Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. INDERA PENCIUMAN

Gambar 2.1 Indera Penciuman

Reseptor penciuman terletak pada selaput lendir hidung bagian atas (Concha

superior). Daerah ini mempunyai luas kurang lebih 2 cm yang berwarna kekuning –

kuningan yang disebut area olfaktoria. Daerah ini selalu berlendir karena ada secresi

daripada kelenjar Bowmann. Sekresi inilah yang akan melarutkan gas yang sampai pada

ara olfaktoria sehingga dapat merangsang saraf penciuman. Makin rendah titik didih suatu

gas atau cairan makin kuat rangsangannya.

Penciuman merupakan salah satu indera yang paling primitif. Walaupun penciuman tidak

terlalu penting untuk spesies manusia, penciuman sangat penting bagi kelangsungan hidup

binatang. Hal itu karena area korteks yang menjadi pusat penciuman pada spesies lain lebih

besar dibandingkan pada manusia. Perbedaan luas area korteks pusat penciuman itu

berakibat pada perbedaan sensitivitas indera penciuman diantara masing-masing spesies.


1. Fisiologi Sensasi Penciuman

Alat penciuman erat hubungannya dengan alat pengecap bahkan disebut sebagai

pengecap jarak jauh. Alat penciuman mempunyai kepekaan yang luar biasa karena kadar

zat-zat yang dimiliki rendah sudah mampu merangsang reseptor penciuman. Reseptor

penciuman terletak di bagian atas dari rongga hidung, pada gerak pernafasan biasa aliran

gerak udara pernafasan hanya melalui bagian bawah rongga hidung, oleh karena itu kita

bernafas biasa suatu zat tidak tercium oleh kita. Supaya udara pernafasan dapat mencapai

rongga hidung bagian atas (area olfaktoria) maka kita harus menarik nafas dalam- dalam.

Dengan demikian terjadi arus memutar dari udara pernafasan sehingga gas yang

mengandung zat yang berbau tadi akan sampai pada ara olfaktoria akan bau akan

tercium. Penciuman disarafi oleh Nervus I (Nervus Olfaktorius) juga disaraf oleh Nervus

VI (Nervus Trigeminus) yang berfungsi sebagai reflek perlindungan tubuh terhadap

saluran pernafasan (reflek bersin, batuk dan sebagainya).

2. Adaptasi Reseptor

penciuman dapat beradaptasi dengan cepat, bila kita tinggalpd tempat yang berbau

setelah beberapa waktu bau tersebut tidak akan tercium lagi. Ini disebabkan karena

reseptor penghidu beradaptasi dengan bau. Reseptor penghidu berfungsi untuk

membantu pencernaan. Karena itu seseorang yang menderita flu maka penciumannya

terganggu dan nafsu makan akan berkurang. Gangguannya :

(1). An-Osmia : seseorang yang kehilangan penciuman sama sekali.

(2). Hyp – Osmia : berkurangnya daya penciuman.

(3). Hyper Osmia : daya penciuman yang berlebih daripada orang normal. Ini dapat

terjadi pada keadaan histeria serta tumor otak yang menyebabkan tekanan intro

cranial meninggi.

(4). Para Osmia : seseorang mencium bau yang berbeda dengan yang sebenarnya.
3. Fungsi

Indra Pembau/ Hidung Fungsi bagian-bagian indra pembau : a. Lubang hidung

berfungsi untuk keluar masuknya udara b. Rambut hidung berfungsi untuk menyaring

udara yang masuk ketika bernapas c. Selaput lendir berfungsi tempat menempelnya

kotoran & sebagai indra pembau d. Serabut saraf berfungsi mendeteksi zat kimia yang

ada dalam udara pernapasan e. Saraf pembau berfungsi mengirimkan bau-bauan yang ke

otak Ketika kita mengunyah makanan, kemungkinan uap keluar melalui faring mulut

menuju rongga hidung. Uap ini akan terdeteksi oleh reseptor bau, sehingga menambah

cita rasa makanan tersebut. Selain bau, terdapat pula faktor yang lain sehingga makanan

dapat memiliki cita rasa yakni suhu dan sentuhan. Oleh karena itu, ketiga indra yaitu

pengecap, pembau, dan peraba saling memiliki kaitan di dalam otak.

Gambar 2.2 Belahan hidung dari samping (sumber perpustakaan cyiber 2012).

B. STURUKTUR INDERA PENCIUMAN

Indera penciuman terdapat pada hidung dari ujung saraf otak nervus olfaktorius,
serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput lendir hidung yang dikenal dengan
sebutan olfaktori. Nervus olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yang sangat khusus yang
mengeluarkan fibril- fibril yang sangat halus, tenalin dengan serabut-serabut dari
bulbus olfaktorius yang merupakan otak terkecil, saraf olfaktorius terletak di atas
lempeng tulang etmoidalis.
Berbeda dengan indera lain, indera penciuman memiliki jalur yang relatif lebih
pendek. Reseptornya yang berada di rongga hidung berhubungan langsung tanpa
sinaps ke otak. Selain itu, tidak seperti indera penglihatan dan indera penglihatan
yang reseptornya jauh dari permukaan, reseptor indera penciuman terpapar langsung
dengan lingkungan, tanpa ada pelindung di depannya. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 2.3:

Gambar 2.3: Reseptor indera penciuman

C. SISTEM OLFAKTORIUS

Sistem olfaktorius terdiri dari reseptor di rongga hidung, daerah otak, dan jalur neural

penghubung. Reseptornya berupa sel-sel yang berbentuk seperti benang dan hihubungkan

dengan saraf olfaktorius. Molekul yang dilepaskan oleh substansi tertentu adalah stimulus

untuk penciuman. Molekul meninggalkan substansi, berjalan melalui udara dan memasuki

hidung. Molekul tersebut juga harus larut dalam lemak. Jika silia dari reseptor penciuman

bertemu dengan molekul odorant terjadilah impuls listrik. Proses ini adalah proses transduksi.

Molekul odorant yang telah menembus nervus olfaktorius dari bulbus olfaktorius, akan

bergerak melalui traktus olfaktorius menuju pusat olfaktoriuspada olbus temporalis di otak,

dimana akan dilakukan interpretasi pada stimulus yang masuk. Namun demikian kepekaan

reseptor penciuman terhadap molekul odorant akan berkurang, bahkan mudah hilang bila selalu
terpapar pada bau yang sama dalam waktu yang relatif lebih lama. Untuk memahami system

olfaktorius secra sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.4:

Gambar 2.4: Perjalanan molekul odoran menuju reseptor.

D. INTENSITAS DAN KUALITAS BAU

Walaupun indera penciuman pada manusia lebih primitive dari spesies lain, akan tetapi

indera penciuman manusia masih mampu merasakan banyak kualitas bau. Orang normal

diperkirakan dapat membedakan antara 10.000 sampai dengan 40.000 bau yang berbeda.

Akan tetapi, kemampuan untuk membedakan bau itu tidak diimbangi dengan kekayaan

perbendaharaan untuk mendeskrepsikan bau. Akibatnya, seringkali orang mendeskrepsikan

suatu bau dengan meminjam istilah yang biasa dipergunakan untuk indera lain. Misalnya, bau

asam, bau tajam, dan lain sebagainya.

E. KELAINAN FUNGSI INDERA PENCIUMAN

Salah satu dari kelainan fungsi indera penciuman adalah hiposmia, yaitu penurunan

sensasi bau. Kelainan ini dapat bersifat bilateral atau unilateral. Penyebab dari hiposmia dapat

berasal dari hidung, dimana terdapat sumbatan pada saluran hidung, dimana penderita

mengalami penurunan terhadap semua sensasi bau. Selain itu, hiposmia dapat pula disebabkan

oleh adanya kerusakan pada lobus frontalis, sehingga penderita mengalami penurunan terhadap

sensasi bau tertentu.

Anda mungkin juga menyukai