Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Unicef mendefenisikan anak adalah penduduk yang berusia antara

0-18 tahun. Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan

anak menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21

tahun dan belum menikah (Huraerah, 2012).

Setiap orang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap

anak agar tumbuh sehat dengan baik, sehat walafiat baik tubuh maupun

jiwanya. Masa kanak – kanak adalah masa yang rentan terhadap penyakit

terutama penyakit infeksi. Pada masa ini sering kali anak ditimpa berbagai

macam gejala penyakit salah satunya adalahDengue hemorrhagic

Fever(Soetjiningsih, 2011).

Penyakit Dengue Hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit

infeksi oleh virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan di

masyarakat dan perhatian nasional. Dengue Haemorraghic fever pertama

kali terjadi di dunia pada tahun 1780-an yang terjadi serentak di Asia,

Afrika dan Amerika Utara. Terdapat 100 negara yang saat ini berstatus

endemik Dengue Haemorraghic Fever dan 40% populasi atau sekitar 2,5

milyar orang beresiko terkena Dengue Haemorraghic Fever karena berada

di wilayah tropis dan subtropis (Faisaldo dan Triwibowo, 2013).

1
Penyakit infeksi virus dengue banyak menyerang kelompok umur

5-9 tahun, 10-15 tahun, dan 15-44 tahun. Hasil-hasil penelitian para

peneliti menunjukan adanya hubungan perubahan iklim, kelembapan,

kepadatan larva aedes aegypti, perilaku bersih dan sehat belum terwujud

dan lingkungan hidup yang belum memadai dengan kejadian luar biasa

penyakit Demam Berdarah Dengue (Soedarto, 2012).

Menurut WHO, sekitar 2,5-3 milyarmanusia yang hidup di 112

negara tropis dan subtropis berada dalam keadaan terancam infeksi

dengue. Setiap tahunnya sekitar 50-100 juta penderita dengue dan 500.000

penderita Dengue Haemorraghic Fever dilaporkan oleh WHO di seluruh

dunia, dengan jumlah kematian sekitar 22.000 jiwa, terutama anak-anak.

Pada masa 50 tahun terakhir, insiden dengue di seluruh dunia telah

meningkat 30 kali lipat, sedangkan di Amerika Dengue Haemorraghic

Fever pada tahun 1995 meningkat sekitar 4 kali lipat pada tahun 2000

(Soedarto, 2012).

Di Asia Tenggara Dengue haemorraghic feverpada saat ini

merupakan penyebab utama rawat inap di rumah sakit dan penyebab

kematian tertinggi pada anak-anak. Indonesia merupakan negara Asia

Tenggara yang paling banyak melaporkan penderita Dengue

Haemorraghic Fever. Sejak tahun 1982 di Singapura, lebih dari 50%

kematian terjadi pada penderita berumur di atas 15 tahun, sedangkan di

Indonesia infeksi Dengue lebih banyak diderita oleh kelompok dewasa

muda. Pada epidemi tahun 2000, sekitar 82% penderita infeksi dengue

2
yang rawat inap di rumah sakit adalah orang dewasa, sedangkan semua

kematian akibat penyakit ini dialami oleh penderita berumur di atas 5

tahun (Soedarto, 2012).

Indonesia merupakanwilayahendemisdengan sebaran di seluruh

wilayah tanah air. Indonesia menempati urutan tertinggi kasus Dengue

Haemorraghic fever tahun 2010 di Asean, dengan jumlah kasus 156.086

dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat Jenderal Pemberantasan Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL kemkes RI), melaporkan

kasus Dengue Haemorraghic fever tahun 2014 di Indonesia menurun

dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang (Ditjen PP

dan PL kemkes RI, 2017).

Penyakit Dengue Haemorraghic fever masih menjadi masalah di

Provinsi Sumatera Barat.Dinas kesehatan Sumatera Barat mencatat kasus

Dengue Haemorraghic Feversampaiagustus 2018sebanyak 787kasus.

Angka tersebut jauhmenurunjikadibandingkandenganagustus 2017 yang

mencapaisebanyak 1.281kasus sedangkan sepanjang 2016 jumlah kasus

Dengue Haemorraghic Fever mencapai 1.462 kasus (Dinas Kesehatan

Kota Padang, 2018).

Berdasarkan data yang didapat dari RS. Reksodiwiryo Padang

bahwaselama 3 bulan terakhir inidaribulanAgustus-

Oktober2019kasusDengue Haemorraghic Fever merupakan kasus yang

paling banyak terjadi, yaitu sebanyak19 anak yang terdiagnosa mengalami

Demam Berdarah Dengue. Dibandingkan dengan kasus lainnya, seperti

3
diare dan febris yang kasusnya turun, Demam Berdarah Dengue di

RuangII IbudanAnakRS. Reksodiwiryo Padang

mengalamipeningkatansetiapbulannya(RS.Reksodiwiryo Padang, 2019).

Sebagian dari jumlah pasien yang menderita DHF yang ada di

Ruangan II / Ibu dan Anak RS Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang

merupakan pasien yang di rawat ulang karena DHF dan sebagian lagi

merupakan penyakit pertama kali di rawat di RS Tingkat III Dr.

Reksodiwiryo Padang. Penyebab pasien di rawat di Ruangan II / Ibu dan

Anak RS Tingkat III Dr. Reksodiwiryo Padang adalah keadaan lingkungan

yang kurang bersih.

Beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai bentuk pertolongan

pertama terhadap penderita DHFyaitu,

memberikanminumsebanyakmungkin, ompres agar panasnyaturun,

emberikanobatpenurunpanas, monitor suhu tubuhtiaphari,

anjurkanIstirahatdanmemberi asupan cairan yang cukup merupakan dua

hal yang sangatpentingpadapasieninfeksi virus dengue. Bila penderita

makin lemas, muntah, sulit makan atau minum, perlu dilakukan pemberian

cairan infus (Hastuti, 2011)

Berdasarkan data di atas maka mahasiswa tertarik untuk

melakukan asuhan keperawatan pada pasien denganDengue

Haemorrahagic Fever(DHF) di ruang II / Ibu dan Anak RS Tingkat III

Dr.Reksodiwiryo Padang.

4
B. RumusanMasalah

Dalammasalahini,

mahasiswamerumuskanmasalahberupabagaimanaasuhankeperawatanpada

pasiendenganDengue HaemorraghicFever di ruang II / IbudanAnak RS

Tingkat III Dr.Reksodiwiryo Padang.”

C. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhankeperawatanpadaAn.Zdengan

Dengue Haemorrahagic Fever (DHF) di ruang II RumahSakitTentara TK

III Dr. Reksodiwiryo Padang denganbaikdanbenar.

b. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu melakukanpengkajianpadaAn.Zdengan Dengue

Haemorrahagic Fever (DHF) di ruang II RumahSakitTentara TK III

Dr. Reksodiwiryo Padang denganbaik dan benar.

2. Mahasiswa mampu menegakan diagnose padaAn.Zdengan Dengue

Haemorrahagic Fever (DHF) di ruang II RumahSakitTentara TK III

Dr. Reksodiwiryo Padang denganbaik dan benar.

3. Mahasiswa mampu melakukanintervensipadaAn.Zdengan Dengue

Haemorrahagic Fever (DHF) di ruang II RumahSakitTentara TK III

Dr. Reksodiwiryo Padang denganbaik dan benar.

4. Mahasiswa mampu melakukanimplementasipadaAn.Zdengan Dengue

Haemorrahagic Fever (DHF) di ruang II RumahSakitTentara TK III

Dr. Reksodiwiryo Padang denganbaik dan benar.

5
5. Mahasiswa mampu melakukanevaluasipadaAn.Zdengan Dengue

Haemorrahagic Fever (DHF) di ruang II RumahSakitTentara TK III

Dr. Reksodiwiryo Padang denganbaik dan benar.

6. MahasiswamampumelakukanpendokumentasianpadaAn.Zdengan

Dengue Haemorrahagic Fever (DHF) di ruang II RumahSakitTentara

TK III Dr. Reksodiwiryo Padang denganbaikdanbenar.

D. Manfaat Penulisan

1. BagiKelompok

a. Sebagai salah satu persyaratan untukmemenuhitugasprofesidi

Program STIKes Indonesia Padang

b. Mengaplikasikan secara langsung teori yang di dapatkan selama

perkuliahan dalam menerapkan asuhan kesehatan yang sesuai

dengan kebutuhan klien

c. Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan dalam menerapkan

asuhan kesehatan pada klien serta merupakan pengalaman yang

sangat berharga dan bermanfaat sebagai dalam membantu

mengatasi masalah yang terjadi pada klien di RS. Reksodiwiryo

Padang

2. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah sumber kepustakaan agar mempermudah

mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan sebagai bahan

perbandingan antara tinjauan kepustakaan dengan kasus yang di

temukan.

6
3. Bagi RS. Reksodiwiryo Padang

a. Mengevaluasi kesesuaian antara teori

denganpraktikasuhankesehatan yang diberikanpadapasien.

b. Menambah wawasan bagi tenaga kesehatan khususnya di Ruang

Anak mengenai asuhan kesehatan guna untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan serta menjaga mutu pelayanan kesehatan

4. Bagi Klien/keluarga

a. Menambah wawasan mengenai tanda dan gejala Dengue

Haemorraghic Fever (DHF) pada anak.

b. Dapat mencegah terjadinya Dengue Haemorraghic Fever dan

memberikan dukungan psikologis pada anak..

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Penyakit Dengue Haemorrahgic Fever (DHF) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti dan aedes albopictus. Virus ini akan mengganggu kinerja

darah kapiler dan system pembekuan darah, sehngga mengakibatkan

perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis,

seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk di seluruh pelosok

Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000

meter di atas permukaan air laut. Demam Berdarah Dengue tidak menular

melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab

demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk (Soedarto, 2012).

Dengue Haemorraghic Fever adalah penyakit menular yang

berbahaya yang dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan

sering menimbulkan wabah. Indonesia menurut WHO termasuk kedalam

negara endemik Dengue Haemorraghic fever (WHO, 2010). Dengue

Haemorragchic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue yang disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, sedangkan Demam

Berdarah Dengue juga merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue dan disebarkan melalui nyamuk Aedes Aegypti yang disertai

manifestasi perdarahan dan cenderung menimbulkan syok serta kematian

(misnadialy, 2011).

8
Dengue Haemorraghic fever (DHF) merupakan penyakit infeksi

akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui vektor

nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Abopictus. Dengue Haemorraghic

Fever dapat menyerang orang dewasa maupun anak-anak dibawah 15

tahun (Faisaldo dan Triwibowo, 2013). DHF adalah merupakan penyebab

umum demam diantara turis Amerika Tengah, Iindia, Cina Tenggara, dan

Asia Tenggara. Turis yang tinggal lebih lama dan hidup di daerah

pedesaan dengan akomodasi yang tidak diskrining dengan baik adalah

yang paling beresiko. Sulit untuk menghindari gigitan serangga karena

kebiasaan menggigit terjadi di siang hari. Demam berdarah dengue

merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat fatal dalam waktu yang

relative singkat. Penyakit ini tergolong “susah dibedakan” dari peyakit

demam berdarah lainnya (Soedarto, 2012).

B. Etiologi

Penyakit Dengue Hemorraghic Fever disebabkan oleh virus dengue

dari kelompok Arbivirus B, yaitu Arthropod-Borne virus yang disebarkan

oleh Arthropoda. Vektor utama penyakit DHFadalah nyamuk Aedes

Aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes Albopictus (daerah pedesaan).

Nyamuk yang menjadi faktor penyakit Demam Berdarah adalah nyamuk

yang menjadi infeksi saat menggigit manusia yang sedang sakit dan

viremia (terdapat virus dalam darah). Menurut laporan terakhir, virus

dapat pual ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur-telurnya

(Kunoli, 2013).

9
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama

dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka

virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh

manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut

akan mengalami sakit Demam Berdarah Dengue. Virus dengue

memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama

satu minggu (Kunoli, 2013).

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.

Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam

ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4×106. Terdapat 4 serotipe

virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semua nya dapat

menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat

serotipe ini ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe

terbanyak (Soedarto, 2012).

Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

tersebut. Infeksi yang pertama kali dapat memberi gejala sebagai Demam

Dengue, Apabila orang itu mendapat infeksi berulang oleh tipe virus

dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda. DBD

dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali,

mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi di

nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke

10
system retikuloendotelial dan kulit secara bronkogen maupun hematogen.

(Soedarto, 2012).

Wilayah Indonesia merupakan wilayah dengan iklim tropis,

sehingga sering terjadi musim penghujan. Demam Berdarah Dengue

memang mencapai uncanya pada musim hujan, tetapi bukan tidak

mungkin penyakit tersebut dapat muncul di bulan lain seperti pada musim

kemarau. Karena pada musim penghujan perkembangbiakan nyamuk

Aedes Aegypti menjadi meningkat, dimana pada saat itu trjadi banyak

genangan air yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Akan tetapi

apabila pada musim kemarau, sepanjang nyamuk Aedes Aegypti masih

ada dan tersedianya airsebagai srana siklus perkembangiakannya, maka

kasus Demam Berdarah Dengue tetap rawan terjadi (Faisaldo dan

Triwibowo, 2013).

C. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi penyakit Dengue Haemorraghic Fever adalah 3-15

hari sejak seseorang terserang virus dengue. Selanjutnya, penderita akan

menampakan berbagai tanda dan gejala demam berdarah, seperti berikut :

 Demam tinggi secara mendadak selama 2-7 hari (38-40°C).

 Pada pemeriksaan uji Torniquet, tampak adanya jentik (puspura)

perdarahan.

 Adanya bentuk perdarahan di kelopak mata bagian dalam

(konjungtiva), mimisan (epitaksis), BAB dengan kotoran berupa lender

bercampur darah (melena), dan lain-lainnya.

11
 Terjadi pembesaran hati (hepatomegali).

 Tekanan darah menurun, hingga menyebabkan shock.

 Pada pemeriksaan laboratorium (darah), hari ke 3-7 terjadi trombosit

dibawah 100.000 per mm (trombositopent) dan terjadi peningkatan

nilai hematokrit di atas 20% dari nilai normal (hemokonsentrasi).

 Timbulnya beberapa gejala klinis yang menyertai, seperti mual,

muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare,

menggigil, kejang, dan sakit kepala.

 Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.

 Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit

pada persendian.

 Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh

darah.

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas  3 fase yaitu fase febris,

fase kritis dan fase pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam

mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri

seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa kasus

ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia,

mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan

seperti ptekie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi

perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

12
Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan

penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan

timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 – 48

jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai

penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.

Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi

pengembalian  cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan

pada 48 – 72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu

makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik

(Soedarto, 2012).

D. Patofisiologi

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk

terjadi viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab

yang jelas disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri

otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut,

bintik-bintik merah pada kulit. Selain itu kelainan dapat terjadi pada

sistem retikulo endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah

bening, hati dan limpa (Nanda,2015)

Pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas

dari sistem kalikrein menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding

kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar ke

ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma akibatnya terjadi

13
pengurangan volume plasma yang terjadi hipovolemia, penurunan tekanan

darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu

sistem reikulo endotel bisa terganggu sehingga menyebabkan reaksi

antigen anti body yang akhirnya bisa menyebabkan Anaphylaxia. Akibat

lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan menyebabkan depresi

sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia yang berlanjut akan

menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan

koagulasi dan akhirnya sampai pada perdarahan kelenjar adrenalin. Plasma

merembas sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan

(Nanda,2015)

Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang

sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat

kehilangan plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi

anoksia jaringan, 14 asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan

ini biasanya pada hari ke-3 dan ke-7.

Reaksi lainnya yaitu terjadi perdarahan yang diakibatkan adanya gangguan

pada hemostasis yang mencakup perubahan vaskuler, trombositopenia

(trombosit < 100.000/mm3), menurunnya fungsi trombosit dan

menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan

fibrinogen). Pembekuan yang meluas pada intravaskuler (DIC) juga bisa

terjadi saat renjatan. Perdarahan yang terjadi seperti petekie, ekimosis,

purpura, epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada traktus

gastrointestinal (Nanda,2015).

14
E. Penatalaksanaan

Perbedaan utama patofisiologi Dengue Haemorraghic Fever dan

penyakit lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang

menyebabkan terjadinya pembesaran plasma dan gangguan hemostasis

(Soedarto, 2012).Gambaran klinis yang khas terjadi pada Demam

Berdarah/Dengue Syok Sindrom:

1. Demam tinggi mendadak

2. Diastesis hemoragik

3. Hepatomegali

4. Kegagalan sirkulasi

Tatalaksana Dengue Haemorraghic Fever berhasil jika diagnosis

dini Demam Berdarah dapat dideteksi dengan memantau fase kritis pada

waktu suhu badan menurun, untuk mengetahui adanya pembesaran plasma

dan adanya gangguan hemostasis. Pembesaran plasma diketahui jika

hematokrit diatas 20% dan gangguan hemostasis diketahui dengan

enurunan jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/pl (Soedarto, 2012).

Jika hematokrit lebih dari 20% merupakan indikasi pemberian

cairan awal misalnya larutan garam isotonik atau ringer laktat.

Pengawasan dilakukan pada keadaan hematokrit yang selalu meningkat

dan trombosit yang kurang dari 50.000/pl (Soedarto, 2012).

15
Pada Dengue Haemorraghic Fever fase demam, tatalaksana sama

dengan tatalaksana untuk Demam Dengue, simptomatik dan suportif,

dengan memberikan cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Jika tidak bisa

minum, muntah atau nyeri perut, diberikan cairan intravena (Soedarto,

2012).

Untuk mengatasi demam diberikan paracetamol. Untuk mencegah

dehidrasi dan mengatasi rasa haus, penderita dapat diberi jus buah, air teh

manis, sirup, susu, dan larutan oralit. Air minum diberikan 50 ml/kg berat

badan pada 4-6 jam pertamam. Sesudah dehidrasi teratasi, anak diberi

cairan rumatan 80-100 ml/kg berat badan dalam 24 jam berikutnya. Bayi

yang masih minum ASI tetap harus diberikan ASI di smaping diberikan

cairan oralit. Jika bayi mengalami kejang demam, selain antipiretik

diberikan juga obat anti kejang selama demam (Soedarto, 2012).

Penderita harus selalu dalam pengawasan terhadap kemungkinan

terjadinya syok, terutama fase kritis, yaitu pada waktu suhu badan

menurun pada hari ke 3 sampai hari ke 5 fase demam. Pemeriksaan

hematokrit harus dilakukan teratur untuk mengawasi hasil pemberian

cairan intravena dan memantau pembesaran plasma. Hematokrit harus

diperiksa sedikitnya satukali sejak hari ke 3 sakit sampai suhu badan

kembali normal. Jika alat pemeriksa hematokrit tidak ada, dpat digunakan

alat pegukur Hbb sahli dengan pedoman hematokrit = 3x kadar Hb.

16
Umumnya hemokonsentrasi terjadi sebelum penderita mengalami

perubahan tekanan nadi dan tekanan darah (Soedarto, 2012).

Karena pada Dengue Haemorraghic Fever terjadi pembesaran

plasma, maka volume plasma yang hilang harus segera diganti secara hati-

hati dan dalam pengawasan ketat. Cairan pertama kali diberikan pada 2-3

jam pertama, dan jika penderita dalam keadaan syok, cairan pengganti

diberikan setiap 30-60 menit. Pada 24-28 jam berikutnya, tetesan cairan

disesuaikan dengan tanda-tanda vital penderita , kadar hemokrit dan

jumlah ekskresi urin (Soedarto, 2012).

Indikasi utuk memberikn cairan intravena adalah:

1. Penderita tidakdapat minum atau tidak mau minum.

2. Muntah terus menerus.

3. Demam tinggi.

4. Hematokrit selalu naik (Soedarto, 2012).

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar

hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat

adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak

hari ke-3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak

timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3

demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan

terjadinya gangguan koagulasi dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis

17
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat

dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik

melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi

molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku

emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan

tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu),

serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali

yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi

genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain

reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih

sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi

pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi

yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu (Soedarto, 2012).

Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan

serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.

Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai

minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG

mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat

terdeteksi mulai hari ke 2 (Soedarto, 2012).

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus

kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama

pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi

18
dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat

pula dideteksi dengan USG (Soedarto, 2012).

G. Konsep dasar asuhan keperawatan

1. Pengkajian Fokus

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan

dalam melakukan asuhan keperawatan, baik saat penderita baru pertama

kali datang maupun selama klien dalam masa perawatan (Hadinegoro,

2011). Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan DHF dapat

diklasifikasikan menjadi :

1.1 Identitas pasien

a. Umur (DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia

kurangdari 15 tahun).

b. Jenis kelamin secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan

padapenderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan

padaperempuan dari pada anak laki-laki.

c. Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa

kotabesar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar

diIndonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk

yangpadat dan dalam waktu relatif singkat.

1.2 Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang

kerumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.

19
b. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan

disertaimenggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis.

Turunya panasterjadi antara hari ke-3 dan ke-7, kondisi semakin

lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,

mual, muntah,anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri

otot danpersendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa

pegal, sertaadanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade

III, IV), melenaatau hematemasis.

c. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF

biasanyamengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang

lain.

d. Kondisi lingkungan

Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan

lingkunganyang kurang bersih (seperti yang mengenang dan

gantungan baju yangada kamar).

2. Pola persepsi fungsional kesehatan

a. Pola Nutrisi dan Metabolik

Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit

saatmenelan.

Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri

tekan pada ulu hati.

20
b. Pola eliminasi

Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri,

(tahaplanjut).

c. Pola aktifitas dan latihan

Gejala : Keluhan lemah

Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.

d. Pola istirahat dan tidur

Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/

menggigil.

Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura,

nyeri epigastrik, nyeri otot/ sendi.

e. Pola persepsi sensori dan kognitif

Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegalseluruhtubuh.

Tanda : Cemas dan gelisah.

f. Persepsi diri dan konsep diri

Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah

g. Sirkulasi

Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah

Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,

dispnea,perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena

hematuri),peningkatan hematokrit 20% atau lebih,

trombositkurangdari 100.000/mm.

21
h. Keamanan

Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena

hipoproteinemia.

i. Kebersihan

Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri

danlingkungan cenderung kurang terutama untukmembersihkan

tempat sarang nyamuk aedes aegypti.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnostik DHF

perlu dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya

adalahpemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi

(Hadinegoro, 2000).

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

a) IgG dengue positif (dengue blood)

b) Trombositipenia

c) Hemoglobin meningkat >20%

d) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)

e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan

hipoproteinema,hiponatremia, hipokalemia

f) SGOT dan SGPT mungkin meningkat

g) Ureum dan pH darah mungkin meningkat

22
h) Waktu perdarahan memanjang

i) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois

metabolic PCO2 <35-40 mmHg, HCO3 rendah.

2) Pemeriksaan laboratorium urine : pada pemeriksaan urine

dijumpaialbumin ringan.

3) Pemeriksaan serologi

Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan

padaklien yang diduga terkena DHF adalah : uji hemaglutinasi

inhibisi (HItest), uji komplemen fiksasi (CF test), uji

neutralisasi (N test), IgMElisa (Mac. Elisa), IgG

ElisaMelakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI

test(Hemoglobin Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan

komplemen(komplemen fixation test) pada pemeriksaan

serologi dibutuhkan duabahan pemeriksaan yaitu pada masa

akut dan pada masa penyembuhan.Untuk pemeriksaan serologi

diambil darah vena 2-5 ml.

4) Pemeriksaan radiology

a. Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi

pleura.

b. Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali

dann splenomegal.

23
4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat dirumuskan pada pasien DHF secara teori adalah:

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya

cairanintraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel),

outputberlebih karena muntah dan hipertermi..

3. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan penurunan

trombosit

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

kebocoran plasma darah

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual

dan nafsu makan yang menurun

6. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas

terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan, nyeri

7. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.

24
5. Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana Asuhan Keperawatan pada An. Z dengan DHF


Diagnosa
N Kriteria Hasil
Keperawata Intervensi (NIC)
o (NOC)
n (NANDA)

1 Hipertermi Thermoregulation Fever treatment


b/d proses
Indikator: Aktivitas:
infeksi virus
dengue  Suhu tubuh  Monitor suhu sesering
dalam rentang mungkin
normal.  Monitor warnadansuhu kulit
 Nadi dan RR  Monitor tekanan darah, nadi
dalam rentang dan RR.
normal.  Monitor penurunan tingkat
 Tidak ada kesadaran.
perubahan warna  Monitor intake dan output
kulit dan tidak  Berikan anti piretik
ada pusing.  Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulation

Aktivitas:

25
 Monitor suhu minimal tiap 2
jam
 Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Selimutipasienuntukmencega
h hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan.
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan.
 Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring

Aktivitas:

 Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR.
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri.
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan.
 Monitor TD, nadi, RR,

26
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas.
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan.
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik).
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2 Nyeri akut Pain level Pain management
b/d agen Pain control Aktivitas
cedera Comfort level  Lakukan pengkajian nyeri
biologis Indikator secara komprehensif
 Mampu  Obsevasi reaksi non verbal
mengontrol nyeri dan ketidaknyamanan
dengan teknik  Kontrol lingkungan
non  Berikan analgetik untuk
farmakologis mengurangi nyeri
 Melaporkan  Ajarkan teknik non
bahwa nyeri farmakologi
berkurang  Tingkatkan istirahat
 Menyatakan rasa
nyaman setelah Fluid management
nyeri berkurang Aktivitas
 Timbang popok/ pembalut
jika diperlukan
 Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat

27
 Monitor status
3 hidrasi(kelembaban
Kekurangan membrane mukosa, nadi
volume cairan  Fluid balance adekuat, TD ortostatik)
volume cairan  Hydration  Monitor vital sign
b/d pindahnya  Nutritional  Monitor masukan makanan/
cairan status : food cairan dan hitung intake
intravaskuler and fluid intake kalori harian
ke Indikator :  Lakukan terapi IV
ekstravaskule  Mempertahanka  Monitor status nutrisi
r n urine output  Dorong masukan oral
sesuai dengan  Berikan pergantian
usia nasogatrik sesuai output
 TD, nadi, suhu
tubuh dalam
rentang yang
diharapkan
 Keseimbangan
intake dan
output
 Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membran
mukosa lembab

28

Anda mungkin juga menyukai