Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KELUARGA DENGAN HIPERTENSI

DI KELURAHAN MERI KOTA MOJOKERTO

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Keluarga

Dosen Pembimbing : Heri Triwibowo, S.Kep.Ners., M.Kes

Disusun Oleh :
NAWANG WULANDARI

(202003060)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA SEHAT PPNI KAB. MOJOKERTO

TAHUN AJARAN

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan

Hipertensi di Kelurahan Meri Kota Mojokerto.

Telah disahkan dan disetujui oleh Pembimbing Akademik.

Tanggal : 13 April 2021

Nama : Nawang Wulandari

NIM : 202003060

Program Studi : Profesi Ners

Mojokerto, 13 April 2021

Pembimbing Akademik Mahasiswa

(Nawang Wulandari)

A.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah

tinggi secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,

tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi

merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini

terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan oksigen dan nutrisi didalam tubuh (Manurung, 2018).

Hipertensi di tingkat keluarga dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan kepada

keluarga meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan sampai evaluasi keperawatan yang bertujuan agar pelayanan

kesehatan yang dilaksanakan bisa efektif dan komprehensif. Semua pelayanan itu

diterapkan pada semua tatanan puskesmas(Manurung, 2018).

Pada tahun 2014 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia

menderita Hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita

Hipertensi. Jumlah penderita Hipertensi terus meningkat setiap tahunnya,

diperkirakan tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena Hipertensi.

Setiap tahunnya di dunia diperkirakan 9,4 juta orang meninggal akibat Hipertensi

dan Komplikasinya(WHO, 2014).

Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil

pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di

Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%).


Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun

(45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1%

diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang

terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui

bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.Alasan

penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita hipertensi

merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke fasyankes (31,3%), minum obat

tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%), lupa minum obat (11,5%),

tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat efek samping obat (4,5%), dan obat

hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%).

Pada tahun 2012 data jumlah penderita penyakit hipertensi yang

diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebanyak 300.000 jiwa

penderita hipertensi (Dinkes Jatim,2012). Berdasarkan catatan dan laporan dari

Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas sugio Kabupaten Lamongan yang

pelayanannya mencakup beberapa kelurahan menunjukkan bahwa hipertensi

masuk dalam daftar 10 besar penyakit terbanyak urutan nomor 3 tahun 2017.

Pada tahun 2017 didapatkan data total penderita hipertensi sejumlah 3.453 orang

yang menderita hipertensi semuanya adalah hipertensi dan pada tahun 2018 dari

bulan Januari sampai Juni terdapat 1.775 kunjungan dengan diagnosa hipertensi.

Sebagian besar penyebab hipertensi tidak diketahui. Berbagai faktor

terkait dengan genetik dan pola hidup, seperti aktivitas fisik yang kurang,

asupan makanan asin dan kaya lemak, serta kebiasaan merokok, minuman

beralkohol, stress, obesitas berperan dalam hal ini. Secara umum penyebab
hipertensi dapat dibedakan menjdi dua golongan yaitu hipertensi primer dan

hipertensi sekunder. Dampak dari penyakit hipertensi yaitu dapat menyebabkan

jantung seseorang bekerja ekstra keras, akhirrnya kondisi ini berakibat terjadinya

kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal dan otak.(Indarti, 2015)

Pencegahan pada pasien hipertensi antara lain menghindari makanan

yang mengandung garam, kurangi minuman-minuman yang beralkohol. Untuk

pria yang menderita hipertensi, Olahraga secara teratur, Makan sayur dan buah

yang berserat tinggi seperti sayuran hijau, pisang, tomat, wortel, melon, dan

jeruk, serta berhentimerokokjugaberperanbesaruntukmegurangihipertensi.

Peran perawatkeluarga sangat penting dalam pemulihan pasien yang

menderita hipertensi maupun orang yang mempunyai resiko menderita hipertensi.

tugas yang dilakukan keluarga bidang kesehatan yaitu : Mengenal masalah

kesehatan keluarga, Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga,

Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, Memodifikasi

lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, Memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. Adapun peran perawat dalam

membantu keluarga yang anggota keluarganya menderita hipertensi antara lain :

mampu mengenal asuhan keperawatan keluarg, sebagai pengamat masalah dan

kebutuhan keluarga, coordinator pelayanan kesehatan, fasilitator pendidikan

kesehatan, penyuluhan dan konsultan asuhan keperawatan keluarga yang

menderitahipertensi.(Indarti, 2015)
1.2 Rumusan Masalah

Ada beberapa masalah yang dirumuskan yaitu :

1. Bagaimana konsep dari teori pada hipertensi?

2. Bagiamana asuhan kepetawatan hipertensi pada keluarga?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan

keluarga sesuai dengan konsep dan teori keperawatan keluarga

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan

keluarga

b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada salah satu keluarga

diwilayah praktik

c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan keluarga

d. Mahasiswa mampu menyusun perencanaan asuhan keperawatan

keluarga

e. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan

keluarga

f. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi dengan pendektan pada

keluarga bina asuh keperawatan keluarga

g. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan

keluarga
BAB II

TINJUAN TEORI

2.1 Konsep Keluarga

2.1.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan dua atau lebih individu yang diikat

oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota

keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Harmoko, 2012).

Menurut Departemen Kesehatan RI, 1998 keluarga adalah unit

terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Sutanto (2012) yang dikutip dari Bailon dan Maglaya

(1997) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung

karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah

tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan

menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

2.1.2 Struktur keluarga

Struktur keluarga terdiri atas:

a. Patrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan ini

disusun melalui garis keturunan ayah.

b. Matrilineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak


saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan ini

disusun melalui garis keturunan ibu.

c. Matrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah dari istri.

d. Patrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah dari suami.

e. Keluarga kawinan, adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi

bagian dari keluarga karena adanya hubungan dengan suami istri.

Ciri-ciri struktur keluarga:

1. Terorganisasi, yaitu saling berhubungan, saling ketergantungan

antara anggota keluarga.

2. Ada keterbatasan, dimana setiap anggota keluarga memiliki

kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam

menjalankan fungsi dan tugas masing-masing.

3. Ada perbedaan dan kekhususan, yaitu setiap anggota keluarga

mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

Friedman, Bowden, & Jones (2003) dalam Harmoko (2012)

membagi struktur keluarga menjadi empat elemen, yaitu

komunikasi, peran keluarga, nilai dan norma keluarga, dan kekuatan

keluarga.

1. Struktur komunikasi keluarga.


Komunikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara

emosional, komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi sirkular.

Komunikasi emosional memungkinkan setiap individu dalam

keluarga dapat mengekspresikan perasaan seperti bahagia, sedih,

atau marah diantara para anggota keluarga. Pada komunikasi

verbal anggota keluarga dapat mengungkapkan apa yang

diinginkan melalui kata- kata yang diikuti dengan bahasa non

verbal seperti gerakan tubuh. Komunikasi sirkular mencakup

sesuatu yang melingkar dua arah dalam keluarga, misalnya pada

saat istri marah pada suami, maka suami akan mengklarifikasi

kepada istri apa yang membuat istri marah.

2. Struktur peran keluarga.

Peran masing – masing anggaota keluarga baik secara formal

maupun informal, model peran keluarga, konflik dalam pengaturan

keluarga.

3. Struktur nilai dan norma keluarga.

Nilai merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal

apakah baik atau bermanfaat bagi dirinya. Norma adalah peran-

peran yang dilakukan manusia, berasal dari nilai budaya terkait.

Norma mengarah kepada nilai yang dianut masyarakat, dimana

norma-norma dipelajari sejak kecil. Nilai merupakan prilaku

motivasi diekspresikan melalui perasaan, tindakan dan


pengetahuan. Nilai memberikan makna kehidupan dan

meningkatkan harga diri (Susanto, 2012, dikutip dari Delaune,

2002). Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang

secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam

satu budaya. Nilai keluarga merupakan suatu pedoman perilaku

dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma

adalah pola prilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan

sistem nilai dalam keluarga.

4. Struktur kekuatan keluarga

Kekuatan keluarga merupakan kemampuan baik aktual

maupun potensial dari individu untuk mengendalikan atau

mempengaruhi perilaku orang lain berubah kearah positif. Tipe

struktur kekuatan dalam keluarga antara lain: hak untuk

mengontrol seperti orang tua terhadap anak (legitimate

power/outhority), seseorang yang ditiru (referent power), pendapat,

ahli dan lain-lain (resource or expert power), pengaruh kekuatan

karena adanya harapan yang akan diterima (reward power),

pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya (coercive

power), pengaruh yang dilalui dengan persuasi (informational

power), pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta

kasih misalnya hubungan seksual (affective power).


2.1.3 Tugas Keluarga

Friedman (2002) membagi 5 peran kesehatan dalam keluarga yaitu:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan tiap anggotanya

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

c. Menberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit,

dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau

usianya yang terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana dirumah yang

menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian

anggota keluarga.

e. Mempertahankan hubungan kepribadian anggota keluarga dan

lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukan pemanfaatan dengan

baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

2.1.4 Tahap Perkembangan Keluarga

Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada

sistem keluarga yang meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan

antara anggotanya disepanjang waktu. Tahap perkembangan tersebut

disertai dengan fungsi dan tugas perawat pada setiap tahapan

perkembangan.

1. Tahap I pasangan baru atau keluarga baru (beginning family).

Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki


(suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui

perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing.

Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena

kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan

orang tuanya.

Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan

penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup

bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan

pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.

Tugas perkembangan :

b. Membina hubungan intim dan memuaskan.

c. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan

kelompok sosial.

d. Mendiskusikan rencana memiliki anak.

Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ;

keluarga suami, keluarga istri dan keluarga sendiri.


2. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing

family).

Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut

sampai anak berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.

Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:

a. Persiapan menjadi orang tua

b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,

hubungan sexual dan kegiatan.

c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan

dengan pasangan. Peran utama perawat adalah mengkaji

peran orang tua; bagaimana orang tua berinteraksi dan

merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang

tua dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih

sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.

3. Tahap III keluarga dengan anak prasekolah (families with preschool).

Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan

berakhir saat anak berusia 5 tahun.

Tugas perkembangan

a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan

tempat tinggal, privasi dan rasa aman.

b. Membantu anak untuk bersosialisasi

c. Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak


lain juga harus terpenuhi.

d. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga

maupun dengan masyarakat.

e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.

4. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with children).

Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan

berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya

keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk.

Selain aktivitas di sekolah, masing- masing anak memiliki minat

sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda

dengan anak.

Tugas perkembangan keluarga.

a. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan

lingkungan.

b. Mempertahankan keintiman pasangan.

c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin

meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan

anggota keluarga.

Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi

kesempatan pada anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di


sekolah maupun di luar sekolah.

5. Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers).

Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun

kemudian. Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta

kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang

dewasa.

Tugas perkembangan :

a. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.

b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.

c. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan

orang tua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.

d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang

keluarga.

Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas

otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab.

Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.

6. Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching

center family).

Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan

berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya

tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau tidaknya anak

yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.


Tugas perkembangan

a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.

b. Mempertahankan keintiman pasangan.

c. Membantu orang tua memasuki masa tua.

d. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.

e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

7. Tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families).

Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan

rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.

Pada beberapa pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia

lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.

Tugas perkembangan

a. Mempertahankan kesehatan.

b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman

sebaya dan anak- anak.

c. Meningkatkan keakraban pasangan.

Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet

seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain

sebagainya.

8. Tahap VIII keluarga usia lanjut

Dimulai saat pensiun sampai dengan salah satu pasangan


meninggal dan keduanya meninggal.

Tugas perkembangan :

a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.

b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman,

kekuatan fisik dan pendapatan.

c. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.

d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.

e. Melakukan life review.

f. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas

utama keluarga pada tahap ini.

Pengambilan Keputusan dalam Perawatan Kesehatan Keluarga

Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga,

yang mengambil keputusan dalam pemecahannya adalah tetap kepala

keluarga atau anggota keluarga yang

di tuakan, merekalah yang menentukan masalah dan kebutuhan

keluarga. Dasar pegambilan keputusan tersebut adalah :

1. Hak dan Tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga

2. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota

keluarga

3. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap

keluarga atau anggota keluarga yang bermasalah.


2.1.5 Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi keluarga antara lain (Suprajitno, 2004)

a. Fungsi biologis, kebutuhan meliputi:

 Sandang, Pangan dan papan

 Hubungan seksual suami istri

 Reproduksi atau pengembangan keturunan

b. Fungsi ekonomi: Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai

kewajiban menafkahi keluarganya (istri dan anaknya).

c. Fungsi pendidikan: keluarga berfungsi sebagai (transmiter

budaya atau mediator sosial budaya bagi anak).

d. Fungsi sosialisasi: Keluarga merupakan penyamaan bagi

masyarakat masa depan dan lingkungan keluarga merupakan

faktor penentu yang sangat mempengaruhi kualitas generasi

yang akan datang.

e. Fungsi perlindungan: Keluarga sebagai pelindung bagi para

anggota keluarga dari gangguan, ancaman atau kondisi

yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik, psikologis) para

anggotanya.

f. Fungsi rekreasi: Keluarga diciptakan sebagai lingkungan yang

memberi kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh

semangat bagi anggotanya

g. Fungsi agama (religius): keluarga berfungsi sebagai penanam


nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman

hidup yang benar.

2.1.6 Keluarga Kelompok Risiko Tinggi

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,

yang menjadi prioritas utama adalah keluarga-keluarga yang risiko tinggi

dalam bidang kesehatan, meliputi:

1. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan

masalah sebagai berikut:

a. Tingkat sosial ekonomi keluarga rendah.

b. Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah

kesehatan sendiri.

c. Kelurga dengan keturunan yang kurang baik atau keluarga

dengan penyakit keturunan.

2. Keluarga dengan ibu risiko tinggi kebidanan. Waktu hamil:

a) Umur ibu (kurang 16 tahun atau lebih 35 tahun).

b) Menderita kekurangan gizi atau anemia.

c) Menderita hipertensi.

d) Primipara atau multipara.

e) Riwayat persalinan dengan komplikasi.

3. Keluarga dimana anak menjadi risiko tinggi, karena:

a) Lahir prematur atau BBLR.

b) Lahir dengan cacat bawaan.


c) ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.

d) Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi

atau anaknya.

4. Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota

keluarga:

a) Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk

digugurkan

b) Tidak ada kesesuaiana pendapat antara anggota keluarga dan

sering cekcok dan tegang.

c) Ada anggota keluarga yang sering sakit.

d) Salah satu orang tua (suami atau istri) meninggal, atau lari

meninggalkan keluarga.

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi`

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan

tekanan darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa

kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan beberapa faktor

resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam

mempertahankan tekanan secara normal (Wijaya, 2013).

2.2.2 Etiologi

Menurut Ignatavicius (2009) dan Aspiani (2016) penyebab

hipertensi diantaranya karena faktor keturunan / genetik, ciri dari


perseorangan (umur, jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan

hidup/gaya hidup seseorang (seperti konsumsi garam tinggi,

kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa,

kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan)

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi:

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1) Umur

Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh

terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka

semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi. Insiden

hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini

disebebakan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang

mempengaruhi pembuluh darah, hormone serta jantung (Triyanto,

2014)

2) Jenis kelamin

3) Riwayat keluarga

Faktor genetic ternyata juga memiliki peran terhadap angka

kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80%

lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dan pada

hetrozigot (beda telur). Riwayar keluarga yang menderita hipertensi

juga menjadi pemicu seorang mendetita hipertensi, oleh sebab itu

hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014)


b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1) Kebiasaan merokok

Kandunga rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan

katekolamin. Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat

menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas miokardial

serta terjadi vasokontriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah

(Ardiansyah, 2012)

2) Konsumsi natrium/garam

3) Konsumsi lemak jenuh

4) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol

5) Obesitas

Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah kegemukan

atau obesitas. Penderita obesitas atau hipertensi memliki daya

pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat badan normal

(Triyanto, 2014)

6) Olahraga

7) Stres

Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh terhadap

hipertensi. Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui saraf

simpatis dengan adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis akan


meningkatkan tekanan darah secara intermiten (Triyanto, 2014)

8) Minum Kopi

Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein, kafein

sebagai anti adenosine (Adenosine berperan untuk mengurangi

kontraksi otot janyung dan relaksasi pembuluh darah sehingga

menyebbkan tekanan darah turun dan memberikan efek rileks)

menghambat reseptor untuk derikatan dengan adenosine sehingga

menstimulus system saraf simpatis dan menyebabkan pembuluh

darah mengalami konsentrasi disusul dengan terjadinya

peningkatan tekanan darah

2.2.3 Tanda dan Gejala

Wijaya (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

yang dapat timbul adalah :

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai rasa mual

muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan

susunan saraf pusat.

d.  Nuctoria karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerulus

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan

tekanan kapiler.
Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek

merusak jangka panjang pada pembuluh darah besar dan

kecil dari jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal

sebagai penyakit organ target.

2.2.4 Klasifikikasi Hipertensi

a. Klasifikasi berdasarkan Etiologi

Menurut Aspiani (2016), Suddarth, (2016) penyakit darah

tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2 klasifikasi, diantaranya

hipertensi primer dan sekunder:

1) Hipertensi esensial (primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana

sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti. Beberapa

faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi

essensial, seperti: faktor genetik, stress dan psikologis,

serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan

garam dan berkurangnya asupan kalium dan kalsium)

2) Hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dari patofisiologi

dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk

dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi

sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,

diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan


endokrin lainya seperti obesitas, resistensi insulin,

hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti

kontrasepsi oral dan kortikosteroid.

b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi

Menurut Ignatavicius (2009) hipertensi dapat

diklasifikasikan dalam beberapa kategori berdasarkan pada

JNC VII (The Seventh Joint National Commitee on

Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High

Pressure) yaitu:

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

  Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmH

N g)

o
1 Optimal <120 <80

.
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120

2.2.5 Patofisiologi

Menurut Putri (2013) mekanisme yang mengontrol

konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat

vasomotor,  pada medulla  di otak. Dari pusat vasomotor   ini

bermula jaras saraf  simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda

spinalis, dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia

simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor  

dihantarkan dalam bentuk impuls yang  bergerak ke bawah

melalui system saraf simpatis ke ganglia simpati. Pada titik ini,

neuron  preganglion  melepaskan asetikolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca  ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskanya noreepineprin mengakibatkan

konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsang vasokonrtiksi.  Individu dengan hipertensi sangat sensitiv


terhadap enorepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,

kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,

yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi

kortisol dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon

vasokontrikstor   pembuluh darah. Vasokontriksi 

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan

pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor   kuat, yang pada giliranya merangsa sekresi

aldosterone  dan oleh korteks adrenal.  Hormon ini menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam

relasasi otot polos pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang  pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan


peningkatan tahanan perifer (Price, 2006).
2.2.6 Manifestasi Klinis

a. Terjadi kerasukan susunan saraf yeng menyebabkan ayunan langkah

tidak menetap

b. Nyeri kepala eksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena

peningkatan tekanan intracranial yang disertai mual dan muntah

c. Epitaksis karena kelainan akibat hipertensi yang diderita

d. Sakit kepala, pusing, keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi

darah akibat vasokontriksi pembuluh darah ‘

e. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak

hipertensi

f. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari

peningkatan darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glumelurus

2.2.7 Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi

1) Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Massa Index

dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2.BMI dapat diketahui dengan

rumus membagi BB dengan tinggi Badan yang telah

dikuadratkan oleh satuan meter

2) Mengurangsi Asupan Natrium (Sodium)

Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet

garam yaitu tidak lebih dari 100mmol/hari (kira-kira 6gr NaCl


atau 2,4gr/hari) atau dengan mengurangi konsumsi garam

sampaidenga 2300 mg setara dengan satu sendok the

3) Batasi konsumsi alcohol

Menguragi alcohol lebih dari 2 gelas perhari pada pria/ lebih

dari 1 gelas perhari pada wanita dapat meningkatkan tekanan

darah

4) Makan K dan Ca cukup dari diet

Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan

jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan urine

5) Menghindari rokok

Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita

hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke

6) Penurunan Stress

Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan dtekanan

darah sementara

7) Aromaterapi

Salah satu teknik penyembuhan alternative yang menggunakan

minyak esensial untuk memberikan kesehatan dan kenyamanan

emosional

8) Pijat

Dilakukan untuk memperlancar aliran energy dalam tubuh

b. Farmakologi
1) Diuretic

Bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam

tubuh sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan

2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin, dan reserpine)

Obat jenis penghambat simpatek berfungsi untuk menghambat

aktivitas saraf simpatis

3) Betabloker (metoprolol, propranolol, dan atenolol\

Untuk menurunkan daya pompa jantung dan kontraindikasi

pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan seperti

asma bronkial

4) Vasodilator ( prososin, hidralasin)

Bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos pembuluh darah

5) Angiotensin Concerting Enzyme

Untuk menghambat pembentukan zat angiotensis II dengan

efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk

kering

6) Penghambat reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis

penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan

menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor

7) Antagonis Kalsium (diltiasem dan verapamil)


Kontraksi jantung (kontraktilitas akan terhambat

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang sebaiknya

dilakukan adalah :

a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh

b. Pemeriksaan retina

c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ

seperti ginjal dan jantung

d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah,

glukosa

f. Pemeriksaan : renjogram, pielogram intravena anterior renal,

pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin

g. Foto dada dan CT scan

2.2.9 Komplikasi

Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi

yaitu :

a. Hipertrofi ventrikel  kiri

b. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal

c. Aterosklerosi pembuluh darah

d. Retinopati
e. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA)

f. Infark miokard

g. Angina pectoris

h. Gagal jantung
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

A. Pengkajian tahap I

 Data Umum:

a) Identitas kepala keluarga (nama, alamat, pekerjaan, pendidikan).

b) Komposisi keluarga (daftar anggota keluarga dan genogram).

c) Tipe keluarga: Tipe keluarga beserta kendala atau masalah

yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

d) Suku bangsa (etnis): identifikasi budaya suku bangsa tersebut

terkait dengan kesehatan.

e) Agama: kaji agama yang dianut serta kepercayaan yang dapat

mempengaruhi kesehatan.

f) Status sosial ekonomi: tentukan pendapatan keluarga, serta

kebutuhan dan penggunaannya.

g) Aktifitas rekreasi keluarga: rekreasi dirumah (nonton TV,

mendengarkan radio), jalan-jalan ke tempat rekreasi.

 Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a) Tahap perkembangan keluarga saat ini.

b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.

c) Riwayat penyakit keluarga: riwayat penyakit keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing keluarga, status kesehatan anak


(imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang bisa digunakan

keluarga serta pengalaman terhadap pelayanan

kesehatan.

 Lingkungan

a. Karakteristik rumah: luas, tipe rumah, jumlah ruang,

pemanfaatan rumah, peletakan perabot rumah tangga, sarana

eliminasi (tempat, jenis, jarak dari sumber air), sumber air

minum.

b. Karakteristik tetangga dan komunitas RW: kebiasaan,

lingkungan fisik, nilai, budaya yang mempengaruhi kesehatan.

c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat.

d. Mobilitas geografis keluarga: ditentukan dengan kebiasaan

keluarga berpindah tempat.

e. Sistem pendukung keluarga: jumlah anggota yang sehat,

fasilitas untuk penunjang kesehatan, fasilitas kesehatan.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik lengkap semua anggota keluarga serta

interpretasi hasil pemeriksaan fisik tersebut.

 Harapan Keluarga

Keinginan keluarga terhadap perawat

keluarga terkait permasalahan kesehatan yang dialami

keluarga.
B. Pengkajian Tahap II

a. Kaji pengetahuan, kemampuan, kemauan keluarga terhadap tugas

keluarga

b. Pengkajian terhadap tugas keluarga, apakah ada ketidakmampuan

dalam mengenal masalah, mengambil keputusan, merawat anggota

keluarga, memelihara lingkungan dan ketidakmampuan

menggunakan fasilitas kesehatan.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,

keluarga dan masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses

pengumpulan data, analisis yang memberikan dasar untuk menetapkan

tindakan keperawatan. Hal ini berhubungan dengan adanya masalah

dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan, struktur, fungsi

keluarga dan koping.

Tipologi atau sifat dari diagnosa keperawatan keluarga adalah

aktual, risiko dan sejahtera. Actual berarti terjadi deficit atau gangguan

kesehatan dalam keluarga. Diagnosa keperawatan keluarga bersifat

resiko (ancaman kesehatan) berarti sudah ada data yang menunjang tapi

namun belum terjadi gangguan, misalnya lingkungan yang kurang

bersih atau pola makan yang tidak adekuat. Diagnosa yang bersifat

keadaan sejahtera merupakan suatu keadaan sejahtera merupakan suatu

keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera, sehingga kesehatan


perlu ditingkatkan.

D. Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan

yang ditentukan oleh perawat bersama keluarga untuk dilaksanakan.

Dalam perencanaan keperawatan keluarga ada beberapa hal yang harus

dilakukan keluarga bersama perawat keluarga yaitu menyusun tujuan,

mengidentifikasi sumber, memilih intervensi dan menyusun prioritas.

E. Menetapkan Prioritas Masalah Keperawatan.

Menetapkan prioritas masalah atau diagnose keperawatan keluarga

adalah dengan menggunakan Skala menyusun prioritas dari Bailon dan

Maglaya, 1978:

Skala untuk menentukan prioritas Asuhan Keperawatan Keluarga

(bailon dan Maglaya, 1978):

NO Kriteria Skor Bobot

1 Sifat masalah

Skala: Aktual 3

Risiko 2 1

Keadaan sejahtera/diagnosis sehat 1


2 Kemungkinan masalah dapat diubah

Skala: Mudah 2

Sebagian 1 2

Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah
Skala: Tinggi 3

Cukup 2 1

Rendah 1
4 Menonjolnya masalah

Skala: Masalah dirasakan dan harus segera ditangani. 2

Ada masalah, tapi tidak perlu ditangani. 1 1

Masalah tidak dirasakan 0

Scoring:

a) Tentukan skore untuk setiap criteria.

b) Skore dibagi dengan makna tertinggi dan dikalikan dengan bobot

c) Jumlahkan skore untuk semua kriteria.

F. Menetapkan Tujuan Keperawatan.

Tujuan merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan

dari tindakan keperawatan yang terdiri dari jangka panjang dan jangka

pendek.

Tujuan jangka panjang adalah target dari kegiatan atau hasil akhir

yang diharapkan dari rangkaian proses penyelesaian masalah

keperawatan dan berorientasi pada perubahan prilaku seperti

pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.

Misalnya: keluarga mampu merawat anggotanya (Tn.S) yang menjalani

TBC Paru.
Tujuan jangka pendek merupakan hasil yang diharapkan dari setiap

akhir kegiatan yang dilakukan pada waktu tertentu disesuaikan dengan

penjabaran jangka panjang. Misalnya: setelah dilakukan satu kali

kunjungan, keluarga mengerti tentang penyakit TBC. Pada tujuan juga

perlu direncanakan evaluasi yang merupakan criteria dan standar tingkat

penampilan sesuai tolak ukur yang ada. Misalnya:

a) Berat badan anak akan naik minimal 1Kg setiap bulan.

b) Setelah kunjungan rumah ibu akan mengunjungi puskesmas minimal

4x selama kehamilan.

Implementasi

Pada pelaksanaan implementasi keluarga, hal yang perlu diperhatikan

adalah:

1. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan tindakan yang tepat.

2. Menstimulasi kesadaran dan penerimaan tentang masalah dan

kebutuhan kesehatan.

3. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat keluarga yang sakit.

4. Intervensi untuk menurunkan ancaman psikologis.

5. Membantu keluarga untuk menemukan cara membuat

lingkungan menjadi sehat.

6. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan

yang ada.
Contoh Diagnosa keperawatan keluarga:

1. Gangguan parenting pada keluarga X khususnya dalam

perawatan anak Y berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

dan ketrampilan orang tua dalam pemenuhan tugas

pertumbuhan dan perkembangan anak remaja.

Tujuan Umum:

Setelah dilakukan 5x kunjungan rumah selama 45 menit setiap

kunjungan,

diharapkan penampilan parenting keluarga optimal dalam perawatan

anak remaja.

Tujuan Khusus: 1.

Setelah dilakukan 2x kunjungan rumah selama 45 menit setiap

kunjungan, diharapkan keluarga mengenal tugas perkembangan

keluarga dengan anak remaja.

Kriteria Evaluasi:

1. Kriteria :Menyebutkan pengertian tugas perkembangan

keluarga pada tahap remaja dengan bahasa yang sederhana.

Standar : Perkembangan keluarga dengan remaja merupakan

suatu fase perkembangan keluarga dimulai pada

saat anak pertama berusia 13 tahun dan berakhir

dengan 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak

meninggalkan orangtuanya. Tujuan keluarga ini


adalah melepas anak remaja dan memberikan

tanggung jawab serta pada

tahap sebelumnya.

Rencana Tindakan:

a. Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian tugas

perkembangan

keluarga dengan remaja.

b. Anjurkan keluarga mengungkapkan kembali

pengertian tugas

perkembangan keluarga dengan remaja.

c. Beri pujian atas kemampuan keluarga.

2. Kriteria :Menjelaskan dua ciri-ciri keluarga dengan remaja

Standar : Tahap perkembangan keluarga dengan anak remaja

merupakan tahapan yang paling sulit, karena orang

tua melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk

bertanggung jawab.

Rencana Keperawatan:

a. Diskusikan dengan keluarga tentang cirri-ciri

perkembangan keluarga dengan remaja.

b. Anjurkan keluarga mengungkapkan kembali ciri-ciri

perkembangan keluarga dengan remaja.

c. Berikan pujian atas kemampuan keluarga.


3. Kriteria : Mampu menyebutkan 3 dari 4 tugas perkembangan

keluarga dengan remaja.

Standar : Tugas perkembangan keluarga dengan anak remaja:

memberikan kebebasan yang seimbang dengan

tanggung jawab mengingat remaja yang sudah

tambah dewasa dan meningkat otonominya,

mempertahankan hubungan yang intim dalam

keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka

antara anak dan orang tua. Hindari permusuhan dan

kecurigaan, perubahan system aturan

tumbuh kembang keluarga.

Rencana Keperawatan:

a. Identifikasi tugas yang sudah dilakukan oleh keluarga pada

remaja.

b. Berikan penjelasan setiap tugas yang sudah dilakukan

orang tua pada

remaja.

c. Diskusikan dengan keluarga tentang tugas perkembangan

keluarga dengan

remaja.

d. Anjurkan keluarga mengungkapkan kembali tugas

perkembangan keluarga
dengan remaja.

e. Beri pujian atas kemampuan keluarga.

Tujuan khusus 2:

Setelah dilakukan 1x kunjungan rumah selama 45 menit setiap

kunjungan,

diharapkan keluarga mampu mengambil keputusan dalam

memfasilitasi perkembangan keluarga dengan anak

remaja.

Kriteria evaluasi:

1. Kriteria : Menjelaskan akibat yang terjadi bila keluarga tidak

mencegah masalah anak remaja.

Standar : Sering muncul konflik antara remaja dan orang tua

karena anak menginginkan kebebasan melakukan

aktivitasnya, sementara orangtua mempunyai hak

untuk mengontrol anak.

Rencana Keperawatan:

a. Jelaskan akibat yang bisa terjadi bila keluarga tidak

mengambil keputusan untuk mencegah kenakalan remaja.

b. Beri kesempatan keluarga bertanya.

c. Dorong keluarga untuk mengungkapkan kembali

penjelasan yang

diberikan.
d. Beri pujian atas kemampuan keluarga.

2. Kriteria : Mengambil keputusan yang tepat untuk segera

melakukan tindakan pencegahan masalah anak remaja.

Standar : Dalam hal ini orang tua perlu menciptakan

komunikasi yang terbuka, menghindari kecurigaan

dan permusuhan sehingga hubungan orang tua dan

anak harmonis.

Rencana keperawatan:

a. gali pendapat keluarga bagaimana cara mencegah masalah pada

remaja.

b. Bimbing dan bantu keluarga untuk mengambil keputusan yang

tepat

c. Beri kesempatan keluarga memikirkan kembali keputusan yang

diambil.

d. Beri pujian atas keputusan yang diambil.

Tujuan khusus 3:

Setelah dilakukan 2x kunjungan rumah selama 45 menit setiap

kunjungan,

diharapkan keluarga mampu merawat keluarga dengan perkembangan

anak remaja. Kriteria evaluasi:

1. Kriteria : Mengidentifikasi tentang peran orang tua yang belum

tercapai dalam memenuhi tugas perkembangan remaja.


Standar : Kesibukan dalam pekerjaan sehari-hari

mengakibatkan adanya

gangguan komunikasi atau interaksi sosial dalam

keluarga.

Rencana keperawatan: Konseling

a. identifikasi bersama keluarga tentang peran orang tua yang

belum tercapai

dalam memenuhi tugas perkembangan remaja.

b. Jelaskan tentang peran orang tua yang belum tercapai

dalam memenuhi

tugas perkembangan remaja.

c. Perhatikan respon verbal dan non verbal.

d. Beri solusi pada orang tua.

e. Kaji ulang kemampuan keluarga tentang peran orang tua

yang belum tercapai dalam memenuhi tugas.

f. Beri pujian atas kemampuannya.

Menyebutkan cara mengatasi peran orang tua yang belum tercapai.

Standar : Peran orangtua : memberi waktu luang pada keluarga,

meluangkan waktu untuk berlibur bersama

keluarga, membuat jadwal pertemuan rutin

keluarga. Memberi keleluasaan anak untuk

menyampaikan pendapat, dan pengambilan


keputusan secara

demokratis.

Rencana keperawatan: Konseling

a. Identifikasi bersama keluarga

b. Jelaskan tentang cara mengatasi peran orang tua yang belum

tercapai

c. Perhatikan respon verbal dan non verbal.

d. Berikan solusi positif bersama dalam memenuhi ntugas

peran orang tua

terhadap anak remaja.

e. Kaji ulang kemampuan keluarga

f. Beri pujian positif atas kemampuannya.

Tujuan khusus 4:

Setelah dilakukan 2x kunjungan rumah selama 45 menit setiap

kunjungan,

diharapkan keluarga mampu memelihara lingkungan

keluarga dengan perkembangan anak remaja.

Kriteria evaluasi:

1. Kriteria : Menyebutkan lingkungan yang kondusif untuk

mendidik anak remaja.

Standar : Lingkungan dalam pertumbuhan remaja

mencakup dukungan dalam memberikan


perkembangan secara fisik, psikologis, social,

dan spiritual.

Rencana keperawatan:

a. anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi remaja rajin belajar.

b. Tanyakan perasaan anak remaja saat ini.

c. Lakukan kunjungan rumah tidak terjadwal

d. Diskusikan dengan keluarga lingkungan yang kondusif

e. Identifikasi dengan keluarga lingkungan yang ada

kegiatan yang

mendukung remaja.

f. Dorong keluarga untuk menyebutkan kembali penjelasan

g. Beri pujian atas kemampuan keluarga menjawab pertanyaan

yang benar.

Tujuan khusus 5:

Setelah dilakukan 1x kunjungan rumah selama 45 menit setiap

kunjungan, diharapkan keluarga mampu menggunakan pelayanan

kesehatan untuk menunjang perkembangan anak remaja.

1. Kriteria : Menggunakan pelayanan kesehatan dan social dalam

menunjang tumbuh kembang remaja.

Standar : Keluarga dapat mendapat bantuan dari pelayanan

social seperti LSM ataupun pelayanan kesehatan


seperti puskesmas dalam rangka memenuhi

kesehatan reproduksi anak remaja terkait

pertumbuhan dan perkembangan remaja sehingga

informasi yang

didapat akurat dan dapat dipertcaya dalam mengambil

keputusan.

Rencana keperawatan :

a. Diskusikan jenis fasilitas pelayanan social yang tersedia di

lingkungan

keluarga.

b. Bantu keluarga memilih fasilitas kesehatan social yang

sesuai dengan

kondisi keluarga.

c. Anjurkan keluarga mendapatkan fasilitas pelayanan social

sesuai pilihan.

d. Berikan pujian positif atas kemajuan keluarga.

Rancangan Kegiatan

1. Topik : Pengkajian data umum, lingkungan,

fungsi keluarga, pemeriksaan fisik dan

harapan keluarga

2. Metode : Wawancara, observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan


auskultasi

3. Media : Format pengkajian, alat tulis dan alat pemeriksaan fisik

4. Waktu : Perjanjian dengan keluarga

5. Tempat : Rumah keluarga

6. Strategi Pelaksanaan :

Orientasi :

a. Mengucapkan salam

b. Memperkenalkan diri

c. Menjelaskan tujuan kunjungan

d. Memvalidasi

keadaan keluarga

Kerja :

a. Melakukan pengkajian

b. Melakukan pemeriksaan fisik ( khususnya bagi anggota

keluarga yang beresiko)

c. Mengidentifikasi masalah kesehatan

d. Memberikan reinforcement pada hal-hal positif yang

dilakukan keluarga Terminasi ;

a. Membuat kontrak untuk pertemuan selanjutnya

b. Mengucapkan salam.
DAFTAR PUSTAKA

Harmoko. (2012 ). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Susanto, T. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Aplikasi Teori Pada

Praktik asuhan keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.

Suharto, (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan

Keperawatan Transkurtural. Jakarta : EGC

Suprajitno, (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

 Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2015.  Aplikasi Asuhan


Keperawatan
 Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC . Cetakan 1. Jogja : Mediaction Publishing.

 Nursalam. (2008).  Proses dan Dokumentasi Keperawatan.


Jakarta  : Salemba Medika.

Price, Sylvia & Wilson, Lorraine. 2006.  Patofisiologi Konsep


Klinis Proses-
 Proses Penyakit . Jakarta: EGC

Tambayong, Jan. 2000.  Patofisiologi untuk


Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita


Hipertensi Secara Terpadu.Yogyakarta:Graha Ilmu

Erviana, Wahyu Erma, 2015. Gambaran Faktor Resiko Pada


Penderita Hipertensi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai