Anda di halaman 1dari 10

PERBEDAAN PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PADA MATERI TERMOKIMIA MELALUI PEMBELAJARAN GROUP DAN


INDIVIDUAL PROBLEM SOLVING

St Fatimah Azzahra
azzahraflh@yahoo.co.id
Universitas Kristen Indonesia

ABSTRACT

This research is aimed to know the differences increase critical thinking skills through
learning group and individual problem solving in thermochemical material. This
research uses a quasi-experimental design with nonequivalent control group design
and study sample consisted of 103 students, divided into the first experimental (group
problem solving) (35 students), the two group experimental (individual problem
solving) (34 students). The collected through pretest-posttest. The analyzed with the
Kruskal Wallis test, the results showed that the learning problem solving as a group or
individually can improve students’ critical thinking skills. Statistical test there are
significant differences in the students critical thinking skills thermochemical material
between students who received group and individual problem solving. Critical thinking
skills improvement with problem solving individual learning higher compared with
group learning problem solving.

Keywords: problem solving learning, critical thinking skills

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan


berpikir kritis siswa melalui pembelajaran group dan individual problem solving pada
materi termokimia. Penelitian ini menggunakan metode quasi experimen dengan
desain Nonequivalent Control Group Design dan sampel penelitian ini terdiri dari 103
siswa yang terbagi ke dalam kelompok eksperimen pertama (pembelajaran group
problem solving) (35 siswa), kelompok eksperimen kedua (pembelajaran individual
problem solving) (34 siswa).Pengumpulan data dilakukan melalui pretest-posttest.
Data dianalisis dengan uji Kruskal Wallis Test, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran problem solving secara group maupun secara individual dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Data uji statistik, terdapat perbedaan
yang signifikan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia antara siswa
yang mendapat pembelajaran group problem solving dan individual problem solving.
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran individual problem
solving lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran group problem solving.

Kata Kunci: Pembelajaran Problem Solving, Keterampilan Berpikir Kritis

99
J D P Volume 9, Nomor 2, Juli 2016: 99 – 108

karena itu, pada proses pembelajaran peserta


PENDAHULUAN
didik harus didorong secara aktif untuk
mengembangkan pengetahuannya sendiri serta
Salah satu kunci utama yang berperan bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya
dalam memajukan pendidikan adalah seorang (Gasong dalam Eka, 2010) dengan demikian
guru.Sudjana dan Rivai (2010) mengemukakan diharapkan dapat meningkatkan keterampilan
bahwa guru menempati kedudukan sentral, sebab berpikir kritis siswa. Keterampilan berpikir kritis
peranan seorang guru sangat menentukan melatih peserta didik untuk membuat keputusan
pendidikan. Guru harus mampu menerjemahkan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti,
dan menjabarkan nilai-nilai yang terdapat dalam dan logis. Dengan keterampilan berpikir kritis
kurikulum, kemudian mentransformasikan nilai- peserta didik dapat mempertimbangkan pendapat
nilai tersebut kepada siswa melalui proses orang lain serta mampu mengungkapkan
pembelajaran di sekolah. Kenyataannya, masih pendapatnya sendiri (Filsaime, 2008).
banyak guru yang mengajar kurang memberikan Keterampilan berpikir kritis siswa merupakan
kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi keterampilan berpikir tingkat tinggi yang penting
aktif serta mengembangkan keterampilan dan untuk dimiliki siswa karena keterampilan berpikir
pengetahuan.Kegiatan pembelajaran masih kritis dapat membekali siswa dalam menghadapi
berpusat pada guru, sehingga kurang mendukung persoalan di masa depan bukan hanya dalam
pengembangan pengetahuan, sikap dan pembelajaran di kelas (BSNP, 2007). Dengan
keterampilan siswa terutama dalam hal keterampilan berpikir kritis, seseorang akan
pemecahan masalah.Hal ini dapat berpengaruh mudah untuk mengolah informasi yang
pada prestasi belajar siswa. ditemukannya dan digunakan untuk
Salah satu masalah yang dihadapi dunia memecahkan permasalahan.
pendidikan Indonesia adalah masih lemahnya Pembelajaran yang diaplikasikan
proses pembelajaran di sekolah-sekolah yang seharusnya dapat memfasilitasi siswa untuk
mengakibatkan rendahnya kualitas pendidikan mengembangkan keterampilan berpikir
(Sanjaya, 2011). Kenyataan di lapangan kritis.Arifin (1995) bahwa tujuan akhir dari suatu
menunjukkan bahwa secara umum hasil belajar pendidikan pada dasarnya adalah berpikir. Tidak
siswa pada mata pelajaran kimia di salah satu mungkin terjadi proses belajar tanpa melibatkan
SMAN Kota Tangerang memiliki hasil yang keterampilan berpikir tertentu. Liliasari (2002)
rendah, hal ini dapat diketahui dari hasil nilai rata- mengungkapkan bahwa dalam pendidikan,
rata mata pelajaran kimia siswa kelas XI yang keterampilan berpikir kritis terbukti dapat
diperoleh pada Tahun Ajaran 2010/2011 yaitu mempersiapkan peserta didik berpikir pada
sebesar 42,67 sedangkan nilai ketuntasan berbagai disiplin ilmu menuju pemenuhan sendiri
minimal untuk mata pelajaran kimia tersebut akan kebutuhan intelektual dan mengembangkan
adalah 65 (Rahayu, 2013). Menurut Dasna dan peserta didik sebagai individu berpotensi. Dengan
Sutrisno (dalam Eka, 2010), hal ini disebabkan keterampilan berpikir kritis, mereka dapat
antara lain rendahnya keterampilan berpikir kritis mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
peserta didik. Dalam pembelajaran, peserta didik mengkonstruksi argument serta menghadapi
kurang didorong untuk mengembangkan tantangan, memecahkan masalah dan mengambil
kamampuan berpikirnya. Proses pembelajaran di keputusan dengan tepat sehingga menolong
dalam kelas diarahkan kepada kemampuan siswa dirinya dan orang lain dalam kehidupan.
untuk menghafal informasi. Akibatnya Meningkatkan keterampilan berpikir kritis
keterampilan berpikir kritis menjadi beku, bahkan siswa dapat dilakukan dengan mengkondisikan
menjadi susah untuk dikembangkan. Senada pembelajaran sedemikian rupa di dalam
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sadia kelas.Penelitian yang dilakukan oleh Sadia (2008)
(2008) yang menunjukkan bahwa keterampilan pembelajaran yang paling dominan digunakan
berpikir kritis siswa SMPN dan SMAN di provinsi oleh para guru dalam proses pembelajaran adalah
Bali masih rendah. ekspositori (ceramah, diskusi, tanya jawab)
Penelitian yang dilakukan oleh Sadia 45,6%, pembelajaran berbasis masalah (problem
(2008) di kabupaten Buleleng provinsi Bali based learning) 2,5%, pembelajaran kontekstual
menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis (contextual teaching and learning/ CTL) 26,5%,
siswa SMAN rendah dengan skor rerata (mean) siklus belajar (learning cycle model) 2,5%,
49,38 dan simpangan baku 16,92 (skor standar pembelajaran berbasis portofolio 0,0%, model
100); dan keterampilan berpikir kritis siswa SMPN pembelajaran sains teknologi masyarakat (STM)
rendah dengan skor rerata (mean) 42,15 dan 0,0%, pembelajaran pemecahan masalah
simpangan baku 14,34 (skor standar 100). Oleh

100
Azzahra, Perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia …

(problem solving) 10,2%, dan pembelajaran dkk., (2008) melakukan penelitian mengenai
kooperatif (cooperative learning) 12,6%. Menurut pengaruh pembelajaran group problem solving
pendapat guru-guru, pembelajaran yang dalam perkuliahan kimia umum terhadap hasil
diperkirakan berkonstribusi secara signifikan belajar mahasiswa. Dari penelitian ini diperoleh
dalam mengembangkan keterampilan berpikir bahwa penggunaan kelompok-kelompok kecil
kritis siswa adalah pembelajaran berbasis masalah untuk memecahkan masalah pada perkulihan
(PBL), pembelajaran kontekstual, dan kimia umum merupakan alat yang efektif untuk
pembelajaran pemecahan masalah (problem meningkatkan kemampuan memecahkan
solving). masalah dalam kimia. Selanjutnya, hasil
Rahayu (2013) menyatakan bahwa salah penelitian Intan (2009) juga menunjukkan bahwa
satu pembelajaran yang menyediakan banyak pembelajaran problem solving dapat
kesempatan bagi siswa dalam mengembangkan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
keterampilan berpikir kritis adalah pembelajaran SMA.
problem solving.Pada pembelajaran problem Huda (2013) mengatakan bahwa
solving siswa dihadapkan pada masalah yang pembelajaran group tidak efektif untuk semua
harus dipecahkan melalui bimbingan guru siswa. Tidak semua siswa memilih untuk bekerja
sehingga mengarah pada langkah-langkah dalam kelompok kecil. Ketika siswa merasa dalam
penyelesaian yang terstruktur dengan kelompok kecil yang terbentuk mengambil
baik.Dengan pembelajaran problem solving pendekatan yang sama untuk memecahkan
sangat memungkinkan siswa menjadi aktif dan masalah yang diberikan atau mungkin memiliki
membuka pemahaman terhadap konsep-konsep kesalahpahaman yang sama, hal ini yang
secara fleksibel. Apabila siswa melakukan membuat sebagian siswa tidak menyenangi
pembelajaran problem solving, maka akan pembelajaran dengan group. Selain itu, apabila
memberikan banyak kesempatan kepada siswa kelompok kecil yang terbentuk adalah kelompok
untuk mengembangkan keterampilan berpikir yang homogen maka mengandung berbagai
kritisnya. perspektif yang diperlukan untuk memahami
Pembelajaran dengan menggunakan materi baru dan mungkin tidak mengatasi
problem solving dapat diartikan sebagai aktivitas kesalahpahaman dalam memahami materi
pembelajaran yang menekankan kepada proses (Mahalingam, dkk., 2008). Hal ini yang
penyelesaian masalah yang dihadapi secara menyebabkan pembelajaran secara individual
ilmiah. Pembelajaran problem solving tidak lebih disenangi oleh sebagian siswa. Rusda &
mengharapkan siswa hanya sekedar mendengar, Utiya (2012) menyatakan bahwa melalui
mencatat kemungkinan, menghafal materi pembelajaran problem solving secara klasikal
pelajaran, akan tetapi siswa aktif berpikir, (group) atau secara individual problem solving
berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis
akhirnya menyimpulkan (Sanjaya, 2011). Guru siswa.
perlu melakukan suatu alternatif dalam Cooper, dkk (2008) menyatakan bahwa
melaksanakan pengajarannya yang berorientasi siswa setelah pembelajaran dengan kelompok
pada keterampilan pemecahan masalah kecil memiliki strategi pemecahan masalah yang
(Subratha, 2007). baik yang telah mereka kembangkan dalam
Pembelajaran problem solving secara kelompok mereka masing-masing.Menurut
group maupun secara individual dapat digunakan Mahaligam, dkk (2008) pembelajaranproblem
oleh guru sebagai salah satu alternatif dalam solving dapat meningkatkan keterampilan siswa
melaksanakan pengajaran yang berorientasi pada dalam pemecahan masalah dan umumnya siswa
keterampilan pemecahan masalah. Pembelajaran ingin bekerja secara berkelompok (group) dalam
group problem solving dapat memberikan banyak memecahkan masalah, dengan pembelajaran
keuntungan seperti petukaran ide-ide sehat dalam secara kelompok kecil dapat meningkatkan
kelompok kecil (group), tidak hanya pemahaman siswa serta meningkatkan motivasi
meningkatkan minat siswa tetapi juga dapat siswa. Sedangkan menurut Cooper, dkk (2009)
meningkatkan berpikir kritis siswa. Siswa bekerja pembelajaran problem solving dapat
dalam kelompok (group) dapat menyimpan meningkatkan penalaran siswa dalam
informasi lebih lama serta berpikir tingkat tinggi, memecahkan masalah-masalah yang diberikan
pembelajaran bersama banyak memberikan siswa dan siswa tidak lagi bergantung pada pemecahan
kesempatan untuk terlibat diskusi dan mengambil masalah cara hafalan.
tanggung jawab untuk pembelajaran mereka Implikasi dari kenyataan di atas,
sendiri (Mahalingam, dkk., 2008). Mahalingam, diharapkan dengan menggunakan pembelajaran

101
J D P Volume 9, Nomor 2, Juli 2016: 99 – 108

problem solving siswa dapat memahami dan Group Design (Sugiyono, 2008). Rancangan
memecahkan masalah pada materi termokimia tersebut berbentuk sebagai berikut:
serta meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa.Nuryanti (2009) menyatakan bahwa Tabel 1
pembelajaran problem solving merupakan Desain Penelitian
kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih
siswa menghadapi berbagai masalah untuk Treatment group O X1 O
dipecahkan sendiri (individual) atau secara Treatment group O X2 O
bersama-sama (group).Suparno (2007) juga Sumber: Sugiyono (2008)
menyatakan bahwa pembelajaran problem Keterangan:
solving adalah pemecahan masalah dalam O : Pemberian pretest-posttestdan skala sikap
pembelajaran, guru memberikan masalah yang ilmiah (sebelum dan sesudah perlakuan)
sesuai topik yang mau diajarkan dan siswa X1 : Perlakuan (Pembelajaran groupproblem
diminta untuk memecahkan masalah tersebut.Hal solving)
ini dapat dilakukan baik dalam kelompok ataupun X2 : Perlakuan (Pembelajaran individual
individual.Dengan demikian penelitian ini problem solving)
bertujuan untuk melihat perbedaan peningkatan
keterampilan berpikir kritis antara pembelajaran Pada penelitian ini, untuk melakukan
problem solvingyang dilakukan secara analisis instrumen peneliti hanya melakukan uji
groupproblem solving maupun individual validasi saja.Validasi merupakan suatu ukuran
problem solvingpada materi termokimia dan yang menunjukkan kevalidan/kesahihan
membantu siswa untuk memahami secara instrumen.Instrumen yang valid mempunyai
mendalam materi tersebut. validitas yang tinggi.Sebelum instrumen
digunakan dalam penelitian maka instrumen
METODE PENELITIAN harus divalidasi terlebih dahulu.Pada penelitian
ini validitas yang digunakan adalah validitas
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa isi.Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi
kelas XI di salah satu SMA Negeri di Kota apabila butir soal yang membangun tes dapat
Tangerang Selatan. Subjek penelitian terdiri dari mengukur setiap aspek berpikir yang tercantum
dua kelompok eksperimenyang masing-masing dalam indikator pembelajaran (Arikunto, 2012).
kelas terdiri dari 35 siswa kelompok eksperimen Pengolahan data pretest dan posttest
pertama dan 34 siswa kelompok eksperimen dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas
kedua. Kelompok eksperimen merupakan terlebih dahulu untuk mengetahui uji signifikansi
kelompok yang diberi perlakuan pembelajaran yang digunakan selanjutnya adalah statistik
groupproblem solvingdan individual problem parametrik atau nonparametrik. Jika data normal
solving. Pemilihan subjek dilakukan dengan dan homogen digunakan uji statistik parametrik
teknik purposive sampling dilakukan dengan yaitu uji one way ANOVA. Sedangkan jika data
alasan bahwa pada penelitian ini peneliti ingin yang tidak normal dan homogen digunakan uji
mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan statistik nonparametrik yakni uji Kruskal Wallis.
berpikir kritis siswapadadua kelas yang ekivalen, Dalam penelitian ini, analisis data statistik
ditunjukkan dengan tingkat kecerdasan rata-rata menggunakan program SPSS for Windows versi
siswa pada kedua kelas adalah relatif sama. 16.0.
Penelitian ini menggunakan metode Pada hasil uji ini terdapat nilai
quasi experimen (eksperimen semu) yaitu metode signifikansi (sig.) untuk mengetahui hasil
yang tidak dapat memberikan kontrol penuh. hipotesis, yaitu membandingkan sig. dengan
Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok tingkat kepercayaan α = 0,05. Jika sig.> α maka
penelitian, yaitu dua kelompok eksperimen. H0 ditolak, begitu juga sebaliknya.Pada penelitian
Subjek pada kedua kelompok tersebut diberi ini, digunakan untuk menguji keterampilan
pretest terlebih dahulu, kemudian pada kelompok berpikir kritis antara data kelompokgroup
eksperimen pertama diberi pembelajaran group problem solving, individual problem solving. Data
problem solving dan kelompok eksperimen kedua yang digunakan dalam analisis adalah data
diberi pembelajaran individual problem solving. pretest-posttest keterampilan berpikir kritis siswa.
Setelah implementasi pembelajaran, subjek pada Untuk data aspek keterampilan berpikir kritis
kedua kelompok diberi posttest. dilihat dari besarnya peningkatan masing-masing
Rancangan penelitian yang digunakan keterampilan pada siswa sebelum dan sesudah
adalah: Nonequivalent Pretest-Posttest Control penerapan pembelajaran group dan

102
Azzahra, Perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia …

individualproblem solving maupun pembelajaran Berdasarkan hasil analisis rata-rata


bukan problem solving, maka dicari gain perolehan skor pretest keterampilan berpikir kritis
ternormalisasi dengan rumus (Meltzer, 2002). pada pembelajaran group problem solving,
pembelajaran individual problem solving masing-
HASIL DAN PEMBAHASAN masing memperoleh rata-rata nilai 12,00 dan
12,59. Perolehan nilai di kelompok pembelajaran
group problem solving dan individual problem
Hasil penelitian berpikir kritis diketahui
solving sebelum pembelajaran menunjukkan
berdasarkan tes keterampilan berpikir kritis
bahwa siswa telah memiliki pengetahuan awal
sebanyak 5 soal yang dilakukan sebelum
yang berkaitan dengan konsep yang akan
pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran
dipelajari.
(posttest) diterapkan. Soal yang diberikan berupa
Keterampilan berpikir kritis siswa pada
soal essay pada materi termokimia, setelah
kelompok eksperimen pertama dan kelompok
melakukan pretest dan posttest didapatkan data
eksperimen kedua sebelum pembelajaran juga
hasil pretest dan posttest dari kelompok
dapat dilihat berdasarkan uji hipotesis.Data skor
eksperimen pertama (group problem solving),
pretestketerampilan berpikir kritis yang diperoleh,
kelompok eksperimen kedua (individual problem
dianalisis dengan menggunakan program SPSS
solving).
for Windows versi 16.0. Uji ini dilakukan untuk
Dari hasil pretest dan posttest dapat
mengetahui ada tidaknya perbedaan skor
dilihat perbedaan peningkatan rata-rata
pretestyang signifikan antara kelompok
keterampilan berpikir kritits siswa antara
eksperimen pertama yang diberi pembelajaran
kelompok eksperimen pertama dan kelompok
group problem solving dan kelompokeksperimen
eksperimen kedua. Peningkatan keterampilan
kedua yang diberi pembelajaran individual
berpikir kritis siswa dengan menghitung N-Gain.
problem solving. Rekapitulasi data hasil uji
Rekapitulasi data hasil pengolahan skor pretest,
normalitas, homogenitas, dan signifikansi
posttest, dan N-Gain siswa kelompok eksperimen
disajikan pada Tabel 3.
pertama dan kelompok eksperimen kedua
disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 3
Rekapitulasi Data PretestHasil Uji Normalitas,
Tabel 2
Homogenitas, dan Signifikansi KelompokGroup
Rekap Data Hasil Pretest-PosttestKeterampilan
Problem Solving dan Kelompok Eksperimen
Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen 1 (group
Individual Problem Solving
problem solving), Kelompok Eksperimen 2
(individual problem solving) Kelom N Ra Norma Homog Uji Nilai sig.(α
pok ta- litas enitas signifi = 0,05)
rat kansi Nil Ket.
Kelomp Data Pret Post N- Kateg a ai
ok es es Gai ori sig
n .
Eksper 3 12, Tidak Homoge Kruskal 0,0 Tidak
Group N 35 35 0,5 Sedang imen 1 5 00 Normal n Wallis 52 berbe
Proble Nilai 8,00 32,00 2 Eksper 3 12, Tidak Test da
m Minimu imen 2 4 59 Normal Signif
ikan
solving m
Nilai 24,0 88,00
Maksim 0 Uji data pretest kelompok eksperimen
um pertama dan kelompok eksperimen
Rata- 12,0 57,37 keduadilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
rata 0
Standar 4,55 15,28
perbedaan rata-rata keterampilan berpikir kritis
Deviasi siswa antara kelompok eksperimen pertama dan
Individu N 34 34 0,7 Tinggi kelompok eksperimen kedua sebelum
al Nilai 4,00 36,00 5 pembelajaran. Berdasarkan tabel 3 di atas
Proble Minimu diketahui bahwa data pretestkeduakelompoktidak
m m
Solving Nilai 20,0 96,00 berdistribusi normal dan kedua data pretest
Maksim 0 homogen, maka uji signifikansi dilakukan dengan
um uji non-parametrik, yaitu uji Kruskal Wallis Test.
Rata- 12,5 77,53 Hipotesis yang diajukan adalah H0: tidak ada
rata 9
Standar 4,84 12,88
perbedaan rata-rata nilai pretest yang signifikan
Deviasi antara kelompok eksperimen pertama dan
kelompok eksperimen kedua dan kelompok
kontrol dengan kriteria pengujian: H0 diterima jika

103
J D P Volume 9, Nomor 2, Juli 2016: 99 – 108

signifikansi > 0,05. Berdasarkan uji Kruskal Wallis


80
Test diperoleh nilai signifikansi data
60
pretestkeduakelompok sebesar 0,052> 0,05
sehingga H0 diterima, maka dapat disimpulkan 40 Eksperimen 1
bahwa tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretest 20
Eksperimen 2
yang signifikan antara kelompok eksperimen 0
pertama dan kelompok eksperimen kedua. Hal ini Pretest Posttest N-Gain
(%)
sesuai dengan salah satu karakteristik penelitian
yang bersifat eksperimen seperti dikemukakan Gambar 1. Skor Rata-rata Pretes, Postes, dan N-
oleh Russefendi (1998) bahwa equivalensi subjek Gain Ketiga Kelompok
dalam kelompok-kelompok yang berbeda perlu
ada, agar bila ada hasil berbeda yang diperoleh Gambar 1 menunjukkan adanya
oleh kelompok, itu disebabkan karena tidak peningkatan nilai rata-rata keterampilan berpikir
equivalennya kelompok-kelompok tersebut, tetapi kritis siswa pada pembelajaran group problem
karena adanya perlakuan. solving dari 12 pada saat pretest menjadi 57,37
Setelah mengalami proses pembelajaran pada saat posttest. Sedangkan peningkatan
sebanyak empat kali pertemuan, siswa kelompok keterampilan berpikir kritis siswa pada
eksperimen satu dan eksperimen dua diberikan pembelajaran individual problem solving dari
posttest, pemberian posttest bertujuan untuk 12,59 pada saat pretest menjadi 77,53 pada saat
mengetahui perkembangan keterampilan berpikir posttest. Jika kedua kelompok tersebut
kritis siswa pada materi termokimia. Berdasarkan dibandingkan, kelompok eksperimen kedua yang
hasil analisis terhadap skor posttest, nilai yang memiliki rata-rata posttest paling tinggi
diperoleh kelompok eksperimen pertama dan dibandingkan kelompok eksperimen dua yaitu
kelompok eksperimen kedua mengalami 0,75 pada kategori tinggi.
peningkatan.Namun, terdapat perbedaan nilai Peningkatan keterampilan berpikir kritis
rata-rata posttest pada kedua kelompok tersebut. siswa pada kelas eksperimen pertama dan
Kelompok eksperimen pertama yang eksperimen kedua setelah pembelajaran juga
menggunakan pembelajaran group problem dilihat berdasarkan uji hipotesis, untuk
solving memiliki rata-rata skor sebesar 57,37, mengetahui ada tidaknya perbedaan peningkatan
kelompok eksperimen kedua yang menggunakan siswa antara kelompok eksperimen pertama dan
pembelajaran individual problem solving memiliki kelompok eksperimen kedua setelah proses
rata-rata skor sebesar 77,53. Berdasarkan skor pembelajaran, maka dilakukan analisis data
tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata posttest kelompok eksperimen pertama dan
peningkatan kelompok eksperimen kedua lebih kelompok eksperimen kedua. Data peningkatan
tinggi dibandingkan dengan rata-rata peningkatan kelompok eksperimen pertama berdistribusi
kelompok eksperimen pertama. Artinya bahwa normal dan kelompok eksperimen kedua tidak
pembelajaran individual problem solving dapat berdistribusi normal, kedua data posttest
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa homogen, maka uji signifikansi dilakukan dengan
lebih baik jika dibandingkan dengan uji non-parametrik, yaitu uji Kruskal Wallis
pembelajaran group problem solving. Test.Rekapitulasi data hasil uji normalitas,
Berdasarkan analisis data yang diperoleh, homogenitas, dan signifikansi disajikan pada
kelompok esperimen kedua mengalami Tabel 4.
peningkatan keterampilan berpikir kritis lebih Hipotesis yang diajukan adalah H0: tidak
tinggi dibandingkan dengan kelompok ada perbedaan rata-rata nilai posttest yang
eksperimen pertama, terlihat dari nilai rata-rata signifikan antara kelompok eksperimen pertama
posttest kelompok eksperimen kedua sebesar dan kelompok eksperimen keduadengan kriteria
77,53. Nilai N-Gain kelompok eksperimen kedua pengujian: H0 diterima jika signifikansi > 0,05.
0,75 jika dikonfirmasi dengan kategori dari Hake Berdasarkan uji Kruskal Wallis Test diperoleh nilai
(1998) dalam kategori tinggi, sedangkan untuk signifikansi data posttest kedua kelompok sebesar
kelompok eksperimen satu dalam kategori 0,000 < 0,05 sehingga H0 ditolak, maka dapat
sedang. Dalam bentuk diagram skor rata-rata disimpulkan bahwa ada perbedaan peningkatan
pretest, posttest, dan % N-Gain antara kelompok nilai posttest yang signifikan antara kelompok
eksperimen pertama dan kelompok eksperimen eksperimen pertama dengan kelompok
kedua disajikan pada Gambar 1. eksperimen kedua.

104
Azzahra, Perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia …

Tabel 4 kecuali pembelajaran kooperatif (group) tidak ada


Rekapitulasi DataPosttestHasil Uji Normalitas, satu pun praktik pedagogis yang secara simultan
Homogenitas, dan Signifikansi Kelompok mampu memenuhi tujuan yang beragam.
Eksperimen Pertama, Kelompok Eksperimen Dalam penelitian ini, pembelajaran group
Kedua dan Kelompok Kontrol problem solving (kelompok eksperimen pertama)
dalam tiap-tiap group melibatkan siswa-siswa
Kelo N Ra Norm Homo Uji Nilai sig. yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi
mpo ta- alitas genita signifi (α = 0,05)
k rat s kansi Ni Ket.
agar kesetaraan di antara mereka bisa dicapai
a lai seutuhnya. Pembelajaran secara group yang
si
g.
menekankan pada proses belajar dengan cara
Grou 3 57, Norm Homog Kruska 0, Berb saling bekerja sama satu sama lain dan saling
p 5 37 al en l Wallis 00 eda membantu untuk memahami materi yang sedang
Probl Test 0 Signi
em fikan dipelajari, tetapi dalam penelitian ini kelompok
Solvi eksperimen pertama yang menggunakan
ng pembelajaran group problem solving tidak terlihat
Indiv 3 77, Tidak
idual 4 53 Norm adanya kerjasama antar anggota kelompoknya.
Probl al Pembentukan kelompok pada kelompok
em
Solvi
eksperimen pertama secara heterogen dan terlihat
ng bahwa siswa yang berkemampuan tinggi
. mendominasi dalam kelompok. Hasil skor
Menurut Heller& Hollabaugh (1992) peningkatan yang diperoleh oleh kelompok
pembelajaran problem solving secara group eksperimen pertama yang menggunakan
maupun individualdapat meningkatkan pembelajaran group problem solving lebih rendah
keterampilan berpikir siswa. Penelitian ini sejalan dibandingkan kelompok eksperimen kedua yang
dengan Arifin (1995) mengatakan bahwa menggunakan pembelajaran individual problem
pembelajaran problem solving dapat solving.
dilaksanakan secara berkelompok atau secara Webb (dalam Huda, 2013) menyatakan
individual. Tetapi dalam penelitian ini bahwa yang berpengaruh terhadap pencapaian
pembelajaran group problem solving lebih rendah siswa dalam pembelajaran group problem solving
peningkatannya dibandingkan dengan kelompok bukan sikap saling memberi dan menerima
eksperimen dua (pembelajaran individual bantuan, melainkan jenis bantuan apa yang
problem solving). diberikan dan diterima. Saling memberi dan
Peningkatan keterampilan berpikir kritis menerima dalam group tidak terlalu berpengaruh
kelompok kedua ini dapat terjadi karena dalam terhadap pencapaian siswa, yang berpengaruh
pembelajaran individual problem solving siswa adalah seperti apa bantuan yang mereka berikan
dilatih untuk dapat memecahkan masalah, dan terima dalam kelompoknya masing-masing.
dimana selama proses pembelajaran siswa Saling menerima dan memberi respons-respons
diberikan masalah yang menuntut mereka untuk final yang justru berpengaruh negatif terhadap
dapat memecahkannya. Walaupun pada keterampilan berpikir siswa, siswa lebih baik
kelompok pertama dalam penelitian ini siswa juga diajak untuk saling menerima dan memberi
dilatih untuk memecahkan masalah tetapi penjelasan dan penjabaran.Siswa yang terbiasa
hasilnya keterampilan berpikir kritis siswa yang menerima respon final pada umumnya tidak
menggunakan pembelajaran group problem termotivasi untuk berpikir kritis. Hal ini berbeda
solving lebih rendah dibandingkan pembelajaran dengan siswa-siswa yang menerima jawaban
individual problem solving. yang bersifat penjabaran, siswa cenderung akan
Pembelajaran problem solving secara berpikir kritis.
group dapat meningkatkan keterampilan berpikir Untuk membatasi siswa yang
kritis siswa, tetapi dalam penelitian ini berkemampuan tinggi mendominasi dalam proses
peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pembelajaran group problem solving, guru dapat
dengan menggunakan pembelajaran group memilih strategi pembelajaran group problem
problem solving lebih rendah dibandingkan solving dengan strategi ‘kancing gemerincing’.
dengan pembelajaran individual problem solving. Sebelum kelompok menyelesaikan masalah yang
Menurut Huda (2013) pembelajaran group diberikan oleh guru, setiap siswa dalam masing-
diyakini sebagai praktik pedagogis untuk masing kelompok mendapat dua atau tiga buah
meningkatkan berpikir tingkat tinggi siswa dan kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar
Johnson (dalam Huda, 2013) menegaskan bahwa atau tidaknya masalah yang diberikan).Setiap kali

105
J D P Volume 9, Nomor 2, Juli 2016: 99 – 108

seseorang siswa berbicara, mengeluarkan mendapatkan hasil yang baik karena penilaian
pendapat, bertanya kepada anggota yang dilakukan oleh guru secara individu.
kelompoknya, siswa harus menyerahkan salah Seiring dengan hal tersebut Heller &
satu kancingnya dan meletakkannya di tengah- Hollabaugh (1992) mengemukakan bahwa
tengah kelompoknya.Jika kancing yang dimiliki pembelajaran problem solving secara group
seorang siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi terbukti menjadi teknik yang efektif untuk
sampai semua rekannya juga menghabiskan membantu siswa mempelajari skill komplek.
kancing mereka. Jika semua kancing sudah habis, Tetapi harus kelompok-kelompok yang berfungsi
sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh dengan baik, siswa harus berbagi pengetahuan
mengambil kesepakatan untuk membagikan ketika mereka bersama-sama memecahkan
kancing lagi dan mengulang prosedur kembali masalah.
(Lie, 2002). Jadi kelompok eksperimen pertama yang
Lie (2002) menyatakan, dengan kancing menggunakan pembelajaran group problem
gemerincing setiap individu dalam kelompok solving lebih rendah dibandingkan kelompok
meberikan konstribusi mereka dalam eksperimen kedua disebabkan karena seharusnya
mengemukakan pendapat dan mendengarkan sebuah kelompok akan lebih produktif jika setiap
pemikiran orang lain, setiap anggota mempunyai anggotanya selalu bersedia untuk mendengarkan
kesempatan yang sama, tidak ada anggota yang orang lain dan bekerja sama untuk mencapai
mendominasi dan banyak bicara sementara tujuan yang secara kualitas lebih baik, tetapi
anggota yang lain pasif. Dengan kancing dalam penelitian ini pembelajaran group tidak
gemerincing pemerataan tanggung jawab dapat lebih baik dari kelompok eksperimen kedua yang
tercapai, tidak ada anggota yang menggunakan pembelajaran individual problem
menggantungkan diri pada rekannya yang solving.
mendominasi. Jadi pembelajaran group problem Karena tiap kelompok tidak efektif dalam
solving dengan strategi kancing gemerincing guru pembelajaran group maka tidak tercapai
dapat memastikan siswa mendapat kesempatan pembelajaran problem solving secara maksimal.
untuk berperan serta dalam kelompoknya, Menurut Heller & Hollabaugh (1992) latihan-
sehingga dalam pembelajaran group problem latihan menggunakan konsep-konsep dan prinsip-
solving diharapkan dapat meningkatkan prinsip pada berbagai persoalan perlu dilakukan
keterampilan berpikir kritis siswa lebih baik lagi. secara bertahap. Pembelajaran problem solving
Supaya tujuan pembelajaran group dalam memecahkan masalah harus dilakukan
problem solving tercapai seharusnya setiap secara sistematis dan harus sering dilatih.Apabila
anggota kelompok bertanggung jawab atas segala sering dilatih maka siswa dapat dengan cepat
sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya, mengidentifikasi konsep apa yang dibutuhkan
membagi tugas dan tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan masalah.
diantara anggota kelompoknya, masing-masing Kelompok ekseperimen kedua yang
siswa mendapatkan evaluasi setelah belajar menggunakan pembelajaran individual problem
berkelompok, membutuhkan keterampilan untuk solvingmengalami peningkatan keterampilan
belajar bersama selama proses belajar dan setiap berpikir kritis lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa diminta mempertanggung jawabkan secara kelompok eksperimen pertama yang
individual materi yang ditangani dalam kelompok menggunakan pembelajaran group problem
(Huda, 2013). solving. Hal ini karena pada pembelajaran
Menurut Huda (2013) bahwa persaingan individual problem solving, siswa menunjukkan
lebih kental di SMA dan siswa cenderung performa secara mandiri dan tidak bergantung
menghargai pencapaian individu dibandingkan pada teman-temannya. Menurut Sagala (2012)
dengan pencapain yang diperoleh dari hasil pembelajaran individu akan memberikan
berkelompok.Sehingga dalam pembelajaran kesempatan masing-masing individu
group problem solving guru dapat melakukan mengembangkan keterampilan yang dimiliki
penilai siswa secara individu sesuai keaktifan siswa. Artinya siswa memiliki keleluasaan belajar
siswa dalam kelompoknya. Dengan hal ini, berdasarkan kemampuan sendiri.
diharapkan semua siswa dapat aktif dalam Pada prinsipnya dalam pembelajaran
kelompoknya, dapat bekerjasama dalam problem solving sebaiknya dilakukan secara
kelompok, diharapkan tidak ada yang teratur dan logis agar diperoleh kebenaran yang
mendominasi dalam kelompok karena semua reliabel. Artinya jika dihadapkan pada masalah
anggota kelompok bersaing dan termotivasi untuk lain maka akan tetap mencapai kebenaran.
Dengan melalui tahap-tahap pembelajaran

106
Azzahra, Perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi termokimia …

problem solving baik secara group problem deducing the limiting reagent in chemical
solving ataupun individual problem solving yang reaction.Journal Chemistry Education and
baku diharapkan membantu siswa untuk lebih Practice
cermat dan tentunya menghasilkan jawaban yang Eka, A. (2010). Pembelajaran berbasis praktikum
benar. Jawaban-jawaban ini juga akan bersifat untuk meningkatkan kemampuan berpikir
reliabel, terutama jika diberikan soal-soal yang kritis mahasiswa.Jurnal Matematika dan
lebih bervariasi (Mutakinati, 2010). IPA. Vol. 1 No. 2

KESIMPULAN DAN SARAN Filsaime, D K (2008), Menguak rahasia berpikir


kritis dan kreatif, Jakarta: Prestasi Pustaka
Pembelajaran problem solving dapat
Harlen, W.dkk (1992). The teaching of science.
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa
London: David Fulton Publisher.
baik secara group problem solving maupun
individual problem solving. Peningkatan
Heller, P., & Hollabaugh. (1992). Teaching
keterampilan berpikir kritis siswa dengan
problem solving though cooperative grup,
pembelajaran individual problem solving (rata-
Part I: Group versus individual problem
rata N-Gain = 0,75) berbeda secara signifikan jika
solving. American Journal of Physics. 60,
dibandingkan dengan pembelajaran group
(7).
problem solving (rata-rata N-Gain = 0,52).
Peningkatan berpikir kritis siswa dengan
Huda, M. (2013). Cooperative learning, metode,
pembelajaran individual problem solving lebih
teknik, struktur dan model penerapan.
tinggi dibandingkan dengan pembelajaran group
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
problem solving.
Intan, W.J. (2009).Pendekatan pemecahan
Proses pembelajaran kimia pada materi
masalah pada pembelajaran larutan
termokimia dengan pembelajaran group problem
penyangga untuk meningkatkan
solving perlu terus dikembangkan misalnya
keterampilan berpikir kritis siswa SMA.
dengan pembentukan kelompok secara homogen
Tesis Magister pada SPs UPI Bandung:
agar siswa dapat aktif dalam kelompoknya dan
tidak diterbitkan
diharapkan dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa.Pembelajaran groupproblem
Liliasari, (2002). Pengembangan model
solving pada materi termokimia diharapkan akan
pembelajaran kimia untuk meningkatkan
lebih baik jika menggunakan strategi
strategi kognitif konseptual tingkat tinggi
pembelajaran kancing gemerincing, sehingga
mahasiswa calon guru dalam menerapkan
dapat membatasi siswa dengan kemampuan
berfikir konseptual tingkat tinggi (studi
tinggi yang mendominasi dalam kelompok
pengembangan berfikir kritis dan kreatif).
heterogen dan meningkatkan kontribusi siswa
Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX
dalam kelompok. Dengan demikian diharapkan
Perguruan Tinggi. UPI.
semua siswa dapat terlibat secara aktif selama
pembelajaran berlangsung.
Mahalingam, M., Fred, S., and Elisabeth, M.
(2008). Promoting student learning
ACUAN PUSTAKA through group problem solving in general
chemistry recitations. Journal of Chemical
Arifin, M. (1995). Pengembangan program Education: vol.85 No. 11
pengajaran bidang studi kimia. Surabaya:
Erlangga Universitas Press Rahayu, T. P. (2013). Pengembangan model
pembelajaran problem solving berbantuan
Cooper, M. M., Cox, C. T., Nammouz, M dan web untuk mengembangkan keterampilan
Case, E. (2008). An assessment of the effect berpikir kritis siswa pada materi larutan
of collaborative groups on students penyangga.Tesis SPs UPI Bandung. Tidak
problem solving strategies and abilities. Diterbitkan.
Journal Chemistry Education: Vol.85, No.6
Sadia, I.W. (2008). Model pembelajaran yang
Cooper, M. M., Cox, C. T., Nammouz, M dan efektif untuk meningkatkan keterampilan
Case, E. (2009). Students’ dilemmas in berpikir kritis.Jurnal Pendidikan dan
reaction stoichiometry problem solving: Pengajaran. Volume 2, hlm 219-237

107
J D P Volume 9, Nomor 2, Juli 2016: 99 – 108

Sanjaya, W. (2011). Strategi pembelajaran


berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Subratha, Ny. (2007). Pengembangan model


pembelajaran kooperatif dan strategi
pemecahan masalah untuk meningkatkan
hasil belajar siswa kelas VII C SMP N 1
Sukasada. Lembaga Penelitian Undiksha.
Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA
Undiksha

Sudjana, N., & Rivai, A. (2010). Media


pengajaran. Bandung: Penerbit Sinar Baru
Algensindo

Sugiyono, (2008). Model penelitian kuantitatif


kualitatif dan R & D cet ke 5. Bandung:
Alfabeta

108

Anda mungkin juga menyukai