan normal berwarna pearly abu-abu, dari pars tensa akan
menunjukkan refleks cahaya kecuali dalam keadaan meradang. Di atas prosesus
lateral malleus, membrannya tipis dan disebut pars flaccida (bagian lembek).
Tidak memiliki serat radial dan melingkar ada disisa membran, yang disebut
pars tensa (bagian tegang).1
10
c. Dinding membran (dinding lateral) dibentuk hampir seluruhnya oleh
membran timpani; superior, itu dibentuk oleh dinding tulang lateral reses
epitympanic. Pegangan malleus melekat pada membran timpani, dan
kepalanya meluas ke reses epitympanic
d. Dinding labirin (dinding medial) memisahkan cavum timpani dari telinga
dalam. Ini juga menampilkan tanjung dinding labirin
e. Dinding mastoid (dinding posterior) memiliki bukaan di bagian
superiornya, menghubungkan cavum timpani ke sel mastoid.
f. Dinding karotis (dinding anterior) memisahkan rongga timpani dari saluran
karotis superior, ia memiliki pembukaan tuba eustacius dan kanal untuk
tensor tympani.
Tulang – tulang pendengaran terdiri dari tiga tulang, malleus, incus, dan
stapes. Malleus melekat pada membran timpani dengan gagangnya dan umbo.
Stapes difiksasi oleh tendon stapedius dan ligamentum annular, yang
memungkinkan untuk tetap bergetar ditepi jendela oval dan merupakan tulang
terkecil dalam tubuh 2,5 mg. Incus kurang stabil, hampir melayang di antara
dua tulang sebelumnya. Ini berartikulasi dengan kepala malleus melalui sendi
sinovial dan dengan stapes melalui prosesnya yang panjang, dan proses pendek
posteriornya memberikan dukungan ligamen lebih lanjut.1
Otot – otot yang berhubungan dengan tulang pendengaran ialah stapedius
dan otot tensor tympani, dimana kedua otot tersebut meredam atau menahan
gerakan tulang pendengaran dan meredam gerakan (getaran) dari membran
timpani. Tensor timpani, otot yang menempel ke dalam pegangan malleus dan
menarik pegangan secara medial, yang meregangkan membran timpani,
sehingga mengurangi amplitudo. Hal ini cenderung untuk mencegah kerusakan
pada telinga dalam ketika terpapar suara keras.1
Tuba eustachius menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring,
berperan dalam proteksi telinga dari infeksi saluran napas atas, membersihkan
sekret telinga tengah dan ventilasi untuk mempertahankan tekanan telinga
tengah agar sama dengan tekanan lingkungan. Tuba eustachius memiliki dua
bagian, yaitu bagian medial yang mudah kolaps dan bagian lateral yang kaku
11
dan selalu paten, sehingga udara dapat dengan mudah mengalir melaluinya,
namun sulit untuk disedot keluar.1
12
keduanya mengandung makula yang ditutupi dengan sel-sel rambut. Sel-sel
rambut di atasnya adalah lapisan agar-agar ke mana proyek silia, dan dalam
lapisan ini agar-agar adalah otolith yang mengandung kalsium, yang
memiliki kepadatan lebih berat daripada endolymph. Otolit ini ditarik oleh
gravitasi, dan gaya geser ini membengkokkan silia sel-sel rambut dan
menstimulasi reseptor.
Canalis semicircularis (anterior, posterior, dan lateral) berkomunikasi
dengan vestibule tulang labirin. Kanal-kanal terletak posterosuperior dari
vestibul tempat mereka membuka; mereka diatur pada sudut yang tepat satu
sama lain. Setiap kanal setengah lingkaran membentuk kirakira dua pertiga
lingkaran dan berdiameter sekitar 1,5 mm, kecuali pada salah satu ujung di
mana terdapat pembengkakan, ampula tulang. Kanal hanya memiliki lima
lubang ke vestibul karena kanal anterior dan posterior menjadi satu.
Tersembunyi di dalam kanal adalah ductus semicircularis.
2.2 OMSK
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi)
dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer
atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan.
Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani
atau sekurang- kurangnya pada annulus. Defek dapat ditemukan seperti pada
anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut Ramalingam bahwa OMSK
adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang ireversibel2,4.
2.2.1 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
13
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafasatas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid
kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosatelinga
tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 5
• Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal
pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa
yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi,
atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit,
dimana kadang-kadang adanya sekret yangberpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala
lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.
Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
14
Otitis media supuratif akut yang berulang
1. Kongenital
2. Didapat.
15
kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang
berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai
lilin. Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa
pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau adanya
suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir perforasi, terutama
pada perforasi marginal.7
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat
terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol tidak
memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua
kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.Granuloma
kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada
sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa
dan jaringan granulomatosa.
16
Perforasi Membran Tympani
Menurut letaknya :
1. Perforasi sentral
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
4. Perforasi postero-superior
1. Perforasi kecil
2. perforasi sedang
17
2.2.2 Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan
orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik
Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi
yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang
walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu
metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang
dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang
pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah
3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di
poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1
2.2.3 Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba
patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden
OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated
(seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi
telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
18
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
6. Autoimun
7. Alergi
2.2.4 Patofisiologi
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
19
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit
dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas
pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu,
adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa
telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel
peradangan pada telinga tengah.1
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang
keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi
mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya
sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi
atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.
Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan
kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
20
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan Pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah
yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke
fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db
ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaranmenghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30
db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai
tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.9
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa
terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli
saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret,terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin
oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis.
4. Vertigo
21
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani
yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.
22
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Pemeriksaan Radiologi.
1. Proyeksi Schuller
Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini
berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen3.
2.2.7 Tatalaksana
23
pengobatanannya dibagi atas:
Konservatif
Pembedahan
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan
menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari.
Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media yang buruk
untuk pertumbuhan kuman.
Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga
yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada
gangguan vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit mencapai
sasaran optimal. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik adalah berdasarkan
kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes telinga
dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan
kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di
pasaran saat ini banyak mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh
sebab itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada
OMSK yang sudah tenang.
Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah:
1. Kloramfenikol
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak aktif
mendapatkan bahwa sensistifitas kloramfenikol terhadap masing-masing
kuman adalah sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp. (73,33%),
Bacillus sp. (62,23%), Staphylococcus sp. (60%), dan Pseudomonas sp.
(14,23%).
24
2. Polimiksin B atau Polimiksin E
Ofloksasin mempunyai aktifitas yang kuat untuk bakteri Gram negatif dan
positif dan bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada OMSK
dengan perforasi membrana timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah
ditemukan 30 menit setelah pemberian solutio ofloksasin 0,3%. Berdasarkan
penelitian, pemakain tetes siprofloksasin lebih berhasil dan lebih murah
dibandingkan tetes kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek ototoksik.
Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara tunggal tanpa antibiotik
oral.
Antibiotik oral
25
3. P.morganii, P.vulgaris : aminoglikosida +karbenisilin
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:1
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan
ruangan mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang
dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.1
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteotoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
tympani dibersihkan dari semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke
intrakranial. Fungsi pendengaran tidak di perbaiki. Kerugian operasi ini adalah
pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus dating
dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran
berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga
operasi serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering
permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar
26
4. Miringoplasti.
5. Timpanoplasti
27
yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi.
Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding
pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
3. ada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang
serta lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah
Komplikasi
1. Abses Subperiosteal
28
Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks,
selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara phlebitis vena
mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan mastoiditis
yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi
dari OMK dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis
dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di
leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis
saja. CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat
dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung
mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.
3. Facial Paralysis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau
kelumpuhan wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang
sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik pencitraan CT
dipertanyakan.
Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna dalam perencanaan
29
terapi dan konseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat
mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal
tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.
4. Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan
OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru
komplikasi OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap
merupakan komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah
menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era
postantibiotic. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda:
penyebaran hematogen dari meninges dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga
tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui
erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga kemungkinan, meningitis
otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.
Diagnosis
5. Abses Otak
30
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari
otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda
dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu
merupakan hasil dari OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena
dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen
sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua
kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus
temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya
mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada
patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga
tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala
seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala,
atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun
kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai
kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status
mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga
adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas.
Diagnosis
31
BAB III
KESIMPULAN
32
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 8th ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2018
2. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
3. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT.
Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
4. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org/
5. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis
media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39
Available from URL: http://www.jneuro.org/
6. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a
community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial.
Medical Journal of Australia. 2003. Available from URL:
http://www.mja.com.au/
7. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal
of Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
8. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication of
chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of
Otorhinolaringology. 2005. Available from URL: http://www.rborl.org.br/
9. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitus–investigation and management. BMJ.
1997. available from URL: http://www.bmj.org/
34
35
.
36
37
38
39
40
41
42
43