Anda di halaman 1dari 14

LEMBAR TUGAS MANDIRI

Nama: Nela Lutfiana


NPM: 1206256195

ANATOMI DAN HISTOLOGI ORGAN


PENGHIDU

Pemicu 1 Diskusi Kelompok 1


Modul Penginderaan

I.

Pendahuluan
Rangsangan sensori secara umum meliputi sensori somatik (taktil, suhu, nyeri, dan

propioreseptif) dan sensasi viseral. Reseptor untuk sensori umum terletak tersebar di seluruh
tubuh dan secara struktural dapat dikatakan sederhana. Adapun reseptor untuk sensori
khusus- penghidu, pengecap, penglihatan, pendengaran, dan keseimbangan- secara anatomi
berbeda satu sama lain serta terletak di lokasi yang spesifik di daerah kepala. 1
Reseptor-reseptor tersebut terletak rapi di bagian jaringan epitel di dalam kompleks
organ sensoris seperti mata dan telinga. Jalur saraf untuk indra atau alat sensoris khusus jauh
lebih kompleks dari sensori umum. Dalam hal ini, perlu diketahui struktur dan fungsi organ
sensoris khusus dan jalur yang terlibat dalam penyampaian informasi ke sistem saraf pusat.
Pembahasan dalam lembar tugas mandiri ini meliputi organ penghidu. Pengetahuan ini sangat
penting untuk mengindentifikasi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kasus-kasus
otolaringologi (oto- = telinga; -rhino = hidung; -laryngo = laring). 1
Pada pembelajaran mengenai indera (special senses), sasaran yang akan dicapai pada
organ penghidu adalah:
a) Saraf yang menginervasi sistem penghidu
b) Jaras penghidu sampai ke tingkat SSP
Bau/aroma adalah chemical senses karena sensasi keberadaan bau terdeteksi ketika
terjadi interaksi antara molekul kimia dengan reseptor penghidu. Karena impuls dari bau
dihantarkan ke sistem limbik, maka beberapa bau-bauan dapat memicu respon emosi
tertentu atau pembentukan memori. 1
OLFAKTORI: SENSORI PEMBAU
Garis besar: struktur reseptor olfaktori dan sel-sel lain yang berperan;
gambaran jalur saraf olfaktori.
Baik bau maupun rasa marupakan rangsang kimiawi; sensasi
berawal dari interaksi molekul-molekul dari sumber rangsangan dengan

reseptor pembau atau pengecap. Untuk dapat terdeteksi dengan baik oleh
reseptor-reseptor tersebut, molekul penstimuli harus bercampur. Karena
impuls untuk bau dan rasa berpropagasi ke sistem limbik (dan juga ke
area korteks yang lebih tinggi), bau atau rasa tertentu dapat memicu
respons yang kuat. 1
ANATOMI HIDUNG
Diperkirakan manusia dapat mengingat sekitar 10.000 bau yang berbeda. Untuk dapat
membuat hal yang demikian, hidung mengandung 10 juta hingga 100 juta reseptor untuk
deteksi bau atau disebut dengan olfaksi (olfact = bau), yang ada di daerah yang disebut epitel
olfaktori. Dengan total luas area 5 cm2, epitel olfaktorium menempati bagian superior dari
cavum nasi, menutupi permukaan inferior dari cribriform plate dan berekstensi sepanjang
konka nasalis superior. 2
Hidung memiliki 10-100 juta reseptor penghidu pada epitel olfaktorius yang terletak
di superior rongga hidung, yang menutupi permukaan inferior lamina cribosa os etmoidales
dan membentang di sepanjang konka nasalis. Terdapat 3 macam sel olfaktorius, yaitu
reseptor olfaktorius, sel penyokong, dan sel basal. Reseptor olfaktorius ini merupakan
neuron orde pertama dari jaras olfaktorius. 3

Gambar 1. Tampakan lateral sistem penghidu1

Gambar 2. Tampakan lateral sistem penghidu1


Gambar (a). Epitel olfaktori pada manusia terletak tinggi di rongga nasal.
Gambar (b). Sel-sel olfaktori berakhir di silia yang mengandung protein reseptor
untuk molekul bau tertentu. Silia dari tiap sel olfaktori dapat mengikat hanya satu
jenis molekul bau (ditandai dengan warna-warna tertentu). Jika sebuah bunga mawar
menyebabkan sel-sel olfaktori sensitif terhadap molakul bau warna ungu dan
hijau, maka neuron yang didesain oleh warna ungu dan hijau pada bulbus olfaktori
akan teraktivasi. Area olfaktori utama pada korteks serebri akan menginterpretasi pola
neuron yang terstimulasi sebagai bau mawar.

Gambar 3. Epitel olfaktori1

SARAF YANG MENGINERVASI SISTEM PENGHIDU


Persarafan dari mukosa nasal dapat dibagi menjadi

posterioinferior dan

anterosuperior. Pembagian ini berdasarkan garis oblique yang melintas melalui sina nasalis
anterior dan resesus sphenoetmoidal. Inervasi pada bagian posteroinferior berasal dari nervus
maxillaris. Sedangkan bagian anterosuperiornya berasal dari nervus ophtalmikus (CN V1).
Sebagian besar bagian eksternal hidung (dorsum dan apex) disuplai oleh CN V1 tetapi ala nasi
disuplai dari cabang nervus infraorbital (CN V2). 4

Gambar 4. Jaras olfaktori4

JARAS PENGHIDU SAMPAI KE TINGKAT SSP


Bau/aroma ditangkap sel-sel pada epitel olfaktori yang processus sentralisnya
menembus lamina cribosa. Dari sini, akan berlanjut sebagai nervus olfaktorius (CN I) lalu
berjalan dan akan berkahir di bulbus olfaktorius, yang merupakan ekspansi rostral dari
traktus olfaktorius. Bulbus ini berupa sepasang massa dari gray matter yang berlokasi di
bawah lobus frontalis cerebrum dan di lateral crista galli dari os ethmoidales. CN I berada
di kiri dan kanan. 5

Gambar 5. Jaras olfaktori5


Berikut penjelasannya. Akson dari neuron bulbus olfaktorius membentang ke
posterior dan membentuk traktus olfaktorius. Beberapa aksonnya akan berproyeksi ke area
olfaktori primer pada korteks serebri. Lokasinya terletak di permukaan inferior dan medial
dari lobus temporal. Area olfaktori primer ini merupakan tempat kesadaran akan bau berawal.
6

Terdapat hal yang khas dari jaras penciuman ini. Satu-satunya sensai yang mencapai
korteks serebri tanpa harus singgah (bersinaps pertama kali) di talamus adalah sensasi
penghidu. Selain itu, adanya kerusakan pada salah satu sisi saraf hidung, jarang sekali
menjadikan seseorang tidak dapat mencium sama sekali. Hal ini dikarenakan sifat
persarafannya yang kontralateral dan ipsilateral. 6
Dari traktus olfaktorius, jaras berlanjut ke 2 tempat, yaitu sistem limbik dan lobus
piriformis. Terdapat akson yang mengarah ke sistem limbik dan hipotalamus. Di bagian ini
hasilnya adalah untuk memicu respon emosi dan memori. Sebagai contoh, ketertarikan
seksual muncul ketika mencium parfum seseorang yang menarik. Contoh lain, rasa mual pada
orang tertentu ketika mencium aroma makanan yang pernah membuat seseorang tersebut
sakit, atau dapat juga respon spesifik terkait memori akan momen masa lampau seperti ketika
seseorang ketika masa kaecil sering diberi minyak kayu putih oleh ibunya, maka ketika sudah
dewasa terkadang ketika mencium minyak tersebut, akan teringat ibunya. 6

Sedangkan akson yang mengarah ke lobus frontallis jarasnya berbeda pula. Setelah
jarasnya singgah di area olfaktori primer, maka akan terus menuju lobus frontalis/lobus
piriformis, yang juga merupakan regio penting dalam mengidentifikasi bau dan memproses
infromasi. Ada yang melalui striae intermedia dan ada pula yang melalui striae lateral.
Untuk persepsi dan diskriminasi bau, prosesnya terjadi di daerah orbitofrontal. Di
daerah ini terjadi proses analisis dan pembandingan bau/aroma yang satu dengan yang lain.
Jika area ini rusak atau terganggu, maka rangsangan bau sekuat apapun maka orang tersebut
tidak akan mencium bau apapun. Hal ini menjelaskan mengapa ketika sekalipun seseorang
sedng tidur, maka jika diberikan bau yang kuat maka orang tersebut dapat terbangun. Dari
suatu penelitian menggunakan PET scan, diperoleh kesimpulan bahwa area orbitofrontal dari
hemisfer kanan memiliki aktivitas paling tinggi ketika proses penciuman berjalan. 1
Secara singkat, Penghidu dipersarafi oleh n. olfaktorius. N. olfaktorius ini terdiri dari
traktus dan bulbus. Bagian bulbus ini sampai mukosa hidung atas. N. olfaktorius ini adalah
nervus yang paling dekat dengan dunia luar. Untuk dapat sampai mukosa hidung atas, n.
olfaktorius menembus membran fibrosa os etmoid. Di mukosa hidung, terdapat silia yang
bertugas menangkap zat kimia atau gas yang akan kita persepsi sebagai bau. 1
Jaras penghidu: selapis mucus pada epitel olfactorius yang disekresikan sel
penyokong di sekitarnya dan sel goblet kelenjar olfactorius pada lamina propria menangkap
dan melarutkan molekul bau di udara cilia olfactorius mengikat molekul bau ke protein
reseptor yang terletak di membran plasma cilia impuls dikirimkan ke serabut nervus
olfactorius (CN I) nervus olfactorius bergabung menjadi filamen nervus olfactorius
keluar melalui foramina cribrosa pada lamina cribrosa os. ethmoidalis memasuki
bulbus olfactorius pada lobus frontal cerebrum bersinaps dengan sel mitral dan sel
granul pada glomerulus menjadi tractus olfactorius diteruskan ke:
Amygdala dan hipothalamus (sistem limbik) reaksi emosional dan visceral
(muntah dan lapar).
Daerah lavender lobus piriformis cortex cerebri untuk memproses informasi
penghidu menjadi persepsi bau yang sadar, kemudian informasi penghidu dikirim
lagi melalui relai thalamus ke cortex orbitofrontal untuk dianalisis dan

dibandingkan dengan bau yang lain.


Area septal.
Hippocampus untuk memori bau.
Ke korteks olfaktori primer untuk memproses persepsi
bau

Formatio reticularis untuk respons visceral (misal rasa mual setelah


mencium bau yang tidak enak) 1
Karena lintasannya sangat banyak dan saling menyilang, maka jarang sekali

orang yang penciumannya hilang sama sekali, kecuali dalam keadaan flu. Hal ini
disebabkan udara yang membawa molekul bau tidak dapat berkontak dengan selapis mukus
pada epitel olfactorius, dimana banyak terdapat sekret. Hal ini dapat juga disebabkan karena
hidungnya tersumbat, sehingga seseorang tidak dapat bernapas melalui hidung, sehingga
tidak ada udara yang membawa molekul bau. 7

Gambar 6. Jaras olfaktori7

HISTOLOGI ORGAN PENGHIDU

Kita menghidu dengan hidung, tepatnya mukosa olfaktorius yang tersusun atas:
(1) sel olfaktorius
(2) sel sustentakular, dan
(3) sel basal.
Lamina proprianya terdiri atas:
1) fila olfaktorius (akson tidak bermielin)
2) kelenjar Bowman, serta
3) fibroblast dan jaringan ikat.
Sel olfaktorius memiliki 6-8 dendrit berbentuk silia panjang tidak bergerak yang selalu
tenggelam di dalam mukus dan akson yang menembus lempeng kribriformis dari tulang
ethmoid pada atap rongga hidung. Inti selnya bulat dan struktur lainnya sama dengan sel saraf
lain. 8

Gambar 7. Mukosa olfaktorius dan lamina propia9


Molekul bau akan ditangkap oleh silia sel olfaktorius. Sinyal dari dendri diteruskan ke
badan sel, lalu ke akson. Akson sel olfaktorius akan bersinaps dengan saraf kedua di bulbus
olfaktorius. Kemudian sinyal dilanjutkan ke
(1) korteks olfaktorius,
(2) hipotalamus, dan
(3) sistem limbik, via traktus olfaktorius.

Sel sustentakular berfungsi sebagai penyokong, pemberi nutrisi, dan insulator. Sel
ini memiliki bentuk silindris, mikrovili di permukaan, inti bulat, dan sitoplasma apikal
bergranul dengan pigmen kekuningan.
Sel basal adalah sel kecil basofilik berbentuk pyramid dengan inti ke arah basal.
Fungsinya adalah sebagai stem cell. 8
RESEPTOR PENGHIDU
Sensasi bau yang dikenal sebagai Olfaction dilakukan oleh organ
penghidu yang terletak di dalam rongga hidung pada bagian atap rongga
hidung, bagian atas septum nasi dan pada konka nasalis superior tulang
etmoidalis.

Gambar 8. Organ penghidu di dalam rongga hidung9


Organ penghidu ini terdiri atas dua lapisan
1. Epitel olfaktorius yang terdiri atas sel reseptor penghidu (sel
olfaktorius), sel penyokong (sel sustentakular) dan sel basal. Epitel ini
pada keadaan hidup tampak bewarna kekuningan.
2. Lamina propria

merupakan lapisan yang terdapat di bawah epitel

olfaktorius dan disusun oleh jaringan ikat longgar. Lapisan ini


mengandung akson sel olfaktorius, pembuluh darah dan kelenjar
olfaktorius (dikenal sebagai kelenjar Bowman) yang menghasilkan
sekret serosa. 10

Sel olfaktoria merupakan sel saraf bipolar termodifikasi. Bagian


ujung dendrit mengalami penggembungan yang dikenal sebagai vesikel
olfaktorius. Vesikel olfaktorius ini mempunyai 6-8 silia yang panjang dan
tidak

bergerak.

Silia

ini

terbenam

di

dalam

lapisan

lendir

yang

menyelimuti permukaan lapisan epitel. Akson dari sel olfaktorius akan


berjalan menembus lamina propia untuk bergabung dengan akson dari sel
olfaktorius lainnya membentuk berkas (bundle) serat saraf. Berkas saraf
ini akan berjalan melintasi lempeng kribiformis (Cribiform plate) pada atap
rongga hidung untuk bersinap dengan sel saraf kedua pada bulbus
olfaktorius. Akson dari sel saraf kedua pada bulbus olfaktorius ini
kemudian akan berjalan ke korteks olfaktorius, hipothalamus dan bagian
limbik sistim melalui traktus olfaktorius. Badan sel olfaktorius ini
mempunyai inti yang bulat dan lebih dekat ke arah lamina basal daripada
ke vesikel olfaktorius. Sitoplasmanya mengandung struktur-struktur yang
sama dengan sel saraf lainnya.

10

Gambar 9. Gambaran skematis sel-sel pada organ


penghidu10
Sel penyokong merupakan sel-sel berbentuk silindris, berukuran 50-60
um dan mempunyai mikrovili pada permukaannya. Intinya berbentuk

bulat

terletak

pada

1/3

apikal

sel.

Sitoplasma

bagian

apikalnya

mempunyai granula yang mengandung pigmen bewarna kekuningan.


Adanya pigmen kekuningan ini menyebabkan epitel olfaktorius. tampak
bewarna kekuningan pada keadaan hidup. Fungsi sel ini adalah untuk
menyokong, memberi nutrisi dan insulator listrik bagi sel olfaktorius.

10

Sel basal merupakan sel kecil, basofilik, berbentuk piramid yang


bagian apikalnya tidak mencapai permukaan epitel. Inti sel terletak lebih
ke arah basal. Sel basal diyakini sebagai sel induk (stem cells) untuk sel
olfaktorius dan sel sustentakular.

10

Diantara jaringan ikat yang menyokong epitel olfaktori terdapat


kelenjar olfaktori (Bowman) yang akan memproduksi mukus. Mukus ini
akan dibawa ke permukaan epitel olfaktori dan melarutkan odoran
sehingga transduksi dapat terjadi. Sel-sel penyokong dari epitel pada
hidung dan kelenjar olfaktori dipersarafi oleh sel-sel saraf otonom di
dalam percabangan N.VII (facial), yang dapat distimulasi oleh subatansi
kimiawi tertentu. Impuls pada saraf-saraf ini kemudian akan menstimulasi
kelejar lakrimal pada mata dan juga menstimulasi kelenjar mukosal
hidung. Hasilnya adalah sekresi air mata dan hidung berair setelah
menghirup subtansi yang membawa stimulasi bau yang kuat seperti lada
atau uap ammonia. 10

Gambar 10. Gambaran histologis sel-sel organ penghidu10

Gambar 11. Gambaran histologis sel-sel organ


penghidu1

DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13 th


Ed. John Wiley & Sons, Inc. USA; 2012. p. 636-9
2. Scanlon VC, Sanders T. Essentials of anatomy and physiology. 5 th Ed.
Davis Company. USA; 2007. p. 219-22
3. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of anatomy and
physiology. 9th Ed. Pearson Benjamin Cummings. San Fransisco;
2008. p. 549-52
4. Ellis H. Clinical anatomy: applied anatomy for students and junior
doctors. 11th Ed. Balckwell Publishing Ltd. Boston; 2006. p. 278-9
5. Chung KW, Chung HM. Gross anatomy. 7th Ed. Lippincott Williams
and Wilkins. Baltimore; 2012. p. 239-41
6. Faller A, Schuenke M. The human body: introduction to structure and
function. Thieme. New York; 2004. p.182-3
7. Standring S. Grays anatomy: the anatomical basis of clinical
practice. 40th Ed. Churchill Livingstone. USA; 2008. p. 186-9
8. Suryono IA, Damayanti L, Wonodirekso S. (Editor Edisi Bahasa).
Penginderaan dalam Buku Ajar Bewarna Histologi (Terjemahan Color
Textbook of Histology). Edisi ke-3, Saunders Elsevier; 2013; p. 493517
9. Gartner LP, Hiatt JL. Special Senses in: Color Textbook of Histology,
3rd Ed. W.B. Saunder Company.USA; 2007. p. 511-536
10.

Young B and Heath JW. Special Sense Organs in Wheaters

Functional Histology. 4th Ed. Churchill Livingstone. London; 2006. p


380-405.

Anda mungkin juga menyukai