DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat – Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan referat mengenai
Anosmia & Olfactory Disorder.
Tujuan penulisan refarat ini kiranya dapat menambah pengetahuan dibidang Ilmu
Kedokteran mengenai Anosmia & Olfactory Disorder mulai dari definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan, dan penatalaksanaan
Saya menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan
dapat membantu pembaca mengerti tentang Anosmia & Olfactory Disorder. Saya
mengharapkan adanya saran - saran atas penulisan refarat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita di kemudian hari.
Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN...................................................................................1
2. Definisi ............................................................................................2
3. Etiologi.................................................................................………7
4. Pemeriksaan.....................................................................................13
5. Tatalaksana ......................................................................................13
Fungsi penghidu pada manusia memegang peranan penting 1,2,3. Gangguan penghidu dapat
mempengaruhi kualitas dan keselamatan hidup seseorang, sebagai contoh dalam memperingatkan dan
memberikan daya tarik terhadap suatu aroma suatu benda, aroma makanan, bahkan dapat
mempengaruhi hingga hubungan sesama manusia 3. Gangguan penghidu tidak terlalu sering terjadi di
masyarakat, namun bukan berarti bisa dianggap remeh. Penderita gangguan penghidu di amerika
serikat dilaporkan berjumlah 2 juta, dan menurut penelitian penderita gangguan penghidu yang
berusia dibawah 65 tahun mencapai 1% dan 50% terjadi pada populasi diatas 65 tahun 2 .
Kemampuan menghidu menentukan rasa makanan dan minuman serta berfungsi sebagai sistem
peringatan dini terhadap bahaya seperti makanan yang rusak, kebocoran gas, dan polutan di udara.
Kehilangan atau terganggunya kemampuan menghidu sangat mempengaruhi makanan kesukaan,
nafsu makan dan asupan makanan 2. Gangguan penghidu dapat berupa anosmia yaitu hilangnya
kemampuan penghidu, atau hiposmia yaitu berkurangnya kemampuan penghidu. Gangguan penghidu
disebabkan gangguan transpor odoran, gangguan sensoris dan gangguan pada saraf penghidu. 1.
Penyebab dari masalah ini sangat bervariasi, misalnya trauma kepala, alergi-terkait gangguan
nasal/sinus, sehingga perlu diketahui secara jelas pemicunya.
Indera penghidu yang merupakan fungsi nervus olfaktorius (N.I), sangat erat hubungannya dengan
indera pengecap yang dilakukan oleh saraf trigeminus (N.V), karena seringkali kedua sensoris ini
bekerja bersama-sama, sehingga gangguan pada salah satu indera tersebut biasanya turut mengganggu
fungsi indera yang satu lagi. Reseptor organ penghidu terdapat di regio olfaktorius dihidung bagian
sepertiga atas. Serabut saraf olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina kribrosa os
etmoid menuju bulbus olfaktorius didasar fossa kranii anterior.
Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila menarik napas dengan kuat atau partikel tersebut
larut dalam lendir yang terdapat di daerah olfaktorius. Disebut hiposmia bila daya menghidu
berkurang, anosmia bila daya menghidu hilang, dan disosmia bila terjadi perubahan persepsi
penghidu. Disosmia terbagi lagi menjadi fantosmia (persepsi adanya bau tanpa ada stimulus) dan
parosmia atau troposmia (perubahan persepsi terhadap bau dengan adanya stimulus).
BAB II
Tinjauan Pustaka
C. Korteks olfaktorius
Terdapat 3 komponen korteks olfaktorius, yaitu pada korteks frontal merupakan pusat
persepsi terhadap penghidu. Pada area hipotalamus dan amigdala merupakan pusat
emosional terhadap odoran, dan area enthorinal merupakan pusat memori dari odoran
(gambar 5).
Disfungsi penghidu berasal dari banyak penyebab. Hampir 2/3 dari kasus anosmia kronis
dan Hiposmia yang hadir ke klinik cenderung karena infeksi terlebih dahulu dari saluran
pernapasan atas, trauma kepala, hidung dan sinus paranasal . Dan yang paling bisa diharapkan
untuk mencerminkan kerusakan yang signifikan pada neuroepithelium penghidu.
Resume
Fungsi penghidu pada manusia memiliki peran yang penting dan dapat mempengaruhi kehidupan
manusia secara kuantitatif dan kualitatif. Gangguan penghidu mungkin jarang ditemui pada populasi
umum, namun akan banyak ditemui di klinik THT. Gangguan fungsi penghidu bisa disebabkan oleh
gangguan pada tiga hal utama, yaitu: gangguan transport, gangguan sensoris, dan gangguan pada saraf
olfaktorius. Penyakit-penyakit yang paling sering menyebabkan masalah penghidu ialah, trauma
kepala penyakit sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas.
Tingkat kesuksesan terapi dan pemulihan fungsi penghidu bervariasi pada setiap individu, hal ini
dipengaruhi oleh etiologi dan gangguan yang dialami individu tersebut. Namun, pada akhirnya
pemahaman yang lebih baik tentang patogenesis anosmia dan gangguan olfaktorius masih diperlukan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Huryati E, Budiman BJ, Nelvia T, Gangguan Fungsi Penghidu dan Pemeriksaannya. Bagian
THT-KL FK UNAND, 2010; 134(4): 347-51
2. Matthew R, Shen J, Quinn F, Olfactory Disfunction and Disorder. Grand Round Presentation,
UTMB Dept. Of Otolaryngology. 2003: 1-8
3. Nordin S, Bramerson A, Complaints of Olfactory Disorder; Epidemiology, Assessment,
Clinical Implications. Dept. Of Otorhinolaryngology, central hospital, skovde, sweden. 2008,
8:10–15
4. Soepardi EA, Iskandar N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga – Hidung - Tenggorok – Kepala leher,
2012, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.