Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MELAWAN KORUPSI DI INDONESIA

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi

Dosen Pengampu

ADI PURNOMO SANTOSO, S.H., M.H.

Disusun Oleh

RISKA MAULIDYA

(193403516105)

UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

AKUNTANSI

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena kejahatan yang seringkali terjadi di Indonesia adanya tindak


kejahatan korupsi. Korupsi di negara Indonesia dianggap sudah membudaya dan
sulit sekali untuk dihindarkan. Karena memang dalam praktek pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat segala sesuatu tidak akan lepas dari adanya praktek
tindak kejahatan korupsi.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu masalah yang selalu menjadi
sorotan dan sekaligus keprihatinan masyarakat, karena korupsi merupakan benalu
sosial yang merusak sendi-sendi struktur pemerintahan dan menjadi hambatan
paling utama dalam pembangunan.1

Pada intinya korupsi adalah perbuatan imoral dari dorongan untuk


memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan. Seperti bentuk-
bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat, perbuatan korupsi termasuk
salah satu kejahatan yang dikutuk masyarakat dan terus diperangi oleh pemerintah
dengan seluruh aparatnya. Hal ini disebabkan karena akibat serta bahaya yang
ditimbulkan oleh perbuatan tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan
negara, menghambat dan mengancam program pembangunan, bahkan dapat
berakibat mengurangi partisipasi masyarakat dalam tugas pembangunan dan
menurunnya kepercayaan rakyat pada jajaran aparatur pemerintah.

Perbuatan korupsi terjadi dimana-mana, dan justru sering terjadi di negara


berkembang termasuk di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh belum
mantapnya sistem administrasi keuangan pemerintahan, belum lengkapnya
peraturan yang dimiliki, serta masih banyaknya ditemui celah-celah ketentuan
yang merugikan masyarakat, lemah dan belum sempurnanya sistem pengawasan

1
Kartini Kartono. 1988. Patologi Sosial. Jakarta. Bina Aksara. Hal.3.

2
keuangan dan pembangunan, serta tingkat penggajian atau pendapatan pegawai
negeri yang rendah, di samping itu juga masih dijumpai beberapa kendala yang
menyebabkan kurang efektifnya upaya-upaya pemberantasan korupsi, yang
menyebabkan pemberantasan korupsi yang telah dilakukan belum mencapai hasil
seperti yang diharapkan.

Dalam upaya untuk mencapai keberhasilan pembangunan bidang hukum


perlu didukung adanya peningkatan sarana dan prasarana serta peningkatan
pendayagunaannya, pemantapan, kedudukan dan peranan badan-badan penegak
hukum merupakan pihak yang beruhubungan langsung dengan proses penegak
hukumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa antara pembangunan dan
kejahatan atau pelanggaran hukum ada hubungan yang erat. Oleh karena itu,
perencanaan pembangunan harus meliputi juga perencanaan perlindungan
masyarakat terhadap pelanggaran hukum.

Faktor yang merupakan kendala dalam upaya pemberantasan korupsi


tersebut, yang kita jumpai selama ini antara lain meliputi; belum memadainya
sarana dan skill aparat penegak hukumnya. Kejahatan korupsi yang terjadi baru
diketahui setelah memakan waktu yang lama, sehingga para pelaku telah
memindahkan, menggunakan dan menghabiskan hasil kejahatan korupsi tersebut,
yang berakibat upaya pengembalian keuangan negara relatif sangat kecil,
beberapa kasus besar yang menanganannya kurang hati-hati telah memberi
dampak negatif terhadap proses penuntutan perkaranya.2

Salah satu kelemahan dalam pemberantasan korupsi dari segi hukum


sehingga menghambat aparat penegak hukum terletak pada “masalah
pembuktian”. Hal ini sebagai akibat dari cara berpikir hukum Barat diterima
begitu saja tanpa mengolahnya kembali sesuai kebudayaan timur dan hukum.3

Indonesia memang tergolong rentan dengan persoalan-persoalan korupsi


dan dikategorikan sebagai negara Otoriter Birokrasi (OB) Rente, artinya negara
via elit pejabat negara (pejabat) memungkinkan tumbuhnya kelompok beruasi
2
Ibid. Hal. 13.
3
Juniadi Sowartojo. 1988. Korupsi. Jakarta. Balai Pustaka. Hal. 102.

3
yang mendapatkan fasilitas proteksi, lisensi dan kemudahan-kemudahan lainnya.
Atas fasilitas tersebut kaum berjuasi (pengusaha) memberikan imbalan kepada elit
negara dengan perkataan lain dalam sistem negara OB Rente ini memungkinkan
terjadinya korupsi, kolusi dan berbagai jenis kejahatan jabatan lainnya.4

Banyak sekali hambatan dalam pemberantasan korupsi. Terlebih bila


korupsi sudah secara sistemik mengakar dalam segala aspek kehidupan
masyarakat di sebuah negara. Beragam cara dicoba, namun prkatek korupsi tetap
subur dan berkembang baik sari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kegagalan
pemberantasan korupsi di masa lalu tidak boleh menyurutkan keinginan semua
pihak untuk memberantas korupsi. Perlu dipahami bahwa tidak ada satu konsep
tunggal yang dapat menjawab bagaimana korupsi harus dicegah dan diberantas.
Semua cara, strategi dan upaya harus dilakukan dalam rangka memberantas
korupsi.

Berdasarkan alasan tersebut maka dalam kesempatan ini akan dipaparkan


berbagai upaya pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktekkan di
berbagai negara. Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali
bersama untuk melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas
korupsi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini


adalah :

1. Bagaimanakah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia?


2. Apa saja strategi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia?
3. Berdasarkan landasan hukum apa pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?

BAB II
4
Arief Budiman. 1991. Negara dan Pembangunan. Salatiga. Yayasan Padi dan Kapas.

4
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Terkait

2.1.1 Tindak Pidana Korupsi

2.1.2 Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Secara normatif, didalam peraturan perundang-undangan di


Indonesia tidak terdapat pengertian secara khusus tentang korupsi. Pada
umumnya, dalam Pasal 1 peraturan perundang-undangan terdapat
ketentuan umum yang berisi tentang pengertian-pengertian, akan tetapi
tidak bagi perundang-undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 2 ayat (2) terdapat
kalimat, “Perbuatan sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) merupakan
tindak pidana korupsi” Pasal 2 ayat (1) adalah salah satu jenis tindak
pidana korupsi yaitu perbuatan memperkaya diri sendiri dan atau orang
lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Merujuk pada pengertian tersebut, maka tindak
pidana korupsi secara normatif adalah perbuatan memperkaya diri yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.5

Menurut World Bank, definisi paling sederhana dari korupsi adalah


penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Berdasarkan pandangan huku, dikatakan korupsi apabila memenuhi unsur-
unsur perbuatan yang melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan,
kesempatan atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi, dan merugikam keuangan negara atau perekonomian negara.
Nawatmi (2014), menyatakan bahwa suatu perbuatan dikatakan sebagai
tindakan korupsi diantaranya apabila memberi atau menerima hadiah atau
janji dan penyuapan, penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam

5
Tolib Effendi. 2019. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Surabaya. Scopindo
Media Pustaka. Hal. 06.

5
jabatan, ikut serta dalam pengadaan dan menerima gratifikasi bagi
pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Banyak opini yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.


Beberapa orang mengatakan bahwa salah satu upaya yang paling tepat
dalam memberantas korupsi adalah dengan menghukum para pelaku
korupsi dengan hukuman yang seberat-beratnya. Opini ini pasti akan
menggiring kita pada realita bahwa Indonesia sendiri telah memiliki
lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan-
peraturan baik kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Kenyataan bahwa
Indonesia juga telah memiliki lembaga independen yang bernama Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah satu upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia. Namun yang terjadi saat ini masih banyaknya kasus-
kasus korupsi yang seakan tumbuh subur di Indonesia. Pendapat lain
menyatakan bahwa salah satu upaya pencegahan korupsi adalah dengan
memberikan bekal pendidikan yang mendalam kepada generasi penerus
bangsa. Hal fakta bahwa beberapa negara-negara dengan masyarakat yang
terhitung taat justru menjadi negara tingkat korupsi tertinggi.6

2.2 Pembahasan

Jon S.T. Quah, salah seorang ahli pemberantasan korupsi,


mengidentifikasi tiga pola inisiatif pemberantasan korupsi di negara-negara Asia.
Pola pertama, negara punya undang-undang pemberantasan korupsi tetapi tidak
punya badan pemberantasan korupsi independen; pola kedua, negara punya
undang-undang pemberantasan korupsi dengan satu badan pemberantasan korupsi
yang independen. Ia berpendapat bahwa pola yang ketiga adalah model
pemberantasan korupsi yang paling efektif; sebab, satu badan independen yang
semata-mata berfokus pada pemberantasan korupsi tidak akan dibelokkan oleh

6
Tri Karyanti, Yani Prihati & Sita Tridian Galih. 2019. Pendidikan Anti Korupsi
Berbasis Multimedia. Sleman. CV Budi Utama. Hal. 59.

6
prioritas-prioritas lain.7 Meski begitu, mengadopsi pola ketiga saja bukan jaminan
keberhasilan. Sebagaimana diperlihatkan dalam berbagai kasus di Hong Kong dan
Singapura, dukungan politik sangat penting guna melengkapi staf yang kompeten,
dan kewenangan yang luas, terutama dalam menindak kasus-kasus korupsi.8

Michael Johnston dan Sahr J. Kpundeh berpendapat bahwa gerakan sosial


integratif yang melibatkan tokoh pemerintahan dan swasta diperlukan untuk
memobilitasi partisipasi dan advokasi.9 Gerakan sosial ini bisa dijalankan sebagai
strategi pemberantasan korupsi. Mereka meyakini, “Jika ditopang perencanaan
yang cermat dan serangkaian insentif beragam, gerakan sosial intergratif bisa
memperkuat kehendak politik dan meningkatkan kekuatan masyarakat sipil.”

Di samping itu, aktivitas pemberantasan korupsi berfokus pada


penindakan kasus skala besar atau yang melibatkan pejabat tinggi. Dengan
demikian, sifat aktivitas pemberantasan korupsi adalah untuk menciptakan efek
jera-lebih berfokus pada investigasi maupun penindakan-dan bersifat jangka
pendek atau dalam beberapa kasus jangka menengah. Karena itu, inisiatif
pemberantasan korupsi yang diuraikan dalam makalah ini cenderung berfokus
pada penindakan hukum kasus korupsi di tingkat nasional atau di tingkat daerah
tetapi melibatkan tokoh nasional, misalnya kasus-kasus Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) terdahulu yang melibatkan kepala daerah (misal, Gubernur Aceh
dan Gubernur Sumatera Utara).

Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas
korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian,
dibidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang
paling tepat untuk memberantas korupsi. Merupakan sebuah realita bahwa kita
sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas korupsi yaitu
7
Jon S.T Quah, “Combating Corruption in the Asia-Pacific Countries: What do We
Know and What Needs to Be Done?”, makalah disampaikan pada Asia-Pacific
Governance Institute’s Conference on The Many Faces of Public Management Reform in
the Asia-Pacific di Bangkok, Thailand, 7-9 Juli 2008. Hal. 20.
8
Ibid. Hal. 22.
9
Michael Johntson dan Sahr J. Kpundeh, Building a Clean Machine: Anti-Corruption
Coalitions and Sustainable Reform (Washington D.C.: World Bank Institute, 2003). Hal.
iv.

7
peraturan perundang-undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang
mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya
untuk memberantas korupsi. Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh
subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya lagi, dalam realita ternyata
lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut
menumbuhsuburkan korupsi yang terjadi di Indonesia.10

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal pendidikan (termasuk


Pendidikan Agama) memegang peranan sangat penting untuk mencegah korupsi.
Benarkah demikian? Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat
korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya
dapat dikatakan cukup taat beragama.

Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan


lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi.
Reformasi ini meliputi reformasi terhadap sistem, kelembagaan maupun pejabat
publiknya. Ruang untuk korupsi harus diperkecil. Transparansi dan akuntabilitas
serta akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus
ditingkatkan. Penting pula untuk membentuk lembaga independen yang bertugas
mencegah dan memberantas korupsi. Lembaga ini harus
mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya kepada rakyat. Ruang gerak
serta kebebasan menyatakan pendapat untuk masyarakat sipil (civil society) harus
ditingkatkan, termasuk di dalamnya mengembangkan pers yang bebas dan
independen.

Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih “sudah sesuai
prosedur”. Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut, sebaliknya
memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif. Politisi tidak lagi mengabdi
kepada konstituennya. Partai politik bukannya dijadikan alat untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, melainkan menjadi ajang untuk
10
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal 89.

8
mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidana korupsi merupakan
masalah yang serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas
dan keamanan Negara dan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial,
politik, dan ekonomi masyarakat, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai
demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak
pidana korupsi tersebut. Sehingga harus disadari meningkatnya tindak pidana
korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas
kerugian Negara dan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara.11

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak


sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak
dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah
menjadi kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes). Sehingga dalam upaya
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi dibutuhkan
“cara-cara yang luar biasa” (extra-ordinary crimes). Penyebab terjadinya korupsi
di Indonesia menurut Abdullah Hehamahua, berdasarkan kajian dan pengalaman
setidaknya ada delapan penyebab, yaitu sebagai berikut :

a) Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru


b) Kompensasi PNS yang Rendah
c) Pejabat yang Serakah
d) Law Enforcement Tidak Berjalan
e) Disebabkan law enforcement tidak berjalan dimana aparat penegak hukum
bisa dibayar mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka
hukuman yang dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan sehingga
tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor.
f) Pengawasan yang Tidak Efektif
g) Tidak Ada Keteladanan Pemimpin
h) Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN

Ermansjah Djaja. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta. Sinar Grafika.
11

Hal 3.

9
A. Konsep Pemberantasan Korupsi

Sebelum melangkah lebih jauh membahas upaya pemberantasan korupsi,


berikut pernyataan yang dapat didiskusikan mengenai strategi atau upaya
pemberantasan korupsi (Fijnaut dan Huberts : 2002):

It is always necessary to relate anti-corrupton strategies to characteristics


of the actors involved (and the environment they operate in). There is no
single concept and program of good governance for all countries and
organizitaions, there is no ‘one right way’. There are many intiatives and
most are tailored to specifics contexts. Societies and organizations will
have to seek their own solutions.

Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa sebuah kasus korups tidak
bisa disamaratakan cara penanganannya. Strategi atau upaya pemberantasan
korupsi sangat perli melihat karakteristik dari lingkungan di mana para koruptor
ini berada. Begitu banyak strategi dan cara yang semuanya harus disesuaikan
dengan konteks, masyarakat, maupun organisasi yang dituju. Setiap negara,
masyarakat maupun organisasi harus dapat mencari cara tersendiri dalam
memberantas korupsi yang berjalan. Tidak ada strategi khusus yang diberlakukan
secara internasional sebagai strategi pemberantasan korupsi.12

Menurut UUD 1945 Amandemen Pasal 1 ayat (3) : Indonesia ialah Negara
Hukum. Sebagaimana layaknya suatu negara hukum, maka kepentingan
masyarakat banyak harus mendapat perlindungan dari pemerintah, seperti tersebut
dalam Alinea IV UUD 1945 Amandemen : “...untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia ...”.
Perlindungan tersebut selanjutnya merupakan hak-hak warga negara yang diatur
dan dijabarkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Warga negara
berhak untuk hidup aman, damai, tenteram, terhindar dari berbagai tindak
kejahatan. Bilamana terjadi tindak kejahatan, maka aparat penegak hukum harus
segera bertindak sesuai kewenangan yang dimiliki. Dengan adanya tindakan oleh
12
Tri Karyanti, Yani Prihati & Sita Tridian Galih. 2019. Pendidikan Anti Korupsi
Berbasis Multimedia. Sleman. CV Budi Utama. Hal. 60.

10
aparat penegak hukum, diharapkan kejahatan tidak semakin meluas. Bilamana
penegak hukum kurang baik seperti sekarang ini maka kejahatan semakin
berkembang, korupsi semakin marak, kasus suap terjadi dimana-mana,
penyalahgunaan narkotika, dan sebagainya hanya dapat dikendalikan dari lembaga
permasyarakatan. Akhirnya, sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang
ada pada akhirnya tergantung pada aparat penegak hukumnya.

B. Upaya Penanggulangan Kejahatan (Korupsi) Dengan Hukum Pidana

Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan


istilah politik kriminal atau crminal policy oleh G. Peter Hoefnagels dibedakan
sebagai berikut (Nawawi Arief : 2008) :

1. Kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application);


2. Kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without
punishment);
3. Kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai
kejahatan dan pemindaaan lewat mass media (influencing viewa of society
on crime and punishment / mass media) (atau media lainnya seperti
penyuluhan, pendidikan dan lain-lain)

Melihat perbedaan tersebut, secara garis besar upaya penanggulangan


kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni melalui jalur penal (dengan
menggunakan hukum pidana) dan jalur non-penal (diselesaikan di luar hukum
pidana dengan sarana-sarana non-penal). Secara kasar menurut Barda Nawawi
Arief, upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan
pada sifat respressive (penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan
terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif
(pencegahan). Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat dilihat
sebagai tindakan preventif dalam arti luas (Nawawi Arief : 2008).13

Sasaran dari upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non-penal


adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan dalam hal

13
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 90.

11
korupsi, yakni berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi baik politik,
ekonomi maupun sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat
menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan ini, upaya non-penal
seharusnta menjadi kunci atau memiliki posisi penting atau dalam istilah yang
digunakan oleh Barda Nawawi Arief ‘memiliki posisi strategis dari keseluruhan
upaya politik kriminal’.14

Upaya yang kedua adalah upaya penal dengan memanggil atau


menggunakan hukum pidana atau dengan menghukum atau memberi pidana atau
memberikan penderitaan atau nestapa bagi pelaku korupsi.

Ada hal penting yang patut dipikirkan dalam menggunakan upaya penal.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sarana penal memiliki ‘keterbatasan’
dan mengandung beberapa ‘kelemahan’ (sisi negatif) sehingga fungsinya
seharusnya hanya digunakan secara ‘subsidair’. Pertimbangan tersebut (Nawawi
Arief : 1998) adalah :

 Dilihat secara dogmatis, sanksi pidana merulakan jenis sanksi yang paling
tajam dalam bidang hukum, sehingga harus digunakan sebagai ultimum
remedium (obat yang terakhir apabila cara lain atau bidang hukum lain
sudah tidak dapat digunakan lagi);
 Dilihat secara fungsional/pragmatis, operasionalisasi dan aplikasinya
menuntut biaya yang tinggi;
 Sanksi pidana mengandung sifat kontradiktif/paradoksal yang
mengandung efek samping yang negatif. Hal ini dapat dilihat dari kondisi
overload Lembaga Permasyarakatan;
 Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya
merupakan ‘kurieren am symptom’ (menyembuhkan gejala), ia hanya
merupakan pengobatan simptomatik bukan pengobatan kausatif karena
sebab-sebab kejahatan demikian kompleks dan berada di luar jangkauan
hukum pidana;

14
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 91.

12
 Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (sub kecil) dari sarana
kontrol sosial lainnya yang tidak mungkin mengatasi kejahatan sebagai
masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks;
 Sistem pemindanaan bersifat fragmentair dan individual/personal; tidak
bersifat struktural atau fungsional;
 Efektifitas pidana (hukuman) bergantung pada banyak faktor dan masih
sering diperdebatkan oleh para ahli.

C. Berbagai Strategi dan/atau Upaya Pemberantasan Korupsi

Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan


untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang
dinamakan the Global Program Againt Corruption dan dibuat dalam bentuk
United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC : 20014).15

1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

a. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga
yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa
negara di dirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga ini pertama
kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitieombudsmannen pada
tahun 1809. Peran lembaga ombudsman –yang kemudian berkembang pula di
negara lain—antara lain menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak
mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya.
Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat
serta mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi lembaga
pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran dari
ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat
mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari
pegawai pemerintah (UNODC : 2004). Di Hongkong dibentuk lembaga anti
korupsi yang bernama Independent Commission against Corruption (ICAC); di
Malaysia dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA). Kita sudah memiliki

15
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 93.

13
Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga
tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

b. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan
baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial
(tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh
hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya
buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti
pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan. Yang
menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki
keinginan yang kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru
terlibat dalam berbagai perkara korupsi.

c. Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat


Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali
‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat
tinggi.

d. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk
mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi.
Salah satu cara untuk menghindari praktek suap menyuap dalam rangka pelayanan
publik adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus dikeluarkan
oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus
SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.16

e. Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi resiko korupsi adalah
dengan memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum
Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh
Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di
Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada

16
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 94.

14
Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja
tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan
di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi.

f. Dalam berbagai pemberitaan di media massa, ternyata korupsi juga banyak


dilakukan oleh anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun di daerah (DPRD).
Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota
parlemen justru melakukan berbagai macam korupsi yang ‘dibungkus’ dengan
rapi. Daftar anggota DPR dan DPRD yang terbukti melakukan korupsi menambah
panjang daftar korupsi di Indonesia. Untuk itu kita perlu berhati-hati ketika
‘mencoblos’ atau ‘mencontreng’ pada saat Pemilihan Umum. Jangan asal
memilih, pilihlah wakil rakyat yang punya integritas. Berhati-hati pula ketika
DPR atau DPRD akan mengeluarkan suatu kebijakan atau peraturan perundang-
undangan. Salah-salah kebijakan tersebut justru digunakan bagi kepentingan
beberapa pihak bukan bagi kepentingan rakyat. Untuk itulah ketika Parlemen
hendak mengeluarkan sebuah kebijakan yang akan mempengaruhi hajat hidup
orang banyak, masyarakat sipil (civil society) termasuk mahasiswa dan media
harus ikut mengawal pembuatan kebijakan tersebut.

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

a. Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat
publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik
sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat
memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki
khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat.
Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi
dialihkan kepemilikannya kepada orang lain misalnya anggota keluarga. 17

b. Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat,


daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah
dengan melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi

17
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 95.

15
otoritas atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan
atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat
memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor
hal ini.

c. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekruitan pegawai negeri dan anggota
militer baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi dalam kondisi ini.
Sebuah sistem yang transparan dan akuntabel dalam hal perekruitan pegawai
negeri dan anggota militer juga perlu dikembangkan.

d. Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang


menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir (result
oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan motivasi
kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif
yang sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif
lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri. Tentu saja pemberian ini harus
disertai dengan berbagai pra-kondisi yang ketat karena hal ini juga berpotensi
korupsi, karena salah-salah hal ini justru dipergunakan sebagai ajang bagi-bagi
bonus diantara para pegawai negeri.18

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

a. Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada masyarakat
untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah
sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan
hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan
pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.
Pemerintah memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.

b. Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap
bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian yang

18
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 96.

16
sangat penting dari upaya memberantas korupsi. Salah satu cara untuk
meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang
bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik mengenai apa itu
korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan.
Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik
cetak maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Spanduk dan poster yang
berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-
kantor pemerintahan sebagai media kampanye tentang bahaya korupsi. Di
beberapa negara termasuk Indonesia, isu korupsi dimasukkan sebagai salah satu
bagian dari mata pelajaran atau mata kuliah baik di tingkat sekolah dasar maupun
menengah dan perguruan tinggi. Sayangnya subjek ini belum diberikan secara
nasional. Transparency International juga mengeluarkan toolkit mengenai
pendidikan anti korupsi untuk anak di tingkat pendidikan dasar. Mata kuliah yang
mahasiswa pelajari saat ini adalah salah satu cara supaya mahasiswa dapat
mengetahui selukbeluk korupsi dan meningkatkan kepedulian serta kesadaran
akan bahaya korupsi. Di beberapa sekolah didirikan ‘Kantin Kejujuran’ yang
bertujuan untuk melatih kejujuran siswa. 19

c. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan
memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk
melaporkan kasus korupsi. Sebuah mekanisme harus dikembangkan di mana
masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus
korupsi yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah atau
disederhanakan misalnya via telepon, surat atau telex. Dengan berkembangnya
teknologi informasi, media internet adalah salah satu mekanisme yang murah dan
mudah untuk melaporkan kasus-kasus korupsi.

d. Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan ‘pencemaran nama baik’ tidak
dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan
pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan
individu. Walaupun sudah memiliki aturan mengenai perlindungan saksi dan

19
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 97.

17
korban yakni UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
masyarakat Indonesia masih dihantui ketakutan akan tuntutan balik melakukan
fitnah dan pencemaran nama baik apabila melaporkan kasus korupsi.20

e. Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak
informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya
korupsi. Menurut Pope media yang bebas sama pentingnya dengan peradilan yang
independen. Selain berfungsi sebagai alat kampanye mengenai bahaya korupsi,
media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku
pejabat publik. Henry Grunwald, pemimpin redaksi Time menyatakan bahwa
‘pemerintahan yang terpilih secara demokratis dan patuh sekalipun dapat dengan
mudah menjadi pemerintah yang korup apabila kekuasaannya tidak diawasi oleh
pers yang bebas’. Media mempunyai peranan khusus dalam perang melawan
korupsi. Pejabat publik mungkin lebih mudah tergoda untuk menyalahgunakan
jabatan mereka untuk kepentingan pribadi bila mereka yakin tidak ada resiko
bahwa perbuatan mereka akan terbongkar dan diungkapkan oleh pers (Pope:
2003). Namun media juga memiliki titik lemah. Hal ini terjadi apabila media
tersebut dimiliki oleh pemerintah. Umumnya pemerintah adalah pemilik stasiun
televisi dan radio terbesar dalam suatu negara. Kita ambil contoh saja TVRI dan
RRI. Karena milik pemerintah, tentu saja independensinya tidak dapat terlalu
diandalkan. Salah satu titik lemah lagi dari media adalah pekerjaan jurnalisme
yang berbahaya. Penculikan, penganiayaan dan intimidasi terhadap jurnalis atau
wartawan menjadi hal yang biasa (Pope : 2003). Segala macam cara akan
digunakan oleh mereka (terutama yang memiliki uang dan kekuasaan) yang tidak
ingin namanya tercoreng karena pemberitaan di media. Selain itu banyak pula
negara yang berupaya untuk melakukan penyensoran terhadap informasi yang
akan diberitakan oleh media atau bahkan pencabutan ijin usaha sebuah media.

f. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau
internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas
korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang

20
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 97.

18
keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM baru
yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti pers
yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku
pejabat publik. Simak saja apa yang telah dilakukan oleh ICW (Indonesia
Corruption Watch), salah satu LSM lokal yang berkedudukan di Jakarta. LSM ini
menjadi salah satu garda terdepan yang mengawasi segala macam perbuatan
pemerintah dan perilaku anggota parlemen dan lembaga peradilan. Sama seperti
pekerjaan jurnalisme yang berbahaya, penculikan, penganiayaan dan intimidasi
terhadap aktivis LSM sangat sering terjadi.21

g. Salah satu cara lain untuk mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan
menggunakan atau mengoperasikan perangkat electronic surveillance. Electronic
surveillance adalah sebuah perangkat atau alat untuk mengetahui dan
mengumpulkan data dengan menggunakan peralatan elektronik yang dipasang
pada tempat-tempat tertentu. Alat tersebut misalnya audio-microphones atau
kamera video (semacam kamera CCTV atau Closed Circuit Television) atau data
interception dalam kasus atau di tempat-tempat di mana banyak digunakan
telepon genggam dan electronic mail (e-mail) atau surat elektronik. Namun di
beberapa negara, penggunaan electronic surveillance harus disetujui terlebih
dahulu oleh masyarakat, karena masyarakat tidak ingin pemerintah ‘memata-
matai’ segenap aktivitas dan gerak langkah yang mereka lakukan. Tindakan
memata-matai atau ‘spying’ ini, dalam masyarakat yang demokratis dianggap
melanggar hak asasi terutama hak akan privacy. Dalam beberapa kasus, negara
yang otoriter justru akan menggunakan data yang terekam dalam electronic
surveillance untuk melakukan intimidasi terhadap rakyatnya.

Pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Karena


termasuk dalam kategori kejahatan yang luar biasa, korupsi juga harus diberantas
secara luar biasa pula. Korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan (crimes agains
humanity) harus diberantas dengan cara yang tepat. Seperti yang dituturkan oleh
Wijayanto (2010) terdapat 4 (empat) jenis pendekatan yang teridentifikasi sebagai

21
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 98.

19
gerakan melawan korupsi yang telah dijalankan di berbagai belahan dunia.
Berikut ini adalah keempat pendekatan tersebut.22

1. Lawyer Approach atau Pendekatan Pengacara


Pendekatan ini merupakan sebuah cara yang menekankan
pemberantasan korupsi melalui upaya hukum yang berlaku. Aturan-aturan
hukum ini yang selanjutnya sangat berpotensi untuk menutup celah
perilaku korupsi para koruptor. Pendekatan ini dilakukan dengan
membongkar kasus dan menangkap para koruptor sehingga akan
memberikan imbas cepat (quick impact). Imbas yang dapat dirasakan
dengan waktu singkat menjadi sisi positif dari pendekatan ini, sedangkan
sisi negatifnya adalah biaya tinggi dalam pelaksanaannya.
2. Business Approach atau Pendekatan Bisnis
Kebutuhan ekonomi digadangkan menjadi salah satu faktor
mengapa seseorang melakukan tindakan korupsi. Pendekatan ini kemudian
muncul sebagai bentuk pencegahan dengan memberikan intensif bagi
karyawan melalui kompetisi secara sehat dalam menunjang kinerja
mereka. Pemberian intensif diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para
karyawan dan tidak ada lagi karyawan yang melakukan tindak korupsi
untuk meningkatkan pendapatannya.
3. Market or Economist Approach atau Pendekatan Pasar/Ekonomi
Pendekatan ini mengharuskan adanya kompetensi antar karyawan/
pegawai untuk dapat meningkatkan potensi diri mereka sehingga mereka
akan saling berlomba menciptakan kinerja yang baik, bebas dari korupsi,
agar kemudian dipilih pelayanannya.
4. Cultural Approach atau Pendekatan Budaya
Pendekatan ini berfkous untuk dapat menciptakan masyarakat yang
kental dengan budaya anti korupsi. Untuk memberikan pola pikir dan
pemahaman yang mendalam akan korupsi kepada generasi penerus bangsa
diharapkan kedepannya tidak akan ada lagi tindakan-tindakan korupsi

Tri Karyanti, Yani Prihati & Sita Tridian Galih. 2019. Pendidikan Anti Korupsi
22

Berbasis Multimedia. Sleman. CV Budi Utama. Hal. 60.

20
yang merugikan negara. Meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama
tetapi pendekatan ini akan lebih mendalam untuk dirasakan setiap
individu.

4. Pengembangan dan Pembuatan Berbagai Instrumen Hukum yang


Mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak cukup hanya


mengandalkan satu instrumen hukum yakni Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan atau instrumen
hukum lain perlu dikembangkan. Salah satu peraturan perundang-undangan yang
harus ada untuk mendukung pemberantasan korupsi adalah Undang-Undang
Tindak Pidana Money Laundering atau Pencucian Uang. Untuk melindungi saksi
dan korban tindak pidana korupsi, perlu instrumen hukum berupa UU
Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk memberdayakan Pers, perlu UU yang
mengatur mengenai Pers yang bebas. Bagaimana mekanisme masyarakat yang
akan melaporkan tindak pidana korupsi dan penggunaan electronic surveillance
juga perlu diatur supaya tidak melanggar privacy seseorang. Selain itu hak warga
negara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya harus pula diatur. 23

Pasal-pasal yang mengkriminalisasi perbuatan seseorang yang akan melaporkan


tindak pidana korupsi serta menghalang-halangi penyelidikan, penyidikan dan
pemeriksaan tindak pidana korupsi seperti pasal mengenai fitnah atau pencemaran
nama baik perlu dikaji ulang dan bilamana perlu diamandemen atau dihapuskan.
Hal ini bertujuan untuk lebih memberdayakan masyarakat. Masyarakat tidak
boleh takut melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Selain itu, untuk
mendukung pemerintahan yang bersih, perlu instrumen Kode Etik atau code of
conduct yang ditujukan untuk semua pejabat publik, baik pejabat eksekutif,
legislatif maupun code of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan).

5. Monitoring dan Evaluasi

23
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 99.

21
Ada satu hal penting lagi yang harus dilakukan dalam rangka mensukseskan
pemberantasan korupsi, yakni melakukan monitoring dan evaluasi. Tanpa
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan
pemberantasan korupsi, sulit mengetahui capaian yang telah dilakukan. Dengan
melakukan monitoring dan evaluasi, dapat dilihat strategi atau program yang
sukses dan yang gagal. Untuk strategi atau program yang sukses, sebaiknya
dilanjutkan. Untuk yang gagal, harus dicari penyebabnya.

Pengalaman negara-negara lain yang sukses maupun yang gagal dapat dijadikan
bahan pertimbangan ketika memilih cara, strategi, upaya maupun program
pemberantasan korupsi di negara kita. Namun mengingat ada begitu banyak
strategi, cara atau upaya yang dapat digunakan, kita tetap harus mencari cara kita
sendiri untuk menemukan solusi memberantas korupsi.

6. Kerjasama Internasional

Hal lain yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi adalah melakukan
kerjasama internasional atau kerjasama baik dengan negara lain maupun dengan
International NGOs. Sebagai contoh saja, di tingkat internasional, Transparency
Internasional (TI) misalnya membuat program National Integrity Systems. OECD
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank membuat program A
Framework for Integrity. 24

Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 30 TAHUN 2002

TENTANG

KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

24
Pendidikan Anti Korupsi. Jakarta. Perpustakaan Nasional. Hal. 100.

22
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan


sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi
yang terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal.
Oleh karena itu pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan
secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah
merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat
pembangunan nasional;

b. bahwa lembaga pemerintahan yang menangani perkara tindak pidana


korupsi belum berfungsi secara efektif dan efesien dalam memberantas
tindak pidana korupsi;

c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31


Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu dibentuk Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang independen dengan tugas dan
wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,


huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Mengingat :

23
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara


yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4150);25

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Justicia, Tim Viva. 2016.


25
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Yogyakarta. Genesis Learning

24
UNDANG-UNDANG TENTANG

KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi


baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

2. Pegawai Negeri adalah meliputi:

a. Pegawai Negeri sebagaimana Undang-Undang tentang Kepegawaian;


b. Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-Undang
Hukum Pidana;
c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau
daerah;
d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
e. Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

3. Setiap orang adalah perseorangan atau termasuk korporasi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang


berkeadilan saat ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena
kejahatan korupsi merupakain kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang
berbeda dari kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus dilakukan

25
memerlukan sistem yang terpadu dan luar biasa pula. Sebagai kejahatan luar biasa
(extra ordinary crime) pemberantasan korupsi, memerlukan kemauan politik luar
biasa sehingga Presiden sebagai kepala Negara menjadi figur penting dalam
menggerakan dan mengordinasikan peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK
menjadi kekuatan dahsyat, sehingga praktek KKN, seperti penyogokan,
penggelembungan harga, gratifikasi, dan penyalah gunaan kewenangan lainnya
dilakukan oknum aparat PNS atau pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun
daerah dapat dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa
dan terpadu.

Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menjadi “jalan tak ada


ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”. Upaya-upaya
untuk mrngatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial,
dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.

3.2 Saran

a. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.

b. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu


mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, A. (1991). Negara dan Pembangunan. Salatiga: Yayasan Padi dan


Kapas.
Djaja, E. (2010). Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika.
Effendi, T. (2019). Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Surabaya: Scopindo
Media Pustaka.

26
Fijnaut, C. a. (2002). Corruption, Integrity, and Law Enforcement. The Hague:
Kluwer Law International.
Ibid. Hal 13.
Ibid. Hal 22.
Kartono, K. (1988). Patologi Sosial. Jakarta: Bina Aksara.
Kpundeh, M. J. (2003). Building a Clean Machine: Anti-Corruption Coalitions
and Systainable Reform. Washington D.C: World Bank Institute.
Muna, M. R. (2002). Korupsi di Tubuh Tentara Nasional Indonesia. Jakarta:
Aksara Foundation.
Nations, U. (2004). the Global Program Against Corruption : United Nations
Anti-Corruption Toolkit. Vienna: UNODC.
Nawawi Arief, B. (1998). Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan
Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Nawawi Arief, B. (2008). Bungs Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta:
Kencana.
Pendidikan Anti Korupsi. (2012). Jakarta: Perpustakaan Nasional.
Pope, J. (2003). Strategi Memberantas Korupsi : Elemen Sistem Integritas
Nasional, Buku Panduan Transparency Internasional 2002. Jakarta:
Yayasan Obor.
Quah, J. S. (2008). The Many Faces of Public Management Reform in the Asia
Pacific. Bangkok: Asia-Pacific Governance Institute's Conference.
Sowartojo, J. (1988). Korupsi. Jakarta: Balai Pustaka.
Tri Karyanti, Y. P. (2019). Pendidikan Anti Korupsi Berbasis Multimedia.
Sleman: CV Budi Utama.

27

Anda mungkin juga menyukai