Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

“ SISTEM PENCIUMAN “

DISUSUN OLEH :

SALSABILA AMELIA PUTRI

151810383031

D4 TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN

FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2019
BAB I
PENDAHULUAN
            Indra penciuman adalah indra yang digunakan untuk mengenali lingkungan sekitar
atau sesuatu aroma yang dihasilkan. Hidung merupakan indra pembau yang peka tehadap
rangsang berbentuk gas dan uap. Di dalam rongga hidung terdapat sel-sel reseptor yang
dilengkapi dengan rambut-rambut halus berselaput lender. Pada waktu kamu mencium aroma
makanan, zat berbau yang menguap dari masakan tersebut terhirup bersama udara
pernapasan. Kemudian larut bersama selaput lender di dalam rongga hidung. Hal ini
merangsang ujung sel saraf pembau di didalam rongga hidung. Dari ujung sel saraf pembau
ini impuls akan diteruskan ke otak. Setelah dari otak, kamu dapat mengatakan bahwa
masakan tersebut harum.
Fungsi indra pembau akan hilang jika terjadi penyumbatan rongga hidung ( misalnya
oleh polip atau tumor ) dan adanya infeksi pada reseptor pembau oleh virus. Hilangnya fungsi
indra penciuman ini disebut anosmia.
  Reseptor pencium dan pengecap keduanya adalah kemoreseptor yang dirangsang oleh
molekul-molekul dalam larutan dalam cairan hidung dan mulut. Akan tetapi, kedua indra ini
secara anatomis sangat berbeda reseptor pencium adalah reseptor jauh (teleseptor) lintasan
penciuman tidak mempunyai sambungan dalam talamus dan tidak terdapat daerah proyeksi
dalam neokorteks untuk penciuman.
Saat manusia baru lahir indera penciumannya lebih kuat dari manusia dewasa, karena
dengan indera ini bayi dapat mengenali ibunya. Indera penciuman manusia dapat mendeteksi
2000 - 4000 bau yang berbeda. Indera pembau manusia berupa kemoreseptor yang terdapat di
permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak
bergerombol seperti tunas pengecap.

Reseptor bau terletak di bagian atas rongga hidung diatas selaput lendir hidung.
Rangsang bau yang diterima reseptor ini akan disampaikan ke bulbus olfaktorius kemudian
ke traktus olfaktorius, dan selanjutnya ditafsirkan di otak. Sesungguhnya banyak sensasi
penciuman berhubungan dengan sensasi rasa. Makanan mengeluarkan aroma yang
merangsang indera penciuman, aroma makanan ini akan mempengaruhi cita rasa kita
terhadap makanan tersebut. ltulah sebabnya pada waktu kita menderita influensa dimana
reseptor penciuman tertutup oleh lendir maka makanan kita sepertinya kehilangan cita rasa.
Rasa penciuman ini sangat peka, namun kepekaannya mudah hilang jika dihadapkan pada
bau yang sama terus menerus dalam waktu yang lama. Coba Anda ingat-ingat, pernahkah
Anda masuk ke dalam suatu ruangan atau tempat yang berbau tidak sedap? Pada waktu
pertama kali masuk Anda tentunya langsung merasakan bau yang kurang sedap tadi, tetapi
setelah sekian lama Anda berada di ruangan/tempat tersebut lama-kelamaan bau tadi tidak
tercium lagi. Rasa penciuman juga diperlemah jika selaput lendir hidung sangat kering,
sangat basah atau membengkak.
BAB II
ANATOMI INDERA PENCIUMAN

Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramida dengan bagian-bagiannya yaitu pangkal hidung
(bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan
ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan lubang
hidung. Rangka hidung bagian luar terdiri dari dua os nasal, prosesus frontal os maksila,
kartilago lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior (kartilago ala mayor) dan tepi
ventral (anterior) kartilago septum nasi. Tepi medial kartilago lateralis superior menyatu
dengan kartilago septum nasi dan tepi kranial melekat erat dengan permukaan bawah os nasal
serta prosesus frontal os maksila.

Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut apertura
piriformis. Tepi laterosuperior dibentuk oleh kedua os nasal dan prosesus frontal os maksila.
Dasarnya dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila. Di garis tengah ada penonjolan
(prominentia) yang disebut spina nasalis anterior.
2. Hidung Dalam
Struktur hidung dalam membentang dari os internum di sebelah anterior hingga koana
di posterior, yang memisahkan rongga hidung dengan nasofaring. Septum nasi merupakan
struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua hidung. Pada
dinding lateral hidung terdapat konka dengan rongga udara yaitu meatus superior, media dan
inferior.

Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan lateral
dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur demikian pula
penebalan atau edema mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai
daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat mengganggu penciuman.

a) Membrane Mukosa Olfaktorius


Sel reseptor olfaktorius terletak dibagian mukosa hidung yang khusus, yaitu
membrane mukosa olfaktorius yang berpigmen kekuningan. Pada anjing dan hewan lain
dengan indra penghidu yang sangat berkembang (hewan makrosmatik), cakupan daerah
membrane ini luas; pada hewan mikrosmatik membrane ini kecil. Pada manusia daeraj ini
luasnya 5 cm2  berada di atap rongga hidung dekat septum. Membrane ini mengandung sel-sel
penunjang dan sel-sel calon reseptor penghidu. Diantara sel ini terdapat 10-20 juta sel
reseptor. Setia reseptor penghidu adalah neuron, dan di tubuh, membrane mukosa olfaktorius
merupakan system saraf yang terletak paling dekat dengan dunia luar. Setiap neuron memiliki
dendrite pendek tebal dengan ujung melebar yang disebut batang olfaktorius. Dari batang ini,
timbul tonjolan silia yang merebak kepermukaan mucus. Silia adalah prosesus tidak
bermielin sengan panjang 2µm dan garis tengah 0,1µm. untuk setiap neuron terdapat 10-20
silia. Akson neuron reseptor penghidu menembus lamina kribiformis  tulang etmiod dan
masuk ke bulbus olfaktorius.

Neuron penghidu, seperti reseptor pengecapan, tidak seperti neuron lainnya, selalu
diperbarui dengan waktu paruh beberapa minggu. Perbaruan sel olfaktorius ini merupakan
proses yang diatur, dana ada bukti bahwa pada proses ini, protein morfogenik tulang (bone
morphogenic protein, BMP) member pengaruh inhibisi. BMP merupakan golongan factor
pertumbuhan yang sebelumnya disebutkan sebagai zat perangsang (promotor) pertumbuhan
tulang, tetapi sekarng diketahui bekerja pada bermacam-macam jaringan tubuh selama
pertumbuhan, termasuk berbagai sel saraf. Membrane mukosa olfaktorius selalu ditutupi oleh
mucus, mucus ini dihasilkan oleh kelenjar Bowman, yang terletak tepat di bawah lamina
basal membrane.

b) Bulbus Olfaktorius
Pada bulbus olfaktorius, akson reseptor bersinap dengan dendrite primer sel mitral
dan tufted cellsuntuk membentuk sinap globular kompleks yang disebut glomerolus
olfaktorius. Tufted cell (sel berumbai) lebih kecil dari pada sel mitral dan memilki akson
yang tipis, tetapi kedua jenis sel mengirim aksonnya menuju korteks penghidu serta bagian
otak lain, dan tanpaknya merit jika ditinjau dari segi fungsi. Rata-rata 26.000 akson sel
reseptor berkonvergensi pada setiap glomerolus. Selain sel mitral dan sel tufted, bulbus
olfaktorius mengandung sel periglomeruler, yaitu neuron inhibisi yang menghubungkan satu
glomerolus dengan glomerolus lainya, dan sel granula, yang tidak memunyai akson dan
membentuk sinaps timbale balik (resiprokal) dengan dendrite lateral sel mitral dan sel tufted .
di sinaps ini, sel mitral dan sel tufted merangsang sel granula dengan pelepasan glutamate,
sedang di sisi sel granula sinaps akan menghambat sel mitral dan sel tufted dengan
mengeluarkan GABA.

c) Korteks Olfaktorius
Akson sel mitral dan sel tufted berjalan ke posterior melalui stria olfaktorius
intermedia dan stria olfaktorius lateral ke korteks olfaktorius. Akson sel mitral berakhir di
dendrite apical sel pyramid di korteks olfaktorius. Pada manusia, tindakan mengendus-endus
akan menggiatkan korteks piriformis, tetapi menghidu dengan atau tanpa mengendus-endus
menggiatkan girus orbitofrontal lateral dan anterior dari lobus frontalis. Penggiatan
orbitofrontalis  pada umumnya lebih besar pada sisi kanan dari pada sisi kiri. Dengan
demikian , representasi penghidu pada korteks bersifat asimetris. Serat lain menuju ke
amigdala, yang mungkin berperan dalam respon emosi terhadap rangsang penghidu, dan ke
korteks entorinal, yang berperan dalam ingatan penghidu.
Struktur jaringan sel indera penciuman
1. Sel epitel berlapis pipih dan rapat yang berada dirongga hidung yang  berfungsi sebagai
perlindungan dari gesekan.
2. Sel epitel silindris bersilia yang ada pada dinding rongga hidung yang berfungsi
menghasilkan lendir untuk menyaring dan menangkap partikel partikel asing yang masuk
melalui udara.
3. Sel Olfaktori yaitu sel utama yang bertanggung jawab dengan urusan bau bauan yaitu sel
saraf sebagai penerima rangsangan dari luar tubuh. Sel Olfaktori sangat sensitif terhadap
reaksi gas kimia (kemoreseptor) yang dapat menyebabkan gangguan berupa perasaan tidak
nyaman misalnya :

 Timbulnya bersin bersin berulang kali


 Hidung tersumbat sebelah
 kesulitan bernafas lewat hidung
 Ingin bersin tetapi selalu tidak jadi.

Jaringan reseptor berada pada langit langit rongga hidung yang lebih dikenal sebagai
Epitelium Olfaktori  yang berperan sebagai sel reseptor untuk memonitor langsung bau bauan
yang berasal dari udara yang masuk kedalam jaringan pernafasan.

 Fisologi Penghidung 
a. Perangsang reseptor
Reseptor-reseptor penciuman hanya memberi respon terhadap zat yang bersentuhan
dengan epitel penciuman dan larut dalam lapisan mukus yang tipis. Ambang penciuman
untuk berbagai zat representatif melukiskan kepekaan yang menyolok dari reseptor
penciuman terhadap beberapa zat. Misalnya, metil merkaptan, yaitu zat yang memberi bau
yang khas pada bawang, dapat dicium pada konsentrasi yang kurang dari sepersatu juta
miligram perliter udara. Apabila molekul berbau merangsang reseptor maka timbulah
potensial reseptor.
  Satu teori mengemukakan bahwa molekul berbau menekan aktivitas sistem enzim
epitel dan menyebabkan perubahan pada reaksi-reaksi kimia. Teori lain mengemukakan
bahwa molekul berbau mengubah permukaan sel-sel reseptor yang menyebabkan total
listriknya. Teori yang ketiga mengemukakan bahwa molekul hanya mengubah permeabilitas
Na dari membran reseptor.
  
b.  Mendengus
  Bagian rongga hidung yang mengandung reptor pencium mendapat fentilasi yang
sangat sedikit. Sebagian besar udara biasanya bergerak dengan tenang melalui bagian bawah
rongga hidung pada setiap siklus pernapasan. Jumlah udara yang mencapai bagian ini sangat
meningkat dengan mendengus yaitu suatu gerakan yang menyertakan kontraksi bagian bawah
lubang.Hidung pada septum untuk membantu membiasakan arus udara ke atas.  Mendengus
adalah respon semirefleks yang biasanya terjadi apabila bau yang baru menarik perhatian.
 
c.  Peranan serabut-serabut nyeri dalam hidung
  Ujung-ujung telanjang dari banyak serabut nyeri N. trigeminus ditemukan dalam
membrana mukosa penciuman. Serabut-serabut ini terangsang oleh zat-zat yang menyangat,
dan perasaan menyengat komponen yang timbul dari trigeminus merupakan komponen
dari”bau” yang khas dari zat seperti minyak permen, menthol, dan klor. Ujung-ujung ini
jugsa yang bertanggung jawab untuk menimbulkan refleks bersin, mengeluarkan air mata,
sesak nafas, dan respon refleks lainnya terhadap iritan terhadap hidung
 
d.  Adaptasi
 Telah diketahui umumnya bahwa bila seseorang secara terus menerus terkena bau
yang paling tidak enakpun, persepsi dari bau itu menurun dan akhirnya berhenti. Fenomena
yang kadang-kadang berguna ini disebabkan karena adaptasi yang agak cepat yang terjadi
pada sistem penciuman. Adaptasi ini adalah spesifik untuk bau tertentu yang dicium, ambang
untuk bau-bau lainnya tidak berubah. Adaptasi penciuman sebagian adalah peristiwa sentral,
tetapi juga karena perubahan pada reseptor.

 Cara kerja hidung


Indera penciuman mendeteksi zat yang melepaskan molekul-molekul di udara. Di
atap rongga hidung terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif terhadap molekul-
molekul bau, karena pada bagian ini ada bagian pendeteksi bau (smell receptors). Reseptor
ini jumlahnya sangat banyak ada sekitar 10 juta. Ketika partikel bau tertangkap oleh reseptor,
sinyal akan di kirim ke the olfactory bulb melalui saraf olfactory. Bagian inilah yang
mengirim sinyal ke otak dan kemudian di proses oleh otak. Segala bau yang kita tangkap
melalui sinyal otak pada indera penciuman akan larut dalam lendir yang ada pada rongga
hidung.

 Diatas rongga hidung ada Olfaktori Epithelium yang mempunyai daya sensitif tinggi
terhadap molekul bau karena Olfaktori Epithelium mempunyai penditeksi bau yang
dapat merespon cepat adanya bau yang berlebur dengan udara panas atau dingin.
 Saat partikel bau bau yang ada disekitar tertangkap oleh sel penerima rangsangan
maka sinyal segera mengalir ke the Olfaktori bulb medlalui saraf Olfaktori yaitu
pengirim sinyal ke otak lalu diproses cepat oleh otak tentang apa dan dari mana bau itu
bersumber.

 Kepekaan hidung menanggapi rangsangan

 Hidung manusia memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap bau yang memiliki
kadar bau yang sangat rendah dan sedang tetapi anda akan segera menutup hidung ketika
sinyal yang diberikan bau yang menyengat mengalir pada otak, dan otak memberi isyarat
agar anda secepatnya menjauhi tempat yang bersumber dari bau tak sedap tersebut. Itu
pertanda hidung manusia sangat sensitif terhadap semua jenis bebauan
 Kepekaan hidung dapat terganggu jika situasi yang menggangu secara alami dan
masih dalam tahap ringan misalnya karena terserang pilek dan flu biasa.  Lendir virus yang
diakibatkan oleh pilek dan flu akan menyumbat hidung maka kepekaan dan ketajaman
mencium bebauan akan menurun.

 Kelainan pada hidung


Sebagai indra pembau, hidung dapat mengalami gangguan. Akibatnya, kepekaan
hidung menjadi berkurang atau bahkan tidak dapat mencium bau suatu benda. Kelainan-
kelainan pada hidung yaitu:
1. Angiofibroma Juvenil, adalah tumor jinak pada hidung bagian belakang atau
tenggorokan bagian atas (nasofaring), yang mengandung pembuluh darah. Tumor ini
paling sering ditemukan pada anak-anak laki yang sedang mengalami masa puber.
2. Papiloma Juvenil, adalah tumor jinak pada kotak suara (laring). Papiloma disebabkan
oleh virus. Papiloma bisa ditemukan pada anak usia 1 tahun. Papiloma bisa
menyebabkan suara serak, kadang cukup berat sehingga anak tidak dapat berbicara
dan bisa menyumbat saluran udara.
3. Rhinitis Allergica, adalah peradangan hidung karena alergi. Disebabkan oleh adanya
reaksi alergi pada hidung yang ditimbulkan oleh masuknya substansi asing ke dalam
saluran tenggorokan.
4. Sinusitis, merupakan peradangan sinus, yaitu rongga-rongga dalam tulang yang
berhubungan dengan rongga hidung, yang gawat dan biasanya terjadi dalam waktu
menahun (kronis).
5. Salesma dan influenza, merupakan infeksi pada alat pernapasan yang disebabkan oleh
virus, dan umumnya dapat menyebabkan batuk, pilek, sakit leher dan kadang-kadang
panas atau sakit pada persendian.
6. Anosmia, adalah gangguan pada hidung berupa kehilangan kemampuan untuk
membau. Penyakit ini dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya cidera atau infeksi
di dasar kepala, keracunan timbel, kebanyakan merokok, atau tumor otak bagian
depan. Untuk mengatasi gangguan ini harus diketahui dulu penyebabnya.
BAB III

PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


1. Kamfer
2. Kentang
3. Bawang putih
4. Bawang merah
5. Penutup mata
6. Minyak kayu putih
7. Stopwatch
B. Tata Kerja
1. Siapkan 2 orang coba dalam praktikum ini
2. Masing – masing orang coba diperlakukan sebagai berikut :
a) Adaptasi penciuman
Mata dari orang coba ditutup, kemudian kamfer diciumkan pada salah satu
lubang hidungnya. Selanjutnya wkatu dicatat bila subyek tak dapat lagi
mendeteksi bau tersebut. Langkah berikutnya subyek diminta untuk
membedakan bau minyak permen dan minyak cengkeh, kemudian kamfer
diciumkan pada salah satu hidung dan catat waktunya bila subyek tidak dapat
lagi mendetesi bau tersebut. Hasil pengamatan dicatat.
b) Interaksi rasa dengan penciuman
Kedua lubang hidung dan mata subyek ditutup. Selanjutnya pada lidah yang
terjulur potongan – potongan makanan dengan jenis yang berbeda ditempatkan
secara bergantian, kemudian percobaan diulangi dengan lubang hidung
terbuka.
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

No. Bahan Fungsi Penciuman


1 Kentang X
2 Bawang merah √
3 Bawang putih √
4 Kamfer √
5 Kayu putih √
BAB V
ANALISA HASIL

Pada saat melakukan percobaan penciuman, pada adaptasi penciuman bahan yang
digunakan kamper, minyak permen, dan minyak cengkeh pada adaptasi ini waktu penciuman
aroma kamfer, dan minyak kayu putih masing – masing selama 5 detik. Pada saat kamper di
dekatkan ke hidung kamper langsung tercium dengan jelas selama 5 detik dengan mata
tertutup. Dan pada saat pergantian aroma dengan minyak kayu putih aroma kamfer masih
melekat dalam hidung selama 20 detik dan setelah itu menghilang aroman kamfernya. Pada
saat menggunkan minyak kayu putih aroma minyak kayu putih langsung tercium.. Ini berarti
penciuman salah satu anggota kelompok yang mempraktikan masih berfungsi dengan baik,
karena pada saat mencium aroma kamfer waktu adaptasi bagus, dan pada saat pergantian
aroma menjadi minyak kayu putih aromanya langsung tercium berarti tidak ada adaptasi tapi
indra penciumannya bagus, sehingga dapat dengan mudah mengenali bau-bau yang di ujikan.

Pada saat melakukan percobaan penciuman pada interaksi rasa dan penciuman
menggunakan 2 cara dalam keadaan hidung tertutup dan mata tertutup kemudian dengan cara
keadaan hidung terbuka mata tertutup. Dalam keadaan hidung tertutup mata tertutup makanan
hanya dapat diidentifikasi hanya 2 macam makanan yaitu bawang merah dan bawang putih,
pada saat keadaan hidung terbuka mata tertutup makanan dapat dicium dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://biologi-hayati.blogspot.com/2017/01/pengertian-bagian-bagian-dan-fungsi.html
2. https://dosenbiologi.com/manusia/bagian-bagian-hidung
3. https://blog.ruangguru.com/bagian-bagian-hidung

Anda mungkin juga menyukai