Anda di halaman 1dari 3

1.

A. hak Indonesia atas Zona Ekonomi Eksklusif ZEE) di Laut China Selatan juga sangat jelas dan konsisten,
dan hal ini sejalan dengan Hukum Laut Internasional 1982. Sikap Indonesia atas ZEE itu juga didukung
oleh putusan mahkamah internasional pada tahun 2016.Indonesia menegaskan semua negara harus
berkontribusi untuk memelihara kestabilan dan perdamaian di Laut China Selatan.

Ketentuan Pembajakan laut lepas berdasarkan konvensi Jenewa 1958 dan Konvensi Hukum laut PBB
1982 Pembajakan di Laut Lepas ini telah diatur berdasarkan hukum kebiasaan internasional, karena
dianggap telah mengganggu kelancaran pelayaran dan negara memiliki hak untuk melaksanakan
yurisdiksi berdasarkan hukum yang berlaku dalam negaranya.

B. Buku

C. Hukum Internasional Umum, Universal, atau Global

Hukum internasional umum, universal, atau global adalah hukum internasional yang berlaku secara
umum, universal atau global di seluruh dunia terhadap semua atau bagian terbesar subyek-subyek
hukum internasional pada umumnya, dan negara-negara pada khususnya. Kaidahkaidah hukum
internasional semacam ini, bisa berbentuk hukum kebiasaan internasional, misalnya kewajiban setiap
negara menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan kesamaan (derajat sesama negara; kewajiban
setiap negara untuk menghormati hak-hak asasi manusia, hak menentukan nasib sendiri dari bangsa-
bangsa, hak dan kedaulatan setiap negara atas sumber daya alam yang terdapat di dalam wilayahnya;
merupakan beberapa contoh saja dari kaidah-kaidah hukum internasional global, universal atau umum,
yang berbentuk perjanjian-perjanjian internasional, misalnya, Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982
(UNCLOS III/1982)

2.

A. Dalam perumusan konvensi ini, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima instrumen
ratifikasi dan aksesi, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa menyediakan dukungan untuk pertemuan
negara-negara peserta konvensi. PBB tidak memiliki peran operasional langsung dalam pelaksanaan
konvensi. Peran PBB hanyalah melalui organisasi-organisasi dunia yang menangani masalah-masalah
maritim dan kelautan seperti Organisasi Maritim Internasional. Sebagai tindak lanjut atas ratifikasi
UNCLOS tersebut, kini Indonesia sejak tahun 2014 telah memiliki payung hukum yang menekankan
kewilayahan laut Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan,
yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014, dan dicantumkan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603.

B. Indonesia menganut doktrin gabungan, yaitu inkorporasi (monoisme) untuk perjanjian-perjanjian


internasional yang menyangkut keterikatan negara sebagai subjek hukum internasionalsecara eksternal.
Akan tetapi menganut doktrin transformasi (dualisme) untuk perjanjian internasional yang menciptakan
hak dan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun apabila ditinjau lebih jauh melalui Pasal 7 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
maka berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan dapat disimpulkan bahwa Indonesia
menganut aliran dualisme dimana perlu dilakukan transformasi hukum? internasional ke dalam produk
hukum nasional

1) Di beberapa negara, seperti Britania Raya misalnya, pandangan dualisme sangat dominan. Hukum
internasional baru menjadi bagian dari hukum nasional Britania setelah diubah menjadi hukum nasional.
Sebuah perjanjian "tidak memiliki kekuatan hukum dalam hukum nasional sebelum sebuah Undang-
Undang Parlemen disahkan untuk memberi kekuatan hukum terhadapnya.

2) Amerika Serikat memiliki sistem monis-dualis "campuran". Hukum internasional berlaku langsung di
pengadilan Amerika Serikat dalam beberapa perkara tetapi tidak pada perkara lainnya. Konstitusi
Amerika Serikat, pasal VI, memang mengatakan bahwa perjanjian adalah bagian dari hukum tertinggi
negara

C. negara harus memilih teori menganut monisme atau dualisme. Karena Setiap negara memutuskan
sesuai tradisi hukumnya sendiri. Hukum internasional hanya mensyaratkan bahwa aturan-aturannya
harus tetap dihormati, dan negara-negara bebas memutuskan cara mereka menghormati aturan-aturan
ini dan memberikannya kekuatan hukum di ranah nasional.

3.

A. Subyek hukum dari kasus diatas adalah Negara Indonesia,

B. Indonesia tidak ikut melakukan claim laut cina selatan akan tetapi Indonesia memperjuangkan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, tepatnya di perairan Natuna, kepulauan Riau. Karena kapal china
tiongkok memasuka wilayah tersebut dan membuat perseteruan dengan negara Indonesia

C. hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas
prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga
harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya. Subjek hukum
internasional dapat melakukan klaim dan tuntutan jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh negara
lain.

4.

A. China mengklaim hampir keseluruhan kawasan di Laut China Selatan seluas 3,5 juta kilometer persegi
atas apa yang disebut “sembilan garis putus-putus,” yang menurut negara itu berdasarkan pada peta-
peta kuno. Klaim China tidak hanya tumpang tindih dengan Filipina, namun juga dengan Brunei,
Malaysia, Vietnam dan Taiwan. Beberapa perselisihan tersebut telah berlangsung selama beberapa
dasawarsa atau bahkan berabad-abad. Namun, ketegangan semakin memburuk di tahun-tahun
belakangan ini, sejak Beijing melakukan berbagai tindakan untuk memperkuat kendalinya atas wilayah
yang disengketakan.

B. Cara memperoleh yang dibenarkan menurut hukum internasional, yaitu okupasi, akkresi, prespeksi,
cessi.
C. Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap
kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan koordinat:
4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E.
Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya
sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional

Tahun 1947, Cina mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan negara itu. Peta itu menunjukkan
dua rangkaian pulau yang masuk dalam wilayah mereka. Klaim itu juga diangkat Taiwan, yang masih
dianggap Cina sebagai provinsinya yang membangkang.Vietnam menyanggah klaim Cina dengan
mengatakan Beijing tidak pernah mengklaim kedaulatan atas kepulauan itu sampai tahun 1940-an dan
mengatakan dua kepulauah itu masuk dalam wilayah mereka.Selain itu Vietnam juga mengatakan
mereka menguasasi Paracel dan Spratly sejak abad ke-17, dan memiliki dokumen sebagai bukti. Negara
lain yang mengklaim adalah Filipina, yang mengangkat kedekatan secara geografis ke kepualauan Spratly
sebagai landasan klaim sebagian kepulauan itu.

Anda mungkin juga menyukai