Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATARBELAKANG

Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar selamat di dunia
dan akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan
dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh
Allah dalam Al-Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan keluhuran
budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang
mematuhi permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Tasawuf ,Etika, Moral, dan Akhlak?

2. Bagaimana pembahasan dan ruang lingkup dari akhlak dan tasawuf?

3. Bagaimana peranan dan fungsi dari akhlak tasawuf?

4. Apa saaja aliran – aliran yang ada dalam perkembangan tasawuf?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN TASAWUF

1. Pengertian

a. Secara bahasa

Dari makalah yang terhimpun, dapat dijelaskan bahwa dalam mengajukan teori tentang pengertian
tasawuf, baik secara etimologi maupun terminologi para ahli berbeda pendapat. Di antaranya
sebagai berikut:

1) Tasawuf yang dikonotasikan dengan “ahlu suffah” yang berarti sekelompok orang pada masa
rasulullah yang hidupnya banyak diisi dengan banyak berdiam di serambi – serambi masjid, dan
mereka mengabdikan hidupnya kepada Allah.

2) Ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata “shafa”, lafadz tersebut berbentuk fi’il
mabni majhul sehingga menjadi isim mulhak dengan huruf “ya” nisbah yang berarti nama bagi
orang-orang yang bersih atau suci. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya di
hadapan tuhannya.

3) Istilah tasawuf berasal dari kata shaf. Makna tasawuf ini dinisbahkan kepada orang-orang yang
ketika shalat selalu berada di shaf yang paling depan.

4) Pendapat lain mengatakan, istilah tasawuf dinisbahkan kepada orang-orang dari Bani Suffah.[1]

b. Secara istilah

Sebagai mana yang dijelaskan dalam makalah, pengertian secara istilah tentang tasawuf, dalam hal
ini para ahli juga memiliki pendapat masing-masing diantaranya:

1) Menurut Al-Juraini, ketika ditanya tentang tasawuf, Al-juraini menjawa: “masuk kedalam segala
budi (akhlak) yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah”.

2) Menurut Al-Junaidi : “(tasawuf) ialah kesadaran bahwa yang hak (Allah) adalah yang
mematikanmu dan yang menghidupkanmu”.

3) Menurut Muhammad Ali Al-Qassab : “tasawuf adalah akhlak mulia yang timbul pada waktu
mulia dari seoramng yang mulia di tengah-tengah kaumnyayang mulia pula”.[2]

4) Ibnu khaldun “ tasawuf semacam ilmu syari’at yang timbul kemudian di dalam agama. Asalnya
adalah tekun beribadah,memutuskan pertalian terhadap sesuatu kecuali Allah, hanya menghadap-
Nya, dan menolak perhiasan dunia. Selain itu membenci perkara yang selalu memperdaya banyak
orang, sekaligus menjauhi kelezatan harta, dan kemegahannya.tambahan pula, tasawuf berarti juga
menyendiri menuju jalan tuhan dalam khalwat dan ibadah”.[3]

B. PEMBAHASAN ETIKA

1. Pengertian.

Sebagaimana penjelasan dari makalah misbah hudri yang saya kutip, bahwasannya etika,
sebagaimana halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya, yaitu berasal dari yunani kuno
“ethos”. Kata ethos dalam bentuk tanggal mempunyai banyak arti, “tempat tinggal yang biasa,
padang rumpu, kandang, kebiasaan,adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalm
bentuk jamak “ta etha” yang berarti adat kebiasaan. Dan arti inilah yang menjadi latar belakang
terbentuknya istilah “ethika” oleh filsuf besar yunani Aristoteles, sudah dipakai sebagai filsafat
moral.[4] Etika merupakan teori matang perbuatan manusia dilihat dari baik dan buruk.

Baik atau buruk mengandung tiga pengertian:

a. Nilai atau norma yang menjadi pegangan orang dalam mengatur tingkah laku.

b. Kumpulan asas atau nilai moral.

c. Ilmu tentang baik atau buruk.

Etika memiliki tiga posisi yakni, yakni etika sebagai sistem nilai, kode etik, dan filsafatmoral.

1) Sistem nilai : etika berarti nilai-nilai & norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seorang kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

2) Kode etik : etika berarti asas/nilai moral. Contoh kode etik dalam jurnalistik, kedokteran.

3) Filsafat moral : memiliki kedudukan sebagai ilmu bukan sebagai ajaran.

C. PEMBAHASAN MORAL

1. Pengertian

Sebagaimana yang dijelaskan dalam makalah Misbah Hudri, yang dikutip dari Mourice B Mitchell,
Moral berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari “mose” yang berarti adat kebiasaan.[5] Dalam
bahasa indonesia moral diartikan susila. Moral artinya sesuai dengan ide-ide umum yang diterima
tentang tindakan manusia, yang baik dan wajar, sesuai dengan ukuran tindakanyang oleh umum
diterima, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.

Moralitas terbagi menjadi 2 yaitu objektif dan subyektif.

a. Moralitas objektif : adalah moralitas yang diterapkan pada perbuatan sebagai perbuatan,
terlepas dari modifikasi kehendak dari prilakunya.

b. Moralitas subjektif : adalah moralitas yang memandang suatu perbuatan ditinjau dari kondisi
pengetahuandan pusat perhatian dari pelakunya,latar belakangnya, stabilitas emosionalnya
sertaprilaku personal lainya.

D. PEMBAHASAN AKHLAK

1. Pengertian

Sebagaimana yang dijelaskan di dalam makalah Misbah Hudri, kata “akhlak” berasal dari kata
“khuluk”, jamaknya “Akhlak”. Seakar kata dengan kata “khalq” berarti “kejadian”, Khalik berarti
“pencipta” dan makhluk berarti “yang diciptakan”. Sehingga, maka berbagai makna tersebut tetap
saling berhubungan diantaranya adalah kata al-khlaq artinya ciptaan. Artinya menciptakan sesuatu
tanpa diddahului oleh sebab contoh, atau dengan kata lain menciptakan sesuatu dari tiada.[6]
Sebagai mana yang dijelaskan dalam makalah, yang mengutip dari imam Al-Ghozali “ akhlak adalah
daya kekuatan (sifat yang tertanam dalam jiwa) yang mendorong perbuatan-perbuatan yang
sepontan tanpa memerlukan pertimbagan pikiran.

Pengertian diatas menggambarkan bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian yang muncul
dari dalam diri seseorang yang bersifat spontan tanpa dibuat-buat.

Jika baik menurut pandangan agama maka tindakan itu dinamakan akhlak yang baik (al-akhlakul
karimah/al-akhlakul mahmudah) jika tindakan itu buruk maka disebut (al-akhlakul al- madzmumah)

E. HUBUNGAN AKHLAK dan TASAWUF

Hubungan antara akhlak dan tasawuf sangatlah erat, bisa dikaitkan dua seperti mata uang, karna
untuk mencapai ilmu yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh kalangan
mutashawwiyah (pengamal tasawuf). Sementara yang terpenting dalam tasawuf adalah pencapaian
akhlak yang mulia disamping hal-hal yang terkait dalam kebutuhan.

Apa yang dilakukan kalangan mutashawwiyah akhirnya akan membuahkan pada akhlak mulia.
Namun demikian tidak semua kajian dan pengalaman tasawuf masuk kebidang akhlak. Tasawuf
memfokuskan pada dataran tazkiyah al-nafs (penyucian jiwa) membersihkan diri dari sifat
madzmumah (tercela) dan menghiasi akhlak dengan akhlak mahmudah.[7]

Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang
menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini menggunakan bahan – bahan
kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan
sebagainnya. Kedua, tasawwuf akhlaki, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan akhlak.
Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli
(menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab] yang
membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawwuf
amali, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul
dalam tharikat.

Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama mendekatkan
diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri
dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah
tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri.
Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution,
mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan
akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik
bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah,
yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu
mensifati diri dengan sifat- sifat yang dimiliki oleh Allah. Pada inti ajaran tasawuf adalah keluhuran
akhlak sebagai manifestasi dalam ma’rifatullah (mengenal Allah), yang dalam hadits nabi disebuit
dengan istilah ihsan: yaitu bagaimana seseorang dalam beribadah (bertindak, bersikap, dan bertutur
kata) selalu di awasi oleh allah.bertasawuf tanpa akhlak adalah mustahil. Untuk itu, seorang sufi
harus memiliki akhlak yang luhur, tidak saja kepada Allah, tetapi juga kepada manusia dan seluruh
makhlukNya. Islam adalah agama yang sangat menjaga keseimbangan dalam beragama. Antara
kesalehan ritual dan individual denagn kesalehan sosial harus seimbang.[8]
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari
tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat
khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu
yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin
yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.

F. Peran dan Fungsi Tasawuf dalam Kehidupan

Inti sari ajaran tasawuf bertujuan memperoleh hubungan langsung dengan Allah SWT, sehingga
seseorang akan merasa berada di hadirat-Nya. Upaya ini, antara lain dilakukan dengan kontemplasi
atau melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan bersifat sementara. Sikap dan
pandangan kaum sufi ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami jiwa yang
terpecah.

Kehadiran tasawuf dapat melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi
pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi yang tajam yang tajam ini menyebabkan seseorang akan
selalu mengutamakan pertimbangan pada setiap masalah yang dihadapi. Dengan cara demikian, ia
akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela menurut agama. Tasawuf akan membawa
manusia memiliki jiwa istiqamah, yaitu jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai ilahiah. Ia selalu
mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keadaan demikian meyebabkan ia tetap tabah dan tidak
mudah terhempas oleh cobaan yang akan membelokkannya ke jurang kehancuran. Dengan
demikian, stres dan putus asa akan dapat dihindari.

G. ALIRAN – ALIRAN TASAWUF

Sebagaimana yang dijelaskan dalam makalah Roni Abdul Ghoni rifa’i, perkembangan tasawuf di
kelompokan menjadi 3 macam bagian, yakni: Tasawuf akhlaki, Tasawuf amali, Tasawuf falsafi

1. Tasawuf akhlaki

Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa
yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat guna
mencapaikebahagiaan yang optimum, manusia harus lebih dahulu mengidentifikasi eksistensi dirinya
dengan dengan ciri-ciri ketuhanan melalui pensucian jiwa dan ragayang bermula dari pembentukan
pribadiyang bermoral dan berakhlak mulia, yang dalam ilmu tasawuf dikenal takhalli (pengosongan
diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri denag sifat-sifat terpuji), dan Tajalli (terungkapnya
nur ghaib dari hati yang tel;ah berhasil sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).

2. Tasawuf amali

Adalah sesuatu yanng membahas tentang bagai mana cara mendekatkan diri kepada Allah. Untuk
berada dekat pada Allah, seorang sufi harus menempuh jalan yang berisi station yang disebut
maqomat (tahapan), serta hal (kleadaan jiwa)
3. Tasawuf falsafi,

yaitu tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi intuitif dan visi rasional. Metode
pendekatannya kepada segi teoritis sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih
mengedepankan asas rasiodengan pendekatan-pendekatan filosofis.

Orang yang pertama memberikan perhatian kepada tumbuhnya aliran-aliran dalam tasawuf Islam itu
adalah Fakhruddin Al Razi. Secara garis besar, alam pemikiran tasawuf dalam Islam telah melahirkan
tujuh aliran besar. Ketujuh aliran itu adalah :

a. Aliran Ittihad (bersatunya manusia dengan tuhan)

Ittihâd berasal dari kata ittahada-yattahid-ittihâd (dari kata wâhid) yang berarti bersatu atau
kebersatuan. Sedangkan ittihâd menurut Abû Yazîd al-Busthâmî secara komprehensif maupun secara
etimologis berarti integrasi, menyatu, atau persatuan. Dan secara istilah, ittihâd merupakan
pengalaman puncak spiritual seorang sufi, ketika ia dekat, bersahabat, cinta, dan mengenal Allah
sedemikian rupa hingga dirinya merasa menyatu dengan Allah. Ittihâd dicapai dengan beberapa
proses (maqâmât) dengan tazkiyah al-nafs hingga melewati mahabbah dan ma‘rifah kemudian
mengalami fanâ’ dan baqâ’ sebagai pintu gerbang menuju ittihâd. Dengan kata lain sebelum
mengalami ittihâd para sufi harus mengalami al-fanâ’ ‘an al-nafs dan al-baqâ’ bi Allâh. Fanâ’ secara
etimologis berarti keluruhan diri kemanusiaan, hancur, lenyap dan hilang. Sedangkan baqâ’ secara
etimologis berarti kekal, abadi, tetap dan tinggal.

Dzunnun Almisry (245 H) adalah sufi yang pertama kalinya mengemukakan faham ma`rifah dalam
tasawuf dan dalam perkembangannya. Menurut Zun Nun, bahwa ma`rifah yang hakiki adalah
ma`rifah sifat wahdaniyyah yang bagi wali-wali Allah secara khusus karena mereka menyaksikan
Allah dengan hati mereka, maka terbukalah bagi mereka apa-apa yang tidak terbuka bagi orang
lainnya. Dan ma’rifat adalah proses akhir, dan justru menjadi awal beragama secara sejati. Inilah
makna dari perkataan yang masyhur dari salah seorang sahabat Rasul Ali r.a.: “Awaluddiina
Ma’rifatullah”. Awalnya Ad-Diin adalah mengenal Allah. Makrifat justru baru awalnya beragama,
bukan tujuan. Karena dengan mengenal Dia yang sebenarnya, barulah seseorang berinteraksi
dengan Ad-Diin yang sebenarnya pula.

a. Aliran Hulul (Inkarnasi)

Al-Hulul adalah kepercayaan bahwa Allah bersemayam di tubuh salah seorang, yang kiranya
bersedia untuk itu, karena kemurnian jiwanya dan kesucian ruhnya. Di antara orang-orang yang
menganut akidah dan kepercayaan ini ialah Al-Hallaj. Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil
tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat
kemanusiaannya melalui fana. Menurut keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma' sebagai dikutip
Harun Nasution, adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia
tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dilenyapkan. Di dalam teks Arab pernyataan tersebut berbunyi: "Sesungguhnya Allah memilih jasad-
jasad (tertentu) dan me-nempatinya dengan makna ketuhanan (setelah) menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaan". Paham bahwa Allah dapat mengambil tempat pada manusia ini, bertolak dari dasar
pemikiran al-Hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapat dua sifat dasar yaitu lahut
(ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari teorinya mengenai kejadian manusia
dalam bukunya bernama al-thaiwasim. Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, la hanya melihat diri-
Nya sendiri. Dalam kesendian-Nya itu terjadilah dialog antara Tuhan dengan diri-Nya sendiri, yaitu
dialog yang didalamnya tidak terdapat kata ataupun huruf.

Tokoh yang mengembangkan paham al- Hulul, sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh
yang mengembangkan paham al-Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur
al-Hallaj. la lahir tahun 244 H. (858 M.) di Negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia.
Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar
pada seorang Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di Negeri Ahwaz.
Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada seorang sufi bernama Amr al-Makki, dan pada
tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar pada. al-Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia
pernah juga menunaikan ibadah haji di Mekkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup yang singkat
ini jelas bahwa ia memiliki dasair pengetahuan tentang tasawuf yang cukup kuat dan mendalam.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar masuk penjara akibat konflik dengan ulama
fikih. Pandangan-pandangan tasawuf yang agak ganjil sebagaimana akan dikemukakan di bawah ini
menyebabkan seorang ulama fiqh bernama Ibn Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk
membantah dan memberantas pahamnya. Al-lsfahani dikenal sebagai ulama fikih penganut mazhab
Zahiri, suatu mazhab yang hanya mementingkan zahir Nas ayat belaka. Fatwa yang menyesatkan
yang dikeluarkan oleh Ibn Daud itu sangat besar pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj, sehingga al-
Hallaj ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalam penjara, dia dapat meloloskan
diri berkat bantuan seorang sifir penjara.

b. Aliran Ittishal

Aliran tasawuf Ittishal dikemukakan oleh para filsuf Islam terutama Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajah,
dan Ibnu Tufail.

Abu Nasr Muhammad Al-Farabi di dalam mengemukakan konsepsinya tentang tasawuf, tidak
terlepas dari keahliannya sebagi filsuf. Tasawuf menurut Al-Farabi, bukan hanya membahas masalah
amal untuk kebersihan jiwa, memerangi hawa nafsu, dan kelezatan badaniyah saja, tetapi juga harus
melalui akal dan pemikiran itu sendiri.

Al-Farbi memandang tingkat ma`rifah manusia dalam tasawuf adalah berjenjang naik dan apabila
manusia telah berada diatas jenjang Al-Aqlul Mustafad maka manusia mampu menerima nur
ketuhanan, berhubungan langsung dengan Al-Aqlul Fa`al.di tingkat ini manusia tidak lagi berada
dalam tingkat ijtihad tetapi telah berda dalam tingkat pemberian Tuhan hingga dapat berhubungan
langsung dengan Tuhan(Ittishal).

Al-Farabi mengemukakan bahwa sentral segal sesuatu adalah akal, maka dalam tasawufnya ia
berpendapat bahwa tujuan tasawuf terkhir adalah pencapaian sa`dah yang tertinggi dalam wujud
kesempurnaan ittishal dengan Al Aqlu Fa`al. Perkembangan akal dan peningkatannya tidak bisa lepas
dari perkembangan jiwa, peningkatan dan pembersihannya.

c. Aliran isyraq
Tokoh aliran Isyraq adalah Syihabuddin Yahya bin Hafash Suhrawardi. Sejak kecil ia telah belajar
agamadan menghafal Al-Qur`an kemudian belajar di Maraghah berguru dengan Imam Mahyuddin Al
Jilli, dilanjutkan dengan belajar kepada Zahiruddin Al Qari di Asfahan, dan diteruskan dengan belajar
kepada Al Mardini.

Suhrawardi mendasarkan teori filsafatnya kepada Isyraq. Kata Isyraq berasal dari bahasa Arab yang
berarti timur. Secara etimologi mengandung maksud terbitnya matahari dengan sinar yang terang.

d. Aliran Ahlul Malamah

Kaum ini, setingkali disebut dengan sebutan Malamatiyyah, Malamiyyah atau terkadang juga disebut
sebagai Ahl al-Malamah, yang pada dasarnya, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia
tasawuf.

Nama kaum ini, diambil dari kata malamah, yang secara bahasa yang artinya “celaan”, malamah
mengandung arti bahwa mereka tidaklah menganggap pendapat orang dalam tingkah peribadatan
mereka terhadap Tuhan. Kaum Malamati adalah orang-orang suci yang dengan sengaja menjalani
kehidupan hina, dengan tujuan untuk menyembunyikan hakikat pencapaian spiritual mereka. Aliran
Ahlul Malamah lahir di Nishapor pada bagian kedua abad ketiga hijriyah.Ahlul Malamah adalah
sekumpulan orang yang mencela dan merendahkan diri mereka karena itulah tempat kesalahan-
kesalahan.

Ajaran kaum malamatiyah ini pada dasarnya ialah mencela diri sendiri, merendahkan dan
menghinakannya didepan orang untuk melindungi keikhlasan dan kedekatan dirinya dengan Tuhan,
menjaga kemurnian ketulusan dan menjauhkan diri dari kesombongan.

Pendiri kaum Malamatiyyah ini, adalah Hamdun al-Qashshar, sufi abad ke-3 H/9 M, yang berasal dari
Naisyapur di Khurasan. Kaum Malamatiyyah mengikuti teladan dirinya, yaitu hidup secara batiniah
dalam kebersatuannya dengan Allah, sementara secara lahiriah, mereka bertindak seolah-olah
terpisah dari Tuhan. Dalam tasawuf, sikap pembawaan kaum Malamati ini merupakan sebuah watak
permanen dalam spiritualitas Islam, meskipun, banyak penyalahgunaan yang dinisbatkan terhadap
namanya, misalnya untuk mencampakkan syariat dan etika atau adab tradisional.

Kaum Malamatiyyah adalah guru serta pembimbing dan pemimpin manusia di jalan Tuhan.
Meskipun, tidak ada tindakan dari mereka yang tampak berbeda dari orang-orang awam. Satu di
antara mereka, adalah Muhammad, Rasul Allah, orang bijak yang menempatkan segala sesuatunya
di tempat yang seharusnya.

e. Aliran Wahdatul Wujud (pantheisme)

Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujud. Wahdat
artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdat al-
wujud berarti kesatuan wujud. Kata wahdah selanjutnya digunakan untuk arti yang bermacam-
macam. Di kalangan ulama klasik ada yang mengartikan wahdah sebagai sesuatu yang zatnya tidak
dapat dibagi-bagi pada bagian yang lebih kecil. Selain itu kata al-wahdah digunakan pula oleh para
ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma
(bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi
hakikatnya qadim dan berasal dari Tuhan. Pengertian wahdatul wujud yang terakhir itulah yang se-
lanjutnya digunakan para sufi, yaitu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya
adalah satu kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan
mengatakan, bahwa dalam paham wahdat al-wujud, nast yang ada dalam hulul diubah menjadi
khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua bagian sesuatu. Aspek
yang sebelah luar disebut Khalq dan yang sebelah dalam disebut Haqq. Kata-kata khalq dan haqq inj;
merupakan padanan kata al-'Arad (accident) dan al-Jauhar (substance) dan al-Zahir (lahir-luar-
tampak), dan al-bathin (dalam, tidak tampak).

Menurut paham ini tiap-tiap yang ada mempunyai dua aspek, yaitu aspek luar yang disebut al-Khalq
(makhluk) Al'arad (accident-kenyataan luar), zahir (luar-tampak), dan aspek dalam yang disebut al-
haqq (Tuhan), al-jauhar (substance-hakikat), dan al-bathin (dalam).

Selanjutnya paham ini juga mengambil pendirian bahwa dari kedua aspek tersebut yang sebenarnya
ada dan yang terpenting adalah aspek batin atau al-haqq yang merupakan hakikat, essensi atau
substansi. Sedangkan aspek al-khalq, luar dan yang tampak merupakan bayangan yang ada karena
adanya aspek yang pertama (al'haqq). Paham ini selanjutnya membawa kepada timbulnya paham
bahwa antara makhluk (manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarya satu kesatuan dari wujud Tuhan,
dan yang sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya bayang atau
foto copy dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari suatu dasar pemikiran bahwa Allah sebagai
diterangkan dalam al-hulul, ingin melihat diri-Nya di luar diri-Nya, dan oleh karena itu dijadikan-Nya
alam ini. Dengan demikian alam ini merupakan cermin bagi Allah. Pada saat la ingin melihat diri-Nya,
ia cukup dengan melihat alam ini. Pada benda-benda yang ada di alam ini Tuhan dapat melihat diri-
Nya, karena pada benda-benda alam ini terdapat sifat-sifat Tuhan, dan dari sinilah timbul paham
kesatuan. Paham ini juga mengatakan bahwa yang ada di alam ini kelihatannya banyak tetapi
sebenarnya satu. Hal ini tak ubahnya seperti orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin
yang diletakkan di sekelilingnya. Di dalam tiap cermin ia lihat dirinya kelihatan banyak, tetapi
sebenarnya dirinya hanya satu. Dalam Fushush al'Hikam sebagai dijelaskan oleh al-Qashimi dan
dikutip Harun Nasution, fama wahdatul wujud ini antara lain terlihat dalam ungkapan: “Wajah
sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin ia menjadi banyak”.

Paham Wahdatul Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun
1165. Setelah selesai studi di Seville, ia pindah ke Tunis di tahun 1145, dan di sana ia masuk aliran
sufi. Di tahun 1202 M. ia pergi ke Mekkah dan meninggal di Damaskus di tahun 1240 M. Selain
sebagai sufi, Ibn Arabi juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Jumlah buku yang dikarangnya
menurut perhitungan mencapai lebih dari 200, di antaranya ada yang hanya 10 halaman, tetapi ada
pula yang merupakan ensiklopedia tentang sufisme seperti kitab Futuhah al'Makkah. Disamping
buku ini, bukunya yang termasyhur ialah Fusus al-Hikam yang juga berisi tentang tasawuf.

Menurut Hamka, Ibn Arabi dapat disebut sebagai orang yang telah sampai pada puncak wahdatul
wujud. Dia telah menegakkan pahamnya dengan berdasarkan renungan pikir dan filsafat dan zauq
tasawuf. la menyajikan ajaran tasawufnya dengan bahasa yang agak berbelit-belit dengan tujuan
untuk menghindari tuduhan, fitnah dan ancaman kaum awam sebagaimana dialami al-Hallaj.

Anda mungkin juga menyukai